Media Dakwah Pengertian dan Media Dakwah

kabar, buletin, dan lain-lain. Dalam memanfaatkan media ini, hendaknya ia ditampilkan dengan gaya bahasa yang lancar, mudah dicerna, dan menarik minat publik, baik mereka yang awam umum maupun kaum terpelajar. c. Audio Visual Dakwah dengan media audio visual merupakan suatu cara penyampaian yang merangsang penglihatan serta pendengaran audiens. Yang termasuk dalam jenis ini adalah televisi, film, drama, teater, dan lain sebagainya. Terkadang, pesan yang disampaikan melalui media ini cenderung lebih mudah diterima oleh audiens, bahkan dapat membentuk karakter mereka. d. Lingkungan Keluarga Suasana keluarga mempunyai kontribusi yang cukup kuat, karena bila ikatan keluarga itu senantiasa bernapaskan islami, maka akidah dan amaliahnya pun akan semakin kuat. Dengan demikian, dakwah dalam keluarga akan selalu berjalan dengan baik. e. Uswah dan Qudwah Hasanah Yaitu suatu cara penyampaian dakwah yang dilakukan dalam bentuk perbuatan nyata. Ia tidak menganj urkan, tetapi langsung memberi contoh kepada mad’u- nya. Termasuk dalam bentuk ini adalah seseorang yang membesuk saudara yang sakit, menjalin dan menjaga tali silaturahmi, dan lain sebagainya. f. Organisasi Islam Organisasi Islam menjembatani antara umat dengan petunjuk agama, menuntun masyarakat kepada kebenaran dengan mengadakan berbagai acara kegamaan yang diikuti oleh keluarga besar organisasi tersebut. di antara organisasi Islam yang ada di Indonesia adalah Nahdlatul Ulama NU, Muhammadiyah, Ikhwanul Muslimin, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Asmuni Syukir ada beberapa media yang dapat dijadikan sebagai media dakwah, di antaranya: 35 a. Lembaga-lembaga pendidikan formal b. Lingkungan keluarga c. Organisasi-organisasi Islam d. Hari-hari besar Islam e. Media massa radio, televisi, film, surat kabar, majalah, internet, dan lainnya f. Seni budaya musik, drama sastra, wayang kulit, dan lain-lain Dalam konteks dakwah, secara praktis media terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 1 Washilah Maknawiyah dan 2 Washilah Madiyah. 36 Washilah maknawiyah adalah media yang bersifat imaterial, seperti rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mempertebal ikhlas dalam. Sedangkan washilah madiyah adalah media yang bersifat material, yaitu segala bentuk alat yang bisa di indera dan dapa t membantu para da’i dalam menyampaikan dakwah kepada mad’u-nya. Media material washilah madiyah terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu: 1 Media yang bersifat fitrah wasail fitriyah, seperti ceramah monolog, mengajar, ceramah umum, khutbah, dan sebagainya; 2 Media yang bersifat ilmiah wasail fanniah, seperti washilah yadawiyah karya tulis, washilah 35 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhas, 1992, h. 176 36 Muhammad Abdul Fatah al- Bayanuni, “al-Madkhal ila „ilm al’Da’wah” dalam Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Bandung: Widya Padjadjaran, 2009, h. 94 bashariah karya lukis, washilah sam’iyah kreasi suara berupa pengeras suara, kaset, telepon, dan lain-lain, serta washilah al-Mutanawiyah seperti teater, drama, dan sebagainya; 3 Media yang bersifat praktis tabiqiyah, seperti memakmurkan masjid, mendirikan organisasi, mendirikan sekolah, menyelenggarakan seminar, dan mendirikan sistem pemerintahan Islam. Ahmad Subandi mengatakan bahwa “... Media dakwah adalah isntrumen yang dilalui oleh pesan atau saluran pesan yang menghubungkan antara da’i dan mad’u ...” 37 Media dakwah berdasarkan jenis dan peralatan yang melengkapinya terdiri dari media tradisional, media modern, dan perpaduan antara media tradisional dan modern. 38 1. Media tradisional Setiap masyarakat tradisional selalu menggunakan media yang berhubungan dengan kebuadayaannya. Media yang digunakan terbatas pada sasaran yang paling digemari dalam kesenian, seperti tabuh-tabuhan gendang, rebana, bedug, suling, wayang, dan lain-lain yang dapat menarik perhatian orang banyak. 2. Media modern Berdasarkan jenis dan sifatnya, media modern terbagi menjadi tiga. Pertama, media auditif yang meliputi telepon, radio, dan tape recorder. Kedua, media visual yang meliputi surat kabar, buku, majalah, pamflet, dan lain 37 Ahmad Subandi, “Ilmu Dakwah Pengarah Ke Arah Metodologi” dalam Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Bandung: Widya Padjadjaran, 2009, h. 95 38 Ibid., h. 95-96 sebagainya. Ketiga, media audiovisual yang meliputi televisi, video, internet, dan lain-lain. 3. Perpaduan media tradisional dan modern Perpaduan yang dimaksud adalah pemakaian media tradisional dan media modern dalam suatu proses dakwah. Contohnya pagelaran wayang dan sandiwara yang bernuansa Islam, atau ceramah di mimbar yang ditayangkan televisi. Dalam menggunakan media dakwah ini, para da’i diharuskan untuk menjaga etika dan ketentuan-ketentuan dalam berdakwah, yakni: 39 1 Media dakwah tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. 2 Dalam menggunakan media dakwah, tidak menjurus kepada hal-hal yang diharamkan oleh agama dan tidak menimbulkan kerusakan. 3 Dapat digunakan dengan baik. 4 Media relevan dengan situasi dan kondisi konteks dakwah. 5 Media dapat menjadi perantara untuk menghilangkan kesesatan dari orang- orang ingkar dan menyalahi agama. 6 Jelas dalam tahapan-tahapan penggunaannya. 7 Media secara fleksibel dapat digunakan dalam berbagai kondisi mad’u adat, kepercayaan, dan kebudayaan. 8 Dapat digunakan dalam berbagai situasi waktu dan keadaan. 39 Muhammad Sa’id Mubarak, “Al-Da’wah wa al-Idarah” dalam Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Bandung: Widya Padjadjaran, 2009, h. 95 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya media dakwah adalah berbagai sarana yang dapat digunakan untuk mengembangkan dakwah Islam yang mengacu pada kebudayaan masyarakat mulai dari yang klasik, tradisional hingga modern yang di antaranya meliputi mimbar, panggung, media massa cetak dan elektronik, lembaga, organisasi, seni, karya budaya, dan lain sebagainya.

C. Metode Studi Kasus

Studi kasus didefinisikan sebagai pendekatan penelitian yang menggunakan eksplorasi suatu fenomena dalam konteksnya dengan menggunakan data dari berbagai sumber. Studi kasus menyiratkan peneliti melakukan analisis secara intensif pada satu unit analisis yang diteliti. Sebuah kasus dapat berupa satu individu, satu organisasi, satu peristiwa, satu keputusan, satu periode, atau sistem yang dapat dipelajari secara menyeluruh dan holistik. 40 Myers mendefinisikan studi kasus kualitatif sebagai penelitian yang menggunakan bukti empiris dari satu atau lebih organisasi dan peneliti berusaha mempelajari permasalahan dalam konteksnya. Bukti diperoleh dari berbagai sumber meski realitanya sebagian besar berupa data wawancara dan dokumen. 41 Fokus utama studi kasus adalah menjawab permasalahan penelitian yang dimulai dengan kata tanya bagaimana atau mengapa. Studi kasus digunakan untuk meneliti kejadian nyata di masa kini kontemporer di mana peneliti tidak dapat 40 Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar, Jakarta: PT Indeks, 2012, h. 115-116 41 Ibid., h. 116 mengendalikannya tidak seperti dalam eksperimen dan mungkin saja semua kejadian yang diamati terjadi dalam waktu yang bersamaan. 42 Menggunakan metodologi studi kasus diawali dengan menemukan kasus yang menarik. Kriteria kasus yang menarik adalah suatu hal yang dianggap baru. Sesuatu yang baru adalah memberitahukan kepada komunitas akademik sesuatu yang tadinya tidak diketahui. Sesuatu yang baru dapat berupa ekplorasi suatu objek penelitian yang baru, membantah teori yang sudah ada, atau memberikan alternatif teori lain yang menjelaskan suatu fenomena. 43 Sebagai sebuah metode, studi kasus memiliki keunikan atau keunggulan tersendiri. Secara umum studi kasus memberikan akses atau peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif dan menyeluruh terhadap unit sosial yang diteliti. Secara lebih rinci studi kasus mengisyaratkan keunggulan-keunggulan berikut: 1. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar- variabel serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman lebih luas; 2. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia. Melalui penyelidikan intensif peneliti dapat menemukan karakteristik dan hubungan-hubungan yang mungkin tidak diharapkan atau diduga sebelumnya; 42 Ibid., h. 117 43 Ibid., h. 118 3. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka pengembangan ilmu- ilmu sosial. 44 Studi kasus memiliki tipe-tipe tertentu yang spesifik. Bogdan dan Biklen mencoba mengklasifikasikan tipe-tipe studi kasus ke dalam enam tipologi: 45 1 Studi kasus kesejarahan sebuah organisasi Yang dituntut dalam studi kasus jenis ini adalah pemusatan perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan sejarah organisasi sosial tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Dalam melakukan studi ini diperlukan juga kecermatan dalam merinci secara sistematik perkembangan dari tahap-tahap sebuah organisasi sosial. 2 Studi kasus observasi Yang lebih ditekankan di sini adalah kemampuan seorang peneliti menggunakan teknik observasi dalam penelitian. Dengan teknik observasi partisipan diarapkan dapat dijaring keterangan-keterangan empiris yang detail dan aktual dari unit analisis penelitian, apakah itu menyangkut kehidupan individu maupun unit-unit sosial tertentu dalam masyarakat. 44 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatf: Pemahaman Filosofis dan Metodologis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta: PT RajaGrafindo Perkasa, 2012, cet. ke-8, h. 23 45 Ibid., h. 26-27