Sejarah Tradisi Jilbab Busana Muslimah

menjadi sesuatu yang “tidak boleh ada” di tempat dan suasana tertentu seperti tempat hiburan dan pesta. Kini sudah banyak para public figure yang menggunakan jilbab dan menjadikannya sebagai identitas. Butik busana muslimah juga turut serta menghiasi sudut-sudut mal dan hotel ternama. Yang dipermasalahkan dari sebuah jilbab adalah penggunaannya. Bila seseorang dipaksa untuk mengenakan jilbab, maka itu adalah salah. Seperti yang dulu pernah terjadi di Turki. Ketika kekuatan ulama memaksakan syari’ah termasuk busana muslim ke dalam masyarakat yang belum siap, maka lama kelamaan muncul gerakan Tanzimat yang dipimpin Mustafa Rasyid Pasya dan Sultan Mahmud II yang mencapai puncaknya pada revolusi Kemal Attaturk. Banyak kasus pengejaran terhadap perempuan berjilbab pada masa itu, meskipun yang melakukannya mengaku muslim. Ketika jilbab muncul sebagai kesadaran individu dan bersamaan, maka usaha untuk menghapusnya akan jauh lebih sulit. Pengalaman di Turki, jilbab yang tadinya merupakan fenomena umum masyarakat pedesaan rural society kini juga menjadi fenomena perkotaan. Ketika terjadi urbanisasi besar-besaran, maka fenomena jilbab pun tak terbendung di kota-kota di Turki. 14

3. Khimar Kerudung

Kata kerudung sudah tidak asing di telinga masyarakat kita. Namun, kita masih sering menyamakan kerudung dengan jilbab. Di Indonesia, kerudung sering disebut sebagai jilbab. Padahal, kedua kata tersebut berbeda maknanya. Seperti 14 Nasaruddin Umar, Fikih Wanita untuk Semua, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010, h. 32-33 yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, jilbab adalah kain yang menutupi seluruh tubuh, dari kepala sampai kaki. Sedangkan kerudung adalah penutup kepala, leher, dan dada. 15 Wanita harus menutup kepalanya karena seluruh anggota tubuh wanita merupakan aurat, termasuk leher dan rambut. Rambut dan leher termasuk dari bagian perhiasan perempuan yang dapat menimbulkan fitnah dan hasrat bagi laki- laki yang melihatnya. Firman Allah berbunyi:                                                                                    “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai 15 Li Patric, Jilbab Bukan Jilboob, Jakarta; Penerbit Kalil, 2014, h. 2-3