Perempuan dalam Perspektif Islam

untuk ikut berpartisipasi dan berkiprah dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, termasuk di dalamnya peran publik sebagai pemimpin. 64 Setiap muslim dalam ajaran Islam wajib melakukan amar ma‟ruf nahi munkar sebagai tanggung jawab dan amanah bersama dalam rangka memperbaiki kehidupan sosial. Sehingga berkiprah di politik juga merupakan implementasi dari tugas manusia laki-laki atau perempuan sebagai khalifah fil ardl. Karena perempuan dan laki-laki memiliki tugas untuk saling bekerja sama dalam kebaikan. Allah SWT menegaskan dalam surat At Taubah ayat 71 mengenai ajaran amar ma‟ruf nahi munkar baik laki-laki maupun perempuan. Ajaran amar ma‟ruf nahi munkar dapat disebut sebagai salah satu bentuk aktivitas politik. Ayat ini mempertegas bahwa sebagian dari masyarakat, laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban dan mempunyai hak melakukan hal yang baik untuk publik. 65 Terbukti dalam ayat tersebut, baik laki-laki maupun perempuan berhak menyuruh mengerjakan yang ma‟ruf dan mencegah yang munkar, mencakup segala segi kebaikan, termasuk memberi masukan dan kritik terhadap penguasa. Bidang politik merupakan bagian dari pergaulan sosial kemasyarakatan, maka perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki., tidak terdapat diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin. Tetapi pada realitanya, perempuan dianggap 64 Subhan, Zaitunah, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: El-Kahfi, 2008, hal.95 65 Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan; Relasi Jender menurut Tafsir Al- Sya‟rawi, Jakarta : Teraju, 2004, hal.182-183 sebelah mata dan dianggap sebagai suatu kaum minoritas oleh beberapa kalangan. Padahal di dalam Islam, perempuan dan laki-laki mempunyai fungsi, dan eksistensi yang sama di mata Allah SWT. Posisi laki-laki dan perempuan juga sama di bidang publik, tidak ada peraturan dalam Islam yang secara tekstual menempatkan perempuan sebagai pihak kedua. 66 Dalam Qur‟an surat An-Nisa ayat 34 ditegaskan bahwa laki-laki merupakan pemimpin wanita. Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian dari mereka laki- laki atas sebahagian yang lain wanita, dank arena mereka laki- laki telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu maka, wanita yang shalehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanklah mereka ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” Kalimat ar-rijal qawwamun ala an-nisa yang terdapat dalam surat di atas menjadi salah satu alasan dasar normatif suprioritas laki-laki terhadap perempuan. Dalam tafsir al-Manar disebutkan Rasyid Ridla, 1973, I:608 bahwa laki-laki lebih utama dari pada perempuan, sehingga lebih pantas untuk memimpin. Argumen yang dimunculkan dalam ayat ini, 66 Tari Siwi Utami , “Realitas Politik Perempuan di Indonesia,” dalam Proseding Seminar Internasional, Keterwakilan Perempuan dan Sistem Pemilihan Umum, Jakarta: National Democratic dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI, 2001, hal. 106. mengapa kaum laki-laki bisa menjadi kaum perempuan, adalah karena dua hal, yaitu: pertama, ketentuan Allah yang telah melebihkan sebagian dari mereka laki-laki atas sebagian yang lain perempuan. Kedua, karena kaum laki-laki suami memberikan nafkah kepada istri. Akan tetapi, Al- Qur‟an hanya mengatakan bahwa laki-laki adalah qawwam lebih unggulkuat dimana menurut gramatikal bahasa Arab: posisi kata dalam kalimat tersebut adalah sebagai khabar predikat dan tidak mengatakan bahwa mereka “harus” menjadi qawwam. Bila susunan Al- qur‟an itu menyatakan “harus” maka ayat ini merupakan sebuah pernyataan normatif dan yang demikian ini akan mengikat bagi kaum perempuan pada semua masa dan dalam semua keadaan, meskipun sebenarnya tidak demikian. 67 Peran suami memberikan nafkah kepada istri bukan merupakan keadaan “hakiki”, melainkan hanya perbedaan “fungsional” saja. Senada dengan argumentasi di atas, Imam Khomeini mengatakan bahwa perempuan dalam Islam memiliki peranan penting dalam pembangunan masyarakat Islam, sehingga kaum perempuan juga memiliki tanggung jawab yang sama beratnya dengan laki-laki dalam mengatasi problematika di pemerintahan Islam. 68 Karena perempuam Islam di masa Rasulullah juga tidak takut untuk bertindak terhadap pemimpin Negara apabila terjadi kesalahan dalam suatu pemerintahannya. 67 Zaitunah Subhan, Perempuan dan Politik dalam Islam, Jakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2004, hal. 26-31. 68 Imam Khomeini, Kedudukan Wanita dalam Pandangan Imam Khomeini, Jakarta: Lentera, 2004, hal. 79-98 Dalam realitas sosial, banyak diantara kaum perempuan yang mandiri secara ekonomi, bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Makna sosiologis atas laki-laki itu berjalan bergerak dan berusaha di ruang publik, sedangkan perempuan tinggal di rumah. Dan konsekuensi yang didapatkan dari pemikiran logis tersebut adalah jika perempuan lebih aktif dibandingkan laki-laki, maka perempuan tersebut akan menjadi laki- laki jika dilihat dari sudut pandang sosiologis. Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa para perempuan di awal Islam telah memerankan kiprah politik publik yang cukup penting. Apalagi jika dilihat dari latar belakang sosial seorang perempuan, yang awalnya tidak diperhitungkan sama sekali oleh masyarakat Arab jahiliyah. Meskipun kiprah perempuan sangat sederhana, tetapi setidaknya dapat disimpulkan bahwa peran dan politik perempuan adalah bukan barang haram dalam Islam. Dengan melihat peran perempuan awal Islam ini, banyak pihak yang pada akhirnya mengakui bahwa kiprah politik bukan hanya persoalan jenis kelamin. Tetapi persoalan tanggung jawab bersama untuk memperbaiki kehidupan sosial.

3. Media Massa a. Pengertian Media Massa

Secara etimologi media massa berasal dari dua term bahasa yaitu media dan massa. Media merupakan jamak dari bahasa Latin, yaitu “median” yang berarti perantara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, media diartikan sebagai alat komunikasi seperti koran, radio, televisi, film, poster, dan spanduk. 69 Media tersebut merupakan media penyampai pesan dengan cara berbeda sesuai dengan kategorinya. Menurut Marshall McLuhan 1964, media merupakan pesan itu sendiri. Artinya media menjadi pembawa pesan dari informasi bagi organisasi media kepada khalayak. 70 Media sebagai suatu alat untuk menyampaikan pesan berupa berita, penilaian atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain, karena media yang dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide atau gagasan, dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang ia representasikan untuk diletakkan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris. Kemudian menurut Antonio Gramsci, media merupakan arena pergulatan antar ideologi yang saling berkompetensi the battle ground for competing ideology. 71 Gramsci memberikan penjelasannya tentang media sebagai ruang di mana berbagai ideologi dipresentasikan. Artinya, satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran sebuah ideologi baik dari ideologi yang berkuasa maupun dari ideologi yang berlawanan dengan penguasa. Sedangkan massa merupakan khalayak. Media massa pers sering disebut juga the fourth estate kekuatan keempat dalam kehidupan sosial- ekonomi dan politik. Hal ini terutama disebabkan oleh suatu persepsi tentang peran yang dimainkan oleh media massa dalam kaitannya dengan 69 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, Edisi III, h. 726. 70 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006 h. 31. 71 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 30. pengembangan kehidupan sosial-ekonomi dan politik masyarakat. 72 Untuk itu hal terpenting dalam memahami media massa adalah bagaimana media massa merekonstruksi nilai-nilai masyarakat untuk kemudian disampaikan kepada khalayak. Seperti yang dikatakan oleh Gramsci media menjadi arena perang antar ideologi tentu menjadi dasar bahwa realitas yang ditampilkan kepada khalayak tidak terlepas dari cara pandang yang dimiliki oleh komunikator media tersebut. Sesuai yang dikatakan oleh Tony Bennet, media dianggap sebagai agen konstruksi sosial yang didefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. 73 Artinya, media bukan hanya dapat berperang ideology dalam mendefinisikan suatu realitas, tetapi juga mengkonstruksi apa yang terjadi sesuai dengan kepentingan yang ada di dalam suatu media. Lebih jelas lagi tentang media massa, Dennis McQuail menyatakan media massa merupakan filter yang menyaring sebagian pengalaman dan menyoroti pengalaman lainnya dan sekaligus kendala yang menghalangi kebenaran. Artinya berita pada suatu media massa adalah suatu cara untuk menciptakan realitas yang diinginkan mengenai peristiwa atau kelompok orang yang dilaporkan. Dengan kata lain, berita yang terdapat pada suatu media tidak hanya menyampaikan, melainkan juga menciptakan makna. Makna tidak secara sederhana dianggap sebagai reproduksi bahasa tetapi sebuah pertentangan sosial social struggle, sebuah perjuangan dalam memenangkan wacana. 74 Dalam hal ini berarti titik tekannya pada 72 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 30. 73 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h. 36. 74 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 40.