tercermin melalui berita. Dan skema yang tersedia menunjukan bahwa kita menggunakan struktur mental untuk menyeleksi dan memproses informasi
yang dating dari lingkungan sekitar.
3. Konteks Sosial
Dalam analisis sosial model Van Dijk mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting, yaitu: kekuasaan power, dan akses access.
Berikut akan dijelaskan beberapa faktor tersebut:
a. Praktik kekuasaan
Teun A. Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok untuk mengontrol kelompok dari
kelompok lain. Selain berupa control yang sifatnya langsung dan tidak langsung, kekuasaan juga dipahami Van Dijk yang berbentuk persuasif
yang secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan.
Analisis wacana memberikan perhatian yang besar terhadap apa yang disebut dominasi. Dominasi direproduksi oleh pemberian akses yang
khusus pada suatu kelompok dibandingkan kelompok lain diskriminasi.
b. Akses mempengaruhi wacana
Dalam buku milik Eriyanto dijelaskan bahwa Van dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai alat kontrol yang bersifat langsung dan
fisik, serta berbentuk persuasif, yaitu kepercayaan, sikap, dan pengetahuan. Sedangkan akses adalah jalan masuk antara masing-masing
kelompok dalam suatu masyarakat. Pada umumnya, kelompok elit memiliki akses yang lebih besar dibandingakan kelompok yang tidak
berkuasa.
53
Oleh karena itu, kelompok elit mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam mempengaruhi khalayak melalui akses media yang
dimiliki. Struktur teks, kognisi sosial, maupun konteks sosial adalah bagian
yang integral dalam kerangka analisis wacana milik Van Dijk. Dan akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol
kesadaran khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.
54
B. Kerangka Konseptual
1. Korupsi
a. Pengertian Korupsi
Korupsi merupakan permasalahan serius di banyak negara Asia. Perkembangan korupsi mengakibatkan terancamnya stabilitas dan
keamanan masyarakat nasional dan internasional, melemahkan institusi dan nilai-nilai demokrasi dan keadilan serta membahayakan pembangunan
berkelanjutan dan penegakan hukum. Di Indonesia, dari waktu ke waktu tindak pidana korupsi sudah begitu meluas dalam masyarakat. Perluasan
itu tidak hanya dalam jumlah kerugian keuangan negara dan kualitas tindak pidana yang dilakukan, tetapi korupsi semakin sistematis dan
meluas sehingga menimbulkan bencana terhadap perekonomian nasional
53
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 272-273.
54
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 274.
dan juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat.
DR. Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul Patologi Sosial menyatakan bahwa korupsi adalah tingkah laku yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mendapat keuntungan pribadi yang merugikan kepentingan umum dan negara.
55
Dan semakin hari tingkat praktik korupsi semakin meningkat.
Praktik korupsi sudah banyak meruak di Indonesia. Melihat kondisi tersebut, dalam tiga tahun terakhir lembaga riset Political and Economic
Risk Consultancy PERC selalu menempatkan Indonesia sebagai juara korupsi di Asia. Predikat tersebut juga datang dari Transparency
International yang selalu menempatkan Indonesia sebagai salah satu Negara terkorup di dunia.
56
Akibatnya negara Indonesia yang seharusnya dapat menjadi negara yang bersih dari praktik korupsi masih menjadi
wacana yang hingga kini belum terealisasikan karena banyaknya peluang di pemerintahan untuk para pejabat melakukan tindak pidana korupsi.
Korupsi dapat terjadi jika ada peluang, keinginan, dan bobroknya system pengawasan dalam waktu bersamaan. Korupsi dapat dimulai dari
mana saja: suap ditawarkan pada seorang pejabat, atau sebaliknya seorang pejabat meminta atau bahkan dengan cara memaksa dengan uang
pelican. Orang menawarkan sesuatu karena ingin memperebutkan apa yang bukan haknya uang rakyat. Namun kasus korupsi yang terjadi tidak
55
DR. Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003, h. 80.
56
Masyarakat Transparansi Indonesia, Di balik Palu Mahkamah Konstitusi, Jakarta: T. Np, 2005.