Kepuasan perkawinan pada orangtua yang memiliki anak autis di Nanggroe Aceh Darussalam

b. Dapat mengerjakan shalat lima waktu, shalat Jum’at dan shalat idul fitri dan idul adha. Selain itu ia harus mngetahui perintah-perintah agama Islam lanilla dan kewajiban-kewajiban yang menyangkut dengan perkawinan, seperti menunjukkan muka Manis, lemah lembut dan memiliki sifat sabar. c. Mengetahui adat sopan santón dalam pergaulan zaherí-hari masyarakat, seperti: 1 Menggunakan kata-kata yang wajar dan lemah lembut ketika berbicara dengan orangtua atau orang terhormat. 2 Menghormati lawan bicara 3 Tidaklah memotong pembicaraan orang lain, menghina orang lain, dan menentang dengan perkataan kasar ketika berbicara dalam rapat. 4 Berbicara ketika sudah diberikan kesempatan. 5 Berjalan dengan membungkuk sedikit ketika melewati orang yang telah duduk terlebih dahulu sambil mengisyaratkannya dengan tangan kanan. 6 Berusaha mengambil tempat yang tidak mengganggu orang lain. 7 Memberikan salam kepada orang yang terlebih dahulu berada di suatu tempat 8 Tidak mengeluarkan angin dari mulut ataupun kentut ketika sedang berada di dalam majelis. 9 Tidak bercakap-cakap pada saat kenduri keecuali ketika diperlukan. Sebelum memutuskan untuk menikah, kedua belah pihak melakukan perembukan terlebih dahulu, setelah itu baru kedua pihak secara resmi mengadakan pembicaraan mengenai perkawinan. Perkawinan di awali dengan masa peminangan, pembawaan hadiah pertunangan dan upacara perkawinan.

5. Kepuasan perkawinan pada orangtua yang memiliki anak autis di Nanggroe Aceh Darussalam

Penelitian menyatakan bahwa semua orangtua memiliki respon dan perasaan berbeda pada saat menghadapi masalah yang sulit, semisal memiliki anak dengan gangguan autisme. Biasanya pula, stres dan penanggulangan terhadap stres itupun berbeda pada tiap orang. Ada yang mampu menanggulanginya dan adapula yang gagal melakukannya Williams Wright, 2004. Universitas Sumatera Utara Saat anak didiagnosa menderita autisme, maka keluarga orangtua harus melakukan beberapa penyesuaian Williams Wright, 2004. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Sari 2007, bahwa coping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan respon terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu. Proses coping ini dilakukan sebagai salah satu langkah dalam menanggulangi stres yang dialami oleh orangtua ketika anak divonis menderita autisme. Hal ini dikarenakan bahwa vonis autisme pada anak merupakan salah satu stresor bagi orangtua Jhonson, dkk dalam Sarafino, 2006. Pada orangtua yang memiliki anak autis di Nanggroe Aceh Darussalam, ketka vonis autis diberikan kepada anak mereka, maka mereka pun mengalami stres yang luar biasa. Perasaan-perasaan negatif pun bermunculan. Rumitnya masalah yang harus mereka hadapi berkenaan dengan kondisi anak mereka yang autis, membuat mereka harus memikirkan beribu cara untuk mengatasinya. Keterbatasan informasi dan sarana penunjang yang tersedia di Nanggroe Aceh Darussalam untuk menangani masalah autisme, turut andil besar dalam mempengaruhi solusi apa yang akan mereka pilih. Kondisi ini, tak dapat dielakkan lagi akan mempengaruhi kehidupan rumah tangga yang mereka jalani. Hal ini dikarenakan kedua pihak harus saling bahu membahu dalam menghadapi dan menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi kondisi anak mereka yang menderita autisme. Kejadian-kejadian dalam kehidupan yang dapat menimbulkan stres menjadi salah satu hal yang dapat mempengaruhi kehidupan perkawinan, baik pada suami maupun istri Belsky, 1997. Setelah menikah individu mengalami banyak perubahan dan harus melakukan banyak penyesuaian diri terhadap pasangan, keluarga pasangan dan penyesuaian-penyesuaian lain-lain. Penyesuaian ini kiranya perlu dilakukan agar kedua pasangan dapat merasa bahagia dan merasa puas terhadap hubungan perkawinannya. Hal inilah yang nantinya akan mempengaruhi intervensi yang dilakukan agar penanganan terhadap anak dengan gangguan autisme tidak mengalami hambatan untuk dilakukan Pusponegoro dalam Marijani, 2003. Universitas Sumatera Utara Memperhatikan kepada gender, perkawinan kelihatannya memberikan keuntungan lebih besar kepada pria daripada wanita. Disemua usia, pria lebih puas dengan perkawinannya daripada wanita Holahan dan Levenson et., al dalam Lemme, 1995. Lemme 1995 menyebutkan bahwa hal ini dikarenakan biasanya suami melindungi diri mereka dengan menarik diri dari berbagai masalah atau konflik, menempatkan sejauh-jauhnya stres yang dialami pada istrinya. Kebanyakan istri menyatakan bahwa suami kurang memberikan dukungan emosional, kurang sabar dan kurang pengertian, sedangkan suami kebanyakan menganggap bahwa istri tidak memperdulikan dirinya lagi tetapi tetap mengharuskan istri yang memegang kendali terhadap penanganan anak. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dinamika yang terjadi di dalam keluarga dengan kehadiran anak autis cukup bervariasi, ada yang mampu melakukan penyesuaian, ada yang tetap berjalan dengan baik namun terdapat konflik-konflik di dalamnya dan adapula yang tidak berhasil melakukan penyesuaian yang berujung pada perpisahan. Hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa anak dengan kondisi autis membutuhkan peran dan kehadiran kedua orangtuanya, karena keberadaan dan peran keduanya memegang arti yang sangat penting bagi kehidupan mereka Hamidah dalam Suryana, 2004. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bagian pendahuluan, telah dijelaskan bahwa tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kepuasan perkawinan pada orangtua yang memiliki anak autis di Nanggroe Aceh Darussalam. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pendekatan yang akan dipakai, metode pengambilan data, lokasi penelitian, subjek penelitian, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian dan metode analisis data.

A. Pendekatan Kualitatif

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell 1994 penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian yang memungkinkan peneliti memahami permasalahan sosial atau individu secara lebih mendalam dan kompleks, memberikan gambaran secara holistik, yang disusun dengan kata-kata, mendapatkan kerincian informasi yang diperoleh dari informan dan berada dalam setting alamiah. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2000 metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini juga digunakan untuk menggambarkan dan menjawab pertanyaan seputar subyek penelitian beserta konteksnya. Menurut Poerwandari 2001 pendekatan kualitatif dipandang sebagai pendekatan yang lebih sesuai untuk penelitian yang tertarik dalam memahami manusia dengan segala kekompleksitasnya sebagai makhluk subjektif. Krik dan Miller dalam Moleong, 2002 pendekatan kualitatif merupakan tradisi dalam ilmu sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya. Untuk itu peneliti berusaha untuk menangkap, memahami dan menafsirkan apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan oleh subyek penelitian. Maka kemudian yang dianggap penting Universitas Sumatera Utara