seperti sarkasme, kemarahan, dan ketidaksetujuan terhadap masalah-masalah penting berkurang dari dewasa muda hingga usia 69 tahunan dan mungkin
karena banyak konflik pernikahan berakhir begitu saja Papalia, Sterns, Feldman dan Camp 2002.
Dari sebuah penelitian 175 orang, yang mengkonfirmasi kurva bentuk U, peneliti mengikuti 22 pasangan selama 30 tahun dan yang lainnya dalam jangka
waktu yang lebih pendek. Penemuan yang menarik adalah, semakin lama pasangan menikah, semakin mirip mereka satu sama lain, dalam pandangan
mereka terhadap kehidupan, dan cara berpikir, bahkan kemampuan matematika. Kecendrungan terhadap kemiripan ini terhenti sementara dengan menurunnya
kepuasan pernikahan di masa membesarkan anak. Dalam penelitian lain terhadap 17 pernikahan yang bertahan selama 50 hingga 69 tahun, hampir ¾ yang
digambarkan, berdasarkan observasi dan wawancara selama 50 tahun, mengikuti salah satu dari 2 pola ini : mengikuti kurva U atau tingkat kebahagiaan yang
hampir konsisten. Tidak ada dari pernikahan yang diteliti menunjukkan kenaikan atau penurunan yang berkelanjutan dalam kepuasan Papalia, Sterns, Feldman dan
Camp 2002.
a. Awal perkawinan
Bagi sebagian besar pasangan, saat anak hadir, maka bulan madu pun berakhir. Dalam penelitian longitudinal yang dilakukan selama 10 tahun bagi
pasangan kulit putih yang menikah di usia akhir 20-an mereka, baik suami maupun istri melaporkan penurunan kepuasan yang tajam selama 4 tahun pertama,
diikuti oleh masa stabil dan kemudian penurunan lainnya. Pasangan yang memiliki anak, terutama mereka yang menjadi orangtua di awal penikahan mereka
dan mereka yang memiliki banyak anak menunjukkan penurunan yang lebih curam.
Ada beberapa hal yang membedakan pernikahan yang memburuk atau membaik setelah parenthood. Pada pernikahan yang memburuk, menurut salah
satu penelitian, pasangan lebih muda dan kurang terpelajar, memiliki pemasukan yang lebih sedikit, dan telah menikah untuk waktu yang lebih singkat. Salah satu
Universitas Sumatera Utara
atau kedua pasangan cenderung memiliki self esteem yang rendah, dan suami biasanya kurang sensitif. Ibu yang memiliki waktu tersulit adalah mereka yang
memiliki bayi dengan temperamen sulit. Yang mengejutkan, pasangan yang paling romantis sebelum memiliki bayi cenderung memiliki lebih banyak masalah
setelah memiliki bayi, mungkin karena mereka memiliki harapan yang tidak realistik. Wanita yang merencanakan kehamilan mereka cenderung menjadi
kurang bahagia, mungkin karena mereka mengharapkan hidup dengan bayi lebih baik dari apa yang sesungguhnya terjadi.
Seseorang biasanya melanggar pengharapan yang melibatkan pembagian tugas. Jika pasangan membagi tugas sama rata sebelum bayi lahir dan kemudian,
setelah bayi lahir, beban dialihkan ke istri, kebahagiaan pernikahan cenderung menurun terutama untuk istri nontradisional.
b. Pertengahan perkawinan
Kurva U mencapai dasar selama bagian awal dari tahun pertengahan, saat banyak pasangan memiliki anak remaja. Masalah identitas dari tengah hidup
muncul untuk mempengaruhi perasaan istri tentang pernikahan mereka; wanita menjadi kurang puas dengan pernikahan mereka. Wanita menjadi kurang puas
dengan pernikahan sebagaimana membesarkan anak membuat lebih sedikit permintaan dan perasaan mereka tentang kekuatan personal dan autonomi
meningkat. Komunikasi diantara pasangan seringnya dapat mengurangi stres yang
disebabkan oleh tanda-tanda fisik dari penuaan, hilangnya dorongan seksual, perubahan dalam status atau kepuasan kerja, dan kematian orangtua, saudara, atau
teman dekat. Banyak pasangan melaporkan bahwa saat-saat sulit membuat mereka lebih dekat satu sama lain.
Dalam pernikahan yang baik, keberangkatan dari anak yang telah dewasa dapat menghantar kepada ” bulan madu kedua”. Pada pernikahan yang goyah,
melalui ’empty nest’ dapat membuat krisis personal dan pernikahan. Dengan perginya anak-anak, pasangan mungkin menyadari bahwa mereka tidak lagi
Universitas Sumatera Utara
memiliki banyak kesamaan dan mungkin bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mau menghabiskan sisa hidup mereka bersama.
c. Akhir perkawinan