Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan ODHA Dalam Menjalani Terapi ARV Di RSU. dr. Pirngadi Medan Tahun 2012
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) DALAM MENJALANI
TERAPI ANTIRETROVIRAL DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012
SKRIPSI
OLEH :
VERONICA VELISITAS LUMBANBATU NIM. 081000122
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
VERONICA VELISITAS LUMBANBATU NIM. 081000122
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(3)
halセpengesahan@
Skripsi dengan Judul
FAKTOR-FAKTORYANGBERHUBUNGANDENGANKEPATUHAN ODHA (ORANG DENGAN IDV/AlDS) DALAM MENJALANI
TERAPI ANTIRETROVIRAL DI RSU. Dr. PIRNGADI TAHUN2012
••
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oIeh: VERONICA VELISITAS LUMBANBATU
NIM.081000122
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal14 Februari 2013 dan
Dinyatakan telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima TimPenguji
Penguj
Andi "ham L is SKM ME id NIP. 196808041992031 004
Pengujim
a ani SKM MKes 22 199403 2 002
Maret2013
f ijiセ ェ ゥsZZャセ ・ィ。エ。ョ@ Masyarakat
(4)
i
(PLWHA) to increase their life quality. Although it hasn’t been able to cure disease but antiretroviral therapy could suppress viral load and increase CD4 of PLWHA. More of people living with HIV/AIDS who received ARV, hope their life quality be better if ARV was used obediently. Adherence was a patient's behavior to comply with the provisions given by health workers that include discipline and obedience. To assure adherence, it was critical for patient to receive and understand information about ARV, the ability/ willingness of long-term treatment, the drug-resistance, the side effects, the range of medicines and the time to initiate of therapy.
This research aimed to know the associated factors of PLWHA’s adherence at RSU. dr. Pirngadi Medan in 2012. The design of this research was a cross sectional analytic with sample of 59 respondents and obtained by Accidental Sampling. The data analysis were used univariate and bivariate with Chi square test.
By the univariate analysis known that respondents had a good knowledge (52.5%), good perception (76.3%), better health services (71.2%). Furthermore social support included in the medium category (57.6%) and adherence of PLHIV was high (57.6%). By the results of bivariate known that there was no associated between knowledge of ARV on adherence (p = 0.648) and there was no associated between perception on adherence (p = 0.231). In addition it was known that there was a associated between social support on adherence (p = 0.047) and there was a associated between health service to the perception patient undergoing ARV (p = 0.040).
Health services and all levels of society were expected to continue to provide full support to them so as instill obedience and discipline to patient during undergo treatment and care with antiretroviral therapy.
Keywords: Antiretroviral Therapy, Adherence, PWLHA (People Living With HIV/AIDS)
(5)
ii ABSTRAK
Terapi ARV merupakan terapi yang dijalani oleh ODHA untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Meskipun belum mampu menyembuhkan penyakit namun terapi ARV dapat menekan viral load dan meningkatkan CD4 penderita HIV/AIDS. Semakin banyak ODHA yang mendapatkan ARV, dengan harapan mutu hidup mereka menjadi lebih baik bila ARV tersebut dipakai secara patuh.
Kepatuhan merupakan perilaku pasien mematuhi ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang mencakup kedisiplinan dan ketaatan. Untuk menjamin kepatuhan, sangat penting untuk pasien menerima dan memahami informasi tentang ARV, kemampuan/kesanggupan pengobatan jangka panjang, resistensi obat, efek samping, jangkauan memperoleh obat serta saat yang tepat untuk memulai terapi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ODHA di RSU. dr. Pirngadi Medan tahun 2012. Desain penelitian adalah Cross Sectional yang bersifat analitik dengan jumlah sampel 59 responden dan didapat dengan Accidental Sampling. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji Chi square.
Hasil univariat diketahui bahwa responden memiliki pengetahuan baik (52.5%), persepsi baik (76.3%), pelayanan kesehatan baik (71.2%). Selain itu dukungan sosial termasuk dalam kategori sedang (57.6%) dan kepatuhan ODHA tergolong tinggi (57.6%). Hasil bivariat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang ARV terhadap kepatuhan (p=0.648) serta tidak ada hubungan antara persepsi terhadap kepatuhan (p=0.231). Selain itu diketahui juga bahwa ada hubungan antara dukungan sosial terhadap kepatuhan (p=0.047) serta ada hubungan antara pelayanan kesehatan terhadap persepsi ODHA dalam menjalani ARV (p=0.040).
Pelayanan kesehatan dan lapisan masyarakat diharapkan untuk terus memberikan dukungan penuh bagi mereka sehingga dapat menanamkan ketaatan dan kedisiplinan pada pasien selama menjalani pengobatan dan perawatan dengan terapi antiretroviral.
(6)
iii
Nama : Veronica Velisitas Lumbanbatu Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 10 Juli 1990
Agama : Katolik
Status Perkawinan : Belum Menikah
Nama Orang Tua : Drs. Josua Lumbanbatu
Anak ke : 2 (dua) dari 5 (lima) orang bersaudara Alamat Rumah : Jalan Menteng Raya Gang Mangga IV No.6
Pasar Merah – Medan
Riwayat Pendidikan
Tamat Tahun 2002 : SD Swasta ST. Antonius VI Medan Tamat Tahun 2005 : SMP Swasta Sutomo I Medan Tamat Tahun 2008 : SMA Swasta RK Tri Sakti Medan
Tamat Tahun 2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan
Riwayat Organisasi
Tahun 2008 – 2009 : Anggota POMK FKM USU
Tahun 2008 – 2011 : Anggota KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik) Santo Lukas USU
Tahun 2009 : Seksi Acara Perayaan Paskah OIKUMENE FKM USU Tahun 2009 : Anggota Seksi Pemateri Penyuluhan Bakti Sosial KMK
Santo Lukas USU
Tahun 2010 : Seksi Publikasi Perayaan Paskah OIKUMENE FKM USU
Tahun 2009 – 2010 : Koordinator Seksi IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) KMK Santo Lukas
(7)
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan ODHA Dalam Menjalani Terapi ARV Di RSU. dr. Pirngadi Medan Tahun 2012”.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan saran-saran yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman, nasehat dan arahan kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.
3. Ibu dr. Linda T. Maas, MPH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Andi Ilham Lubis, SKM. MEpid, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan kepada penulis.
5. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS, selaku Dosen Penguji I yang sangat membantu dalam memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis.
6. Ibu Lita Sri Andayani, SKM. MKes, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis.
7. Dr. Irwan Fahri Rangkuti, Sp. KK dan seluruh petugas kesehatan beserta pasien di klinik VCT yang telah memberikan waktu untuk berpartisipasi dan sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Seluruh aktivis Gerakan Sehat Masyarakat khususnya kak Rika Loretta Ginting terima kasih atas bantuannya selama penulis melakukan validitas dan reabilitas di tempat tersebut.
(8)
v
Drs. Alam Bakti Keloko, MKes dan Ibu Syarifah serta pegawai di Departemen PKIP Bapak Warsito yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
10.Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MKes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberi masukan, saran, dan dukungan selama penulis kuliah di FKM USU.
11.Teristimewa kepada orangtua penulis, Ayahanda yang sangat saya cintai Drs. Josua Lumbanbatu dan Ibunda Maria Goretti Sihombing, serta ke empat saudara-saudaraku : Agustika Sabrina Lumbanbatu, S.Pd., Laurentia Patrecia Lumbanbatu, Cindy Beata Lumbanbatu dan adik paling kecil kami Andreas Satya Wiria Lumbanbatu, terima kasih atas dukungan berupa doa, saran, nasehat, serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.
12.Seluruh Keluarga Besar Beasiswa Yayasan Supersemar, yang memberikan kesempatan sebagai penerima beasiswa di awal perkuliahan.
13.Seluruh Keluarga Besar Beasiswa PT. Gas Negara, yang memberikan kesempatan sebagai penerima beasiswa di masa perkuliahan.
14.Seluruh sahabatku terkasih dan tersayang Crizpi Girls yang telah menjadi partner terbaik: Evi Susanti Sinaga, Jelentika Marpaung, Lennie Melisa Siahaan, Neni Maynita Sihaloho dan Putri Marlinang M. Hutajulu terima kasih atas dukungan berupa saran, doa, kerjasama dan masukan-masukan dari awal masuk perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.
15.Sahabat – sahabat perjuangan di PKIP : Helda, Nadia, Hilma, Titan, Dani, Vita, Fitri, Meirodiah Panjaitan, Doan Moreno Simanjuntak, Dayat, Arietha, Zul, Yunika Anita Anwar dan Octo yang telah banyak memberikan dorongan serta semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
16.Buat teman seperjuangan di kelompok PBL tercinta selama berada di Sei Ular, Kak Sri Yusnani, Kak Veronika Simbolon, Fauzi Simbolon, Ekaristi Manao dan Putri Natalia. Serta teman seperjuangan kelompok LKP selama berada di
(9)
vi
Tuntungan, Kak Azmi, Bang Muchsin, Yogi, Mike dan Hilma yang memberikan pengalaman-pengalaman luarbiasa selama menjalani kuliah lapangan.
17.Teman-teman di FKM, Irwana Usrin, Lidia, Budi Hardiansyah, Sinta dan teman seperjuangan stambuk 2008 yang tidak dapat disebutkan satu – persatu yang memberikan dorongan baik berupa saran, doa, kerjasama dan masukan – masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
18.Seluruh teman – teman KMK SANTO LUKAS USU yang telah banyak memberikan pengalaman – pengalaman dalam bersosialisasi di bidang kesehatan, masyarakat dan rohani kepada penulis.
19.Semua pihak yang telah membantu, baik bantuan dukungan, yang tidak dapat saya sebutkan satu-satu disini.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Baik itu dalam penulisan kata, penyusunan kalimat dan juga tidak menutup kemungkinan dalam penyajian data. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua. Amin.
Medan, Februari 2013
(10)
vii HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK ... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.3.1. Tujuan Umum ... 9
1.3.2. Tujuan Khusus ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIV/AIDS 2.1.1. Definisi HIV/AIDS ... 11
2.1.2. Epidemiologi HIV/AIDS ... 12
2.1.3. Penularan HIV/AIDS... 12
2.1.4. Diagnosis HIV/AIDS... 13
2.1.5. Jenis - Jenis Pemeriksaan HIV/AIDS ... 15
2.1.6. CD4 ... 17
2.2. Terapi Antiretroviral 2.2.1. Pengertian Terapi Antiretroviral ... 18
2.2.2. Tujuan Terapi Antiretroviral ... 18
2.2.3. Pedoman Memulai Terapi Pada ODHA Dewasa ... 19
2.2.4. Klasifikasi Obat Antiretroviral ... 20
2.2.5. Bagan Alur Layanan Terapi ARV ... 24
2.3. Kepatuhan 2.3.1. Pengertian Kepatuhan ... 25
2.3.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan ... 25
2.3.3. Jenis-jenis Ketidakpatuhan ... 27
2.3.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketidakpatuhan ... 27
2.4. Domain Perilaku 2.4.1. Pengetahuan ... 29
2.4.2. Sikap ... 33
2.4.3. Tindakan ... 34
2.5. Health Belief Model (HBM)... 36
(11)
viii
2.7. Pelayanan Kesehatan ... 40
2.8. Kerangka Konsep ... 42
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 44
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44
3.3. Populasi dan Sampel ... 45
3.3.1. Populasi ... 45
3.3.2. Sampel ... 45
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 46
3.4.1. Data Primer ... 46
3.4.2. Data Sekunder ... 46
3.5. Definisi Operasional ... 46
3.6. Instrumen dan Aspek Pengukuran ... 49
3.6.1. Instrumen Penelitian ... 49
3.6.2. Uji Coba Instrumen ... 49
a. Validitas ... 49
b. Reabilitas ... 50
3.6.3. Aspek Pengukuran ... 50
3.7. Metode dan Pengolahan dan Analisa Data ... 53
3.7.1. Pengolahan data ... 53
3.7.2. Analisa Data ... 54
3.8. Etika Penelitian ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 56
4.2. Deskripsi Univariat 4.2.1. Karakteristik Responden ... 58
4.2.2. Pengetahuan Responden Tentang Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 60
4.2.3. Persepsi Responden Terhadap Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 62
4.2.4. Dukungan Sosial Terhadap Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 64
4.2.5. Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Responden Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 67
4.2.6. Kepatuhan Responden Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 71
4.3. Tabulasi Hubungan 4.3.1. Pengetahuan Responden Terhadap Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 77
4.3.2. Persepsi Responden Terhadap Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 78
4.3.3. Dukungan Sosial Responden Terhadap Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 79
(12)
ix BAB V PEMBAHASAN
5.1. Keterbatasan dan Tantangan Penelitian ... 81
5.2. Karakteristik Responden... 81
5.3. Pengetahuan Responden ... 85
5.4. Persepsi Responden ... 85
5.5. Dukungan Sosial Responden ... 86
5.6. Pelayanan Kesehatan ... 87
5.7. Kepatuhan Responden ... 88
5.8. Hubungan Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 91
5.9. Hubungan Persepsi Responden Terhadap Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 92
5.10.Hubungan Dukungan Sosial Terhadap Kepatuhan Responden Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 93
5.11.Hubungan Pelayanan Kesehatan Terhadap Persepsi Responden Mengenai Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral ... 95
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 96
6.2. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(13)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik ODHA ... 58
Tabel 4.2. Distribusi Pengetahuan ODHA Tentang Terapi Antiretroviral ... 60
Tabel 4.3. Kategori Pengetahuan Responden ... 62
Tabel 4.4. Distribusi Persepsi ODHA Terhadap Terapi Antiretroviral ... 62
Tabel 4.5. Kategori Persepsi ODHA ... 64
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Dalam Hal Dukungan Sosial ... 64
Tabel 4.7. Kategori Dukungan Sosial ... 67
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Dalam Hal Pelayanan Kesehatan ... 67
Tabel 4.9. Kategori Pelayanan Kesehatan ... 71
Tabel 4.10. Distribusi Alasan Responden Bila ARV Tidak Diambil ... 71
Tabel 4.11. Distribusi Dalam Mematuhi Sesuai Petunjuk Yang Diberikan Ketika Setiap Obat Diambil ... 72
Tabel 4.12. Distribusi Pernah Tidaknya Responden Tidak Mengonsumsi Obat ARV Dalam 24 Jam Terakhir ... 72
Tabel 4.13. Distribusi Responden Dalam Hal Merasa Berat Dengan Jadwal Aturan Makan Obat ... 73
Tabel 4.14. Distribusi Responden Dalam Hal Meminum Obat ARV Ketika Sedang Bersama Orang lain ... 73
Tabel 4.15. Distribusi Responden Dalam Hal Mengalami Kesulitan Saat Memperoleh Obat ARV di Rumah Sakit ... 74
(14)
xi
Tabel 4.17. Distribusi Responden Dalam Hal Mengatasi Kesulitan Dalam
Memperoleh Obat Di Rumah Sakit ... 75 Tabel 4.18. Distribusi Responden Dalam Hal Kesulitan Ketika Meminum
Obat ... 75 Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keadaan Fisik
Saat Ini Dibandingkan Dengan Kondisi Dulunya ... 76 Tabel4.20. Kategori Kepatuhan ODHA Dalam Menjalani Terapi
Antiretroviral ... 76 Tabel 4.22. Tabulasi Hubungan Antara Pengetahuan ODHA Terhadap
Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi ARV ... 77 Tabel4.23. Tabulasi Hubungan Antara Persepsi ODHA Terhadap
Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi ARV ... 78 Tabel 4.24. Tabulasi Hubungan Antara Dukungan Sosial ODHA Terhadap
Kepatuhan Dalam Menjalani Terapi ARV ... 79 Tabel 4.25. Tabulasi Hubungan Antara Pelayanan Kesehatan Terhadap
Persepsi ODHA Mengenai Kepatuhan Dalam Menjalani
(15)
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Bagan alur layanan pengobatan pada ODHA... ... 24 Gambar 2.2. Kerangka teori Health Belief Model (HBM) ... ... 39 Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 42
(16)
xiii Lampiran 1 Inform Concent Penelitian Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 Master data dengan program komputer Lampiran 4 Output dengan program komputer
Lampiran 5 Surat keterangan telah melaksanakan survei pendahuluan dan penelitian dari RSU. dr. Pirngadi Medan
(17)
i ABSTRACT
Antiretroviral therapy was a therapy that taken by people living with HIV/AIDS (PLWHA) to increase their life quality. Although it hasn’t been able to cure disease but antiretroviral therapy could suppress viral load and increase CD4 of PLWHA. More of people living with HIV/AIDS who received ARV, hope their life quality be better if ARV was used obediently. Adherence was a patient's behavior to comply with the provisions given by health workers that include discipline and obedience. To assure adherence, it was critical for patient to receive and understand information about ARV, the ability/ willingness of long-term treatment, the drug-resistance, the side effects, the range of medicines and the time to initiate of therapy.
This research aimed to know the associated factors of PLWHA’s adherence at RSU. dr. Pirngadi Medan in 2012. The design of this research was a cross sectional analytic with sample of 59 respondents and obtained by Accidental Sampling. The data analysis were used univariate and bivariate with Chi square test.
By the univariate analysis known that respondents had a good knowledge (52.5%), good perception (76.3%), better health services (71.2%). Furthermore social support included in the medium category (57.6%) and adherence of PLHIV was high (57.6%). By the results of bivariate known that there was no associated between knowledge of ARV on adherence (p = 0.648) and there was no associated between perception on adherence (p = 0.231). In addition it was known that there was a associated between social support on adherence (p = 0.047) and there was a associated between health service to the perception patient undergoing ARV (p = 0.040).
Health services and all levels of society were expected to continue to provide full support to them so as instill obedience and discipline to patient during undergo treatment and care with antiretroviral therapy.
Keywords: Antiretroviral Therapy, Adherence, PWLHA (People Living With HIV/AIDS)
(18)
ii
kualitas hidup mereka. Meskipun belum mampu menyembuhkan penyakit namun terapi ARV dapat menekan viral load dan meningkatkan CD4 penderita HIV/AIDS. Semakin banyak ODHA yang mendapatkan ARV, dengan harapan mutu hidup mereka menjadi lebih baik bila ARV tersebut dipakai secara patuh.
Kepatuhan merupakan perilaku pasien mematuhi ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang mencakup kedisiplinan dan ketaatan. Untuk menjamin kepatuhan, sangat penting untuk pasien menerima dan memahami informasi tentang ARV, kemampuan/kesanggupan pengobatan jangka panjang, resistensi obat, efek samping, jangkauan memperoleh obat serta saat yang tepat untuk memulai terapi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ODHA di RSU. dr. Pirngadi Medan tahun 2012. Desain penelitian adalah Cross Sectional yang bersifat analitik dengan jumlah sampel 59 responden dan didapat dengan Accidental Sampling. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji Chi square.
Hasil univariat diketahui bahwa responden memiliki pengetahuan baik (52.5%), persepsi baik (76.3%), pelayanan kesehatan baik (71.2%). Selain itu dukungan sosial termasuk dalam kategori sedang (57.6%) dan kepatuhan ODHA tergolong tinggi (57.6%). Hasil bivariat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang ARV terhadap kepatuhan (p=0.648) serta tidak ada hubungan antara persepsi terhadap kepatuhan (p=0.231). Selain itu diketahui juga bahwa ada hubungan antara dukungan sosial terhadap kepatuhan (p=0.047) serta ada hubungan antara pelayanan kesehatan terhadap persepsi ODHA dalam menjalani ARV (p=0.040).
Pelayanan kesehatan dan lapisan masyarakat diharapkan untuk terus memberikan dukungan penuh bagi mereka sehingga dapat menanamkan ketaatan dan kedisiplinan pada pasien selama menjalani pengobatan dan perawatan dengan terapi antiretroviral.
(19)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia lalu menimbulkan AIDS. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Sindrom) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia (Umar Zein, 2006).
Penyebaran infeksi HIV ini terus berlangsung dan merampas kekayaan setiap negara karena sumber daya produktifnya menderita. HIV/AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di Atlanta, Amerika Serikat. Infeksi HIV dan AIDS di Indonesia telah dilaporkan secara resmi sejak tahun 1987 di Bali yaitu pada seorang wisatawan Belanda. Jumlah penderita HIV/AIDS cenderung meningkat dan daerah yang terinfeksi pun cenderung meluas Penyebaran di Indonesia terutama sangat dipengaruhi oleh perilaku seksual berisiko dan Napza (Nasution, dkk.. 2001)
Secara global diperkirakan terdapat 42 juta orang hidup dengan HIV dan AIDS, mereka terdiri dari 38,6 juta orang dewasa, 50% diantaranya adalah perempuan (19,2 juta) dan usia di bawah 15 tahun (3,2 juta) (Universitas Airlangga Press, 2007). Dari data statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia (2011) menunjukkan Sumatera Utara
(20)
menduduki peringkat ke-11 dari 33 provinsi di seluruh Indonesia dengan jumlah kasus HIV sebanyak 5.027 dan kasus AIDS sebanyak 515 (Depkes RI, 2011).
Salah satu penanggulangan bagi HIV/AIDS adalah dengan perawatan, pengobatan dan pemberian dukungan kepada ODHA. Hal ini dilakukan karena ODHA menjadi bagian penting dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS karena mereka adalah orang-orang yang hidupnya tersentuh dan terpengaruh langsung oleh virus ini. Mereka adalah sumber yang paling tepat dan paling dalam mengenai HIV/AIDS (Rahz, 2001).
Menurut Laporan Perkembangan HIV/AIDS, Triwulan I Kementrian Kesehatan Indonesia (2012) tentang persentasi kasus HIV/AIDS tertinggi dari tahun 1987-2012 berada pada kelompok umur 20-29 tahun (46%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (31,4%) dan kelompok umur 40-49 tahun (10,2%). Tahun 2012, persentase kasus HIV/AIDS tertinggi berada pada kelompok umur 30-39 tahun (35,2%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (30,9%) dan kelompok umur 40-49 tahun (15,6%).
Pada tahun 2012 persentasi pada laki-laki sebesar 71%, sedangkan pada perempuan sebesar 28%. Persentasi faktor resiko kasus AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (77%), penggunaan jarum suntik tidak steril (8,5%), dari ibu ke anak (5,1%) dan laki seks laki (2,7%). Jumlah ODHA yang sudah mendapatkan pengobatan ARV sampai dengan bulan Maret 2012 sebanyak 25.817 orang. Sebanyak 96% orang dewasa dan 4% anak-anak.
Penemuan obat antiretroviral (ARV) untuk penderita HIV/AIDS pada tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan ODHA di negara maju. Meskipun
(21)
3
belum mampu menyembuhkan penyakit dan menambah tantangan dalam hal efek samping serta resistensi kronis terhadap obat, namun secara dramatis terapi ARV dapat menghambat replikasi virus HIV dan menekan viral load, meningkatkan kualitas hidup ODHA dan meningkatkan harapan masyarakat, sehingga pada saat ini HIV dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang menakutkan (Pedoman Nasional Terapi ARV, 2011).
Penderita yang mendapatkan terapi ARV optimal diharapkan CD4 meningkat >100 sel/mm3 dalam 6-12 bulan pertama. Pemeriksaan CD4 perlu diulang setiap 3-6 bulan bagi penderita yang tanpa ARV dan tiap 2-4 bulan bagi penderita dengan terapi ARV. Bagi penderita yang mendapat ARV dan dengan berbagai keterbatasan, maka pemeriksaan CD4 cukup tiap 6 bulan. Respon CD4 yang diharapkan dapat meningkat 50-60 sel/mm3 dalam 4 bulan pertama dengan laju peningkatan 8-10 sel/mm3 per bulan atau 100-150 sel/mm3 per tahun (Nasronudin, 2007).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui dukungan APBN dan Global Fund (GF), menunjuk beberapa rumah sakit di Indonesia sebagai rumah sakit rujukan bagi pasien HIV/AIDS dalam mendapatkan pelayanan dan pengobatan terapi antiretroviral. Dengan semakin dekat dan mudahnya ARV dijangkau masyarakat, maka langkah mantap dari pemerintah tersebut merupakan payung peneduh bagi ODHA dan keluarga (Nasronudin, 2007).
Dengan adanya perluasan akses ARV di Indonesia sejak program pemberian ARV dengan subsidi penuh oleh pemerintah yang diluncurkan pada tahun 2004,
(22)
maka semakin banyak ODHA mendapatkan ARV, dengan harapan mutu hidupnya menjadi lebih baik, asalkan terapi ARV dipakai terus-menerus secara patuh (Komisi Penanggulangan AIDS, 2007).
Penelitian yang dilakukan Dr. Indah Mahdi di Rumah Sakit Jakarta tahun 2009 yang dikutip dari Sunani (2011) menunjukkan 30% ODHA yang dirawat di rumah sakit tersebut meninggal pada tahun pertama. Di mana kematian terjadi pada umumnya diakibatkan oleh infeksi oportunistik, bahkan tidak sedikit ODHA yang meninggal sebelum mendapatkan terapi ARV. Keterlambatan datang berobat disebabkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemeriksaan HIV/AIDS masih rendah dan masih banyak pula yang takut untuk menjalani test HIV secara sukarela.
Hasil Penelitian Spiritia (2011) menyimpulkan dengan melihat mutu hidup ODHA yang diukur dari 5 pilar yaitu memiliki kepercayaan diri, pengetahuan dasar HIV, akses layanan dukungan, pengobatan dan perawatan menunjukkan sebagian besar responden (92%) mempunyai pengetahuan yang baik tentang pengetahuan dasar HIV. Namun pengetahuan tentang pengobatan dan infeksi oportunistik responden masih kurang. Dalam hal ini informasi yang didapat responden tentang HIV diperoleh melalui Kelompok Dukungan Sebaya (KDS).
Terapi ARV merupakan terapi yang dijalankan ODHA dengan mengonsumsi obat seumur hidup mereka. Untuk menekan penggandaan (replikasi) virus di dalam darah, tingkat obat antiretroviral (ARV) harus selalu di atas tingkat tertentu. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal
(23)
5
setidaknya 90-95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan (Pedoman Nasional Terapi ARV, 2007).
Cara terbaik untuk mencegah pengembangan resistensi adalah dengan kepatuhan terhadap terapi. Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan penggunaan terapi antiretroviral (ART) yang harus sesuai dengan petunjuk pada resep yang diberikan petugas kesehatan bagi pasien. Ini mencakup kedisiplinan dan ketepatan waktu minum obat (Yayasan Spiritia, 2012 : 405).
Pemberian terapi ARV tidak serta merta diberikan begitu saja pada penderita yang dicurigai, tetapi perlu mempertimbangkan berbagai faktor dari segi pengetahuan, kemampuan, kesanggupan pengobatan jangka panjang, resistensi obat, efek samping, jangkauan memperoleh obat, serta saat yang tepat untuk memulai terapi (Nasronudin, 2007).
Menurut Hussar (1995) yang dikutip dari Denia Pratiwi (2011), kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal.
Banyak ODHA yang sudah menjalani terapi tetapi masih belum mengerti secara jelas mengenai semua aspek pengobatannya, termasuk dampak dari kepatuhan, efek samping, dan kombinasi obat, atau bagaimana menjangkau obat tersebut. Namun pengetahuan dan kesadaran tinggi yang dibutuhkan agar terapi Antiretroviral (ARV) tetap efektif. Jadi sebelum mulai memakai ARV sangat penting untuk mengerti
(24)
mengenai dasar ARV, bagaimana obat ini bekerja, bagaimana virus dapat menjadi kebal atau resistan terhadap obat yang dipakai, dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya resistansi (Spiritia, 2007 : 414)
Hasil penelitian Herlambang S. Aji (2010) di RSUP. Dr. Kariadi Semarang menunjukkan dari 70 pasien HIV-AIDS, lebih dari separuh pasien HIV-AIDS (71,4%) memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dalam mengonsumsi ARV yang diberikan dalam sebulan terakhir dan sisanya (28,6%) memiliki kepatuhan yang rendah. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi kepatuhan pasien dalam terapi ARV adalah pengetahuan tentang ARV(44.3%), pengalaman efek samping (61.4%) dan ketersediaan obat ARV (90%).
Menurut hasil penelitian Simoni dkk (2007) dikutip dari Khairina Widyanti (2008) menunjukkan bahwa dukungan sosial berhubungan secara positif dengan kepatuhan yang dilaporkan dengan menggunakan metode self report. Dukungan sosial dapat ditunjukkan dalam berbagai cara misalnya keluarga dan teman ODHA dapat membantu dengan cara menampilkan keceriaan, membicarakan perasaan dan kekhawatiran yang mereka rasakan, serta dengan menyediakan daftar bantuan yang telah disediakan di lingkungan sosial mereka.
Menurut Keputusan Menteri no.782/Menkes/SK/IV/2011, Sumatera Utara terdapat sebanyak 18 rumah sakit rujukan untuk perawatan dan pengobatan bagi ODHA dan bersama 278 rumah sakit rujukan lainnya di Indonesia. Dari 18 rumah sakit tersebut, 5 diantaranya berada di Kota Medan yaitu RSUP.H.Adam Malik,
(25)
7
RSU.Dr.Pirngadi, RS.Bhayangkara, RS.Haji Us.Syifa Medan, dan RS.Kesdam II Bukit Barisan Medan.
Berdasarkan Laporan Perkembangan HIV-AIDS, Triwulan I Kementrian Kesehatan Indonesia (2012) dari 5 rumah sakit rujukan tersebut yang paling banyak menerima dan melayani pasien HIV/AIDS adalah RSUP. Adam Malik sebanyak 443 kasus dan RSU. Dr. Pringadi sebanyak 350 kasus.
Sejak penunjukkan tersebut RSU. Dr. Pirngadi menyediakan pelayanan khusus bagi pasien yaitu Klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) artinya konseling dan tes secara sukarela, Care support and treatment (CST) artinya dukungan dalam pelayanan, perawatan dan pengobatan, hingga konsultasi terkait infeksi opurtunistik.
Data dari RSU. dr. Pirngadi Medan diketahui jumlah kumulatif pasien yang dinyatakan positif HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di mana dalam 2 tahun terakhir sampai dengan bulan Juni 2012, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 323 orang. Jumlah kumulatif ODHA dengan terapi antiretroviral sampai dengan akhir bulan September 2012 sebanyak 171 orang antara lain 113 orang laki-laki dan 58 orang perempuan, 10 orang yang berhenti minum obat (6 orang laki-laki-laki-laki dan 4 orang perempuan) serta 66 orang yang meninggal (52 orang laki-laki dan 14 orang perempuan).
Selain itu jumlah kumulatif ODHA yang tidak hadir dan lolos follow up menjalani ARV dalam 3 tahun terakhir yaitu pada tahun 2010 sebanyak 13 orang, tahun 2011 sebanyak 7 orang dan Januari sampai September 2012 sebanyak 14 orang. Menurut penuturan petugas tersebut, dalam menjalankan terapi antiretroviral masih
(26)
ada ODHA yang telat minum obat dan lupa mengambil obat ke rumah sakit sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di RSU. dr. Pirngadi Medan pada bulan Agustus-September 2012 terhadap 10 ODHA, di mana mereka telah mendapatkan terapi antiretroviral, 5 orang diantaranya menyatakan alasan menjalankan terapi antiretroviral ini karena adanya dukungan keluarga yang kuat (suami/istri, terutama ibu mereka) sehingga mereka semangat untuk sehat kembali. 4 orang menyatakan dengan alasan adanya niat/motivasi yang besar dari diri sendiri yang ingin sembuh dari penyakit tersebut. Sedangkan 1orang diantaranya menyatakan alasan bila ada keluhan saja maka mereka kontrol pada petugas.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan ODHA Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di RSU. dr. Pirngadi Medan Tahun 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa permasalahan penelitian adalah ingin mengetahui faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi ARV di RSU. dr. Pirngadi Medan tahun 2012.
(27)
9
1.3. Tujuan
1.3.1.Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi ARV di RSU. dr. Pirngadi Medan tahun 2012.
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik, pengetahuan, persepsi, dukungan sosial, pelayanan kesehatan dan kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral di RSU. dr. Pirngadi Medan.
2. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ODHA terhadap kepatuhan dalam menjalani terapi antiretroviral di RSU. dr. Pirngadi Medan
3. Untuk mengetahui hubungan persepsi ODHA terhadap kepatuhan dalam menjalani terapi antiretroviral di RSU. dr. Pirngadi Medan
4. Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial terhadap kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral di RSU. dr. Pirngadi Medan.
5. Untuk mengetahui hubungan pelayanan kesehatan terhadap persepsi mengenai kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral di RSU. dr. Pirngadi Medan.
(28)
1.4.Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : a. Bagi ODHA
Meningkatkan kemampuan ODHA dalam memahami dan memelihara kesehatan secara mandiri serta tetap semangat dalam menjalani terapi antiretroviral.
b. Bagi RSU. dr. Pirngadi Medan
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Rumah Sakit dalam menganalisa dan merencanakan strategi untuk meningkatkan kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral.
c. Bagi Keluarga dan Pendamping
Meningkatkan pengetahuan keluarga dan pendamping lainnya tentang HIV/AIDS dan terapi ARV agar dapat memberikan perhatian, dukungan dan setia mendampingi pasien dalam menjalani pemeriksaan terapi ARV.
d. Bagi Peneliti
Diharapkan menjadi pengalaman belajar, bermanfaat dan dapat digunakan sebagai data dasar dalam menambah wawasan penelitian selanjutnya.
(29)
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HIV/AIDS
2.1.1. Definisi HIV/AIDS
Menurut Umar (2006), HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus atau jasad renik yang sangat kecil, yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS.
Virus HIV termasuk dalam RNA virus genus Lentivirus golongan Retrovirus family Retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse trancriptase untuk dapat menginfeksi mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat (Zein, dkk, 2006).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrom. Yang mana Acquired artinya didapat, bukan penyakit turunan, Immuno artinya sistem kekebalan tubuh, Deficiency artinya kekurangan, dan Syndrome artinya kumpulan gejala.
Jadi AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat menimbulkan infeksi opurtunistik. Berkurangnya kekebalan tubuh pasien sendiri disebabkan berkurangnya sel CD4 karena diserang oleh virus HIV.
(30)
2.1.2. Epidemiologi HIV/AIDS
AIDS pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1981 ketika CDC (the U.S. Centers for Disease Control and Prevention) mengumumkan penemuan aneh dari Pneumocystis carini pneumonia pada 5 laki-laki homoseksual yang di Los Angeles dan Kaposi’s Sarkoma pada 26 laki-laki homoseksual yang sehat di New York dan Los Angeles.
Pada tahun 1983, HIV (Human Immunodeficiency Virus) diisolasi dari seorang penderita limfadenopati dan pada tahun 1984, HIV didemonstrasikan sebagai penyebab dari penyakit AIDS (Fauci dan Lane, 2005).
Menurut Djoerban Z (1999) dalam Zein (2006), dalam catatan literatur di Indonesia, kasus infeksi HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1985 di Jakarta pada seorang wanita yang menderita anemia hemolitik autoimun yang kerap mendapat transfusi darah. Diduga kuat transmisi virus HIV melalui transfusi.
Kasus AIDS yang pertama di Indonesia ditemukan pada bulan April 1987, ketika seorang turis Belanda pengidap AIDS meninggal di Bali (Muninjaya, 1999). Sedangkan kasus HIV positif pertama kali ditemukan di Medan pada tahun 1992, ketika dilakukan serosurvei (Zein, 2006).
2.1.3. Penularan Infeksi HIV/AIDS
Untuk berada dalam tubuh manusia, HIV secara langsung masuk melalui darah manusia yang bersangkutan. HIV tidak dapat berkembang biak di luar tubuh manusia dan cepat mati karena HIV menempel pada CD4 lalu merusak sel T sehingga sistem imun di dalam tubuh terganggu dan tidak bekerja.
(31)
13
Penularan HIV akan terjadi bila ada kontak atau pencampuran dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, yaitu
1. Melalui hubungan seksual yang tidak aman dengan seseorang pengidap HIV (homoseksual maupun heteroseksual)
2. Melalui transfusi darah dan transplantasi organ yang telah terinfeksi HIV 3. Melalui penggunaan jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tindik,
tato) yang tercemar oleh HIV.
4. Penularan HIV dari ibu hamil pengidap HIV kepada janin saat kehamilan, proses kelahiran.
Perlu diketahui bahwa HIV tidak dapat ditularkan melalui : 1. Udara, bersin, batuk
2. Bersentuhan dengan penderita/pengidap HIV, bersalaman, cium pipi, ataupun berpelukan.
3. Gigitan nyamuk dan serangga 4. Melalui makanan dan minuman
5. Menggunakan WC dan kolam renang bersama-sama. 2.1.4. Diagnosis HIV/AIDS
WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak. Untuk dewasa maupun anak, stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
(32)
Tabel 1 : Stadium Klinik HIV/AIDS
Gejala terkait HIV Stadium Klinis
Asimptomatik 1
Gejala ringan 2
Gejala lanjut 3
Gejala berat / sangat lanjut 4
Sumber : Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk ODHA, 2006
Gejala klinis khas HIV adalah sebagai berikut :
1. HIV Stadium I : Asimtomatis atau terjadi PGL (persistent generalized lymphadenopath)
2. HIV Stadium II : Berat badan menurun lebih dari 10%, ulkus atau jamur di mulut, menderita herpes zoster 5 tahun terakhir, sinusitis, rekuren.
3. HIV Stadium 3 : Berat badan menurun lebih dari 10%, diare kronis, dengan sebab tak jelas lebih dari 1 bulan.
4. HIV Stadium IV : Berat badan menurun lebih dari 10%, gejala-gejala infeksi pneumosistosis, TBC, kriptokokosis, herpes zoster dan infeksi lainnya sebagai komplikasi turunnya sistem imun, virus penyebabnya dapat diisolasi dari limfosit darah tepi atau dari sumsum tulang penderita.
Menurut kriteria WHO gejala klinis AIDS untuk penderita dewasa meliputi minimum 2 gejala major dan 1 gejala minor.
Gejala major : 1. Berat badan menurun lebih dari 10% 2. diare kronis lebih dari 1 bulan
(33)
15
Gejala minor : 1. Batuk lebih dari 1 bulan, 2. pruritus dermatitis menyeluruh
3. infeksi umum rekuren misalnya herpes zoster atau herpes simpleks 4. limfadenopati generalisata
5. kandidiasis mulut dan orofaring
2.1.5. Jenis-Jenis Pemeriksaan HIV/AIDS
Tes HIV dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi dalam darah seseorang. Jika HIV telah memasuki tubuh seseorang, maka di dalam darah akan terbentuk protein khusus yang disebut antibodi. Antibodi adalah suatu zat yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi untuk membendung serangan bibit penyakit yang masuk. Pada umumnya antibodi terbentuk di dalam darah seseorang yang memerlukan waktu 6 minggu sampai 3 bulan tetapi ada juga sampai 6 bulan bahkan lebih. Jika seseorang memiliki antibodi terhadap HIV di dalam darahnya, hal ini berarti orang itu telah terinfeksi HIV.
Tes HIV yang umumnya digunakan adalah Enzyme Linked Imunosorbent Assay (ELISA), Rapid Test dan Western Immunblot Test. Setiap tes HIV ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Sensitivitas adalah kemampuan tes untuk mendeteksi adanya antibodi HIV dalam darah sedangkan spesifisitas adalah kemampuan tes untuk mendeteksi antibodi protein HIV yang sangat spesifik.
Enzyme Linked Imunosorbent Assay (ELISA)
Tes ELISA ini dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing. Hasil positif pada ELISA belum dapat dipastikan bahwa orang yang
(34)
diperiksa telah terinfeksi HIV karena tes ini mempunyai sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas rendah. Maka masih diperlukan tes pemeriksaan lain untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan ELISA ini.
Rapid Test
Metode pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah, jari dan air liur. Tes ini mempunyai sensitivitas tinggi (mendekati 100%) dan spesifisitas (>99%). Hasil positif pada tes ini belum dapat dipastikan apakah dia terinfeksi HIV. Dan diperlukan pemeriksaan tes lain untuk mengkonfirmasi hasil tes ini.
Western Immunoblot Test
Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Western blot digunakan sebagai tes konfirmasi untuk tes HIV lainnya karena mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi untuk memastikan apakah terinfeksi HIV atau tidak.
Rapid test lebih tepat digunakan oleh institusi kesehatan kecil yang hanya memeriksa sedikit sampel setiap hari. Rapid test, sesuai dengan namanya, hanya membutuhkan waktu pemeriksaan 10 menit. Sementara itu tes ELISA dan Western blot biasanya digunakan sebagai tes konfirmasi dan tersedia di rumah-rumah sakit besar atau RSU tingkat propinsi.
(35)
17
2.1.6. CD4 (Cluster Differentiated 4)
Sel CD4 merupakan protein yang menempel pada permukaan sel T yang berperan dalam mengenali sumber penyakit dan mengatur sel imun di dalam tubuh. CD4 disebut juga sel T-4, sel pembantu ataupun sel CD4. Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV.
Ketika seseorang terinfeksi HIV, sel yang terinfeksi adalah sel CD4. Ketika sel CD4 menggandakan diri untuk melawan infeksi apapun, sel tersebut juga membuat banyak duplikasi HIV. Semakin menurunnya sel CD4 berarti sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak dan semakin rendahnya jumlah CD4 yang ada dalam tubuh manusia, semakin mungkin kita mudah sakit atau mungkin mengalami infeksi oportunistik (Burban SD, 2007).
Jumlah CD4 normal adalah 410 sel/mm
3
– 1590 sel/mm
3
, bila jumlah CD4 < 350/mm
3
, atau < 14%, dikatakan AIDS. Rata rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-100 sel/mm3/tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 – 100 sel/mm3/tahun (Pedoman Nasional Pengobatan ARV, 2011).
Tes CD4 sebaiknya diulang setiap 3 - 6 bulan untuk pasien yang belum diobati dengan ARV dan jangka waktu 2 - 4 bulan pada pasien yang memakai ARV. Tes tersebut sebaiknya diulangi bila hasilnya tidak konsisten dengan kecenderungan sebelumnya. Frekuensi akan berbeda-beda tergantung keadaan individu. Kalau tidak
(36)
diobati, jumlah CD4 akan menurun rata-rata 4 persen per tahun untuk setiap log viral load.
2.2. Terapi Antiretroviral
2.2.1. Pengertian Terapi Antiretroviral
Terapi antiretroviral adalah obat yang dirancang untuk menghambat perkembangan penyakit HIV/AIDS di dalam tubuh sipenderita.
Obat tersebut (ARV) tidak membunuh virus itu, namun dapat memperlambat pertumbuhan virus, waktu pertumbuhan virus diperlambat, begitu juga penyakit HIV. Karena HIV adalah retrovirus, obat-obat ini biasa disebut sebagai terapi antiretroviral (Spiritia, 2006).
Sebelum mendapat ARV, ODHA harus dipersiapkan secara matang dengan konseling kepatuhan, sehingga pasien paham benar akan manfaat, cara penggunaan, efek samping obat, tanda bahaya lain dan sebagainya yang terkait dengan ARV. ODHA yang mendapat ARV harus menjalani pemeriksaan untuk pemantauan secara klinis dengan teratur.
2.2.2. Tujuan Terapi Antiretroviral
1) Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat
2) Memulihkan atau memelihara fungsi imunologis (peningkatan sel CD4) 3) Menurunkan komplikasi akibat HIV
4) Memperbaiki kualitas hidup ODHA
5) Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus
(37)
19
2.2.3. Pedoman Memulai Terapi ARV pada ODHA Dewasa Menurut Kementerian Kesehatan RI, 2011
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai terapi ARV pada ODHA dewasa.
a) Tidak tersedia pemeriksaan CD4
Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis.
b) Tersedia pemeriksaan CD4 Rekomendasi :
1. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 < 350 sel / mm3 tanpa memandang stadium klinisnya.
2. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.
(38)
Tabel 2. Saat memulai terapi pada ODHA dewasa Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4
Stadium IV : tanpa memandang jumlah limfosit total Stadium III : tanpa memandang jumlah limfosit total Stadium II, dengan jumlah limfosit total <1200/mm3 Bila tersedia pemeriksaan CD4
Target Populasi Stadium Klinis Jumlah sel CD4 Rekomendasi
ODHA dewasa
Stadium klinis 1 dan 2
> 350 sel/mm3 Belum mulai terapi. Monitor gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6-12 bulan < 350 sel/mm3 Mulai terapi
Stadium klinis 3 dan 4
Berapapun jumlah sel CD4
Mulai terapi Pasien dengan
ko-infeksi TB Apapun Stadium klinis Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi Pasien dengan
ko-infeksi Hepatitis B Kronik aktif Apapun Stadium klinis Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi
Ibu Hamil Apapun
Stadium klinis
Berapapun jumlah sel CD4
Mulai terapi
Sumber :Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral, 2011 dan Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk ODHA, 2006
Keterangan :
Jumlah limfosit total >1200/mm3 dapat dipakai sebagai pengganti bila pemeriksaan CD4 tidak dapat dilaksanakan Hal ini tidak dapat diterapkan pada ODHA asimtomtatik. Maka bila tidak ada pemeriksaan CD4, odha asimptomatik (stadium I) tidak boleh diterapi karena pada saat ini belum ada petanda lain yang terpercaya di daerah dengan sumber daya terbatas.
2.2.4. Penggolongan Terapi Antiretroviral Ada tiga golongan utama ARV yaitu : a. Penghambat masuknya virus; enfuvirtid b. Penghambat reverse transcriptase enzyme
(39)
21
1. Analog nukleosida/nukleotida (NRTI/NtRTI) analog nukleosida
analog thymin:zidovudin (ZDV/AZT)dan stavudin (d4T) analog cytosin : lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ddC) analog adenin : didanosine (ddI)
analog guanin : abacavir(ABC)
analog nukleotida analog adenosin monofosfat: tenofovir 2. Nonnukleosida (NNRTI) yaitu
nevirapin (NVP) efavirenz (EFV)
c. Penghambat enzim protease (PI) ritonavir (RTV) saquinavir (SQV)
indinavir (IDV) dan nelfinavir (NFV)
Tabel 3. Daftar obat ARV di Indonesia
Golongan Sediaan dan dosis yang direkomendasikan Keterangan Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NsRTI)
Zidovudine(AZT) (Reviral®)
250 - 300 mg setiap 12 jam
Dosis 250 mg dapat diberikan tanpa mengurangi efektifivatas AZT dengan kemungkinan timbulnya efek samping yang lebih rendah.
Dosis 250 mg sementara tidak tersedia di Indonesia
Dalam suhu kamar
Duviral® merupakan FDC dari AZT+3TC
Stavudine (d4T)
(Staviral®) 30 mg; diberikan tiap 12 jam
Dalam suhu kamar Lamivudine(3TC)
(Hiviral®)
150 mg; diberikan tiap 12 jam atau 300 mg setiap 24 jam
Dalam suhu kamar.
(40)
mendapatkan
Lamivudinuntuk tujuan pengobatan Hepatitis B sebelumnya, maka Lamivudine tidak dapat digunakan karena telah terjadi resisten.
Duviral® merupakan FDC dari AZT+3TC
Didanosine (ddI) 250 mg ( BB < 60 mg) dan 400 mg ( BB > 60 mg). Diberikan single dose setiap 24 jam (tablet bufer atau kapsul enteric coated)
Tablet dan kapsul dalam suhu kamar. Puyer harus dalam refrigerator, suspensi oral/ formula pediatrik dapat tahan hingga 30 hari bila disimpan dalam lemari es.
Sudah tidak digunakan di Indonesia
Abacavir (ABC) (Ziagen®)
300 mg; diberikan tiap 12 jam atau 600 mg setiap 24 jam
Dalam suhu kamar
Hanya digunakan untuk formula anak
Emtricitabine (FTC)
200 mg setiap 24 jam Dalam suhu kamar
Truvada® - merupakan FDC dari TDF+FTC
Atripla® - merupakan FDC dari TDF+FTC+EFV
Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI) Tenofovir (TDF)
(Viread®)
300 mg; diberikan single dose setiap 24 jam (Catatan: interaksi obat dengan ddI, tidak lagi dipadukan dengan ddI)
Dalam suhu kamar
Truvada® - merupakan FDC dari TDF+FTC
Atripla® - merupakan FDC dari TDF+FTC+EFV
Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapine
(Neviral®)
200 mg setiap 24 jam selama 14 hari, kemudian 200 mg setiap 12 jam
Dalam suhu kamar Efavirenz
(Stocrine®)
600 mg; diberikan single dose 24 jam (malam) hari
Dalam suhu kamar
(41)
23
(Efavir®) (Sustiva®)
dari TDF+FTC+EFV Protease Inhibitor (PI)
Lopinavir/ ritonavir (LPV/r) (Aluvia®)
Tablet heat stable lopinavir 200 mg + ritonavir 50 mg:
400 mg/100 mg setiap 12 jam
Untuk pasien dalam terapi TB yang mengandung Rifampisin digunakan LPV 800 mg + RTV 200 mg dua kali sehari, dengan pemantauan ketat keadaan klinis & fungsi hati
Dalam suhu kamar
Sumber:Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral, 2011.
(42)
2.2.5. Bagan Alur Layanan Terapi ARV
Gambar 1. Bagan alur layanan pengobatan pada ODHA
Sumber:Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral, 2011.
ODHA
Langkah tatalaksana terdiri dari : Pemeriksaan fisik lengkap dan lab untuk mengidentifikasi IO
Penentuan stadium klinis Skrining TB
Skrining IMS, sifilis, dan malaria untuk BUMIL
Pemeriksaan CD4 (bila tersedia) untuk menentukan PPK dan ART
Pemberian PPK bila tidak tersedia tes CD4 Identifikasi solusi terkait adherence
Konseling positive prevention
Konseling KB (jika rencana punya anak)
memenuhi syarat ARV
Belum memenuhi syarat ARV
ODHA ada kendala kepatuhan (adherence)
Tidak ada IO (Infeksi Opurtunistik
Ada IO
Mulai terapi ARV
Obat IO 2 minggu selanjutbya mulai
terapi ARV Berikan rencana pengobatan dan
pemberian Terapi ARV Vaksinasi bila pasien mampu MULAI ARV jika Odha sudah
memenuhi syarat Terapi ARV
Cari solusi terkait kepatuhan secara tim hingga ODHA dapat patuh dan mendapat
(43)
25
2.3. Kepatuhan
2.3.1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Sacket (dalam Niven, 2002: 192), mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan.
Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan di mana pasien mematuhi pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri, bukan hanya karena mematuhi perintah dokter.
Kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap kunjungan. Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan oleh ketidak-patuhan pasien mengkonsumsi ARV.Untuk mencapai supresi virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi.
Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan. Resiko kegagalan terapi timbul jika pasien sering lupa minum obat. Kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dengan pasien serta komunikasi dan suasana pengobatan yang konstruktif akan membantu pasien untuk patuh minum obat.
2.3.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan
Menurut Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral (2011), terdapat faktor-faktor yang memengaruhi pasien odha dalam menjalani terapi antiretroviral, yaitu :
1. Karakteristik Pasien.
Meliputi faktor sosio-demografi (umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan) dan faktor psikososial (kesehatan jiwa,
(44)
penggunaan napza, lingkungan dan dukungan sosial, pengetahuan dan perilaku terhadap HIV dan terapinya).
2. Karakteristik penyakit penyerta.
Meliputi stadium klinis dan lamanya sejak terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik penyerta, dan gejala yang berhubungan dengan HIV. Adanya infeksi oportunistik atau penyakit lain menyebabkan penambahan jumlah obat yang harus diminum.
3. Fasilitas layanan kesehatan.
Fasilitas dan ruangan yang nyaman, jaminan kerahasiaan, penjadwalan yang baik, dan petugas yang ramah dapat membantu pasien dalam menjalani terapi. 4. Paduan terapi ARV.
Meliputi jenis obat yang digunakan dalam paduan, jumlah pil yang harus diminum, karakteristik obat dan efek samping dan kemudahan untuk mendapatkan ARV.
5. Hubungan pasien-tenaga kesehatan
Hubungan tersebut dapat memengaruhi kepatuhan meliputi: kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien terhadap kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi, nada afeksi dari hubungan tersebut (hangat dan terbuka), kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan dengan kebutuhan pasien.
(45)
27
2.3.3. Jenis Ketidakpatuhan (Non Compliance)
a.Ketidakpatuhan yang disengaja (Intentional non Compliance) Kepatuhan yang disengaja dapat disebabkan oleh :
1) Keterbatasan biaya pengobatan 2) Sikap apatis pasien
3) Ketidakpercayaan pasien akan efektifitas obat
b.Ketidakpatuhan yang tidak disengaja (Unitional non Compliance) Ketidakpatuhan yang tidak disengaja dapat disebabkan karena :
1) Pasien lupa minum obat
2) Ketidaktahuan akan petunjuk pengobatan 3) Kesalahan dalam hal pembacaan etiket
2.3.4. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketidakpatuhan
Faktor-faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian (dikutip dari Risty Ivanti, 2009) yaitu :
1. Pemahaman tentang Instruksi
Tak seorang pun mematuhi instruksi jika orang tersebut salah paham atau tidak mengerti tentang instruksi/petunjuk yang diberikan padanya. Ley dan Spelman (Ester, 2000) menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis, dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien.
(46)
2. Kualitas Interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang terpenting dalam menentukan derajat kepatuhan. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti ini.
3. Isolasi Sosial dan Keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit.
4. Keyakinan, sikap, Kepribadian
Menurut Schwartz & Griffin (Bart,1994), riset tentang ketaatan pasien didasarkan atas pandangan tradisional mengenai pasien sebagai penerima nasihat dokter yang pasif dan patuh.
Pasien yang tidak taat dipandang sebagai orang yang lalai dan masalahnya dianggap sebagai masalah kontrol. Riset berusaha untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok pasien yang tidak patuh berdasarkan kelas sosio ekonomi, pendidikan, umur dan jenis kelamin.
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri.
(47)
29
2.4. Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah keseluruhan kegiatan atau aktivitas seseorang, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar, tetapi dalam memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dai orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku (Maulana, 2009).
Determinan perilaku dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal (karakteristik dari dalam diri seperti ras, jenis kelamin, sifat fisik, tingkat kecerdasan, dan bakat bawaan) dan faktor eksternal (meliputi lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik).
Menurut teori Bloom (1908), yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), membagi perilaku seseorang dalam tiga kawasan (domain) yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : pengetahuan, sikap, dan tindakan.
2.4.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindaran (sebagian besar diperoleh dari indra mata dan telinga) terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan dominan yang paling penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran.
(48)
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa saja yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
(49)
31
d. Analisis (analysis)
Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan atau materi suatu objek terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-panilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2007).
Faktor –faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: a. Pendidikan
(50)
lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.
b. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada aspek psikologis ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.
d. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang dalam.
e. Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
f. Kebudayaan lingkungan sekitar,
Kebudayaan lingkungan sekitar diartikan sebagai kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
(51)
33
g. Informasi
Informasi merupakan kemudahan untuk memperoleh suati informasi sehingga dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
2.4.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Notoatmodjo (2005) dalam bukunya membagi sikap menjadi empat tingkatan, yakni:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (responding)
Merespon diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.
(52)
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab diartikan berkaitan atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah:
1. Pemikiran dan perasaan ( Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.
2. Adanya orang lain yang menjadi acuan ( Personal references) merupakan faktor penganut sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.
3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.
4. Sosial budaya (Culture ) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu. (Notoadmodjo,2007). 2.4.3. Tindakan
Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk dilaksanakan atau dipraktekan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap
(53)
35
menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain.
Di mana tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, (Notoatmodjo, 2007) yaitu:
a. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
b. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
c. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tinndakannya tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
(54)
2.5. Health Belief Model (HBM)
Selama lima dekade, Health Belief Model telah menjadi salah satu kerangka kerja konseptual yang paling banyak digunakan dalam perilaku kesehatan. Health Belief Model telah digunakan baik untuk menjelaskan perubahan dan pemeliharaan perilaku kesehatan dan sebagai pedoman kerangka kerja untuk intervensi perilaku kesehatan.
Health Belief Model ini awalnya dikembangkan pada tahun 1950 oleh sekelompok ahli psikologi sosial di Layanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat untuk menjelaskan secara luas kegagalan partisipasi masyarakat dalam program-program pencegahan dan mendeteksi penyakit (Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1960, 1974 dalam Glanz dkk., 2002). Kemudian dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia (Kirscht, 1988; Schmidt dkk ., 1990) yang dimulai dari pertimbangan orang-orang tentang kesehatan.
Dalam hal ini, model keyakinan kesehatan adalah nilai harapan dari segi teori yang diasumsikan bahwa seseorang memiliki keinginan untuk menghindari penyakit atau untuk mendapatkan kebaikan didasarkan pada keyakinannya bahwa tindakan kesehatan tertentu akan dapat mencegah masalah kesehatan (Conner, 1996). Sangatlah penting untuk membedakan antara kebutuhan kesehatan objektif dan subjektif. Kebutuhan kesehatan objektif adalah kebutuhan yang diidentifikasi oleh petugas kesehatan secara profesional, sebaliknya kebutuhan kesehatan subjektif adalah individu yang menentukan sendiri apakah dirinya mengandung penyakit, berdasarkan perasaan dan penilaiannya sendiri.
(55)
37
Kebutuhan kesehatan subjektif inilah yang justru merupakan kunci dari dilakukannya suatu tindakan kesehatan. Artinya, individu itu baru akan melakukan suatu tindakan untk menyembuhkan penyakitnya jika dia benar-benar merasa terancam oleh penyakit tersebut. Jika tidak, maka dia tidak akan melakukan tindakan apa-apa.
Menurut kepercayaan kesehatan ini mencakup lima unsur utama (Rosentock, 1982 dikutip dari Solita Sarwono, 2007) antara lain :
1. Perceived susceptibility (Persepsi kerentanan)
Persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit. Mereka yang merasa dapat terkena penyakit tersebut akan lebih cepat merasa terancam.
2. Perceived seriousness (persepsi keseriusan)
Pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut / risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit tersebut.
3. Perceived Threats (Persepsi Ancaman)
Makin berat risiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya bahwa individu itu terserang penyakit tersebut, maka makin dirasakan besar ancamannya. Ancaman ini mendorong individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyakit tersebut.
4. Perceived benefits and barriers (Persepsi manfaat dan hambatan)
Namun ancaman yang terlalu besar malah menimbulkan rasa takut dalam diri individu yang justru menghambatnya untuk melakukan tindakan karena individu merasa tidak berdaya melawan ancaman tersebut. Guna mengurangi
(56)
rasa takut, ditawarkanlah suatu alternatif tindakan oleh petugas kesehatan. Apakah individu akan menyetujui alternatif yang diajukan, tergantung dari manfaat dan hambatan dari alternatif tersebut. Individu akan mempertimbangkan, apakah hal itu akan mengurangi ancaman penyakit dan akibatnya
5. Cues to action (Faktor pencetus)
Untuk akhirnya memutuskan menerima atau menolak alternatif tersebut, diperlukan faktor pencetus yang datang dari dalam diri individu ataupun dari luar (nasihat orang lain).
Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan, pertimbangan keuntungan dan kerugian dipengaruhi oleh (Heri Maulana, 2009) : variabel demografi (umur, jenis kelamin, latar belakang budaya), variabel sosio-psikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial) dan variabel struktural (pengetahuan dan pengalaman sebelumnya).
Berikut kerangka teori perilaku Health Belief Model menurut Rosenstock dalam Solita Sarwono (2007) dilukiskan pada gambar 2.
(57)
39
Gambar 2. Kerangka Teori Health Beliefe Model Dalam Solita Sarwono Tentang Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengambilan Keputusan
Sumber : Solita Sarwono, 2007.
2.6. Dukungan Sosial
Sampai saat ini stigma tentang HIV/AIDS di tengah-tengah lingkungan masyarakat masih belum hilang sehingga banyak dari odha tersebut tidak berani ataupun malu untuk melakukan tindakan pencegahan bagi diri mereka. Odha memerlukan partisipasi dari dukungan berbagai pihak untuk membantu dan memotivasi odha dalam mendapatkan perawatan, pengobatan, konseling dan sebagainya. Adapun rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan sampai saat ini belum siap secara mental menerima dan melayani odha tersebut.
Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti keluarga, teman, tetangga, teman kerja
Variabel Demografis & sosio-psikologis
Besarnya manfaat dikurangi besarnya kerugian tindakan yang dianjurkan
Dilakukannya tindakan yang dianjurkan
Persepsi tentang
kemungkinan kena penyakit
Persepsi tentang keseriusan/ beratnya penyakit
Besarnya ancaman penyakit
(58)
dan orang- orang lainnya. Menurut Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.
Bentuk dukungan sosial menurut Sarafino (2006) yaitu : 1. Dukungan emosional dan penghargaan
Berupa ungkapan empati, perhatian, maupun kepedulian terhadap individu yang bersangkutan.
2. Dukungan instrumental
Berupa bantuan uang ataupun bantuan dalam pekerjaan sehari-hari. 3. Dukungan informasi
Berupa nasihat, pengarahan, umpan balik atau nasihat mengenao apa yang dilakukan individu yang bersangkutan.
4. Dukungan persahabatan
Berupa adanya kebersamaan, kesediaan dan aktivitas sosial yang sama.
2.7. Pelayanan Kesehatan
Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Levey dan Loomba, pelayanan kesehatan merupakan bentuk upayan yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah, menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan masyarakat. Agar pelayanan mencapai tujuan yang diinginkan, ada
(59)
41
beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu tersedia (available), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptible), dapat dijangkau (affordable), efisien dan bermutu. Pelayanan kesehatan berdasarkan jenis/tipe seperti pelayanan di rumah sakit, dokter, perawat, konselor dan sebagainya.
Seseorang baru akan mulai mengunjungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh oranglain tentang jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan tersebut didasari atas keyakinan atau kepercayaan akan kemajuan sarana kesehatan tersebut (Sarwono, 2007).
Klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing) merupakan gerbang masuk untuk membantu setiap orang mendapatkan akses ke semua pelayanan kesehatan baik itu informasi kesehatan, edukasi, terapi dan dukungan psikososial.
(60)
2.8. Kerangka Konsep Penelitian
Teori untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral diambil dari teori Health Belief Model oleh Rosenstock (1982).
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa:
Karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan dan pendidikan akan dianalisis dengan univariat.
Karakteristik : -Umur
-Jenis Kelamin -Pekerjaan
-Status Perkawinan -Pendidikan
Pengetahuan
Dukungan Sosial :
-Keluarga
-Teman Sebaya
Kepatuhan ODHA dalam Terapi ARV Persepsi :
-Risiko -Ancaman -Manfaat
Pelayanan Kesehatan
-Interaksi dengan Petugas Kesehatan -Akses Pelayanan Kesehatan
(61)
43
Pengetahuan responden tentang kepatuhan dalam terapi antiretroviral akan membentuk persepsi (persepsi risiko, ancaman, manfaat) di dalam diri responden. Di mana juga persepsi ini dipengaruhi dukungan pelayanan kesehatan. Persepsi ini akan membentuk tindakan responden untuk melihat kepatuhan dalam terapi antiretroviral. Kemudian diperlukannya faktor pencetus seperti dukungan sosial untuk membentuk kepatuhan responden (ODHA) dalam menjalani terapi antiretroviral.
(62)
44 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dengan desain cross sectional (populasi diamati pada waktu yang sama) yang bersifat analitik yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral di RSU. dr. Pirngadi Medan Tahun 2012.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di RSU. dr. Pirngadi yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan di Kota Medan dan pengambilan data dilakukan mulai pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2012. Dengan alasan pemilihan lokasi penelitian yaitu :
1. RSU. dr. Pirngadi Medan merupakan salah satu dari 5 rumah sakit rujukan untuk pengobatan dan perawatan bagi penderita HIV/AIDS yang ada di Medan berdasarkan Keputusan Menteri no.782/Menkes/SK/IV/2011.
2. Data dari RSU. dr. Pirngadi Medan diketahui jumlah kumulatif pasien yang dinyatakan positif HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di mana dalam 2 tahun terakhir sampai dengan bulan Juni 2012, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 323 orang.
3. Jumlah kumulatif ODHA yang tidak hadir dan lolos follow up menjalani ARV dalam 3 tahun terakhir yaitu pada tahun 2010 sebanyak 13 orang, tahun 2011 sebanyak 7 orang dan Januari sampai September 2012 sebanyak 14 orang.
(1)
LAMA MENJALANI TERAPI ANTIRETROVIRAL
Lama Menjalani Terapi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 6-11 bulan 16 27.1 27.1 27.1
1 tahun 13 22.0 22.0 49.2
2 tahun 18 30.5 30.5 79.7
3 tahun 8 13.6 13.6 93.2
4 tahun 4 6.8 6.8 100.0
Total 59 100.0 100.0
Kategorik pengetahuan responden total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid BAIK 31 52.5 52.5 52.5
SEDANG 28 47.5 47.5 100.0
Total 59 100.0 100.0
Kategorik Persepsi responden total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid BAIK 45 76.3 76.3 76.3
SEDANG 14 23.7 23.7 100.0
Total 59 100.0 100.0
Kategorik pelayanan kesehatan total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid BAIK 42 71.2 71.2 71.2
SEDANG 17 28.8 28.8 100.0
(2)
Kategorik Dukungan Sosial Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid BAIK 22 37.3 37.3 37.3
SEDANG 34 57.6 57.6 94.9
KURAN G
3 5.1 5.1 100.0
Total 59 100.0 100.0
Kategorik Kepatuhan Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid TINGGI 34 57.6 57.6 57.6
SEDANG 25 42.4 42.4 100.0
(3)
pengetahuan responden total * KEPATUHAN TOTAL
Crosstab
KEPATUHAN TOTAL
Total TINGGI SEDANG
pengetahuan responden total
BAIK Count 17 14 31
Expected Count 17.9 13.1 31.0 % of Total 28.8% 23.7% 52.5%
SEDANG Count 17 11 28
Expected Count 16.1 11.9 28.0 % of Total 28.8% 18.6% 47.5%
Total Count 34 25 59
Expected Count 34.0 25.0 59.0 % of Total 57.6% 42.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability
Pearson Chi-Square .208a 1 .648 .793 .424
Continuity Correctionb .037 1 .848
Likelihood Ratio .208 1 .648 .793 .424
Fisher's Exact Test .793 .424
Linear-by-Linear Association
.204c 1 .651 .793 .424 .188
N of Valid Cases 59
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.86. b. Computed only for a 2x2 table
(4)
Persepsi responden total * KEPATUHAN TOTAL
Crosstab
KEPATUHAN TOTAL
Total TINGGI SEDANG
Persepsi responden total BAIK Count 24 21 45 Expected Count 25.9 19.1 45.0 % of Total 40.7% 35.6% 76.3%
SEDANG Count 10 4 14
Expected Count 8.1 5.9 14.0 % of Total 16.9% 6.8% 23.7%
Total Count 34 25 59
Expected Count 34.0 25.0 59.0 % of Total 57.6% 42.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability
Pearson Chi-Square 1.432a 1 .231 .354 .188
Continuity Correctionb .787 1 .375
Likelihood Ratio 1.478 1 .224 .354 .188
Fisher's Exact Test .354 .188
Linear-by-Linear Association
1.408c 1 .235 .354 .188 .125
N of Valid Cases 59
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.93. b. Computed only for a 2x2 table
(5)
Dukungan sosial Total * KEPATUHAN TOTAL
Crosstab
KEPATUHAN TOTAL
Total TINGGI SEDANG
Dukungan sosial Total BAIK Count 17 5 22
Expected Count 12.7 9.3 22.0 % of Total 28.8% 8.5% 37.3%
SEDANG Count 15 19 34
Expected Count 19.6 14.4 34.0 % of Total 25.4% 32.2% 57.6%
KURANG Count 2 1 3
Expected Count 1.7 1.3 3.0 % of Total 3.4% 1.7% 5.1%
Total Count 34 25 59
Expected Count 34.0 25.0 59.0 % of Total 57.6% 42.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability
Pearson Chi-Square 6.119a 2 .047 .037
Likelihood Ratio 6.349 2 .042 .052
Fisher's Exact Test 6.166 .031
Linear-by-Linear Association
3.499b 1 .061 .068 .049 .033
N of Valid Cases 59
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.27. b. The standardized statistic is 1.871.
(6)
pelayanan kesehatan total * Persepsi responden total Crosstabulation
Persepsi responden totalTotal BAIK SEDANG
pelayanan kesehatan total BAIK Count 29 13 42
Expected Count 32.0 10.0 42.0 % of Total 49.2% 22.0% 71.2%
SEDANG Count 16 1 17
Expected Count 13.0 4.0 17.0 % of Total 27.1% 1.7% 28.8%
Total Count 45 14 59
Expected Count 45.0 14.0 59.0 % of Total 76.3% 23.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability
Pearson Chi-Square 4.203a 1 .040 .048 .037
Continuity Correctionb 2.932 1 .087
Likelihood Ratio 5.077 1 .024 .048 .037
Fisher's Exact Test .048 .037
Linear-by-Linear Association
4.131c 1 .042 .048 .037 .033
N of Valid Cases 59
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.03. b. Computed only for a 2x2 table