yang baik berkisar antara 20-40. Saus tomat dengan kekentalan yang baik dapat diperoleh dengan menambahkan bahan pengisi. Bahan pengisi yang
biasa digunakan antara lain tepung jagung, tapioka, dan tepung ubi jalar. Bahan-bahan yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan saus
tomat adalah bawang putih, lada, bahan pengawet, dan pengasam. Selain sebagai bumbu masak, bawang putih memiliki khasiat terhadap kesehatan.
Allicin adalah komponen utama yang berperan memberikan aroma pada
bawang putih dan merupakan salah satu komponen antibiotik. Lada biasa digunakan sebagai bumbu yang memberikan rasa pedas dan flavor yang khas
jika dicampur ke dalam makanan. Menurut Susanti 2005, pada pembuatan saus tomat sering juga
digunakan pengasam untuk menurunkan pH menjadi 3.8-4.4. Pada pH rendah, pertumbuhan kebanyakan bakteri akan tertekan, dengan demikian proses
sterilisasi bahan yang ber-pH rendah dapat dilakukan pada suhu mendidih 100ºC, tidak perlu dengan suhu tinggi 121ºC. Pengasam juga dapat
bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menutupi after taste yang tidak disukai konsumen. Pengawet yang digunakan dalam pembuatan saus adalah
senyawa benzoat dalam bentuk asam benzoat C
6
H
5
COOH atau garamnya sodium benzoat dan kalsium benzoat. Na-benzoat tergolong pengawet
organik. Pengawet organik lebih banyak digunakan dibandingkan pengawet alami karena lebih mudah dibuat, stabil, serta lebih murah.
F. SELAI TOMAT
Definisi selai buah menurut SNI 01-3746-1995 adalah produk makanan semi basah, dibuat dari pengolahan bubur buah-buahan, gula dengan
atau tanpa penambahan makanan yang diijinkan. Syarat mutu selai buah berdasarkan SNI 01-3746-1995 dapat dilihat pada Tabel 4.
Menurut Muchtadi 1997, selai pada umumnya dibuat dari daging atau sari buah yang diproses menyerupai gel dan mengandung gula, asam, dan
pektin. Sifat daya tahan selai ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: kandungan gula yang tinggi biasanya 65-75 bahan terlarut, keasaman
tinggi dengan pH sekitar 3.1-3.5, nilai a
w
sekitar 0.75-0.83, suhu tinggi
sewaktu pemanasan atau pemasakan 105-106ºC, dan pengisian panas ke dalam wadah kedap udara hot filling.
Tabel 4. Syarat mutu selai buah berdasarkan SNI 01-3746-1995. No.
Kriteria uji Satuan
Persyaratan 1.
Keadaan 1.1
Bau -
Normal 1.2
Rasa -
Normal 1.3
Warna -
Normal 1.4
Tekstur -
Normal 2.
Padatan terlarut bb
min. 65 3.
Identifikasi buah secara mikroskopis
- sesuai label
4. Bahan tambahan makanan
4.1 Pewarna tambahan
4.2 Pengawet
sesuai SNI 01-0222-1995
4.3 Pemanis buatan sakarin, siklamat
Negatif 5.
Cemaran logam 5.1
Timbal Pb mgkg
maks. 1.5 5.2
Tembaga Cu mgkg
maks. 10.0 5.3
Seng Zn mgkg
maks. 40.0 5.4
Timah Sn mgkg
maks. 40.0 6.
Cemaran Arsen As mgkg
maks. 1.0 7.
Cemaran mikroba 7.1
Angka lempeng total kolonigram
maks. 5.10
2
7.2 Bakteri bentuk coli
APM 3
7.3 Kapang dan khamir
koloni maks. 30
Menurut Winarno 1997, gula yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65 agar kristal-kristal yang terbentuk di permukaan gel dapat dicegah.
Bila keasaman buah tinggi, kandungan gula tinggi, dan kematangan buah optimum maka penambahan gula lebih rendah dari 55 bagian, sebab buahnya
sendiri telah mengandung sejumlah gula yang perlu diperhitungkan Woodroof dan Luh, 1975.
Asam sitrat digunakan untuk menurunkan pH bubur buah karena struktur gel hanya terbentuk pada pH rendah, juga untuk menghindari
terjadinya pengkristalan gula. Bila tingkat keasaman buah rendah, penambahan asam dapat meningkatkan jumlah gula yang mengalami inversi.
Jumlah gula yang mengalami inversi selama pendidihan sangat penting untuk
menghindari terjadinya pengkristalan gula. Asam juga digunakan untuk memberikan flavor dalam selai Arthey dan Ashurst, 1996.
Proses pengolahan selai terdiri dari tiga tahap yaitu persiapan bahan, pemasakan, dan pengisian air sehingga diperoleh struktur gel. Pemanasan
biasa dilakukan sampai suhu 105ºC, tetapi titik akhir pemanasan tergantung pada varietas buah, perbandingan gula dan pektin serta faktor lainnya.
Pemanasan diakhiri bila total padatan terlarut telah mencapai 65-68 yang dapat diukur dengan refraktometer. Proses pemasakan memerlukan kontrol
yang baik karena pemasakan berlebihan menyebabkan tekstur selai keras dan kental, sedangkan pemasakan yang kurang akan menghasilkan selai yang
encer Cruess, 1958.
G. GULA