3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan April hingga Juni 2005. Bertempat di Laboratorium Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium
Organoleptik Hasil Perikanan Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biokimia Depertemen Teknologi
Pangan dan Gizi Fateta IPB, Laboratorium Nutrisi Makanan Departemen Ilmu Nutrisi Makanan Ternak, Laboratorium FTDC PAU Institut Pertanian Bogor, dan
Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Cimanggu Bogor.
3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan biskuit crackers adalah limbah
tulang ikan madidihang yang berasal dari TPI Muara Baru Jakarta, tepung terigu merk segitiga biru, margarin merk blue band, ragi merk fermipan, air, garam, gula
halus, dan jeruk nipis yang diperoleh dari pasar Anyar, Bogor. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimiawi yaitu heksan, H
2
SO
4
pekat, HCl, kertas saring, kertas pH, kertas Whatman 42, NaOH, HNO
3
, aquadest, asam borat, NaCl, HCl, H
2
SO
4
, Na
2
S
2
O
5
, tablet kjeldahl pelarut lemak.
3.2.2 Alat
Alat untuk pembuatan tepung tulang ikan madidihang, yaitu : pisau, panci, kompor, autoclave, hammer meal, oven, ayakan, dan blender. Dalam pembuatan
biskuit crackers, alat yang digunakan adalah loyang, cetakan, oven, dan timbangan kue.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah tanur, oven, kjeltec system, soxhlet
, penetrometer, Kett whiteness meter, buret, gegep, cawan porselein, gelas piala, gelas ukur, timbangan analitik, desikator, destilator, kertas saring, labu
lemak, pipet, erlenmeyer, dan Atomic Absorption Spectrophotometer.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
3.3.1 Penelitian pendahuluan
Tujuan dari penelitian pendahuluan adalah untuk menghasilkan tepung tulang ikan madidihang yang tidak anyir dengan perlakuan perendaman didalam
larutan jeruk nipis. Dalam penelitian pendahuluan terlebih dahulu dilakukan pembuatan tepung tulang ikan madidihang yang direndam larutan jeruk nipis.
Jeruk nipis yang digunakan untuk 1 kg tulang ikan madidihang sebanyak 5 liter larutan jeruk nipis. Perbandingan antara jumlah air perasan jeruk nipis dengan
jumlah air yang digunakan adalah 500 ml : 4500 ml 1 : 9 vv dengan waktu perendaman yang berbeda-beda yaitu 0, 2, 4 dan 6 jam Irawati, 2001. Pada
penelitian pendahuluan ini dilakukan juga penghitungan berat awal bentuk limbah tulang dan berat akhir saat sudah menjadi tepung tulang ikan
madidihang sebagai dasar perhitungan rendemen, derajat putih, serta uji sensori yang meliputi bauaroma dan warna dari tepung tulang ikan madidihang yang
dihasilkan. Hasil pengamatan sensori dengan menggunakan 30 orang panelis ini dipakai untuk menentukan waktu perendaman terbaik yang dapat menghasilkan
tepung tulang ikan madidihang tidak amis. Proses pembuatan tepung tulang adalah sebagai berikut: tulang ikan dicuci
untuk dibersihkan dari kotoran dan darah, tahap selanjutnya perebusan selama 12 jam 4 jam pertahap sehingga mudah dipotong. Selesai direbus tulang ikan
dicuci dengan air. Tulang ikan direndam dengan larutan jeruk nipis 1:9 vv selama 0, 2, 4 dan 6jam. Tulang ikan dicuci dengan air. Tahap selanjutnya tulang
ikan tersebut di autoclave selama 1 jam pada suhu 121 °C. Pengeringan dengan
oven suhu
± 60°C selama 5 jam. Tahap selanjutnya adalah penggilingan dengan hammer mill.
Langkah terakhir adalah pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang dapat
dilihat pada Gambar 2.
Limbah tulang ikan madidihang
Pembersihan, pencucian dan pengecilan ukuran
Perebusan selama 12 jam 4 jam pertahap suhu 100 °C
Pencucian dengan air Waktu perendaman : Perendaman air jeruk nipis 1 : 9 vv
0, 2, 4 dan 6 jam Pencucian dengan air
Pemanasan autoclave selama 1 jam pada suhu 121 °C
Pengeringan dengan oven suhu ± 60ºC, selama 5 jam
Penggilingan dengan hammer mill
Pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh
Tepung tulang ikan madidihang
Uji sensori Rendemen
Derajat putih
Uji proksimat Uji kalsium
Gambar 2. Skema proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang Modifikasi Nurdiani, 2003
3.3.2 Penelitian utama Penelitian utama meliputi pembuatan biskuit crackers dengan suplemen
tepung tulang ikan madidihang yang berasal dari waktu perendaman terbaik yaitu pada perendaman larutan di dalam jeruk nipis 6 jam berdasarkan uji sensori.
Urutan proses perlakuan pembuatan biskuit crackers sebagai berikut :
1. Tepung terigu 200 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 0 , sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah
0 gram. 2. Tepung terigu 180 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang
10 , sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah 20 gram.
3. Tepung terigu 160 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 20 , sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah
40 gram. 4. Tepung terigu 140 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang
30 , sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah 60 gram.
Prosedur pembuatan biskuit crackers sebagai berikut: air dan garam
diaduk merata adonan 1. Tepung terigu, tepung tulang ikan madidihang, ragi fermipan, gula halus dan margarin dicampur dan diaduk merata adonan 2.
Adonan yang pertama dan adonan yang kedua dicampur lalu diuleni dengan tangan sehingga menjadi licin. Selanjutnya dilakukan pemeraman adonan aging
selama 30 menit. Selesai aging dilakukan pencetakan adonan setebal 3 mm diatas loyang yang telah dilapisi margarin. Langkah terakhir adalah proses
pemanggangan oven bersuhu 160 °C selama 15 menit serta didinginkan pada
suhu kamar. Formula biskuit crackers dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan
diagram alir pembuatan biskuit crackers dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 5. Formula biskuit crackers dengan berbagai campuran bahan
Konsen trasi
Tepung Tulang
Tepung Terigu
gram
Tepung Tulang
gram Margarin
gram Air
gram Ragi
gram Garam
gram Gula
halus gram
200 50
90 3
5 4
10 180
20 50
90 3
5 4
20 160
40 50
90 3
5 4
30 140
60 50
90 3
5 4
Sumber : Modifikasi Resep Primarasa 2004
Keterangan : dengan menggunakan metode subtitusi
Air dan garam diaduk Tepung terigu, ragi, margarin, merata adonan 1 tepung tulang ikan madidihang 0, 10,
20 dan 30 , dan gula halus dicampur dan diaduk rata adonan 2.
Pencampuran adonan 1 dan 2 lalu di aduk dengan tangan hingga licin
Pemeraman adonan aging selama 30 menit
Pencetakan adonan setebal 3 mm ukuran panjang 2,57 cm dan lebar 2,57 cm
diatas loyang yang telah dilapisi mentega
Pemanggangan oven bersuhu 160 ° selama 15 menit
Pendinginan pada suhu kamar Uji Kimia : Biskuit crackers Uji Fisik :
Uji kadar air Uji kekerasankerenyahan Uji kadar abu Uji sensori
Uji kadar lemak Uji kadar protein
Uji kadar karbohidrat Uji kadar kalsium
Uji kadar serat Uji pH
Gambar 3. Skema proses pembuatan biskuit crackers Modifikasi Primarasa, 2004
3.4 Pengamatan 3.4.1 Analisis kimia
3.4.1.1 Analisis kadar air AOAC, 1995 Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit
atau sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan
diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110ºC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah
dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air berat basah dapat dihitung dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
100 2
1 ×
− =
B B
B air
Kadar
Keterangan : B = Berat sampel gram B
1
= Berat sampel + cawan sebelum dikeringkan B
2
= Berat sampel + cawan setelah dikeringkan
3.4.1.2 Analisis kadar abu AOAC, 1995
Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan
dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lagi lalu diabukan dalam tanur suhu 600ºC sampai berwarna putih semua contoh menjadi abu dan berat
konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut :
100 g
sampel Berat
x g
abu Berat
abu Kadar
=
3.4.1.3 Analisis kadar protein AOAC, 1995 Ditimbang sejumlah kecil contoh 1-2 gram lalu dimasukkan ke dalam
labu kjeldahl. Setelah itu ditambahkan 1,9 g K
2
SO
4
, 40 mg HgO dan 2.0 ± 0.1 ml H
2
SO
4
dan kemudian contoh dididihkan sampai cairan jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu kjeldahl dicuci dengan air 1-2 ml
kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-NaS
2
O
3.
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H
3
BO
3
dan 2-4 tetes indikator campuran 2 bagian metil merah 0,2 dan 1 bagian metilen biru 0,2 dalam alkohol. Ujung tabung kondensor harus
terendam dalam larutan H
3
BO
3
. Setelah itu isi erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml dan dititrasi dengtan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-
abu. Dilakukan pula terhadap blanko.
sampel Berat
x x
HCl N
x blanko
HCl ml
sampel ml
N 100
007 .
14 −
=
25 .
6 Pr
x N
otein =
3.4.1.4 Analisis kadar lemak AOAC, 1995
Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi soxhlet
. Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak
5 gram dibungkus dengan kertas saring, setelah itu kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor
diletakkan diatasnya dan abu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks
selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih.
Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dipanaskan di
dalam oven pada suhu 105ºC hingga mencapai berat tetap dan setelah itu didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak didalamnya
ditimbang dan berat lemak dapat diketahui.
100 g
sampel Berat
x g
Lemak Berat
lemak Kadar
=
3.4.1.5 Analisis kadar karbohidrat by difference AOAC, 1995
Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan menggunakan rumus :
3.4.1.6 Analisis kadar kalsium AOAC, 1995
Penetapan kadar kalsium dilakukan dengan mengukur sampel yang sudah didestruksi secara basah pada Atomic Absorption Spectrofotometer AAS dengan
menggunakan panjang gelombang 420 nm. Sampel didestruksi dengan campuran asam lalu dipisahkan dengan residunya.
Larutan stok standar kalsium 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang 2,4974 gram CaCO
3
kemudian dilarutkan dengan asam nitrat 1:4 sampai 1 liter. Larutan standar dibuat dari larutan stok 1000 ppm. Seri larutan standar yang
digunakan adalah 0, 2, 5, 10 dan 20 ppm dengan volume 100 ml. Larutan standar tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan AAS. Dari nilai absorbansi yang
dihasilkan AAS pada seri larutan standar diperoleh hubungan antara konsentrasi dengan absorban, melalui persamaan garis lurus y = a + bx. Y sebagai absorban
dan x sebagai konsentrasi. Analisis kadar kalsium sampel dilakukan dengan menimbang 0,1 gram
sampel halus yang kemudian dimasukkan kedalam labu kjeldhal 100 ml dan ditambahkan 10-13 ml campuran asam yang terdiri dari HNO
3
, HclO
4
, dan HCl perbandingan 6 : 6 : 1, larutan didestruksi sampai berwarna jernih kemudian
didinginkan. Setelah dingin campuran hasil destruksi disaring dengan kertas saring whatman. Pada saat penyaringan, labu kjeldahl dan corong dibilas dengan
Abu K
air K
otein K
lemak K
t karbohidra
Kadar .
. Pr
. .
100 −
− −
− =
air bebas ion sebanyak 4 kali. Volume hasil penyaringan ditera hingga 100 ml dan siap diukur pada AAS dengan panjang gelombang 420 nm.
ppm Ca = absorban sampel – absorban blanko x ml aliquot x FP Bobot sampel g
Ca = ppm Ca x 100 1000000
3.4.1.7 Analisis kadar serat kasar SNI 01-2973-1992 Ditimbang dengan teiliti 2-5 gram contoh yang telah bebas dari lemak,
kemudian dimasukan kedalam erlenmeyer 750 ml. Lalu ditambahkan dengan 100 ml H
2
SO
4
1,25. Didihkan selama 30 menit menggunakan pendingin tegak. Setelah itu ditambahkan lagi 200 ml NaOH 3,25 dan didihkan selama 30 menit.
Dalam keadaan panas, larutan disaring dengan menggunakan corong Buchner
berisi kertas saring yang telah diketahui bobotnya yang telah dikeringkan pada suhu 105
°C selama 30 menit. Kertas saring dicuci berturut- turut dengan air panas, H
2
SO
4
1,25, air panas dan alkohol 96. Kertas saring dan isinya diangkat dan dimasukkan kedalam cawan pijar yang telah diketahui
bobotnya, lalu dikeringkan pada 105 °C selama 1 jam hingga bobot tetap.
100 ×
− −
= gramcontoh
C B
A kasar
serat Kadar
Keterangan : A = bobot cawan + kertas saring + sampel B = bobot abu + cawan
C = bobot kertas saring 3.4.1.8 Analisis energi kal100 gram SNI 01-2973-1992
kal t
karbohidra protein
lemak contoh
gram per
kalori Nilai
4 4
9 100
× +
× +
× =
3.4.1.9 Analisis derajat keasaman metode pH metri AOAC, 1995
Sampel dihaluskan, lalu ditimbang sebanyak 1 g dalam gelas piala. Ditambahkan 10 ml akuades pH 7, lalu dilakukan pengadukan. Setelah larut,
dilakukan pengukuran pH dengan cara memasukkan pH meter yang telah dikalibrasi dengan akuades pH 7 kedalam larutan sampel. Didiamkan beberapa
menit hingga didapat pH tetap.
3.4.2 Analisis Fisik 3.4.2.1 Rendemen
Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah.
100 Re
× =
B A
ndemen
Keterangan : A = berat akhir tepung tulang ikan madidihang B = berat awal tulang ikan madidihang
3.4.2.2 Analisis derajat putih tepung tulang ikan madidihang
Sampel berupa tepung tulang dimasukkan kedalam cawan whiteness meter hingga padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel beserta cawan berisi
standar dapat berupa white plate atau serbuk BaSO
4
dimasukkan kedalam sistem Kett Whiteness Meter. Derajat keputihan diukur dengan membandingkan warna
sampel dengan warna kontrol, ditunjukkan oleh jarum meteran pada monitor.
3.4.2.3 Kekerasan biskuit crackers Ranggana, 1986 Kekerasan diukur dengan menggunakan penetrometer. Biskuit crackers
direntangkan pada dasar alat penetrometer, kemudian ditusukkan jarum kedalam biskuit crackers selama 1 detik. Nilai kerenyahankekerasan dapat dilihat pada
angka yang ditunjukkan oleh meter. Semakin kecil nilai yang didapatkan, maka tingkat kekerasan semakin besar.
3.5 Rancangan percobaan Steel dan Torrie, 1991
Data hasil analisis yang diperoleh, diolah untuk mengetahui respon percobaan terhadap produk. Rancangan percobaan untuk uji hasil analisis fisiko
kimia adalah Rancangan Acak Lengkap Tunggal 1 faktor yaitu konsentrasi tepung tulang ikan dengan 3 kali ulangan. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Statistical Package For Social Science SPSS pada komputer. Berdasarkan hasil analisis rancangan acak lengkap apabila hasil
yang didapat berbeda nyata maka dilanjutkan uji lanjut BNJ untuk melihat perbedaan antar perlakuan.
Model Rancangan : Y
ik
=
µ µ + A
i
+
εε
ik
Keterangan : Y
ik
= respon percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i, ulangan ke-k µ = nilai tengah umum rataan
A
i
= pengaruh taraf ke-i faktor A i = 1, 2, 3 ε
ik
= kesalahan percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan ke-k Data hasil uji sensori disusun dalam score sheet kemudian dihitung dengan
menggunakan statistik non parametrik, metode Kruskal wallis dengan rumus sebagai berikut Steel dan Torrie, 1991.
1 3
1 12
2
+ −
+ =
∑
n n
R n
n H
i i
Pembagi H
H =
1 1
1 +
− −
=
∑
n n
n T
Pembagi
Keterangan : n
i
= banyaknya pengamatan n = total data
R
i
= jumlah pangkat bebas dalam contoh ke-I t = banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok
H
’
= H terkoreksi
Jika hasil uji Kruskal wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata selanjutnya dilakukan uji lanjut multiple comparison dengan rumus sebagai
berikut Steel dan Torrie, 1991.
6 1
2
k n
Z R
R
p j
i
+ 〉〈
−
α
Keterangan : R
i
= rata-rata ranking perlakuan ke-i R
j
= rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j k = banyaknya ulangan
n = jumlah total data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan 4.1.1 Rendemen
Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui
nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses.
Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk tersebut, begitu pula nilai efektivitas dari produk tersebut
Hadiwiyoto, 1994 yang diacu Amiarso, 2003. Berat awal tulang ikan madidihang basah adalah 12 kg, kemudian tulang
tersebut dibersihkan dari daging yang masih menempel sehingga beratnya menjadi 3 kg. Setelah proses penepungan tepung tulang ikan madidihang yang diperoleh
sebanyak 1975 gram. Rendemen tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan adalah 65,8 . Rendemen tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh kualitas filleting ikan tersebut. Kualitas yang baik dapat dilihat dari sedikitnya daging ikan yang masih menempel pada tulang. Semakin baik
kualitas filleting maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan.
4.1.2 Derajat putih
Tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan memiliki warna putih
susu. Derajat putih yang diukur dengan menggunakan alat whiteness meter untuk
tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman dalam larutan jeruk nipis adalah 64,87 pH 7,03, tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman dalam
larutan jeruk nipis selama 2 jam adalah 65,11 pH 5,65, tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam adalah
68,92 pH 5,58, dan tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam adalah 76,08 pH 5,33. Dengan meningkatnya
waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis derajat putih tepung tulang ikan madidihang lebih cerah. Diduga disebabkan oleh tingkat keasaman tepung tulang
ikan madidihang yang lebih rendah dengan adanya perendaman dalam larutan jeruk nipis. Semakin lama direndam dengan larutan jeruk nipis maka semakin