Analisa Tangki Baja CPO Dan Dibandingkan Dengan Analitis

(1)

ANALISA TANGKI BAJA CPO

DAN DIBANDINGKAN DENGAN ANALITIS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

HELEN NJO

060404068


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISA TANGKI BAJA CPO

DAN DIBANDINGKAN DENGAN ANALITIS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana Teknik Sipil

HELEN NJO

06 0404 068

Pembimbing,

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002

Penguji I Penguji II Penguji III

Ir. Sanci Barus, MT Ir. Ali Umar Ir. Faisal Ezeddin, MS NIP. 19520901 198112 1 001 NIP. 130 702 138 NIP. 19490713 198003 1 001

Diketahui:

Ketua Departemen Teknik Sipil

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan pada program studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, saya sering menemukan beberapa kesulitan dan hambatan. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan ini, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Ing Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil USU dan dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengajaran dan ilmu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini;

2. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil USU;

3. Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku Koordinator Bidang Studi Struktur Teknik Sipil USU dan dosen pembanding yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini;

4. Bapak Ir. Ali Umar selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini;

5. Bapak Ir. Faisal Ezeddin, MS selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini;


(4)

6. Kedua orang tua dan rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan bantuan, masukan, saran, serta kritik yang bersifat membangun.

Akhir kata, saya menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini belum sempurna, baik dari segi isi, bahasa, cara penyusunannya, serta dari segi teori dan analisisnya. Maka dari itu, saya sebagai penyusun memohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam Tugas Akhir ini, dan saya bersedia menerima kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan. Terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2010 Penyusun


(5)

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Oleh karena itu, tangki CPO sebagai tempat penyimpanan minyak sawit mentah (CPO/Crude Palm Oil) banyak dikonstruksikan di Indonedia.

Dalam tugas akhir ini, akan direncanakan struktur dasar tangki (tidak termasuk pondasi serta perlengkapan luar tangki seperti tangga dan bukaan tangki) serta dilakukan analisa gaya-gaya dalam tangki. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai gaya-gaya pada tangki. Dengan demikian, dapat diketahui bagian tangki yang mengalami gaya yang paling besar (paling berbahaya) ketika mengalami pembebanan serta dapat pula diperoleh kombinasi gaya paling besar.

Dengan tangki berdiameter 32 m dan tinggi 18 m yang diisi dengan CPO dan didesain sesuai peraturan API 650 serta dianalisa berdasarkan teori yang dituliskan Timoshenko dan Krieger dalam buku “Theory of Plates and Shells”, diperoleh kesimpulan bahwa gaya dalam paling maksimum didapat pada kombinasi (6) ketika gempa terjadi, kombinasi (1) pada saat tidak ada gempa, dan kombinasi (2) pada saat tangki diuji kelayakannya.


(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... Abstrak ... Daftar Isi ... Daftar Tabel... Daftar Gambar ... Daftar Notasi ... BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Permasalahan ... 1.3 Pembatasan Masalah ... 1.4 Tujuan ... 1.5 Metodologi ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sekilas mengenai Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil / CPO) ... 2.1.1. Komposisi minyak sawit ... 2.1.2. Komposisi dan sifat fisik minyak CPO ... 2.1.3. Penyimpanan minyak CPO ... 2.2. Tangki ...

2.2.1. Ciri-ciri struktur cangkang ... 2.2.2. Jenis-Jenis Tangki ... 2.2.2.1. Tangki di permukaan tanah ...


(7)

2.2.2.2. Tangki menara ... 2.2.3. Teori Umum Cangkang Silindris ... 2.2.4. Teori Tangki Silindris dengan Ketebalan Dinding Seragam ... 2.2.5. Teori Tangki Baja Silindris ... 2.3. Teori Perhitungan Gaya dan Momen serta displacement akibat Beban pada Tangki ...

2.3.1. Element Shell (Cangkang) ... 2.3.1.1. Aplikasi Element Shell di Bidang Rekayasa Konstruksi ... 2.3.1.2. Membran, Pelat dan Cangkang ... 2.3.1.3. Parameter Model Element Shell ... 2.4. Desain Tangki berdasarkan Peraturan API Standar 650 ...

2.4.1. Sambungan (Joint) ... 2.4.1.1. Definisi... 2.4.1.2. Ukuran las ... 2.4.1.3. Batasan dalam Sambungan ... 2.4.1.4. Sambungan yang Umum pada digunakan Tangki ... 2.4.2. Pertimbangan Desain ... 2.4.2.1. Beban-beban ... 2.4.2.2. Faktor desain ... 2.4.2.3. Kapasitas tangki ... 2.4.3. Pertimbangan Khusus ...


(8)

2.4.3.1. Pondasi ... 2.4.3.2. Tebal korosi yang diijinkan... 2.4.3.3. Kondisi layan ... 2.4.3.4. Kekerasan baja ... 2.4.4. Pelat Dasar ... 2.4.5. Pelat Dasar Lingkaran ... 2.4.6. Desain Cangkang Tangki (Badan Tangki) ... 2.4.6.1. Umum ... 2.4.6.2. Tegangan ijin ... 2.4.6.3. Perhitungan Ketebalan dengan Metode 1-Kaki (1-Foot Method) ... 2.4.6.4. Perhitungan Ketebalan dengan Metode Variable-Design-Point ... 2.4.6.5. Perhitungan Ketebalan dengan Analisa Elastik ... 2.4.7. Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Bagian Atas dan Tengah ... 2.4.7.1. Umum ... 2.4.7.2. Tipe Cincin Pengaku ... 2.4.7.3. Pembatasan Cincin Pengaku ... 2.4.7.4. Cincin Pengaku sebagai Tempat Berjalan ... 2.4.7.5. Tumpuan Cincin Pengaku ... 2.4.7.6. Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Atas ... 2.4.7.7. Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Bagian Tengah ... 2.4.8. Atap ...


(9)

2.4.8.1. Definisi... 2.4.8.2. Umum ... 2.4.8.3. Tegangan Ijin ... 2.4.8.3.1. Umum ... 2.4.8.3.2. Ketebalan Minimum ... 2.4.8.4. Atap Konus Berpenopang ... 2.4.8.5. Atap Konus Berpenopang-Tersendiri ... 2.4.8.6. Atap Kubah dan Atap Payung Berpenopang-Tersendiri ... 2.4.9. Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Tangki ... 2.4.9.1. Lingkup Pembahasan ... 2.4.9.2. Kinerja Dasar ... 2.4.9.3. Pergerakan Tanah ... 2.4.9.4. Modifikasi untuk Kondisi Tanah Lokasi Tangki ... 2.4.9.5. Definisi Kelas Tanah ... 2.4.9.6. Koefisien Percepatan Spektrum ... 2.4.9.7. Beban Gempa Rencana ... 2.4.10. Desain Tangki dengan Tekanan Dalam (Tekanan Internal) Kecil ... 2.4.10.1. Ruang Lingkup ... 2.4.10.2. Detail Atap... 2.4.10.3. Tekanan Rencana Maksimum ... 2.4.10.4. Area Tekan Perlu pada Sambungan Atap-ke-Badan Tangki ...


(10)

2.4.10.5. Tekanan di Ambang Keruntuhan (Failure Pressure) ... 2.4.11. Kombinasi Beban ... BAB III APLIKASI

3.1. Pemodelan Tangki ... 3.1.1. Deskripsi Model Tangki ... 3.1.2. Data Geometri Tangki ... 3.2. Pembebanan pada Tangki ... 3.3. Perhitungan Struktur Tangki ... 3.3.1. Perhitungan Ketebalan Badan Tangki ... 3.3.2. Perhitungan Atap Tangki ... 3.3.3. Perhitungan Dimensi Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin pada Tangki... ...

3.3.3.1. Dimensi Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Bagian Atas... 3.3.3.2. Dimensi Cincin Pengaku sebagai Penahan Angin Bagian Tengah ... 3.4. Perhitungan Beban Gempa ... 3.5. Perhitungan Tekanan Internal (Tekanan Dalam) Tangki ... 3.6. Analisa Gaya pada Tangki ... 3.6.1. Analisa Gaya dihitung secara Analitis ... 3.6.2. Analisa Gaya dengan menggunakan Metode Element Hingga (Finite Element Method)... 3.6.3. Kontrol Tegangan ...


(11)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan ... 4.2. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN A (Tabel Hasil Perhitungan cara Analitis) ... LAMPIRAN B (Tabel Hasil Perhitungan cara m.e.h) ... LAMPIRAN C (Perhitungan Ketebalan Cangkang pada Tangki dengan Track Stank sebagai Rangka)...


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Fungsi-Fungsi φ, ψ, θ, dan ζ ... Tabel 2.2 – Tebal Pelat Dasar Lingkaran ... Tabel 2.3. Ketebalan Minimum Pelat ... Tabel 2.4. Material Pelat yang diijinkan dan Tegangan Ijin ... Tabel 2.5 – Section Modulus (cm3) Cincin Pengaku pada Badan Tangki ... Tabel 2.6 – Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia ... Tabel 2.7 – Nilai Fa sebagai Fungsi Kelas Tanah...

Tabel 2.8 – Nilai Fv sebagai Fungsi Kelas Tanah ...

Tabel 2.9 – Faktor Keutamaan (I) dan Pengelompokkan Seismic Use Group... Tabel 2.10 – Faktor Modifikasi Respons untuk Metode ASD ...


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 – Tangki di permukaan tanah ... Gambar 2.1 – Struktur Buah Kelapa Sawit ... Gambar 2.2 – (a) Cangkang Silindris, dan (b) Gaya-Gaya yang terjadi ... Gambar 2.3 – Pipa Silinder ... Gambar 2.4 – Grafik fungsi φ(βx) dan ψ(βx) ... Gambar 2.5 – T angki Silindris dengan Ketebalan Seragam ... Gambar 2.6 – Tangki baja dengan tebal lempeng berbeda-beda ... Gambar 2.7 – Frame dengan Bracing-Eksentris ... Gambar 2.8 – Model link untuk m.e.h ... Gambar 2.9 – Model m.e.h dengan Element Shell ... Gambar 2.10 – Kemungkinan Bentuk Elemen Shell ... Gambar 2.11 – Sambungan Vertikal Badan Tangki ... Gambar 2.12 – Sambungan Horizontal Badan Tangki ... Gambar 2.13A – Sambungan Atap dan Pelat Dasar ... Gambar 2.13B – Metode Untuk Mempersiapkan Pelat Dasar Las-Berimpit Di Bawah Badan Tangki ... Gambar 2.13C – Detail Las Lekukan-Fillet Ganda Untuk Pelat Dasar Lingkaran Dengan Ketebalan Nominal Lebih Besar 13 mm (1/2 inci) ... Gambar 2.14 – Tipe Cincin Pengaku pada Tangki ... Gambar 2.15 – Detail Cincin Tekan yang diijinkan ... Gambar 3.1 – Pemodelan Tangki Dua Dimensi ... Gambar 3.2 – Pemodelan Tangki Tiga Dimensi ...


(14)

Gambar 3.3 – Gambar Atap Tangki dan Proyeksi Memanjang sisi Tangki ... Gambar 3.4 – Gambar Atap Tangki dan Kemiringan Atap ... Gambar 3.5 – Tangki Silindris ... Gambar 3.6 – Arah Positif Gaya Internal F11 dan V23 Element Shell ... Gambar 3.7 – Arah Positif Momen Internal M11 dan M22 Element Shell ... Gambar 3.8 – Penampang Pelat Lapisan Pertama dan Kedua ... Gambar 4.1 – Grafik Kombinasi (1) ... Gambar 4.2 – Grafik Kombinasi (2) ... Gambar 4.3 – Grafik Kombinasi (6) ... Gambar B.1 – Label Titik Sudut dan Area Pelat Baja pada Tangki ... Gambar B.2 – Label Titik Sudut dan Area Pelat Baja pada Tangki ... Gambar C.1 – Tangki dengan Track Stank sebagai Rangka (Tampak Samping) ... Gambar C.2 – Tangki dengan Track Stank sebagai Rangka (Tampak Atas)... Gambar C.3 – Tangki dengan Track Stank sebagai Rangka (Tampak Atas)... Gambar C.4 – Tangki dengan Track Stank sebagai Rangka (Tampak Atas)... Gambar C.5 – Tangki dengan Garis Batas Lapisan Pelat (course) ... Gambar C.6 – Penampang Pelat Pembentuk Badan Tangki ...


(15)

DAFTAR NOTASI

A area yang menahan tekanan dalam (internal) tangki, mm2

Ac koefisien percepatan spektrum respons rencana convective, % g Ai koefisien percepatan spektrum respons rencana impulsive, % g C faktor pengali dalam menentukan nilai x1 dan x2

CA tebal korosi yang diizinkan, mm

D diameter nominal tangki, m

DL beban mati, yaitu berat sendiri tangki ataupun komponen-komponen tangki termasuk juga korosi yang diijinkan.

DLS berat total cangkang dan perlengkapannya (tetapi bukan pelat-pelat atap) yang didukung oeleh badan tangki (shell) dan atap, N

E beban gempa, N (dalam kombinasi beban)

E modulus elastisitas baja, N/mm2

F cairan yang disimpan, yaitu beban yang terjadi ketika tangki diisi cairan dengan berat jenis yang telah direncanakan dan cairan tersebut diisi sampai batas ketinggian yang telah direncanakan.

Fa koefisien percepatan gempa pada lokasi tangki (pada periode 0,2 detik) Fv koefisien kecepatan gempa pada lokasi tangki (pada periode 1 detik) G berat jenis rencana cairan yang disimpan, N/mm3

h1 ketinggian dari lapisan dasar cangkang, mm

H ketinggian maksimum rencana cairan, m

Ht tes hidrostatik, yaitu beban yang terjadi ketika tangki diisi air sampai ke batas ketinggian yang direncanakan.


(16)

H1 jarak vertikal antara penahan angin bagian tengah dan sudut puncak

cangakang atau penahan angin atas untuk tangki terbuka, m

H2 tinggi badan tangki termasuk freeboard (lambung bebas minimum) di atas

ketinggian pengisian maksimum sebagai panduan untuk atap melayang (floating roof), m

I faktor keutamaan, ditentukan dengan Seismic Use Group K faktor pengali dalam menentukan nilai x1 dan x2

L faktor penentu jenis metode yang digunakan untuk menghitung ketebalan pelat

Lr beban hidup atap minimum, kPa M momen angin, N-m

Mx momen pada sumbu x, N-mm/mm

momen pada sumbu z (tegak lurus sumbu x), N-mm/mm

Nφ gaya normal pada arah z (tegak lurus sumbu x), N/mm

P tekanan dalam rencana, kPa

Pf tekanan dalam (internal) tangki di ambang keruntuhan, kPa Pi tekanan dalam (internal) rencana tangki, kPa

Pmaks tekanan rencana maksimum, kPa

Pt tekanan percobaan yang dibebankan pada tangki pada saat uji kelayakan, kPa

Pe tekanan luar (eksternal) tangki, kPa

Q faktor pengukur (scaling factor) dari MCE untuk menentukan nilai percepatan spektrum rencana


(17)

r jari-jari nominal tangki, mm

rr jari-jari atap, m

Rwi faktor reduksi gaya pada kondisi impulsive, menggunakan metode ASD Rwc faktor reduksi gaya pada kondisi convective, menggunakan metode ASD Sd tegangan ijin maksimum produk, MPa

SP parameter percepatan puncak muka tanah untuk daerah yang tidak sesuai dengan metode ASCE 7, % g

SS parameter percepatan spektrum respons dengan redaman sebesar 5% dan beban gempa maksimum rencana sesuai peta pada periode singkat (0,2 detik), % g

St tegangan tes hidrostatik ijin maksimum, MPa

S0 parameter percepatan spektrum respons dengan redaman sebesar 5% dan

beban gempa maksimum rencana sesuai peta pada periode 0 detik (percepatan puncak muka tanah maksimum untuk struktur kaku), % g

S1 parameter percepatan spektrum respons dengan redaman sebesar 5% dan

beban gempa maksimum rencana sesuai peta pada periode 1 detik, % g

t ketebalan cangkang minimum, mm

taktual ketebalan yang telah direncanakan dari lempeng badan tangki untuk

setiap lebar yang di-transpose yang akan diperhitungkan, mm

tb ketebalan pelat lingkaran, mm td ketebalan cangkang rencana, mm

tdx ketebalan minimum lapisan pelat di atas pelat lapisan pertama pada kondisi desain, mm


(18)

tL ketebalan lapisan bawah pada sambungan melingkar, tidak termasuk tebal korosi yang diijinkan, dalam mm

tpd ketebalan awal pelat pada kondisi desain sebelum menghitung t1d (diperoleh dengan menggunakan Metode 1-Kaki), mm

tpt ketebalan awal pelat pada kondisi tes hidrostatik sebelum menghitung t1t (diperoleh dengan menggunakan Metode 1-Kaki), mm

tseragam ketebalan yang telah direncanakan dari lempeng puncak badan tangki,

mm

tt ketebalan cangkang tes hidrostatis, mm

ttx ketebalan minimum lapisan pelat di atas pelat lapisan pertama pada kondisi tes hidrostatik, mm

tu ketebalan lapisan atas pada sambungan melingkar (tidak termasuk korosi yang diijinkan), mm

t1 ketebalan lapisan dasar cangkang yang diperhitungkan dikurangi

ketebalan tambahan dikarenakan korosi yang diijinkan (untuk menghitung nilai t2), mm

t1d ketebalan pelat lapisan dasar pada kondisi desain (digunakan pada saat menghitung ketebalan pelat dengan Metode Variable-Design-Point), mm

t1t ketebalan pelat lapisan dasar pada kondisi tes hidrostatik (digunakan pada saat menghitung ketebalan pelat dengan Metode Variable-Design-Point), mm

t2 ketebalan rencana minimum lapisan cangkang kedua, mm

t2a ketebalan lapisan cangkang kedua tidak termasuk tebal korosi yang diijinkan, mm


(19)

T kombinasi beban paling besar antara kombinasi (5a) dan (5b), kPa

Tc periode natural akibat kondisi convective (pergolakan cairan – sloshing), detik

TL periode transisi untuk waktu pergerakan muka tanah yang lebih yang bergantung pada letak suatu daerah lokasi tangki, detik

kecepatan rambat gelombang geser rata-rata, m/s

V kecepatan angin rencana, km/jam (dalam perhitungan cincin pengaku)

V gaya geser dasar rencana maksimum, N (dalam perhitungan gaya gempa)

Vc gaya geser dasar rencana disebabkan oleh komponen convective dari berat pergolakan cairan (sloshing) efektif, N

Vi gaya geser dasar rencana disebabkan oleh komponen impulsive dari berat efektif tangki dan isinya

w lendutan, mm

W lebar sebenarnya dari setiap lempeng badan tangki, mm (dalam perhitungan ketebalan pelat)

W beban angin, kPa (dalam kombinasi beban)

Wc berat efektif convective (pergolakan – sloshing) bagian cairan, N Wf berat lantai tangki, N

Wi berat efektif impulsive cairan, N

Wr berat total atap tangki permanen beserta perlengkapannya, baik permanen ataupun tidak permanen, N

Ws berat total tangki dan perlengkapannya, N

Wtr lebar yang telah di-transpose dari setiap lempeng badan tangki, mm x1, x2, x3 jarak variable design point dari dasar lapisan tangki


(20)

x nilai terkecil dari x1, x2, x3 (pada perhitungan tebal tangki)

x posisi gaya yang terjadi sepanjang sumbu x dihitung dari dasar tangki, mm (pada perhitungan gaya-gaya dalam tangki)

Z section modulus minimum perlu, cm3

dw/dx sudut putar, rad

β faktor pengali dalam menentukan nilai-nilai gaya dalam, mm

γ berat jenis cairan, N/mm3

v poisson ratio

σ tegangan normal pelat, MPa

σmaks tegangan normal maksimum pelat, MPa τ tegangan geser pelat, MPa

θ sudut elemen konus terhadap sumbu horizontal, derajat

tan θ kemiringan atap, dituliskan dalam besaran desimal

φ(βx) koefisien pengali dalam menentukan nilai-nilai gaya dalam

ψ (βx) koefisien pengali dalam menentukan nilai-nilai gaya dalam

θ (βx) koefisien pengali dalam menentukan nilai-nilai gaya dalam


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia (id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit), oleh karena itu, tangki CPO (Crude Palm Oil / Minyak Sawit Mentah) banyak dikonstruksikan di Indonesia sebagai tempat penyimpanan minyak sawit mentah yang selanjutnya akan mengalami proses pengolahan lebih lanjut.

Tangki digolongkan sebagai struktur bukan bangunan. Meskipun demikian, tangki tetap harus direncanakan dengan baik terutama untuk menahan gaya gempa yang mungkin terjadi. Jika tangki tidak direncanakan dengan baik, maka kerusakan pada tangki dapat mengakibatkan kerugian jiwa maupun materi yang cukup besar. (STRUCTURE magazine, 2007: 22)

Tangki terdiri dari tipe yang berbeda berdasarkan jenis material konstruksi, tipe penyimpanan, dan bahkan lokasi penyimpanan. Setiap jenis tangki tersebut didasarkan pada peraturan dan metodologi perencanaan yang berbeda. Untuk tangki-tangki yang terbuat dari pelat-pelat baja yang disatukan dengan cara dilas dan digunakan untuk menyimpan minyak, perencanaannya adalah berdasarkan ASCE 7-05 terbaru, yang juga mengacu pada peraturan AWWA D100 yang dipublikasikan oleh American Water Work Association

(AWWA) dan peraturan API 650 yang dipubikasikan oleh American Petroleum Institute (API). (STRUCTURE magazine, 2007: 22)


(22)

Tangki penyimpanan cairan, yang telah ada dalam dunia konstruksi selama berabad-abad, akhir-akhir ini telah menjadi topik pembicaraan utama dalam dunia teknik gempa. Salah satu contohnya adalah keretakan pada bendungan beton berkapasitas 5 juta galon di Westminister, California, pada tanggal 21 September 1998 yang mengakibatkan kerugian yang hampir mencapai 27 juta dolar. Contoh yang lain adalah banyaknya tangki baja las tempat penyimpanan minyak di Alaska yang mengalami kebocoran dikarenakan oleh gempa tahun 1964. Hal yang sama juga terjadi di Padang yang disebabkan oleh Gempa Padang tanggal 30 September 2009. (STRUCTURE magazine, 2007: 22)

Ketahanan tangki air, minyak, ataupun bahan kimia dan bendungan terhadap gempa sangat penting bagi masyarakat. Persediaan air sangat penting untuk mengendalikan kebakaran yang umum terjadi pada saat gempa dan bisa menyebabkan kerusakan dan korban jiwa yang lebih besar daripada gempa itu sendiri. Tangki minyak yang rusak (bocor) bisa menyebabkan terjadinya kebakaran besar yang sangat sulit untuk diatasi. Sedangkan tangki berisi bahan kimia yang mengalami kebocoran dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup fatal. (STRUCTURE magazine, 2007: 22)

Oleh karena sebab-sebab inilah, pada tugas akhir ini akan dibahas dan dilakukan analisa gaya-gaya yang terjadi dalam tangki (untuk tugas akhir ini, jenis cairan yang dipilih adalah minyak sawit mentah) dengan desain tangki yang berdasarkan peraturan API 650 dan analisa gaya yang berdasarkan buku “Theory of Plates and Shells” karangan Timoshenko dan Krieger (1959).


(23)

1.2Permasalahan

Di Indonesia, tangki, termasuk diantaranya tangki CPO, semakin banyak dibangun. Akan tetapi, di Indonesia sendiri, peraturan tersendiri mengenai tata cara perencanaan tangki hampir tidak ada. Satu-satunya peraturan tentang tata cara perencanaan tangki di Indonesa adalah SNI 13-3501-2002 dengan judul “Tangki Baja Las untuk Penimbun Minyak” yang direvisi dari SNI 13-3501-1994 dengn judul yang sama dan SNI ini merupakan adopsi dari API Standar 650 (Welded Steel Tank for Oil Storage) dengan tingkat kesetaraan identik dan metode adopsi terjemahan.

Dalam peraturan API Standar 650, dijelaskan secara rinci mengenai tata cara perencanaan (desain) tangki baja las. Dan dalam buku “Theory of Plates and Shells” karangan Timoshenko dan Krieger (1959) terdapat formula-formula yang diperlukan untuk menghitung gaya, momen, serta displacements yang terjadi akibat beban pada tangki. Maka, analisa gaya akan dilakukan dengan mendesain terlebih dahulu struktur tangki berdasarkan peraturan API 650 dan kemudian dilanjutkan dengan perhitungan gaya, momen, dan displacements berdasarkan buku “Theory of Plates and Shells”.

Berdasarkan peraturan API Standar 650 Adendum 4 (2005), beban-beban yang mungkin terjadi pada tangki adalah beban-beban mati (berat sendiri tangki), beban cairan yang disimpan dalam tangki, beban air (untuk tes hidrostatik), beban hidup atap minimum, angin, tekanan dalam rencana, tekanan percobaan, tekanan luar rencana, dan beban gempa, dengan kombinasi pembebanan sebagai berikut:


(24)

2) DL + (Ht + Pt)

3) DL + W + 0,4Pi

4) DL + W + 0,4Pe

5) a) DL + (Lr atau S) + 0,4Pe

b) DL + Pe + 0,4(Lr atau S)

6) DL + F + E + 0,1S + 0,4Pi

Dimana: DL = beban mati

F = cairan yang disimpan dalam tangki

Ht = tes hidrostatik

Lr = beban hidup atap minimum W = angin

Pi = tekanan dalam rencana Pt = tekanan percobaan Pe = tekanan luar rencana E = beban gempa

Dengan memasukkan nilai-nilai pembebanan tersebut ke dalam formula dalam buku “Theory of Plates and Shells” untuk cangkang silindris (tangki), maka akan diperoleh nilai-nilai displacement, momen (M), gaya geser (Q), dan gaya normal (N).

1.3Pembatasan Masalah

Ruang lingkup pembahasan Tugas Akhir ini dibatasi pada :

1) Tangki yang akan dibahas adalah tangki berbentuk silinder yang duduk di atas permukaan tanah dengan diameter tangki 32 m dan tinggi tangki 18 m.


(25)

Minyak Sawit

BJ = 0,924

D

H

Dimana : D = diameter tangki H = tinggi tangki

Gambar 1.1 – Tangki di permukaan tanah

Catatan : pembatasan besar diameter dan tinggi tangki berdasarkan peraturan API 650

2) Pondasi tangki tidak akan dihitung.

3) Buckling (tekuk) pada badan tangki diabaikan.

4) Desain tangki dan juga gaya-gaya yang diakibatkan oleh gempa akan didasarkan pada peraturan API standar 650 edisi ke-10.

5) Pada saat gempa terjadi, yang paling membahayakan adalah goncangan air (sloshing) yang terjadi dalam tangki akibat gaya gempa. Akan tetapi, hal ini tidak dibahas dalam Tugas Akhir ini.

6) Selain pengaruh goncangan air akibat gempa, sambungan las juga mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap ketahanan tangki. Akan tetapi, hal ini juga tidak dibahas dalam Tugas Akhir ini. Yang akan dibahas mengenai sambungan las hanyalah jenis-jenis sambungan las yang


(26)

umum dipakai dalam konstruksi tangki dan ukuran minimum las yang diijinkan.

7) Analisa gaya secara analitis pada tangki akan dilakukan berdasarkan buku “Theory of Plates and Shells” karangan Timoshenko dan Krieger (1959). 8) Metode Element Hingga (Finite Element Method) hanya digunakan sebagai

kontrol hasil yang diperoleh dari analitis.

1.4Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

a) Mendesain tangki CPO berdasarkan peraturan API standar 650.

b) Melakukan analisa gaya yang terjadi pada tangki CPO dengan menggunakan formula-formula yang terdapat dalam buku “Theory of Plates and Shells” karangan Timoshenko dan Krieger (1959).

c) Menghasilkan kesimpulan yang dapat membantu pengguna bukan dalam hal mendesain saja tetapi juga untuk menuntun pengguna untuk mendapatkan gambaran mengenai gaya-gaya yang terjadi pada tangki.

1.5Metodologi

Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan tugas akhir ini adalah dengan melakukan kajian literatur dan mendesain serta melakukan analisa gaya yang terjadi pada tangki CPO. Gaya-gaya serta momen akan diperhitungkan dengan cara analitis yang kemudian akan dikontrol dengan menggunakan Metode Element Hingga (Finite Element Method).


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Sekilas mengenai Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil / CPO)

Minyak sawit (Elaeis guineensis) pertama kali berasal dari hutan hujan tropis di Afrika Barat. Pengolahan minyak sawit mentah menjadi minyak sawit yang bisa dimakan telah dilakukan di Afrika sejak ribuan tahun yang lalu dan minyak ini telah menjadi bumbu dasar untuk hampir sebagian besar masakan tradisional Afrika. (FAO Agricultural Service Bulletin 148)

Minyak sawit mulai dikenal di luar daerah Afrika sejak abad ke-14 sampai abad ke-17. Pada saat itu, beberapa buah kelapa sawit dibawa ke Amerika dan kemudian ke daerah Timur. Setelah beberapa lama, diketahui bahwa tanaman kelapa sawit tumbuh lebih subur di daerah Timur, dan hal ini menyebabkan daerah Timur menjadi tempat produksi komersial terbesar dari tanaman ekonomis ini. (FAO Agricultural Service Bulletin 148)

2.1.1. Komposisi minyak sawit

Minyak sawit diekstrak dari mesokarp (daging buah) kelapa sawit

Elaeis guineensis. Minyak sawit merupakan bahan baku oleokimia karena mengandung lemak alkohol, metil ester, dan asam lemak. (Setyono dan Soetarto, 2008 : 223 - 226)

Hampir 70 – 80% dari berat buah adalah mesokarp dan sekitar 45 – 50% dari mesokarp ini adalah minyak. Bagian lain dari buah meliputi cangkang, inti buah (kernel), lengas, dan serat tanpa lemak lainnya. Minyak


(28)

yang diekstrak dikenal sebagai minyak sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO). (www.andrew.cmu.edu/user/jitkangl)

Gambar 2.1 Struktur Buah Kelapa Sawit (FAO Agricultural Service Bulletin 148) 2.1.2. Komposisi dan sifat fisik minyak CPO

Minyak CPO terdiri dari fraksi padat yang merupakan asam lemak jenuh (miristat 1%; palmitat 45%; stearat 4%) serta fraksi cair yang merupakan asam lemak tidak jenuh (oleat 39%; linoleat 11%). CPO Indonesia mempunyai kualitas rendah karena hampir 90% tidak mengandung β karoten (C40H56 BM (Berat Molekul): 536,85) yang larut dalam minyak

dan menyebabkan warna kuning/jingga. Sifat fisik CPO adalah warna orange/jingga, bau khas, bentuk pasta, kadar air: 3,7589x10-3 mL/g CPO, indeks bias 1,4692, massa jenis 0,8948 g/mL dengan kelarutan pada eter dan cukup larut dalam aseton, sedikit larut dalam etanol dan tidak larut dalam air payau. (Setyono dan Soetarto, 2008: 223 - 226)

2.1.3. Penyimpanan minyak CPO

Minyak CPO, sebelum mengalami pengolahan lebih lanjut, disimpan dalam tangki penyimpanan CPO (tangki baja las). Karena peningkatan laju


(29)

oksidasi dipengaruhi oleh temperatur, maka temperatur penyimpanan minyak CPO dalam tangki dipertahankan sekitar 50˚C (40 – 60˚C) untuk mencegah pemadatan dan fraksinasi. Kontaminasi zat besi dari tangki penyimpanan mungkin bisa terjadi apabila bagian dalam tangki tidak dilapisi dengan lapisan pelindung yang cocok. (FAO Agricultural Service Bulletin 148)

2.2.Tangki

Tangki termasuk struktur cangkang tipis. Struktur cangkang tipis adalah nama yang diberikan pada struktur yang bagian utamanya terdiri dari pelat dan lembaran baja, yang membentuk cangkang baja. Struktur cangkang tipis ini digunakan untuk menyimpan ataupun mengolah gas, cairan, atau material lepas lainnya. Struktur cangkang dibedakan menjadi :

1) Penampung gas: untuk menyimpan dan mendistribusikan gas;

2) Tangki dan bendungan: untuk menyimpan air, hasil minyak, dan jenis cairan lainnya;

3) Gudang: sebagai tempat penyimpanan material lepas (bijih tambang, batubara, semen, dan lain-lain);

4) Struktur khusus dari besi dan baja, industri kimia dan industri cabang lainnya (tanur tinggi, alat pemanas dengan tenaga gas, berbagai peralatan kimia ukuran besar, dan lain-lain);

5) Pipa berdiameter besar dan pipa saluran yang terbuat dari besi dan baja. (Mukhanov, 1968: 454)

Akan tetapi, pada tugas akhir ini, jenis struktur cangkang yang akan dibahas hanyalah tangki dan akan dibatasi untuk tangki di permukaan tanah.


(30)

2.2.1. Ciri-ciri struktur cangkang

Cangkang baja digunakan bukan hanya sebagai bagian dari berbagai bantalan penahan beban, tetapi juga sebagai wadah, bergantung pada berat jenis baja serta kekedapan udara dan air dari struktur baja tersebut. (Mukhanov, 1968: 454)

Struktur baja dalam kasus pada umumnya adalah bentuk revolusi dari cangkang (cangkang silindris, berbentuk bola ataupun berbentuk kerucut, dan sebagainya), sebagai contohnya, bentuk-bentuk cangkang ini memiliki keuntungan yang paling besar untuk memikul beban-beban yang disebabkan oleh gas dan cairan. (Mukhanov, 1968: 454)

Dimensi cangkang biasanya lebih besar dari ukuran-ukuran railway

(railway clearance gauges) yang diizinkan dan, dikarenakan oleh hal tersebut, pekerjaan yang dilakukan di pabrik hanya terbatas pada proses pembuatan bahan yang setengah selesai (lempengan dan pelat yang akan digunakan, detail struktur, dan sebagainya), pekerjaan yang tersisa dilaksanakan di lapangan. Hal ini meningkatkan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pembuatan dan pemasangan struktur cangkang. Di samping itu, kebutuhan penggulungan pelat untuk membentuk sebuah bola dan permukaan lain yang mempunyai kelengkungan di kedua arah adalah sebab dari kesulitan dalam pembuatan yang mengakibatkan peningkatan biaya dari pembuatan bagian-bagian struktur. Karakteristik utama dari struktur cangkang, yang hampir semata-mata merupakan struktur yang dilas, adalah panjang las yang sangat besar. Hal ini adalah akibat dari lebar gulungan lempengan baja yang relatif kecil. (Mukhanov, 1968: 454 - 455)


(31)

Ukuran standar lempengan/pelat baja adalah 1.800-2.300 mm. (API Standard 650, 2005: 3-6)

2.2.2.Jenis-Jenis Tangki

Tangki sebagai tempat penyimpanan cairan dapat dibedakan menjadi dua jenis menurut cara perletakannya, yaitu jenis tangki di permukaan tanah dan jenis tangki menara. (Mukhanov, 1968: 466)

2.2.2.1. Tangki di permukaan tanah

Tangki silinder di permukaan tanah dengan dasar yang rata ditempatkan di atas bantalan tanah yang dipadatkan, digunakan sebagai tempat penyimpanan produk minyak. (Mukhanov, 1968: 466)

Selama masa penyimpanan produk minyak, terjadi evaporasi (penguapan) dalam tangki, yang kemudian gas-gas ini akan mengumpul di bawah atap tangki. Banyaknya evaporasi yang terjadi ini bervariasi tergantung pada perubahan temperatur dan lama pengisian ataupun pengosongan tangki, dan evaporasi (penguapan) yang terjadi tentu akan menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah volume produk minyak. Untuk mengurangi kehilangan yang terjadi akibat evaporasi, tangki dengan berbagai tipe dipergunakan. (Mukhanov, 1968: 466)

Untuk penyimpanan produk minyak dengan berat jenis ringan yang mempunyai tekanan penguapan kecil (kerosin, bahan bakar diesel, dan sebagainya) dan juga produk-produk minyak olahan, tangki yang digunakan adalah tangki bertekanan rendah dengan tekanan internal sebesar 200 mm w.g. (0,02 kg/cm2) dan kekedapan udara ijin sebesar 25 mm w.g. (Mukanov, 1968: 466)


(32)

Untuk penyimpanan produk minyak dengan tekanan penguapan tinggi (berbagai jenis bahan bakar, berbagai jenis minyak, dan sebagainya), diperlukan penggunaan tangki silinder bertekanan lebih tinggi (0,2 – 0,3 kg/cm2). Tangki dengan pontoon ataupun dengan atap tidak tetap (floating roof) juga dapat digunakan. (Mukanov, 1968: 467)

Tangki di permukaan tanah pada subbab inilah yang akan dibahas pada tugas akhir ini.

2.2.2.2. Tangki menara

Tangki yang ditempatkan di atas menara terutama didesain dengan tujuan untuk persediaan air dan mempunyai kapasitas yang bervariasi dari 100 sampai 3.000 meter kubik. Ciri-ciri yang membedakan jenis tangki menara dengan tangki di permukaan tanah adalah bentuk bagian bawah tangki. Seperti yang telah tercatat dalam peraturan, bentuk bagian bawah tangki menara adalah bentuk revolusi sebuah bentuk cangkang yang tidak sempurna, ataupun kombinasi dari bentuk cangkang tersebut. Desain tangki dengan bagian bawah rata untuk tangki menara tidak akan memberikan hasil yang baik, dengan melihat bahwa bentuk dasar yang demikian akan menyebabkan dibutuhkannya balok penopang yang besar untuk menahan tekuk. (Mukhanov, 1968: 476)

2.2.3. Teori Umum Cangkang Silindris

Menurut Timoshenko dan Krieger dalam buku Theory of Plates and Shells (1959: 466 - 471), dalam aplikasi praktis, sering dijumpai masalah-masalah mengenai cangkang silindris yang berkaitan dengan gaya-gaya yang terdistribusi secara simetris dengan sumbu silinder. Beberapa hal yang


(33)

termasuk dalam masalah-masalah tersebut antara lain distribusi tegangan dalam boiler silindris disebabkan oleh tekanan uap dalam boiler, tegangan-tegangan dalam silinder penampung dengan sumbu vertikal yang disebabkan oleh tekanan cairan dalam silinder, dan tegangan-tegangan pada pipa bulat dengan tekanan internal yang merata.

Untuk mendapatkan persamaan-persamaan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah ini, perlu dimisalkan suatu elemen, seperti yang terdapat dalam Gambar 2.2 (a) dan (b), dan persamaan-persamaan kesetimbangan. Dari Gambar 2.2(b), dapat disimpulkan bahwa gaya geser membran Nxφ = Nφx sehingga kedua gaya tersebut saling meniadakan, bahwa

(a)

(b)

Gambar 2.2 (a) Cangkang Silindris, dan (b) Gaya-Gaya yang terjadi (Timoshenko dan Krieger, 1959: 457)

gaya adalah konstan di keliling cangkang silindris, dan juga bahwa, untuk gaya geser pada arah melintang, hanya gaya Qx yang tidak hilang. Dengan menganggap momen juga bekerja pada elemen cangkang silindris, seperti pada Gambar 2.2(b), dapat disimpulkan juga bahwa momen puntir Mxφ =


(34)

adalah konstan pada sekeliling cangkang. Dikarenakan keadaan simetri tersebut, tiga dari enam persamaan kesetimbangan elemen tersebut telah terpenuhi secara identik, dan, oleh sebab itu, hanya tersisa tiga persamaan yang perlu dipertimbangkan, yang diperoleh dengan cara memproyeksikan gaya-gaya ke sumbu x dan sumbu z, dan momen ke sumbu y. Dengan mengasumsikan gaya luar yang terjadi hanya diakibatkan tekanan normal ke permukaan, ketiga persamaan kesetimbangan tersebut adalah sebagai berikut:

Persamaan pertama menunjukkan bahwa gaya Nx adalah konstan, dan untuk penjelasan selanjutnya akan dianggap bahwa gaya tersebut adalah sama dengan nol. Kedua persamaan yang tersisa dapat disederhanakan menjadi persamaan di bawah ini:

Dua persamaan ini mengandung tiga variabel: Nφ, Qx, dan Mx. Untuk menyelesaikan permasalahan, maka perlu dipertimbangkan titik perpindahan pada permukaan tengah cangkang.

Dari kesimetrisan gambar, dapat disimpulkan bahwa komponen v dari perpindahan dalam arah melingkar menghilang. Sehingga yang tersisa


(35)

hanyalah komponen u dan w pada arah x dan y. Maka rumus untuk komponen regangan dapat ditulis:

Dengan mengaplikasikan Hukum Hooke, maka diperoleh:

Dari persamaan pertama dari persamaan-persamaan di atas, dapat didapatkan persamaan berikut:

Dan persamaan yang kedua memberikan:

Dengan mempertimbangkan momen tekuk, dapat disimpulkan dari Gambar 2.2(b) bahwa tidak terdapat perubahan lengkungan pada arah melingkar. Lengkungan pada arah x adalah sama dengan –d2w/dx2. Dengan menggunakan persamaan yang sama dengan pelat, maka diperoleh:

dimana:


(36)

Dengan melihat kembali persamaan (b) dan menghilangkan Qx dari persamaan, maka diperoleh:

dan dengan menggunakan persamaan (f) dan (g), diperoleh:

Dengan demikian, semua masalah deformasi simetris dari cangkang silindris dapat disederhanakan menjadi integral dari persamaan (1).

Aplikasi paling sederhana dari persamaan ini diperoleh ketika ketebalan dari cangkang adalah konstan. Dalam kondisi demikian, persamaan (1) menjadi:

Dengan menggunakan notasi:

persamaan (1) dapat disederhanakan sebagai berikut:

Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah:

Dimana f(x) adalah penyelesaian partikular dari persamaan (4), dan C1, . . . ,

C4 adalah konstanta integrasi yang harus ditentukan pada setiap kasus dan


(37)

Ambil, sebagai sebuah contoh, sebuah pipa bulat yang mengalami momen lentur M0 dan gaya lintang Q0 dimana keduanya didistribusikan seragam sepanjang tepi x = 0 (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Pipa Silinder (Timoshenko dan Krieger, 1959: 469)

Pada kasus ini tidak terdapat gaya Z yang dibebankan pada permukaan shell, dan f(x) = 0 pada penyelesaian umum (5). Karena gaya-gaya yang diaplikasikan pada ujung x = 0 menghasilkan tekuk lokal yang nilainya mengecil seiring dengan bertambahnya jarak dari ujung dibebani, dapat disimpulkan bahwa syarat pertama sebelah kanan dari persamaan (5) harus dihilangkan. Maka dari itu, C1 = C2 = 0, dan diperoleh:

Dengan mensubstitusi persamaan (g) untuk mencari w, dari kondisi-kondisi ujung ini dapat diperoleh:


(38)

Karena itu, persamaan akhir untuk mencari w adalah:

Lendutan maksimum diperoleh pada ujung yang dibebani, yaitu:

Tanda negatif untuk lendutan ini dikarenakan w dianggap bernilai positif jika searah dengan sumbu silinder. Sudut putar paada ujung yang dibebani diperoleh dengan menurunkan persamaan (6).

Dengan memisalkan pemisalan seperti berikut:

persamaan-persamaan untuk menghitung lendutan dan hasil turunannya dapat dituliskan menjadi bentuk yang lebih sederhana seperti di bawah ini:


(39)

Tabel 2.1. Tabel Fungsi-Fungsi φ, ψ, θ, dan ζ (Timoshenko dan Krieger, 1959: 472)


(40)

Tabel 2.1. Tabel Fungsi-Fungsi φ, ψ, θ, dan ζ (Sambungan) (Timoshenko dan Krieger, 1959: 473)

Nilai-nilai numerik untuk fungsi-fungsi φ(βx), ψ(βx), θ(βx), dan ζ(βx)

diberikan dalam Tabel (1). Fungsi-fungsi φ(βx) dan ψ(βx) diperlihatkan dalam bentuk grafik dalam Gambar 2.4. dapat dilihat dari kurva dan dari Tabel 2.1 bahwa fungsi-fungsi yang mendefinisikan lenturan dari shell


(41)

Gambar 2.4. Grafik fungsi φ(βx) dan ψ(βx) (Timoshenko dan Krieger, 1959: 470)

Jika momen Mx dan lendutan w didapat dari persamaan (10), momen lentur diperoleh dari bagian pertama persamaan (f), dan nilai dari gaya dari persamaan (e).

2.2.4. Teori Tangki Silindris dengan Ketebalan Dinding Seragam

Menurut Timoshenko dan Krieger dalam buku Theory of Plates and Shells (1959: 485 - 487), jika tangki mengalami tekanan cairan seperti yang terlihat pada Gambar 2.5, tegangan yang terjadi pada dinding tangki dapat dianalisa dengan menggunakan persamaan (4). Gaya yang terjadi pada tangki adalah:

dimana γ adalah berat per unit volume cairan, dan dengan mensubsitusikan gaya ini ke persamaan (4), maka diperoleh:


(42)

Gambar 2.5. Tangki Silindris dengan Ketebalan Seragam (Timoshenko dan Krieger, 1959: 475)

Penyelesaian partikular dari persamaan (b) adalah:

Persamaan ini mewakili pelebaran radial dari cangkang silindris dengan ujung bebas dan dipengaruhi oleh tegangan hoop. Dengan mensubstitusikan persamaan (c) sebagai ganti f(x) pada persamaan (5) akan diperoleh penyelesaian lengkap dari persamaan (b):

Pada kebanyakan kasus yang praktis, ketebalan dinding tangki h

adalah kecil dibandingkan dengan jari-jari tangki a dan kedalaman tangki d, maka dapat diasumsikan bahwa tangki mempunyai panjang yang tak berhingga. Maka konstanta C1 dan C2 sama dengan nol, dan diperoleh:


(43)

Konstanta C3 dan C4 dapat diperoleh dari kondisi dasar tangki. Dengan

mengasumsikan tepi bawah dari dinding tangki dibangun menjadi pondasi yang kaku sempurna, maka kondisi ujung-nya adalah sebagai berikut:

Dari persamaan-persamaan ini diperoleh:

Persamaan (d) kemudian menjadi:

dimana, dengan menggunakan notasi pada persamaan (9), diperoleh:

Dari persamaan ini, lendutan di titik manapun pada dinding tangki dapat dihitung. Maka, gaya Nφ pada arah melingkar adalah sebagai berikut:


(44)

Dengan diperolehnya persamaan (f) dan (g), tegangan maksimum pada titik manapun dalam setiap kasus tertentu dapat dikalkulasi. Momen lentur mempunyai nilai terbesar pada dasar tangki, dimana nilai momen tersebut sama dengan:

Hasil yang sama dapat diperoleh dengan mengunakan solusi (7) dan (8). Dengan memisalkan tepi paling bawah dari cangkang adalah bebas, dari persamaan (i) dapat diperoleh:

Untuk mengeliminasi perpindahan dan rotasi ujung ini sehingga memnuhi kondisi ujung pada dasar tangki, suatu gaya lintang Q0 dan momen lentur M0 harus diterapkan seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. besarnya setiap angka ini diperoleh dengan menyetarakan persamaan (7) dan (8) dengan persamaan (i) yang diambil dengan tanda yang terbalik. Hal ini memberikan persamaan:

Dari persamaan-persamaan ini, dapat diperoleh kembali persamaan (h) untuk


(45)

Catatan: tanda negatif pada persamaan gaya lintang ini mengindikasikan bahwa arah Q0 yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 berlawanan dengan yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 ketika diturunkan dari persamaan (7) dan (8). 2.2.5. Teori Tangki Baja Silindris

Menurut Timoshenko dan Krieger dalam buku Theory of Plates and Shells (1959: 487), pada pembangunan tangki baja, lembaran baja dengan ketebalan yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 sering kali digunakan. Ketika menerapkan penyelesaian partikular (c) pada setiap bagian dengan ketebalan yang sama, ditemukan bahwa perbedaan ketebalan menimbulkan ketidaksinambungan dalam perpindahan w1

sepanjang sambungan mn dan m1n1.

Gambar 2.6. Tangki baja dengan tebal lempeng berbeda-beda (Timoshenko dan Krieger, 1959: 487)

Ketidaksinambungan ini, bersama dengan perpindahan pada dasar ab, dapat dihapuskan dengan mengaplikasikan momen dan gaya lintang. Misalkan bahwa dimensi vertikal dari setiap bagian cukup besar sehingga pemakaian formula-formula untuk shell besar tak berbatas dapat dibenarkan, maka dapat momen dan gaya geser tak berkesinambungan tersebut dapat dihitung seperti sebelumnya dengan menggunakan persamaan (7) dan (8) dan


(46)

menerapkan pada setiap sambungan dua kondisi bahwa bagian shell yang berbatasan mempunyai lendutan dan garis singgung yang sama. Jika penggunaan persamaan (7) dan (8) yang diturunkan untuk tangki dengan panjang tak berbatas tersebut tidak dapat dibenarkan, maka penyelesaian umum dengan empat konstanta intergrasi harus diterapkan untuk setiap bagian tangki. Penetapan nilai konstanta dalam keadaan demikian menjadi jauh lebih rumit, dikarenakan fakta bahwa setiap sambungan tidak dapat diperlakukan secara independen menyebabkan harus diperlukannya penyelesaian dari sistem dengan persamaan yang menerus (simultaneous equations). Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan metode perkiraan (Metode ini diberikan oleh C. Runge, Z dalam Math. Physik, vol. 51 (1904: 254) dan diaplikasikan oleh K. Girkmann dalam suatu desain tangki las besar; lihat Stahlbau, vol. 4 (1931: 25).

2.3. Teori Perhitungan Gaya dan Momen serta displacement akibat Beban pada Tangki

Gaya-gaya dan momen yang terjadi akibat beban pada tangki dapat dihitung dengan dua cara, yaitu dengan cara analitis dan cara komputerisasi. Perhitungan gaya (gaya geser dan gaya normal) dan momen serta displacement dalam tangki secara analitis telah dijelaskan dalam subbab 2.2.3, 2.2.4, dan 2.2.5. Sedangkan perhitungan gaya dan momen serta displacement

secara komputerisasi dapat dilakukan dengan menggunakan program komputer seperti SAP2000, ABAQUS, dan software komputer lainnya. Program-program komputer ini umumnya menggunakan metode element


(47)

hingga (Finite Element Method) untuk menyelesaikan persoalan-persoalan struktur.

Dalam perhitungan dengan menggunakan metode element hingga, struktur perlu dimodelkan terlebih dahulu. Sebagian besar permasalahan rekayasa dalam konstruksi bangunan gedung maupun jembatan dapat diselesaikan dengan pendekatan struktur rangka (model struktur berbentuk garis atau element satu dimensi). Selain pemodelan dalam bentuk element

Frame, juga terdapat pemodelan dalam bentuk element-element lainnya, yaitu: 1) Element Shell, yaitu elemnt bidang untuk memodelkan struktur shell

(cangkang), pelat, dan membran, sebagai model 2D atau 3D.

2) Element Plane, yaitu element bidang untuk memodelkan struktur padat (solid) denga perilaku plane-stress maupun plane-strain.

3) Element Asolid, yaitu element bidang untuk memodelkan struktur solid asymmetric dengan pembebanan axisymmetric pula.

4) Element Solid, untuk memodelkan struktur padat (solid) tiga dimensi. 5) Element Nllink, yaitu element khusus yang dapat digunakan untuk

memodelkan bagian tertentu struktur yang bersifat non-linier seprti gap (celah), peredam, isolator, dan semacamnya. Element ini dapat digunakan jika diinginkan melakukan analisa struktur non-linier.

Maka, seperti yang tertera dalam subbab 2.2.3, tangki dapat dimodelkan dalam bentuk element shell. (Dewobroto, 2007: 409)

Catatan: element (≠ elemen) adalah formulasi matematik yang digunakan m.e.h sebagai representasi problem yang ditinjau dalam suatu diskritisasi.


(48)

2.3.1. Element Shell (Cangkang)

2.3.1.1. Aplikasi Element Shell di Bidang Rekayasa Konstruksi

Element Shell merupakan element m.e.h (metode element hingga) paling popular yang digunakan insinyur sipil untuk memodelkan struktur setelah element Frame. Umumnya digunakan untuk mengevaluasi (analisis) bagian-bagian struktur yang kurang baik jika dimodelkan dengan element Frame. Misalnya shear-wall atau struktur pelat/cangkang maupun bagian-bagian detail struktur yang rumit. Pemakaian element ini dengan software yang modern bahkan dapat digunakan untuk melakukan simulasi perilaku bagian struktur yang hasilnya mendekati hasil penyelidikan dengan cara eksperimental di laboratorium.

Penelitian Paul W. Richard dan Chia-Ming Uang (2005) terhadap kinerja link yang terdapat pada struktur rangka dengan bracing-eksentris dapat dijadikan contoh bagaimana element ini dipakai dalam bidang rekayasa konstruksi.

Gambar 2.7 Frame dengan Bracing-Eksentris (Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 413)

Struktur rangka secara keseluruhan dianalisis dengan element Frame, dari gaya-gaya yang terjadi kemudian ditinjau detail link secara lokal


(49)

(setempat) memakai m.e.h. Adapun model link yang dipakai adalah sebagai berikut:

Gambar 2.8 Model link untuk m.e.h (Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 413)

Detail link selanjutnya diwujudkan sebagai model struktur 3D memakai element Shell untuk dianalisis dengan m.e.h (lihat Gambar 2.7). kerapatan mesh element seperti terlihat dalam gambar merupakan hasil akhir suatu proses konvergensi, yaitu proses trial-error sampai diperoleh suatu kerapatan tertentu sedemikian sehingga kalaupun lebih rapat lagi hasilnya tidak terlalu beda jauh (tercapai kondisi konvergensi).

Gambar 2.9 Model m.e.h dengan Element Shell (Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 414)

Element Shell yang didukung kemampuan program yang dapat melakukan analisa non-linier yang dapat digunakan untuk memprediksi


(50)

perilaku struktur sampai kondisi pasca runtuh dan hasilnya dapat bersaing dengan hasil eksperimen di laboratorium.

Adanya kemampuan simulasi numerik yang mendekati hasil eksperimen tentu berguna sekali karena akan mengurangi biaya secara signifikan khususnya yang berkaitan dengan jumlah model struktur real yang akan diuji eksperimen. Bahkan untuk model yang terbukti sudah sering digunakan, tidak perlu diuji eksperimen lagi karena uji eksperimen umumnya hanya diperlukan sebagai verifikasi atau validasi hasil simulasi numerik saja.

2.3.1.2. Membran, Pelat dan Cangkang

Seperti halnya element Frame, yang dapat digolongkan menjadi element-element lain yang lebih sederhana, yaitu element Truss, Grid, dan sebagainya berdasarkan gaya-gaya atau momen yang dapat diwakilinya, maka element Shell dapat diserhanakan menjadi element membran dan element pelat.

Element membran hanya memperhitungkan gaya-gaya sebidang atau momen drilling (momen yang berputar pada sumbu yang tegak lurus bidangnya). Momen drilling akan diantisipasi oleh gaya-gaya kopel pada bidang element.

Element pelat hanya memperhitungkan momen dan gaya transversal yang dihasilkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak lurus bidang element tersebut.

Dan yang disebut element Shell adalah element yeng mempunyai kemampuan element membran dan pelatsekaligus.


(51)

Jika dianalogikan dengan element satu dimensi, elemen membran yang menjadi fokus pembahasan ini adalah identik dengan element truss

(gaya aksial saja), suatu element yang paling sederhana untuk kelompok element satu dimensi. Jadi, element membran adalah element paling sederhana untuk kelompok element dua dimensi.

Ketebalan pada element membran tidak terlalu berpengaruh dibandingkan element pelat, yang perilakunya seperti balok sehingga dapat dianalogikan seperti pelat tipis dan pelat tebal karena adanya pengaruh deformasi geser. Akan tetapi, perlu diingat bahwa struktur yang dapat dimodelkan dengan element 2D jika ketebalannya relatif kecil dibanding dimensi bidang struktur secara keseluruhan, misal struktur dinding, balok tinggi, pelat baja. Jika rasio tebal dibanding luas n = bidang yang ditinjau hampir sama, perlu dipikirkan menggunakan element 3D seperti element Solid.

2.3.1.3. Parameter Model Element Shell

Penyusunan element Shell ditentukan dari titik nodal yang dihubungkan. Jika dipakai empat nodal (j1, j2, j3, dan j4), jadilah element

Quadrilateral (segiempat). Sedangkan jika tiga titik nodal (j1, j2, dan j3), maka jadilah element Triangular (segi-tiga). Adanya dua bentuk element tadi akan memungkinkan element-element yang digunakan dalam pembuatan model struktur 2D dapat saling kontinu (saling terhubung) pada nodal-nodalnya.


(52)

Gambar 2.10 Kemungkinan Bentuk Elemen Shell (Richard-Uang, 2005 dalam Dewobroto, 2007: 416)

Sumbu 3 (lokal) selalu tegak lurus (normal) terhadap element Shell. Jika tidak nodal penghubung j1-j2-j3 dalam arah terbalik. Quadrilateral

adalah berbentuk bujur sangkar. Meskipun bisa berbentuk sembarang segi-empat, tetapi untuk menghindari error berlebih, maka perbandingan sisi panjang dibagi sisi pendek < 4 dan sudutnya antara 45˚ ~ 135˚, sedangkan sudut ideaalnya 90˚.

Oleh karena kinerja element Shell dapat dipilih sebagai element pelat saja, atau sebagai element membran saja, atau keduanya (element Shell

penuh), maka penempatan nodal pada element Quadrilateral perlu mendapat perhatian. Jika digunakan sebagai element Shell, maka penempatan ke-4 nodal pada element Quadrilateral tidak harus membentuk bidang datar. Sedangkan jika digunakan sebagai element membran yang berbentuk segi-empat, maka ke-4 titik nodal penghubung harus ditempatkan dalam satu bidang datar. Dan element Triangular untuk tiap-tiap element pasti terletak pada satu bidang datar.


(53)

Formulasi element Triangular cukup baik, tetapi dalam menampilkan gaya/tegangan internalnya relatif kurang akurat dibanding element

Quadrilateral.

2.4.Desain Tangki berdasarkan Peraturan API Standar 650

Desain tangki berdasarkan peraturan API Standar 650 Edisi ke-10 Adendum 4 (2005) yang merupakan acuan dasar dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

2.4.1.Sambungan (Joint) 2.4.1.1. Definisi

a) Sambungan las tumpu-ganda (double-welded butt joint): suatu sambungan antara dua bagian berbatasan yang berada di bidang yang sama yang dilas di kedua sisi.

b) Sambungan las tumpu-tunggal dengan penopang (single-welded butt joint with backing): suatu sambungan antara dua bagian berbatasan yang berada di bidang yang sama dan dilas hanya pada satu bagian saja dengan penggunaan tulangan ataupun bahan penopang lainnya.

c) Sambungan las berimpit-ganda (double-welded lap joint): suatu sambungan antara dua bagian yang saling berimpit dengan tepi kedua bagian yang berimpit tersebut dilas dengan las fillet.

d) Sambungan las berimpit-tunggal (single-welded lap joint): suatu sambungan antara dua bagian yang saling berimpit dengan tepi salah satu bagian yang berimpit dilas dengan las fillet.


(54)

e) Las-tumpu (butt-weld): las yang digunakan pada lekukan antara dua bagian penumpu. Lekukan bisa berbentuk segiempat, bentuk-V (tunggal atau ganda), bentuk-U (tunggal atau ganda), ataupun siku-siku tunggal atau ganda.

f) Las fillet: las dari potongan melintang berbentuk segitiga yang menghubungkan dua permukaan dengan sudut yang kira-kira sama, seperti pada sambungan berimpit, sambungan T ataupun sambungan T. g) Las fillet-penuh: las fillet yang ukurannya sama dengan ketebalan

terkecil dari bagian yang disambung.

h) Las lekat (tack weld): las yang digunakan untuk menahan bagian dari pengelasan dari garis arah yang sesuai sampai las terakhir selesai dilakukan.

2.4.1.2. Ukuran las

a) Ukuran lekukan las harus berdasarkan penetrasi sambungan (yaitu kedalaman alur ditambah dengan akar penetrasi/root penetration).

b) Ukuran dari las fillet harus berdasarkan pada panjang kaki dari segitiga sama kaki terbesar yang dapat dilihat dalam potongan melintang dari las

fillet.

2.4.1.3. Batasan dalam sambungan

a) Las lekat tidak boleh dianggap mempunyai kekuatan dalam struktur jadi.

b) Ukuran minimum dari las fillet harus seperti dari yang tertera di bawah ini:


(55)

Pada pelat dengan ketebalan 5 mm (3/16 inci), las harus berupa las fillet

-penuh, dan untuk pelat dengan ketebalan lebih 5 mm (3/16 inci),

ketebalan las tidak boleh kurang dari 1/3 ketebalan pelat tertipis di

sambungan dan tidak boleh kurang dari 5 mm (3/16 inci).

c) Sambungan las berimpit-tunggal hanya diijinkan untuk pelat dasar dan pelat atap.

d) Sambungan las-berimpit, seperti las lekat, harus berimpit sedikitnya lima kali ketebalan nominal dari pelat tertipis yang disambung, dengan sambungan berimpit las-ganda, himpitan tidak perlu melebihi 50 mm (2 inci), dan dengan sambungan las berimpit-tunggal, himpitan tidak perlu melebihi 25 mm (1 inci).

2.4.1.4. Sambungan yang Umum digunakan pada Tangki

a) Sambungan tangki yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.11, 2.12, 2.13A, 2.13B, dan 2.13C. Sambungan tumpu berbentuk V atau U asimetris bisa berada di luar atau di dalam badan tangki sesuai dengan keinginan pengusaha pabrik. Badan/cangkang tangki harus didesain sehingga seluruh rangkaian/bagian badan tangki (cangkang) benar-benar vertikal.

b) Sambungan cangkang vertikal:

1. Harus berupa sambungan las tumpu dengan penetrasi dan penggabungan sempurna dengan las-ganda atau jenis bahan lainnya yang mempunyai kekuatan sama seperti las-ganda.


(56)

Gambar 2.11 – Sambungan Vertikal Badan Tangki (API Standard 650, 2005: 3-2)

2. Pada bagian cangkang yang berbatasan, sambungan vertikal tidak boleh lurus tetapi harus menyimpang satu sama lain dengan jarak minimum sebesar 5t, dimana t adalah ketebalan terbesar pelat pada titik penyimpangan.

c) Sambungan horizontal cangkang:

1. Harus mempunyai penetrasi dan penggabungan sempurna, akan tetapi, sebagai alternatif, sudut puncak bisa dilekatkan pada cangkang dengan menggunakan sambungan las tumpu-ganda.

2. Pelat cangkang yang berbatasan pada sambungan horizontal harus mempunyai garis tengah (centerline) yang sama, kecuali ditentukan sebaliknya.


(57)

Gambar 2.12 – Sambungan Horizontal Badan Tangki (API Standard 650, 2005: 3-2)

d) Pelat dasar:

1. Dengan las-berimpit

Biasanya berbentuk persegi panjang. Bentuk tambahan lainnya adalah potongan segiempat sama sisi ataupun tepi berbentuk gilingan (mill edges). Mill edges yang akan dilas ini harus mempunyai permukaan yang licin dan rata seluruhnya, tidak terdapat unsur-unsur yang merusak, dan mempunyai bentuk yang dapat digapai oleh las fillet-penuh. Himpitan tiga pelat pada dasar tangki harus berjarak sedikitnya 300 mm (12 inci) satu sama lain, dari badan (cangkang) tangki, dari sambungan las-tumpu pelat lingkaran, dan dari sambungan antara pelat lingkaran dan dasar tangki. Himpitan antara dua pelat lapisan dasar di atas pelat lingkaran las-tumpu tidak termasuk las tiga pelat berimpit. Ketika


(58)

pelat lingkaran digunakan, pelat lingkaran tersebut harus dilas dengan las tumpu dan mempunyai jari-jari minimum 600 mm (24 inci) antara bagian dalam tangki dan sambungan las tumpu lainnya yang berada di pelat dasar. Pelat dasar hanya perlu dilas di bagian atasnya saja, dengan las fillet-penuh menerus di semua sambungannya. Kecuali pelat lingkaran digunakan, pelat dasar di bawah cincin cangkang dasar harus memiliki ukuran yang pas pada sambungannya dan dilas berimpit untuk membentuk suatu hubungan yang halus untuk pelat badan tangki, seperti yang terlihat pada Gambar 2.3B.

Gambar 2.13A – Sambungan Atap dan Pelat Dasar (API Standard 650, 2005: 3-3)

2. Dengan las-tumpu

Harus mempersiapkan tepi yang parallel untuk dilas tumpu dengan lekukan segiempat ataupun bentuk V. Las-tumpu harus dibuat dengan konfigurasi (susunan) sambungan las yang sesuai untuk


(59)

menghasilkan penetrasi las yang sempurna. Las-tumpu dasar yang diijinkan tanpa landasan penahan adalah sama seperti pada Gambar 2.11. Penggunaan landasan penahan dengan menggunakan las lekat setebal minimal 3 mm (1/8 inci) yang dilas ke bagian bawah pelat adalah diperbolehkan. Las-tumpu menggunakan landasan penahan diperlihatkan pada Gambar 2.13A. Jika lekuk segiempat dipergunakan, bukaan di dasar paling bawah tangki tidak boleh lebih dari 6 mm (1/4 inci). Pengatur jarak yang terbuat dari baja harus dipergunakan untuk mempertahankan bukaan di dasar tangki di antara pelat-pelat tepi yang berdekatan. Sambungan tiga-pelat di dasar tangki harus berjarak sedikitnya 300 mm (12 inci) satu sama lain dan dari badan tangki.

e) Sambungan antara pelat-pelat dasar lingkaran harus dilas-tumpu sesuai dengan ketentuan sambungan dasar las-tumpu di atas dan harus mempunyai penetrasi dan penyatuan yang sempurna. Landasan penahan, jika digunakan, harus cocok untuk menyatukan pelat-pelat lingkaran.

f) Las fillet cangkang ke dasar

i. Untuk pelat dasar dan pelat lingkaran dengan ketebalan nominal 12,5 mm (1/2 inci), dan lebih kecil dari 12,5 mm, sambungan antara tepi dasar dari lapisan tangki yang paling bawah dan pelat dasar harus berupa las fillet menerus yang digunakan pada setiap sisi pelat badan tangki. Ukuran dari setiap las tidak boleh lebih dari 12,5 mm (1/2


(60)

inci) dan kurang dari ketebalan paling kecil dari dua pelat yang dihubungkan atau lebih kecil dari ukuran di bawah ini:

Ketebalan Nominal Pelat Cangkang (Badan Tangki)

(mm)

Ukuran Minimum Las Fillet

(mm)

5 5

>5 sampai 20 6

>20 sampai 32 8

>32 sampai 45 10

ii. Untuk pelat lingkaran dengan ketebalan nominal lebih besar dari 12,5 mm (1/2 inci), ukuran las tambahan harus diatur sehingga kaki dari las fillet ataupun kedalaman lekukan ditambah dengan kaki las fillet

untuk las kombinasi sama dengan ketebalan pelat lingkaran (lihat Gambar 2.13C), tetapi tidak boleh melebihi ketebalan pelat badan tangki.

Gambar 2.13B – Metode Untuk Mempersiapkan Pelat Dasar Las-Berimpit Di Bawah Badan Tangki


(61)

Gambar 2.13C – Detail Las Lekukan-Fillet Ganda Untuk Pelat Dasar Lingkaran Dengan Ketebalan Nominal Lebih Besar 13 mm

(1/2 inci)

(API Standard 650, 2005: 3-4)

iii. Pelat dasar atau pelat lingkaran harus memenuhi sedikitnya ketebalan 13 mm (1/2 inci) dari ujung las-fillet (toe) ke tepi luar pelat dasar atau pelat lingkaran.

g) Untuk sambungan cincin pengaku penahan angin, las-tumpu dengan penetrasi penuh harus digunakan untuk menggabungkan bagian-bagian cincin. Las menerus harus digunakan untuk semua sambungan horizontal bagian atas dan untuk semua sambungan vertikal. Bagian bawah sambungan horizontal boleh dilas kunci (seal welded) jika diperlukan. Las pengunci bisa dianggap untuk meminimalkan kemungkinan terperangkapnya air, yang dapat menyebabkan korosi. h) Sambungan atap dan sudut puncak

1. Pelat atap setidaknya harus dilas pada bagian atasnya dengan menggunakan las fillet penuh menerus di semua lapisannya. Las-tumpu juga diperbolehkan.


(62)

2. Pelat atap harus dipasang di sudut puncak tangki dengan las fillet

menerus pada sisi atasnya saja.

3. Bagian sudut puncak dari atap berpenopang tersendiri harus disambung dengan las-tumpu dengan penetrasi dan penggabungan sempurna.

4. Tepi atap berpenopang tersendiri berbentuk konus, kubah, ataupun payung, boleh diberi flens horizontal sehingga bisa menumpu rata pada sudut puncak untuk meningkatkan kualitas kondisi pengelasan. 5. Kecuali untuk tangki dengan puncak terbuka, untuk tangki

berpenopang tersendiri, dan untuk tangki dengan tepi diflens dari atap ke badan tangki, badan (cangkang) tangki harus dilengkapi dengan sudut puncak dengan ukuran tidak kurang dari yang tertera pada paragraph berikutnya :

i) Untuk tangki dengan diameter kurang dari atau sama dengan 11 m (35 ft) → 51 x 51 x 4,8 mm (2 x 2 x 3/16 in) ;

ii) Untuk tangki dengan diameter lebih dari 11 m (35 ft) tetapi kurang dari atau sama dengan 18 m (60 ft) → 51 x 51 x 6,4 mm (2 x 2 x ¼ in) ; dan

iii) Untuk tangki dengan diameter lebih besar dari 18 m (60 ft) → 76 x 76 x 9,5 mm (3 x 3 x 3/8 in).

Sesuai dengan pilihan yang dikehendaki, kaki sudut puncak bagian luar dapat diperpanjang keluar atau ke dalam.

6. Untuk tangki dengan diameter kurang dari atau sama dengan 9 m (30 ft) dan atap konus yang berpenopang, tepi atas dari badan (cangkang)


(63)

bisa diberi flens sebagai pengganti pemasangan sudut puncak. Jari-jari lekuk dan lebar tepi flens harus sesuai dengan Gambar 2.13A. Konstruksi ini bisa digunakan untuk tangki apapun dengan atap berpenopang tersendiri jika total luas bagian melintang dari titik temu memenuhi luas yang diperlukan untuk konstruksi sudut puncak. Tidak ada bagian tambahan, seperti suatu sudut ataupun tulangan, yang harus ditambah pada detail atap yang diberi flens ke badan (cangkang).

2.4.2.Pertimbangan Desain 2.4.2.1. Beban-beban

Beban-beban yang mungkin terjadi pada tangki adalah sebagai berikut : 1)Beban Mati (DL): berat sendiri tangki ataupun komponen-komponen

tangki termasuk juga korosi yang diijinkan.

2)Cairan yang disimpan (F): beban yang terjadi ketika tangki diisi cairan dengan berat jenis yang telah direncanakan dan cairan tersebut diisi sampai batas ketinggian yang telah direncanakan.

3)Tes hidrostatik (Ht): beban yang terjadi ketika tangki diisi air sampai ke batas ketinggian yang direncanakan.

4)Beban hidup atap minimum (Lr): sebesar 1 kPa pada daerah proyeksi horizontal atap.

5)Salju (Beban akibat salju tidak akan diikutsertakan dalam tugas akhir ini sebab tidak pernah terjadi salju di Indonesia).

6)Angin (W): Kecepatan angin rencana (V) adalah sebesar 190 km/jam (120 mph) dengan tekanan angin rencana pada arah horizontal sumbu


(64)

tangki sebesar 1,44 kPa dan pada arah vertikal sumbu tangki sebesar 0,86 kPa.

7)Tekanan dalam rencana (Pi): besarnya tidak boleh melebihi 18 kPa. 8)Tekanan Percobaan (Pt):

a. Untuk tekanan desain dan tes maksimum

Ketika tangki telah dibangun seluruhnya, tangki tersebut harus diisi dengan air sampai sudut tertinggi tangki atau sampai ketinggian air rencana, dan tekanan udara internal rencana harus diaplikasikan pada ruang tertutup diatas tinggi air dan dibiarkan selama 15 menit. Tekanan udara tersebut kemudian dikurangi menjadi sebesar satu setengah dari tekanan rencana, dan semua sambungan las diatas tinggi air harus diperiksa untuk mengecek adanya kebocoran. Lubang angin tangki harus diuji selama tes berlangsung atau setelah tes selesai dilaksanakan.

b. Untuk tangki berpondasi dengan tekanan desain sampai 18 kPa

Setelah tangki diisi dengan air, badan tangki dan pondasi harus diperiksa keketatan sambungannya. Tekanan udara sebesar 1,25 kali tekanan rencana harus diaplikasikan pada tangki yang dipenuhi air sampai pada ketinggian air rencana. Tekanan udara kemudian dikurangi menjadi sebesar tekanan rencana, dan tangki lalu diperiksa kembali keketatan sambungannya. Sebagai tambahan, semua sambungan di atas batas air harus diperiksa dengan menggunakan

soap film dan material lain yang sesuai untuk mendeteksi kebocoran. Setelah pemeriksaan, air harus dikosongkan dari tangki (dan tangki


(65)

sedang dalam tekanan atmosfir), pondasi harus diperiksa keketatan sambungannya. Tekanan udara desain kemudian harus diaplikasikan pada tangki untuk pemeriksaan akhir pondasi.

9)Tekanan luar rencana (Pe): tidak boleh lebih kecil dari 0,25 kPa dan melebihi dari 6,9 kPa.

10) Beban gempa (E): beban gempa ditentukan sesuai dengan subbab 2.4.8.

2.4.2.2. Faktor desain

Faktor desain tergantung pada temperatur baja rencana (berdasarkan temperatur daerah sekitarnya), berat jenis rencana, tebal korosi yang diijinkan (jika ada), dan temperatur rencana maksimum.

2.4.2.3. Kapasitas tangki

Kapasitas maksimum adalah volume produk dalam tangki ketika diisi sampai batas cairan rencana.

Kapasitas kerja efektif adalah volume dari produk yang tersisa di bawah kondisi pelaksanaan normal. Kapasitas kerja efektif adalah kapasitas kerja maksimum dikurangi dengan volume operasi minimum yang tersisa di dalam tangki dikurangi dengan volume atau ketinggian kelebihan cairan yang diijinkan.

2.4.3.Pertimbangan Khusus 2.4.3.1. Pondasi

Pemilihan daerah pembangunan tangki dan desain serta konstruksi pondasi tangki harus dipertimbangkan dengan hati-hati untuk memastikan tangki didukung dengan memadai.


(66)

2.4.3.2. Tebal Korosi yang diijinkan

Jika diperluka n, setelah mempertimbangkan semua efek dari cairan yang disimpan, hasil penguapan di atas cairan, dan keadaan atmosfir, dapat diperhitungkan korosi yang diijinkan untuk diperhitungkan pada setiap lapisan cangkang, untuk pelat dasar, untuk nozzle dan lubang orang (manholes), dan untuk bagian struktur.

2.4.3.3. Kondisi Layan

Ketika kondisi layan diperkirakan meliputi terdapatnya hidrogen sulfida atau kondisi lain yang bisa menambah keretakan akibat dorongan hidrogen, terutama di dekat dasar cangkang (badan tangki) pada hubungan antara cangkang dengan pelat dasar, perlu dilakukan upaya pencegahan untuk memastikan material tangki dan detail konstruksi adalah memadai untuk menahan keretakan tersebut. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memperhatikan batas dari kandungan sulfur pada baja cangkang dan baja las dan juga prosedur kontrol kualitas yang cocok pada pembuatan (pabrikasi) pelat dan tangki. Kekerasan las, termasuk zona kena-panas (heat-affected), yang mengalami kondisi ini harus diperhatikan. Baja las dan zona yang berdekatan dengan zona kena-panas (heat-affected zone) sering mengandung zona kekerasan yang memiliki kelebihan Rockwell C 22 dan dapat diperkirakan akan menjadi lebih rentan untuk mengalami keretakan daripada baja tanpa las. Kriteria kekerasan harus dipertimbangkan dengan baik dan dengan berdasarkan pada evaluasi konsentrasi hidrogen sulfida yang mungkin terdapat dalam produk,


(67)

kemungkinan dari kandungan air yang mungkin ada dalam permukaan baja, dan karakteristik kekuatan serta kekerasan dari baja dasar dan baja las. 2.4.3.4. Kekerasan Baja

Kekerasan baja dapat dievaluasi dengan satu atau kedua metode di bawah ini :

1) Tes kualifikasi prosedur pengelasan dari semua pengelasan harus meliputi tes kekerasan dari baja las dan zona kena-panas (heat-affected zone) dari pelat tes. Metode pengetesan dan standar yang diijinkan dapat didiskusikan antara pembeli dan pembuat.

2) Semua las yang melalui proses otomatis harus diperiksa kekerasannya pada permukaannya. Kecuali disebutkan sebaliknya, satu tes harus dilakukan untuk setiap las vertikal, dan satu tes harus dilakukan untuk setiap 30 m (100 ft) dari las keliling. Metode pengetesan dan standar yang diterima dapat didiskusikan antara pembeli dan pembuat.

2.4.4.Pelat Dasar

Semua pelat dasar harus mempunyai ketebalan nominal minimum 6 mm [49,8 kg/m2], hanya untuk korosi yang diijinkan untuk pelat dasar. Kecuali disebutkan sebaliknya, semua pelat pesegi dan pelat rencana (pelat dasar yang merupakan tempat tumpuan badan tangki dan mempunyai satu sisi berbentuk persegi) harus mempunyai lebar nominal minimum 1800 mm.

Pelat dasar dengan ukuran yang pas harus dipersiapkan supaya, ketika disesuaikan, sedikitnya terdapat pelat berlebih di luar cangkang selebar 50 mm yang akan diproyeksikan ke luar badan tangki.


(68)

2.4.5.Pelat Dasar Lingkaran

Pelat dasar lingkaran harus mempunyai jari-jari minimum 600 mm antara bagian dalam cangkang dan sambungan las-berimpit yang ada pada sisi ruang yang ada pada dasar tangki. Proyeksi pelat dasar lingkaran ke luar cangkang harus memenuhi persyaratan yang terdapat pada subbab 2.4.4. Jari-jari pelat dasar lingkaran yang lebih besar diperlukan dengan kalkulasi seperti di bawah ini:

dimana :

tb = ketebalan pelat lingkaran, dalam mm

H = ketinggian maksimum rencana cairan, dalam m

G = berat jenis rencana cairan yang disimpan

Ketebalan pelat dasar lingkaran tidak boleh kurang dari ketebalan yang tertera pada Tabel 2.2 ditambah dengan tebal korosi yang diijinkan.

Tabel 2.2 – Tebal Pelat Dasar Lingkaran (API Standard 650, 2005 : 3-7)

Ketebalan Nominal Pelat dari Lapisan Pertama Cangkang Badan Tangki

(mm)

Tegangan dari Tes Hidrostatik pada Lapisan Pertama Cangkang Badan Tangki

(MPa)

≤ 190 ≤ 210 ≤ 230 ≤ 250

t ≤ 19 6 6 7 9

19 < t ≤ 25 6 7 10 11

25 < t ≤ 32 6 9 12 14

32 < t ≤ 38 8 11 14 17


(69)

Cincin pelat dasar lingkaran harus mempunyai keliling luar berbentuk lingkaran, tetapi juga diperbolehkan mempunyai keliling berbentuk poligonal biasa di dalam tangki, dengan jumlah sisinya sama dengan jumlah pelat lingkaran.

2.4.6.Desain Cangkang Tangki (Badan Tangki) 2.4.6.1. Umum

a) Tebal cangkang perlu harus lebih besar dari ketebalan cangkang rencana, termasuk juga tebal korosi yang diijinkan atau ketebalan cangkang yang diperoleh dari tes hidrostatik, tetapi ketebalan cangkang tidak boleh kurang dari yang tertera pada Tabel 2.3.

b) Kecuali disebutkan sebaliknya, pelat cangkang harus mempunyai lebar nominal minimum 1800 mm (72 in). Pelat yang akan dilas tumpu harus mempunyai sisi-sisi persegi.

Tabel 2.3. Ketebalan Minimum Pelat (API Standard 650, 2005 : 3-6) Diameter Nominal Tangki

(m)

Ketebalan Nominal Pelat (mm)

< 15 5

15 sampai < 36 6

36 sampai 60 8

> 60 10

c) Tegangan yang dihitung untuk setiap lapisan cangkang tangki tidak boleh lebih besar dari tegangan yang diijinkan untuk material tertentu yang digunakan untuk lapisan-lapisan tangki. Tidak ada lempeng cangkang yang boleh lebih tipis daripada lempeng di atasnya.


(70)

d) Cangkang tangki harus diperiksa kestabilannya untuk menahan tekuk akibat beban angin rencana. Jika diperlukan untuk memperkuat kestabilan tangki, cincin pengaku penahan angin pada tengah badan tangki, ketebalan pelat-cangkang yang diperbesar, atau keduanya harus digunakan.

e) Beban radial tersendiri pada badan tangki, seperti yang disebabkan oleh beban yang besar oleh platform dan tempat jalan yang ditinggikan (elevated walkway), harus didistribusikan oleh bagian struktur kanal, tulangan pelat, atau bagian tambahan permanen lain.

2.4.6.2. Tegangan Ijin

a) Tegangan desain ijin maksimum suatu produk , Sd, dapat dilihat pada Tabel 2.2. Ketebalan bersih pelat - ketebalan aktual tanpa korosi yang diijinkan – harus dimasukkan dalam perhitungan. Tegangan desain dasar, Sd, harus bernilai dua pertiga tegangan leleh atau dua perlima tegangan tarik, diambil nilai yang terkecil.

b) Tegangan tes hidrostatik ijin maksimum, St, harus seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.3. Ketebalan kasar pelat, termasuk di dalamnya tebal korosi yang diijinkan, harus dipergunakan dalam perhitungan. Tegangan ini harus bernilai tiga perempat tegangan leleh atau tiga pertujuh tegangan tarik, diambil nilai yang terkecil.

c) Tegangan desain struktural harus sesuai dengan tegangan kerja ijin yang akan dijelaskan pada subbab 2.4.8.3.


(71)

Tabel 2.4. Material Pelat yang diijinkan dan Tegangan Ijin (API Standard 650, 2005 : 3-9)

Tabel 2.4. Material Pelat yang diijinkan dan Tegangan Ijin (Sambungan)

(API Standard 650, 2005 : 3-8)

Spesifikasi

Pelat Grade

Kuat Leleh Minimum, MPa (psi)

Kuat Tarik Minimum, MPa (psi)

Tegangan Desain Produk Sd, MPa (psi)

Tegangan Tes Hidrostatik,

St, MPa (psi)

Spesifikasi

Pelat Grade

Kuat Leleh Minimum, MPa (psi)

Kuat Tarik Minimum, MPa (psi)

Tegangan Desain Produk Sd, MPa (psi)

Tegangan Tes Hidrostatik,


(72)

2.4.6.3. Perhitungan Ketebalan dengan Metode 1-Kaki (1-Foot Method)

a) Metode 1-kaki memperhitungkan ketebalan yang diperlukan pada titik rencana 0,3 m (1 ft) di atas dasar dari setiap lapisan cangkang (badan tangki. Metode ini tidak boleh digunakan untuk tangki dengan diameter lebih besar dari 60 m (200 ft) dan ketebalan pelat minimum yang didapat dari formula di bawah harus lebih kecil dari 12,5 mm.

b) Ketebalan minimum dari pelat cangkang harus lebih besar dari nilai yang diperoleh dengan menggunakan rumus yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

dimana :

td = ketebalan cangkang rencana, dalam mm tt = ketebalan cangkang tes hidrostatis, dalam mm t = ketebalan cangkang minimum, dalam mm

D = diameter nominal tangki, dalam m

H = ketinggian cairan rencana, dalam m

G = berat jenis rencana cairan

= untuk menentukan besarnya t, besarnya G yang dipakai tidak boleh kurang dari 1.

CA = tebal korosi yang diizinkan, ditentukan oleh perencana Sd = tegangan izin untuk kondisi perencanaan, dalam MPa


(73)

St = tegangan izin untuk kondisi tes hidrostatik, dalam MPa

(dapat dilihat pada Tabel 2.4)

2.4.6.4. Perhitungan Ketebalan dengan Metode Variable-Design-Point

a) Perencanaan dengan metode ini memberikan ketebalan cangkang pada titik desain yang menghasilkan tegangan yang dihitung mempunyai nilai yang relatif dekat dengan tegangan pada keliling cangkang aktual. b) Metode ini hanya boleh digunakan jika belum menggunakan metode

1-Kaki dan memenuhi persyaratan di bawah ini :

dimana :

L = (500 Dt)0,5, dalam mm

D = diameter tangki, dalam m

t = ketebalan lapisan dasar cangkang tidak termasuk korosi yang diijinkan, dalam mm

H = ketinggian cairan rencana maksimum, dalam m

c) Ketebalan pelat minimum untuk kedua kondisi perencanaan dan kondisi tes hidrosatatik harus ditentukan seperti yang telah tertulis. Perhitungan yang lengkap dan tersendiri harus dilakukan untuk semua lapisan pada kondisi perencanaan, tidak termasuk kondisi yang diijinkan, dan pada tes hidrostatik. Ketebalan cangkang yang diperlukan untuk setiap lapisan harus lebih besar dari ketebalan cangkang rencana ditambah tebal korosi yang diijinkan atau ketebalan cangkang hidrostatik tes, tetapi total ketebalan cangkang tidak boleh kurang dari yang tertera pada subbab 2.4.6.1. Ketika ketebalan yang lebih besar digunakan pada


(74)

lapisan cangkang, ketebalan yang lebih besar tersebut bisa digunakan untuk perhitungan berikutnya mengenai ketebalan pelat pada lapisan di atasnya.

d) Untuk menghitung ketebalan lapisan dasar, nilai awal tpd dan tpt untuk kondisi perencanaan dan tes hidrostatik harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan rumus pada subbab 2.4.6.3.

e) Ketebalan lapisan dasar t1d dan t1t untuk kondisi perencanaan dan tes hidrostatik harus diperhitungkan dengan rumus-rumus di bawah ini:

Catatan : Untuk kondisi perencanaan, t1d tidak harus lebih besar dari tpd.

Catatan : Untuk kondisi tes hidrostatik, t1t tidak harus lebih besar dari tpt.

f) Untuk memperhitungkan ketebalan lapisan kedua untuk kedua kondisi perencanaan dan tes hidrostatik, nilai dari ratio di bawah ini harus dihitung untuk lapisan dasar:

dimana :

h1 = ketinggian dari lapisan dasar cangkang, dalam mm


(75)

t1 = ketebalan lapisan dasar cangkang yang diperhitungkan

dikurangi ketebalan tambahan dikarenakan korosi yang diijinkan, dalam mm, digunakan untuk menghitung t2

(perencanaan). Ketebalan hidrostatik lapisan cangkang dasar yang diperhitungkan harus digunakan dalam menghitung t2.

Jika nilai ratio lebih kecil atau sama dengan 1,375 :

Jika nilai ratio lebih besar atau sama dengan 2,625 :

Jika nilai ratio lebih besar dari 1,375 tetapi kurang dari 2,625 :

dimana :

t2 = ketebalan rencana minimum lapisan cangkang kedua, dalam

mm

t2a = ketebalan lapisan cangkang kedua, dalam mm, seperti yang telah dihitung untuk lapisan cangkang bagian atas, tidak termasuk tebal korosi yang diijinkan. Dalam memperhitungkan ketebalan lapisan cangkang kedua untuk kasus perencanaan dan kasus tes hidrostatik, nilai t2d dan t1

yang dapat dipakai harus dipergunakan.

Rumus untuk t2 di atas adalah berdasarkan tegangan ijin yang

sama dengan yang dipergunakan untuk perencanaan lapisan dasar dan kedua. Untuk tangki dengan ratio yang lebih besar atau sama dengan


(1)

b)x = 1800 mm (untuk struk 1 m)

M = 1851,868 N-mm/mm * 1 m = 1851,868*103 N-mm

N = 2625,131 N/mm * 1 m = 2625,131*103 N

h = lebar pelat baja = 1800 mm

n = bagian tangki yang dibagi oleh track stank = 16

Maka, tebal cangkang dapat dihitung seperti di bawah ini:


(2)

Dengan menggunakan rumus ABC, diperoleh nilai t:

t≥ 6,331 mm (terbesar) t≥ - 0,254 mm

Dari penyelesaian a (x = 0 mmm) dan b (x = 1800 mm), terlihat bahwa nilai t yang diperoleh dari penyelesaian b lebih besar, yaitu t≥ 6,331 mm,

maka tebal cangkang tangki pada lapisan pertama adalah:

t1 ≥ 6,311 mm ≈ 7 mm

II. Lapisan Kedua

a) x = 0 mm (untuk struk 1 m)

M = 1430,495 N-mm/mm * 1 m = 1430,495*103 N-mm

N = 2609,211 N/mm * 1 m = 2609,211*103 N

h = lebar pelat baja = 1800 mm

n = bagian tangki yang dibagi oleh track stank = 16


(3)

---dikali t2

Dengan menggunakan rumus ABC, diperoleh nilai t:

t≥ 6,239 mm (terbesar) t≥ - 0,120 mm b)x = 1800 mm (untuk struk 1 m)

M = 736,216 N-mm/mm * 1 m = 736,216*103 N-mm

N = 2304,210 N/mm * 1 m = 2304,210*103 N

h = lebar pelat baja = 1800 mm


(4)

Maka, tebal cangkang dapat dihitung seperti di bawah ini:

---dikali t2

Dengan menggunakan rumus ABC, diperoleh nilai t:

t≥ 5,452 mm t≥ - 0,118 mm

Dari penyelesaian a (x = 0 mmm) dan b (x = 1800 mm), terlihat bahwa nilai t yang diperoleh dari penyelesaian a lebih besar, yaitu t ≥ 6,239 mm,

maka tebal cangkang tangki pada lapisan pertama adalah:

t2 ≥ 6,239 mm ≈ 7 mm

Untuk perhitungan ketebalan lapisan selanjutnya (t3, t4, ……….., t10) dilakukan dengan cara yang sama seperti pada perhitungan lapisan pertama dan kedua di atas, maka ketebalan cangkang tangki yang diperlukan setelah diberi rangka


(5)

(track stank) dengan ketebalan minimum cangkang untuk diameter tangki 32 m ≥ 6 mm (sesuai dengan peraturan API 650) adalah sebagai berikut:

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tebal cangkang tangki tanpa rangka dibandingkan tangki dengan rangka mempunyai perbedaan yang cukup besar. Tebal cangkang tangki tanpa rangka dan tangki dengan rangka dapat dilihat pada tabel pada halaman berikutnya.


(6)

Tabel C.1 – Tebal Cangkang Tangki tanpa Rangka dan Tangki dengan Rangka

Nomor Lapisan Notasi tebal pelat (mm)

tangki tanpa rangka tangki dengan rangka

Lapisan Pertama t1 16 7

Lapisan Kedua t2 14 7

Lapisan Ketiga t3 13 6

Lapisan Keempat t4 11 6

Lapisan Kelima t5 10 6

Lapisan Keenam t6 8 6

Lapisan Ketujuh t7 6 6

Lapisan Kedelapan t8 6 6

Lapisan Kesembilan t9 6 6


Dokumen yang terkait

Analisa Kekakuan Sambungan Pada Konsole Dengan Baut Mutu Tinggi dibandingkan dengan Baut Mutu Biasa pada Struktur Baja

3 106 94

Perencanaan Portal Baja 4 Lantai Dengan Metode Plastisitas Dan Dibandingkan Dengan Metode LRFD

6 66 354

Analisa Balok Prategang Jembatan Jl. Sudirman dan Dibandingkan Menggunakan Balok Komposit Baja- Beton (Studi Kasus)

5 58 150

Analisa Balok Prategang Jembatan Jl. Sudirman dan Dibandingkan Menggunakan Balok Komposit Baja- Beton (Studi Kasus)

0 0 18

Analisa Balok Prategang Jembatan Jl. Sudirman dan Dibandingkan Menggunakan Balok Komposit Baja- Beton (Studi Kasus)

0 0 1

Analisa Balok Prategang Jembatan Jl. Sudirman dan Dibandingkan Menggunakan Balok Komposit Baja- Beton (Studi Kasus)

0 0 7

Analisa Balok Prategang Jembatan Jl. Sudirman dan Dibandingkan Menggunakan Balok Komposit Baja- Beton (Studi Kasus)

0 0 51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah singkat Kelapa Sawit - Perubahan Kandungan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dan Kadar Air Dari CPO Pada Tangki CST Dibandingkan Dengan CPO Setelah Mengalami Pemurnian Melalui Oil Purifier dan Vakum Drier Pada Tangki Minyak

0 1 29

PERUBAHAN KANDUNGAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DAN KADAR AIR DARI CPO PADA TANGKI CST DIBANDINGKAN DENGAN CPO SETELAH MENGALAMI PEMURNIAN MELALUI OIL PURIFIER DAN VAKUM DRIER PADA TANGKI MINYAK PRODUKSI DI PABRIK PKS PTP.NUSANTARA IV PABATU TEBING TINGG

0 0 13

ANALISA KEKAKUAN SAMBUNGAN PADA KONSOLE DENGAN BAUT MUTU TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN BAUT MUTU BIASA PADA STRUKTUR BAJA

0 0 20