Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” 1 Pendidikan di abad pengetahuan ini menuntut adanya manajemen yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. “Pendidikan mempunyai peranan yang amat srategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai mega skills yang mantap. Untuk itu, lembaga pendidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspek.” 2 Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tuamasyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerja sama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karier, dan kesejahteraan lahir dan batin. Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah untuk mengantarkan peserta didik menuju perubahan-perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, sikap, moral, maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai makhluk 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, 2003 hal.1 2 Kunandar, Guru Profesional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, h. 12. 1 15 individu dan hidup bermasyarakat dengan baik sebagai makhluk sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut peserta didik berinteraksi dengan lingkungan belajar, dimana pada lingkungan belajar di sekolah interaksi ini diatur oleh guru. Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Selama ini, praktek belajar-mengajar di kelas sering kontraproduktif akibat asumsi yang keliru dalam memposisikan guru dan peserta didik. Guru dipandang sebagai figur yang serba bisa, paling tahu, bahkan nyaris tidak pernah salah di hadapan peserta didik. Sementara di lain pihak, peserta didik dipandang sebagai penerima pengetahuan yang kadar pemahamannya tidak akan melebihi tingkat pemahaman guru. 3 Anggapan demikian adalah sebuah kekeliruan yang fatal. Disadari atau tidak, hal ini menjadikan peserta didik tidak mempunyai ruang bebas untuk berkembang. Padahal di era sekarang tidak menutup kemungkinan peserta didik sangat kreatif dalam memanfaatkan informasi yang diperolehnya dari berbagai sumber. Bisa jadi, informasi yang dimiliki mereka lebih banyak karena akses dan fasilitas untuk mendapatkannya lebih lengkap dari pada yang dimiliki guru. Adapun salah satu model pembelajaran yang dapat membantu guru untuk mengelola proses pembelajaran yang efektif dan dapat memberikan peserta didik ruang bebas untuk mewujudkan potensinya adalah model pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. “Melalui pengalaman langsung peserta didik akan memahami 3 Departemen Agama, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, Jakarta, Departemen Agama RI, 2005, h. 7 16 konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.” 4 ”Menurut Djahiri 2002 dalam proses pembelajaran prinsip utamanya adalah adanya proses keterlibatan seluruh atau sebagian besar potensi diri siswa fisik dan nonfisik dan kebermaknaannya bagi diri dan kehidupannya saat ini dan di masa yang akan datang life skill.” 5 Sedangkan menurut Luthfiyah Nurlaela, bahwa: Model pembelajaran tematik memiliki kelebihan karena cara pendekatannya yang sistematik dan cukup memberi peluang pelibatan berbagai pengalaman siswa. Tema-tema yang diangkat dipilih dari hal- hal yang dikemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari pengalaman sebelumnya, serta berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa felt need Joni, 1996. Menurut Kovalik dan McGeehan 1999, tema menyediakan struktur jalan pijakan ke konsep-konsep yang penting yang membantu siswa melihat pola serta membuat hubungan-hubungan di antara fakta-fakta dan ide-ide yang berbeda. 6 Pembelajaran tematik memiliki ciri berpusat pada peserta didik student centered. Peserta didik didorong untuk menemukan, melakukan, dan mengalami secara kontekstual dengan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki dan lingkungan sekitarnya. “Pembelajaran menjadi lebih bermakna, karena peserta didik secara langsung ‘melakukan’ doing dan ‘mengalami’ experience sendiri suatu aktivifitas pembelajaran.” 7 Di dalam belajar, aktivitas sangat diperlukan. Sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Dalam pembelajaran, yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik. 4 http:pembelajaranguru.wordpress.com20080520pembelajaran-tematik-arti-penting 5 Kunandar, Guru Profesional ………………, h. 287 6 http:www.indopos.co.idindex.php?act=detail_cid=33361 7 Departeman Agama, Pedoman Pelaksanaan.........., h. 8 17 Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul: “ Penerapan Model Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika siswa di Madrasah Ibtidaiyah ”

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran terpadu tipe connected untuk meningkatkan konsep diri siswa dalam belajar matematika (penelitian tindakan klas di madrasah tsanawiyah pembangunan UIN Jakarta

0 9 373

peranan model pembelajaran arias (Assurance, relavance, interest, assessment dan satisfaction untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa; penelitian tindakan kelas di MTs. Sa'aadatul mahabbah Pondok Cabe

0 6 202

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (Stad) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Sd/Mi (Penelitian Tindakan Kelas Di Sdn Cengkareng Timur 01 Pagi - Jakarta Barat)

0 4 165

Penerapan model pembelajaran terbalik reciprocal teaching untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa : penelitian tindakan kelas di mts daarul hikmah pamulang

0 20 265

Penerapan metode permainan untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa: peneltian tindakan kelas di MI Jam’iyyatul Khair Ciputat

5 48 174

Penerapan pendekatan konstruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV pada konsep struktur tumbuhan dan fungsinya : penelitian tindakan kelas di MI Miftahul Huda Tebet Jakarta Selatan

0 5 126

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)

0 8 204

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Tematik Terpadu Siswa Kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat

1 16 85

Penerapan Model Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis siswa

2 22 286

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS : Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII E SMP Negeri 12 Bandung.

0 2 40