Penerapan model pembelajaran terbalik reciprocal teaching untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa : penelitian tindakan kelas di mts daarul hikmah pamulang

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas di MTs Daarul Hikmah Pamulang)

Oleh:

RIA SARDIYANTI

NIM: 105017000475

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2010


(2)

ABSTRAK

RIA SARDIYANTI (105017000475), ”Penerapan Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Apakah model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa, 2) Bagaimanakah respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) pada pelajaran matematika? 3) Apakah model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di MTs Daarul Hikmah Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun Ajaran 2009/2010.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas, jurnal harian siswa, wawancara, dan tes.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa, memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika danmeningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Kata Kunci : Pembelajaran Terbalik dan Aktivitas Belajar


(3)

ABSTRACT

RIA SARDIYANTI (105017000475), "Application of Reciprocal Teaching Model to Improve Student Mathematics Learning Activities." Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Science and Teacher Training Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, June 2010.

The purpose of this study is to study 1) Does reciprocal teaching model can enhance mathematics learning activities, 2) how the students' responses to the application of reciprocal teaching model in a math lesson 3) Does reciprocal teaching model can improve students' mathematics learning outcomes. This research was conducted in MTs Daarul Hikmah Pamulang South Tangerang city in academic Year 2009/2010.

The method used in this study is the Classroom Action Research, which consists of four stages of planning, execution, observation, and reflection. The research instrument used is the observation sheet activities, the daily student journals, interview, and test questions.

Research results revealed that the application of reciprocal teaching model can enhance mathematics learning activities, giving a positive response towards learning mathematics and mathematics to improve student learning outcomes.

Keyword : Reciprocal Teaching and Active


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan.

2. Ibu Dra. Maifalinda Fatra, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.

4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, selaku pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, selaku pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika.

7. Ibu Dra. Hj. Sri Uswati, selaku kepala MTs Daarul Hikmah Pamulang Kota Tangerang Selatan yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

8. Bapak Rusli, A.Md, selaku guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian.

9. Ayahanda (H. Sardi S.Pd) dan ibunda (Rokih) tercinta yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

10. Adik-adikku (Saifudin Zhuhri dan M. Arif Febrian) tercinta yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Siswa dan siswi kelas VII-D MTs Daarul Hikmah Pamulang Kota Tangerang Selatan, yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian. 12. Sahabat-sahabat terbaikku Nita, Novi, Dewi, Cory, Eny, Ubay, Irna, serta seluruh teman-teman ku tercinta, mahasiswa dan mahasiswi jurusan pendidikan matematika angkatan 2005, khususnya kelas B, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah untuk menggapai kesuksesan dimasa mendatang.

13. Untuk masku yang selalu memberi support dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi dan keluarga yang telah banyak mendoakan.

14. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, Juni 2010

Penulis

Ria Sardiyanti


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR DIAGRAM ... x

DAFTAR BAGAN... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 6

C. Pembatasan Fokus Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN ... 9

A. Kajian Teori ... 9

1. Pembelajaran Matematika... 9

a. Pengertian Matematika... 9

b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 11

2. Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)... 14

a. Pengertian Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)... 15


(7)

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Terbalik

(Reciprocal Teaching)... 18

c. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) ... 21

d. Keunggulan Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)... 24

e. Prinsip Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) ... 24

3. Aktivitas Belajar... 26

a. Pengertian Aktivitas Belajar ... 26

b. Jenis-Jenis Aktivitas dalam Belajar ... 27

c. Nilai Aktivitas dalam Pembelajaran... 32

B. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan... 33

C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan... 33

D. Hipotesis Tindakan ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan ... 35

C. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan... 38

D. Subjek/Partisipasi yang Terlibat dalam Penelitian... 38

E. Peran dan posisi Peneliti dalam Penelitian... 39

F. Tahapan Intervensi Tindakan... 39

G. Data dan Sumber Data ... 45

H. Teknik Pengumpulan Data... 45

I. Instrumen-Instrumen Penelitian ... 46

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthinees) Study ... 47

K. Analisis Data ... 49

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 50


(8)

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

TEMUAN PENELITIAN ... 51

A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan... 51

1. Siklus I ... 56

2. Siklus II ... 83

B. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 100

C. Analisis Data ... 101

D. Pembahasan Temuan Penelitian... 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 112

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 115


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Penelitian... 35

Tabel 2 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa Pada Pembelajaran Siklus I... 72

Tabel 3 Hasil Observasi Aktivitas Kelompok Siswa Siklus I... 75

Tabel 4 Rekapitulasi Respon Siswa Selama Siklus I ... 77

Tabel 5 Hasil Belajar Matematika pada Akhir Siklus I ... 80

Tabel 6 Refleksi Kegiatan Tindakan Siklus I ... 82

Tabel 7 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa Pada Pembelajaran Siklus II ... 95

Tabel 8 Hasil Observasi Aktivitas Kelompok Siswa Siklus II ... 97

Tabel 9 Rekapitulasi Respon Siswa Selama Siklus II... 98

Tabel 10 Hasil Belajar Matematika pada Akhir Siklus II ... 99

Tabel 11 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dan II ... 102

Tabel 12 Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Kelompok Siswa Siklus I dan II ... 104

Tabel 13 Statistik Deskriptif Peningkatan Hasil Belajar Siswa ... 105

Tabel 14 Rekapitulasi Persentase Respon Siswa Siklus I dan II ... 107


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Aktivitas Mengerjakan Tugas pada Penelitian Pendahuluan ... 55 Gambar 2 Guru Sedang Memberi Pengarahan ... 78 Gambar 3 Siswa yang Lebih Pintar (a) sedang memberi penjelasan

Kepada siswa lain pada saat berdiskusi ... 79 Gambar 4 Aktivitas Siswa pada saat menjadi Guru Siswa ... 80 Gambar 5 Aktivitas Siswa Mengerjakan Tes Akhir Siklus I ... 81


(11)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 Diagram Lingkaran Jurnal Harian Siswa pada Pembelajaran

Siklus I ... 77 Diagram 2 Diagram Lingkaran Jurnal Harian Siswa pada Pembelajaran

Siklus II ... 99 Diagram 3 Diagram Batang Peningkatan Persentase Aktivitas Belajar... 103 Diagram 4 Diagram Batang Peningkatan Persentase Aktivitas Belajar

Kelompok ... 105 Diagram 5 Diagram Batang Peningkatan Hasil Belajar Matematika

Siswa ... 106 Diagram 6 Diagram Garis Persentase Respon Siswa... 107


(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Alur Prosedur Pelaksanaan PTK... 37 Bagan 2 Desain Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ... 39


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I... 115

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ... 119

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 123

Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika Siklus I sebelum Uji Validitas ………. 184

Lampiran 5 Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus I sebelum Uji Validitas………...185

Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika Siklus II sebelum Uji Validitas ………..189

Lampiran 7 Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus II sebelum Uji Validitas ………..190

Lampiran 8 Lembar Jurnal Harian Siswa ………...195

Lampiran 9 Lembar Wawancara Pra Penelitian dengan Guru ……….. 196

Lampiran 10 Lembar Wawancara Pra Penelitian dengan Siswa ………. 198

Lampiran 11 Lembar Wawancara setelah Penelitian dengan Guru …………..199

Lampiran 12 Lembar Wawancara setelah Peneltian dengan Siswa ………….200

Lampiran 13 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus I ………..201

Lampiran 14 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika Siklus I setelah Uji Validitas ………203

Lampiran 15 Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus I setelah Uji Validitas ...……….204

Lampiran 16 Jawaban Tes Hasil Belajar Matematika Siklus I ……….207

Lampiran 17 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus II ………... 208

Lampiran 18 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika Siklus II setelah Uji Validitas ………... 210


(14)

xiii

Lampiran 19 Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus II setelah

Uji Validitas....……….201

Lampiran 20 Jawaban Tes Hasil Belajar Matematika Siklus II ………215

Lampiran 21 Daftar Nilai Tes Siklus I dan Siklus II ………216

Lampiran 22 Hasil Lembar Observasi Aktivitas Belajar Matematika Siswa Pra Peneltian ………...217

Lampiran 23 Hasil Lembar Observasi Aktivitas Belajar Matematika Siswa ………... ... ... ... ... ... 220

Lampiran 24 Rekapitulasi Komentar Observer Siklus I dan Siklus II... ... ... ..223

Lampiran 25 Hasil Lembar Observasi Aktivitas Belajar Kelompok ………227

Lampiran 26 Rekapitulasi Observasi Kelompok Siklus I dan Siklus II... ... ... 228

Lampiran 27 Respon Siswa terhadap Pembelajaran Selama Siklus I dan Siklus II ………...……….229

Lampiran 28 Rekapitulase Persentase Aktivitas Belajar Siklus I dan Siklus II... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 231

Lampiran 29 Hasil Wawancara Pra Peneltian dengan Guru ……….233

Lampiran 30 Hasil Wawancara Pra Penelitian dengan Siswa ………..235

Lampiran 31 Hasil Wawancara setelah penelitian dengan Guru ………..239

Lampiran 32 Hasil Wawancara setelah Penelitian dengan Siswa ………240


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari apa yang perlu diketahui agar dapat berpikir cerdas dan bertindak cepat. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

UNESCO-APNIEVE SOURCE BOOK menetapkan empat pilar utama pendidikan untuk menghadapi abad ke-21, yaitu:(1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to be, (4) Learning to live together.2 Learning to know artinya belajar tidak hanya berorientasi kepada hasil belajar, tetapi harus berorientasi kepada proses belajar. Learning to do artinya belajar bukan hanya mendengar dan melihat tetapi untuk berbuat dengan tujuan penguasaan kompetensi. Learning to be artinya membentuk manusia yang menjadi dirinya sendiri dan Learning to live together artinya belajar untuk bekerja sama.

Pendidikan matematika di Indonesia memang belum menampakkan hasil yang diharapkan. Dari hasil studi TIMSS tahun 2007 untuk siswa kelas VIII, menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-36 dari 49 negara dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397. Nilai tersebut masih jauh dari standard minimal nilai rata-rata kemampuan matematika yang ditetapkan TIMSS yaitu 500. Prestasi siswa Indonesia ini berada dibawah siswa Malaysia dan Singapura. Siswa Malaysia memperoleh nilai rata-rata 474 dan Singapura

1

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2008), h.2

2

Ibid., 110


(16)

memperoleh nilai rata-rata 593.3 Skala matematika TIMSS-Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat bawah, Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura berada pada peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam untuk kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia yang hanya 123 jam dan Singapura 124 jam.4

Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah untuk mengantarkan peserta didik menuju perubahan-perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, sikap, moral, maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai makhluk individu dan hidup bermasyarakat dengan baik sebagai makhluk sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut peserta didik berinteraksi dengan lingkungan belajar, dimana pada lingkungan belajar di sekolah interaksi ini diatur oleh guru.

Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Seorang guru diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa secara langsung dan bertanggung jawab terhadap proses belajar itu sendiri. Selain faktor guru, siswa sebagai subyek dalam pembelajaran merupakan faktor yang harus mendapat perhatian cukup besar, hal ini dimaksudkan agar siswa lebih termotivasi untuk belajar.

Pengajaran matematika menuntut siswa menunjukkan sikap yang aktif, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran matematika, belum tercapai sebagaimana yang diharapkan. Seringkali guru menemukan siswa tidak berani mengemukakan pendapat maupun bertanya. Dalam bekerja kelompok banyak dari anggota kelompok yang hanya mencantumkan nama saja tanpa ikut berpartisipasi dalam kelompok. Tanggung jawab siswa rendah baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap kelompok.

3

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 6 September 2009, h. 38.

4


(17)

Berdasarkan pengamatan dalam penelitian PPKT bulan Maret Tahun 2009, peneliti menemukan bahwa siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang Kelas VII seringkali kurang merespon terhadap pelajaran matematika, dan tidak disiplinnya siswa terhadap pelajaran matematika. Siswa tidak fokus mengikuti pembelajaran, beberapa siswa berbincang dengan siswa lainnya ketika guru menyampaikan materi, kurangnya rasa ingin tahu terhadap materi yang dipelajari sehingga kemampuan bertanya mereka rendah, tugas-tugas atau PR yang tidak dikerjakan, rendahnya perhatian siswa terhadap pelajaran matematika dan hanya sebagian kecil siswa yang mampu menyelesaikan soal matematika. Siswa kurang diberikan kesempatan melakukan aktivitas belajar atau dengan kata lain peran guru dalam pembelajaran terlihat lebih dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan belum optimal.

Sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar aktivitas siswa dalam proses pembelajaran berhasil dengan baik. Sebab, hakekat mengajar bukanlah melakukan sesuatu bagi siswa tetapi lebih berupa menggerakkan siswa melakukan hal-hal yang dimaksudkan menjadi tujuan pendidikan. Tugas utama seorang guru bukanlah menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku-buku, tetapi mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membimbing siswa dalam usaha mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.

Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama yang dapat mengaktifkan siswa. Mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis maupun bekerja sama sudah lama menjadi fokus dan perhatian pendidik matematika di kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik keilmuan matematika.

Teori pembelajaran kognitif memandang bahwa “Learning is much more than memory. For student to really understand and be able to apply knowledge, they must to solve problems, to discover things for themselves, to wrestle with


(18)

ideas” (Slavin 1994 : 224).5 Intinya adalah agar pengetahuan menjadi bermakna bagi dirinya, siswa harus membangun pengetahuannya sendiri. Ini berarti, menurut teori pembelajaran kognitif pengetahuan adalah dibangun, bukan diperoleh secara pasif. Dengan demikian, dalam kegiatan belajar mengajar guru tidak hanya memberikan pengetahuan kedalam pikiran siswa, namun harus merencanakan pengajaran dengan berbagai kegiatan-kegiatan belajar yang melibatkan siswa aktif dalam membangun pengetahuannya tersebut. Dalam proses ini guru berperan memberikan dukungan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan ide-ide mereka sendiri dan strategi mereka dalam belajar.

Dalam belajar, aktivitas sangat diperlukan. Sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang penting dalam interaksi belajar-mengajar. Dalam pembelajaran, yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.

Mengajarkan matematika memerlukan model dan pendekatan agar siswa lebih mudah memahami materi dan meyelesaikan masalah mengenai materi yang diajarkan. Model pembelajaran matematika harus mengubah situasi guru mengajar kepada situasi siswa belajar. Guru memberikan pengalamannya kepada siswa sebagai pengayom, sebagai sumber tempat bertanya, sebagai pengarah, sebagai pembimbing, sebagai fasilitator, dan sebagai organisator dalam belajar.

Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Model-model pembelajaran tradisional kini mulai ditinggalkan berganti dengan model yang lebih modern. Sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah Model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching).

Model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) merupakan konsep baru dalam

5

Sri Hartati, Penerapan Pendekatan Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) (Pengajaran Berbalik) Sebagai Upaya peningkatan Kadar Keaktifan dan Kemampuan Kognitif Siswa Pada Pembelajaran IPA SLTP, (Jakarta: Laporan Penelitian LIPI,UNS, 2002) h.3


(19)

pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran juga dapat membantu memecahkan kebutuhan yang sering dihadapi dalam penggunaan model pembelajaran yang sudah usang.

Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) ini merupakan model yang dirasa dapat membantu meningkatkan aktivitas, karena dengan menerapkan pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) siswa diutamakan dapat menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu: menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya, kemudian memprediksikan pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa.6 Manfaatnya adalah dapat meningkatkan antusias siswa dalam pembelajaran karena siswa dituntut untuk aktif berdiskusi dan menjelaskan hasil pekerjaannya dengan baik.

Pada pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa. Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) adalah untuk menilai aktivitas-aktivitas siswa, dan aktivitas yang dimasudkan adalah kegiatan siswa selama siswa bekerja dalam kelompoknya, yaitu (1) memperhatikan, (2) memberi penjelasan, (3) menanggapi penjelasan, (4) mengajukan pertanyaan, (5) membuat rangkuman, (6) memecahkan masalah, (7) memprediksi, (8) antusias dan senang dll. Oleh karena itu, dengan menerapkan pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dirasa dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.

Guna membuktikan hal tersebut, maka diperlukan studi penelitian lebih lanjut, untuk itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

6

Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Operasi Bilangan Berpangkat Siswa Kelas IX-A SMP Negeri 2 Moramo, h. 2 dalam


(20)

penerapan pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan mengangkatnya menjadi bahan kajian dalam skripsi yang berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Dari latar belakang masalah di atas, dapat didefinisikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara menumbuhkan motivasi siswa terhadap pelajaran matematika?

2. Apakah model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat diterapkan pada pelajaran matematika?

3. Bagaimana respon siswa terhadap pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching)?

4. Apakah penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa?

5. Apakah penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?

6. Jenis-jenis aktivitas apakah yang dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching)?

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di MTs Daarul Hikmah Pamulang. Adapun fokus penelitian adalah meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa melalui pembelajaran terbalik (reciprocal teaching).

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Setelah penulis mengemukakan latar belakang masalah di atas, dapatlah terlihat luasnya permasalahan yang di dapat. Karena adanya keterbatasan waktu dan pengetahuan yang penulis miliki serta untuk memperjelas dan memberikan arah yang tepat dalam pembahasan skripsi, maka penulis berusaha memberikan batasan sesuai dengan judul, yaitu sebagai berikut:


(21)

1. Model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching): Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) ini merupakan model yang menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu: menyimpulkan materi yang dipelajari, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan/informasi yang telah diperolehnya, kemudian memprediksikan pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa.

2. Aktivitas belajar yang di observasi adalah jenis-jenis aktivitas belajar berdasarkan teori Paul D. Dierich. Penulis membatasi pada 5 jenis aktivitas belajar yaitu:

a. Visual activities; memperhatikan penjelasan guru atau teman. b. Oral Activities; menjelaskan, bertanya, dan mengajukan pendapat. c. Writing Activities; merangkum bahan diskusi atau bahan ajar lain. d. Mental Activities; memecahkan soal, dan memprediksi.

e. Emotional Activities; minat/antusias dan perasaan senang. 3. Siswa: Siswa yang dimaksud adalah siswa MTs, yaitu kelas VII.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan fokus penelitian di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian, yaitu:

1. Apakah model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa?

2. Bagaimana respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) pada pelajaran matematika?

3. Apakah penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alternatif metode pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk:


(22)

1. Mengetahui peningkatan aktivitas belajar matematika siswa melalui penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching).

2. Mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching).

3. Mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching).

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi sekolah, dengan penelitian ini, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat suatu kebijakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah

2. Bagi Guru, hasil penelitian memberikan manfaat untuk mengetahui strategi pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa dan hasil belajar matematika siswa serta dapat meningkatkan prefesionalisme guru dalam proses belajar mengajar di kelas.

3. Bagi siswa, dengan diterapkannya pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) memberikan manfaat dalam membangun motivasi belajar siswa dalam pelajaran matematika serta meningkatkan aktivitas belajar siswa. 4. Bagi peneliti, sebagai umpan balik bagi peneliti dalam proses belajar

mengajar bidang studi matematika, dan untuk menambah pengetahuan serta pengalaman.

5. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan bahan referensi untuk diadakan penelitian lebih lanjut.

6. Bagi perkembangna ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat menambah informasi mengenai penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.


(23)

(24)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Dalam kajian teori pembelajaran matematika, peneliti akan menguraikan 2 sub bab antara lain: pengertian matematika dan pengertian belajar dan pembelajaran matematika. Pengertian matematika, belajar dan pembelajaran matematika sangatlah penting untuk ditulis karena dapat digunakan sebagai bahan acuan teori dalam mengajar matematika. Dengan adanya teori tersebut peneliti dapat menghubungan bagaimana caranya menerapkan pembelajaran matematika di sekolah.

a. Pengertian Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathematike, yang berarti “relating to learning“. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).1

Matematika adalah cara atau metode berpikir dan bernalar. Matematika dapat digunakan untuk membuat keputusan apakah suatu ide itu benar atau salah atau paling tidak ada kemungkinan benar. Matematika adalah suatu eksplorasi dan penemuan, di situlah setiap hari ide-ide baru ditemukan. “Matematika adalah metode berpikir yang digunakan untuk memecahkan semua jenis permasalahan yang terdapat di dalam sains, pemerintahan, dan industri”.2

James dan James (dalam Erman Suherman, 2001) dalam kamus matematikanya mengatakan “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai

1

Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA-UPI.2001), h. 18

2

Sukardjono, dkk, Hakikat dan Sejarah Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 1.3


(25)

bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri”.3 Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran matematika antara satu topik matematika dengan topik matematika yang lain saling berkaitan.

Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama, karena itu, matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapai perkembangan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik sejak SD, bahkan sejak TK. “Matematika yang diberikan di sekolah baik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun pada jenjang pendidikan menengah (SMU dan SMK), disebut dengan matematika sekolah”.4

Menurut Ismail ”matematika sekolah berfungsi sebagai tempat untuk meningkatkan ketajaman penalaran siswa yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupann sehari-hari, serta untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol”.5 Sehingga dapat dikatakan bahwa matematika sekolah berfungsi untuk meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan komunikasi terhadap bilangan atau simbol yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari berbagai pengertian yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu mengenai bilangan-bilangan yang diperoleh dengan bernalar, terorganisasikan dengan baik, yang dapat diterapkan di sekolah untuk mengembangkan cara berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama baik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun pada jenjang pendidikan menengah (SMU dan SMK) dan dapat digunakan sebagai pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

3

Erman Suherman,dkk, Loc.Cit 4

Erman Suherman,dkk, Op.Cit., h. 55 5

Ismail.,dkk, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), h.1.15


(26)

b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika

”Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.”6 Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada makhluk-makhluk lainnya, sehingga ia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah Tuhan di muka bumi.

Beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pengertian belajar. Ada yang berpendapat bahwa “Belajar adalah penambahan pengetahuan.”7 “Belajar adalah usaha aktif seseorang artinya tanpa adanya usaha aktif tidak akan terjadi proses belajar pada diri seseorang”.8 James O. Whittaker berpendapat bahwa “Belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan.”9 Sedangkan menurut pandangan konstruktivisme “Belajar merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri”.10

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Gagne’, seperti yang dikutip oleh Meriana (1999: 25) menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai hasil belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru dan ditempatkannya bersama-sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran. Sebagai hasil belajar (learning outcomes), Gagne’, seperti yang dikutip oleh Mariana

6

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 59 7

Udin S. Wiranataputra, dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 1.2

8

Soedijanto Padmowihardjo, Psikologi belajar Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 1.18

9

Wasty soemarto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 104 10

Triyanto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi pustaka, 2007), h. 28


(27)

(1999: 25) menyatakan dalam lima kelompok, yaitu intelektual skill, cognitive strategy, verbal information, motor skill, dan attitude.11

Berdasarkan perbedaan-perbedaan pendapat mengenai belajar, penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Segala aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar hanya berbeda cara dan usaha pencapaiannya.

Proses yang terjadi yang membuat seseorang melakukan proses belajar disebut pembelajaran. Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.12

Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya kita menggunakan istilah “proses belajar-mengajar” dan “pengajaran”. Menurut Gagne, Bringgs, dan Wager (1992), pembelajaran adalah “serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa”.13

Pembelajaran lebih mengacu pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Kalau kita menggunakan kata “pengajaran”, kita membatasi diri hanya pada konteks tatap muka guru dan siswa di dalam kelas. Sedangkan dalam istilah pembelajaran, interaksi siswa tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara fisik. Siswa dapat belajar melalui bahan ajar cetak, program radio, program televisi, atau media lainnya. Guru tetap memainkan peranan penting dalam merancang setiap kegiatan pembelajara. Dengan demikian pengajaran merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran.

11

Triyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 12

12

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, 2003 ), hal. 74

13


(28)

Pembelajaran adalah adanya interaksi. Interaksi tersebut antara siswa yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, siswa lainnya, tutor, media, atau sumber lainnya. Ciri lain dari pembelajaran adalah “adanya komponen yang saling berkaitan satu sama lain dan komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran”.14

Prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diantaranya bahwa “observasi, aktivitas, dan diskusi matematika siswa merupakan acuan dan petunjuk di dalam mengajar (Steffe dan Kieren dalam Suherman dan dikutip oleh Ismail,dkk: 2007)”.15 Dalam konstruktivisme aktivitas matematika diwujudkan melalui pengajuan suatu masalah yang menantang, kerja dalam kelompok kecil, dan diskusi kelas. Jadi, proses pembelajaran menurut konstruktivis menggunakan pendekatan yang berpusat pada masalah.

Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Dari pengertian tersebut pembelajaran matematika meliputi guru, siswa, proses pembelajaran, dan materi matematika sekolah. Dan dapat dikatakan pembelajaran matematika sekolah merupakan suatu proses yang sangat kompleks.

Pada pembelajaran matematika prinsip belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan.16 Berbuat salah satunya menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran matematika di kelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya. Oleh karena itu, materi yang diberikan kepada siswa bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam pembelajaran ini, guru lebih banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.

14

Ibid 15

Ismail, dkk, Pembaharuan dalam Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 7.13

16

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2008), h. 95


(29)

Dalam pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Pengaitan antara pelajaran yang sebelumnya dan yang akan dipelajari anak. Dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep yang lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang atau pelajar melaksanakan kegiatan belajar, dan proses tersebut dipandu oleh guru. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman dalam belajar matematika.

Setelah membahas tentang belajar dan pembelajaran, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa proses belajar bersifat internal dalam diri siswa, maksudnya proses belajar merupakan peningkatan memori siswa itu sendiri sebagai hasil belajar terdahulu. Sedangkan, pembelajaran bersifat eksternal yaitu aspek atau benda yang sengaja direncanakan dan dirancang oleh guru dalam suatu pembelajaran.

2. Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)

Model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) merupakan konsep baru dalam pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran juga dapat membantu memecahkan kebutuhan yang sering dihadapi dalam penggunaan model pembelajaran yang sudah usang. ”Model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu: menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya, kemudian memprediksikan pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa”.17

17

http://pendidikanmatematika.files.wordpress.com/2009/03/proposal_reciprocal_teachin g_.doc. Loc.Cit


(30)

a. Pengertian Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)

Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dikembangkan oleh Anne Marie Palinscar dari Universitas Michigan dan Ane Crown dari Universitas Illinois USA. Karekteristik dari pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) adalah:

A dialoge student and teacher, each taking a term in the role of dialogue leader :”reciprocal” interactions where me person acts in response to the other structured dialogue using four strategis: questioning, summarizing ,clarifying, predicting. Palinscar dan Brown.18

Bila diterjemahkan berarti bahwa karakteristik dari pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) adalah:

1 Dialog antara siswa dan guru, dimana masing-masing mendapat kesempatan dalam memimpin diskusi.

2 “Reciprocal” artinya suatu interaksi dimana seseorang bertindak untuk merespon dalam memimpin diskusi.

3 Dialog yang terstruktur dengan menggunakan empat strategi yaitu merangkum, membuat pertanyaan, mengklarifikasi (menjelaskan) dan memprediksi.

Masing-masing strategi tersebut dapat membantu siswa membangun aktivitas dan pemikiran kreatif terhadap apa yang sedang dipelajarinya. Menurut Resnick (dalam Hendriana,2002:25) “Pembelajaran terbalik adalah suatu kegiatan belajar yang telah dilakukan oleh siswa meliputi membaca bahan ajar yang disediakan, menyimpulkan, membuat pertanyaan, menjelaskan kembali dan menyusun prediksi”.19 Khadijah (dalam Hendriana,2002:4) berpendapat bahwa salah satu alternatif yang biasa digunakan “strategi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan analisis terhadap konsep yang dibacanya melakukan langkah-langkah berupa pemecahan masalah, menyusun pertanyaan

18

http://agungprudent.wordpress.com/2009/06/05/ model-pembelajaran-reciprocal-teaching/ Diterbitkan di: www.Pendidikanmatematika.com on Juni 5, 2009 at 8:08 h.1

19 Ibid


(31)

atau menjelaskan konsep yang dipelajarinya dan memprediksi adalah pembelajaran terbalik”.20

Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) lebih menghendaki guru menjadi model dan pembantu daripada penyaji proses pembelajaran. Maksudnya adalah guru hanya sebagai fasilitator dan siswa yang lebih aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Menurut Ann Brown (1982) dan Annemarie palincsar (1984) “guru mengajarkan siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman-pengalaman belajar, pada kesempatan itu mereka memodelkan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut berkat upaya mereka sendiri dengan pemberian semangat, dukungan, dan suatu sistem scaffolding”.21 Scaffolding adalah pemberian sejumlah besar bantuan seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian peserta didik tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya.

Pembelajaran terbalik adalah pendekatan konstrukivis yang berdasar pada prinsip-prinsip pembuatan/pengajuan pertanyaan.22 Dengan Pembelajaran terbalik guru mengajarkan siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dalam menciptakan pengalaman belajar, melalui pemodelan prilaku tertentu dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri dengan pemberian semangat, dukungan dan suatu sistem scaffolding.

Menurut Palinscar (Daniels, 1995:75) pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) adalah suatu model pembelajaran yang dirancang untuk menjadi peserta didik dengan empat strategi kognitif yaitu:

a. Merangkum artinya mengidentifikasi dan memparafrasekan topik utama dari suatu wacana. Bertujuan untuk menentukan intisari dari teks bacaan, memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi dan mengintegrasikan informasi yang paling penting dalam teks.

20

Ibid 21

Mohammad Nur, Strategi-Strategi Belajar, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2000), h. 48

22


(32)

b. Membuat pertanyaan mengenai informasi yang belum jelas yang terdapat dalam wacana. Strategi bertanya digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi sejauhmana pemahaman pembaca terhadap bahan bacaan, pembaca dalam hal ini siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya sendiri.

c. Menjelaskan artinya mengklarifikasi kata-kata kunci yang terdapat dalam wacana. Pada tahap menjelaskan siswa dapat menjelaskan hasil dari bacaan dan dapat menjadi guru dihadapan teman-temannya (guru siswa).

d. Memprediksi artinya menyimpulkan apakah struktur dan inti dari wacana yang tersedia dapat diperluas atau dipersempit. Pada tahap ini pembaca diajak untuk melibatkan pengetahuan yang sudah diperolehnya dahulu untuk digabungkan dengan informasi yang diperoleh dari teks yang dibaca untuk kemudian digunakan dalam mengimajinasikan kemungkinan yang akan diungkapkan dan diduga berdasarkan atas informasi yang sudah dimilikinya. 23

Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) menuntut guru menjadi model dan pembantu siswa. Guru mengajarkan keterampilan-keterampilan kognitif yang penting pada peserta didik dengan cara menciptakan pengalaman-pengalaman belajar. Guru menciptakan tingah laku tertentu kemudian membantu siswa untuk membangun keterampilan-keterampilan itu sendiri dengan memberikan rangsangan, dukungan dan system system yang mendukung.

Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) adalah teknik membaca yang dikembangkan oleh Palincsar dan Brown (1984,1986). Adapun teknik tersebut adalah:

Teknik ini meminta para siswa bekerja dalam kelompok untuk menggunakan beberapa strategi pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman bacaan. Siswa dibagi ke dalam empat kelompok. Seorang siswa kemudian bertindak sebagai pemimpin diskusi

23

Eti Sulandari, Sri Riyanti. Pengembangan Model Pembelajaran terbalik (Reciprocal Teaching) pada Mata Kuliah Perancangan Bahan dan Tebal Perkerasan dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Belajar Mahasiswa Teknik Sipil di Fakultas Teknik, Universitas Tanjung Pura, h. 6


(33)

dan, setelah merangkum pokok-pokok dari teks, siswa membuat pertanyaan yang lain tentang teks yang diajarkan, dapat menjelaskan setiap kesulitan, dan membuat prediksi tentang apa yang mungkin terjadi di bagian berikutnya dari teks . Kemudian di lanjutkan membaca anggota kelompok siswa yang kedua bertindak sebagai pemimpin diskusi. Siswa melanjutkan dengan cara ini sampai mereka telah membaca keseluruhan teks. Maksudnya adalah bahwa melalui praktik terang-terangan dan membimbing strategi membaca ini, siswa akan menginternalisasi mereka dan mulai menggunakan secara independen untuk tugas membaca lain. 24

Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) adalah strategi belajar melalui kegiatan mengajarkan teman. Pada strategi ini siswa berperan sebagai “guru” menggantikan peran guru untuk mengajarkan teman-temannya. Pembelajaran terbalik terutama dikembangkan untuk membantu guru menggunakan dialog-dialog belajar yang bersifat kerja sama untuk mengajarkan pemahaman-pemahaman bacaan secara mandiri di kelas.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) yaitu pembelajaran yang mula-mula guru memberi model-model pertanyaan, sedangkan siswa diminta oleh guru untuk membaca teks bacaan materi, kemudian siswa segera ditetapkan seolah-olah menjadi guru untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa yang lain. Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) merupakan model pembelajaran yang menekankan pada pemahaman mandiri siswa, sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika.

b. Langkah-Langkah Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)

Prosedur pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dilakukan dengan “guru menugaskan siswa membaca bacaan dalam kelompok-kelompok kecil, kemudian guru memodelkan empat keterampilan kognitif, merangkum, mengajukan pertanyaan, menjelaskan, dan memprediksi.”25 Selanjutnya guru menunjuk seorang siswa untuk menggantikan peranannya sebagai pemimpin

24

Anna Uhl Chamot, et.al, The Learning Strategies Handbook, (Newyork: Addison Wesley Longman, Inc, 1996), h. 106

25


(34)

diskusi dalam kelompok tersebut, dan guru bertindak sebagai fasilitator, motivator, mediator, serta semangat bagi siswa.

Langkah-langkah pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) menurut Palinscar dan Brown (1984) adalah sebagai berikut: 26

1 Pada tahap awal pembelajaran, guru bertanggung jawab memimpin tanya jawab dan melaksanakan keempat strategi pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) yaitu merangkum, menyusun pertanyaan, menjelaskan kembali dan memprediksi.

2 Guru menerangkan bagaimana cara merangkum, menyusun pertanyaan, menjelaskan kembali dan memprediksi setelah membaca 3 Selama membimbing siswa melakukan latihan mengunakan empat

strategi pembelajaran terbalik (reciprocal teaching), guru meminta siswa dalam menyelesaikan apa yang diminta dari tugas yang diberikan berdasarkan tugas kepada siswa.

4 Selanjutnya siswa belajar untuk memimpin tanya jawab dengan atau tanpa adanya guru.

5 Guru bertindak sebagai fasilitator dengan memberikan penilaian berkenaan dengan penampilan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam tanya jawab ke tingkat yang lebih tinggi.

Proses pembelajaran merupakan suatu proses aktif siswa yang sedang belajar untuk membangun pengetahuannya sendiri dan guru hanya berperan sebagai fasilitator untuk menyediakan suasana belajar yang mendukung proses konstruksi pengetahuan siswa. Berdasarkan pandangan konstruktivisme untuk lebih mengoptimalkan pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. “Menurut Michael (Rahma, 2004:26) kelompok belajar adalah merupakan cara yang memadai, mendukung konstruksi pengetahuan individu dengan berbagai cara dari setiap anggota kelompok tersebut”.27 Untuk mengelompokkan siswa kedalam beberapa kelompok dengan

26

http://agungprudent.wordpress.com/2009/06/05/ model-pembelajaran-reciprocal-teaching/, Loc.Cit

27


(35)

berbagai pertimbangan individual sehingga terciptanya kelas yang bergairah dalam belajar.

Berdasarkan uraian tersebut maka pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) yang dimaksud penulis dalam penelitian ini adalah:

a. Tahap pertama

Guru mempersiapkan bahan diskusi (lampiran 3) yang akan digunakan pada setiap pertemuan. Bahan diskusi tersebut memuat tugas–tugas menyimpulkan (merangkum), menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya dan memprediksi suatu permasalahan. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang.

b. Tahap Kedua

1) Guru membagikan bahan diskusi yang akan dipergunakan pada pertemuan tersebut, kemudian siswa membaca bahan ajar lain (buku paket) yang mereka miliki sebagai penunjang untuk mengerjakan bahan diskusi. Bahan diskusi tersebut tersebut memuat langkah-langkah yang terdapat pada pembelajaran terbalik (reciprocal teaching).

2) Selesai membaca siswa ditugaskan mengerjakan bahan diskusi dengan cara berdiskusi dengan teman sekelompoknya.

3) Guru memperagakan peran sebagai guru siswa dengan menjelaskan hasil rangkuman, mengajukan pertanyaan, dan menyampaikan hasil prediksi dari pertanyaan yang diajukan dari soal prediksi yang dibuat dalam bahan diskusi.

4) Pada pertemuan selanjutnya yang menjadi guru siswa adalah salah satu kelompok dalam kelas yang dipilih secara acak, sehingga seluruh kelompok siswa dalam kelas harus siap.

c. Tahap Ketiga

Sebagaimana pertemuan sebelumnya, guru membagikan bahan diskusi dan siswa mengerjakan secara diskusi kelompok. Dipilih salah satu


(36)

kelompok untuk menjadi guru siswa yang berperan aktif bersama teman-temannya membahas bahan diskusi.

c. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)

Model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) ini didukung oleh beberapa teori, karena teori ini membantu pengajar dalam menjelaskan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Adapun teori-teori yang mendukung pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) adalah:28

1. Teori Piaget

Penerapan teori Piaget dalam pengajaran yaitu menggunakan demonstasi dan mempresentasikan ide-ide secara fisik. Teori Piaget dalam pembelajaran diterapkan dalam program yang menekankan:

a) Pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan memanipulasi langsung alat bahan atau media belajar.

b) Peranan pengajar sebagai seorang yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar yang luas.

Berdasarkan Teori Piaget pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) ini sangat cocok sekali dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) memusatkan kepada berpikir atau proses mental peserta didik, tidak hanya hasil yang diperoleh. Selain itu pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif dan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penerapan teori Piaget dalam pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) adalah “tutor teman sebaya” dimana peserta didik dapat mempresentasikan ide-ide secara lebih jelas.

28


(37)

2. Teori Vygotsky

Teori Vygotsky adalah menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran, yang berlangsung ketika siswa bekerja dalam Zone of proximal depelopment adalah tingkat perkembangan sedikit diatas tingkat perkembangan seorang anak saat ini.

Ide penting lain dari Teori Vygotsky adalah Scaffolding. Scaffolding berarti pemberian sejumlah besar bantuan seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian peserta didik tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk peningkatan, dorongan, menguraikan masalah kedalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, ataupun yang lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk tumbuh mandiri. Dalam pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) peran pengajar adalah membantu “tutor teman sebaya” jika mengalami kesulitan dengan memberikan Scaffolding atau memberikan bantuan kepada peserta didik berupa petunjuk, peringatan dan dorongan untuk meyakinkan peserta didik tumbuh mandiri.

3. Teori Kekuatan Mental

Teori kekuatan mental berasal dari Jean. J. resseau yang mengungkapkan bahwa anak memiliki potensi atau kekuatan yang masih terpendam, yaitu potensi berpikir, berperasaan, berkemauan, keterampilan berkembang, mencari dan menemukan sendiri apa yang diperlukannya. Anda tidak usah terlalu banyak mengatur dan memberi. Biarkan mereka mencari dan menemukan dirinya sendiri agar anak dapat berkembang sendiri.

Tugas guru adalah menyediakan bahan pelajaran yang menarik perhatian dan minat anak, sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya. Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, memberikan motivasi dan bimbingan sesuai dengan sifat dan kebutuhan anak. Apabila dihubungkan dengan pembelajaran terbalik (reciprocal


(38)

teaching), teori ini sangan mendukung, dimana pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) ini memberikan keempat keterampilan kognitif. Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) mengutamakan peran aktif siswa dalam pembelajaran untuk membangun proses berfikir siswa sehingga siswa dapat lebih berfikir kreatif. Hal itu sejalan dengan prinsip dasar konstruktivisme. Menurut Supomo (dalam Nuryani, 2003:22) prinsip konstruktivisme adalah sebagai berikut:

a) Menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses berpikir untuk pembentukan pengetahuan.

b) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.

c) Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya interaksi dan kerjasama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya inetraksi dan kerjasama antara siswa, guru dan siswa.

d) Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.

e) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga matematika menjadi menarik dan siswa rajin belajar.29

Menurut Claire Weinstein (Hamzah, 2006) “pengajaran yang baik adalah pengajaran yang meliputi mengajar siswa tentang bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir, bagaimana memotivasi diri sendiri”.30 Ini berarti yang menjadi pusat perhatian adalah siswa, siswa termotivasi untuk aktif dan belajar mandiri dalam memahami suatu konsep. Dalam hal ini peranan guru adalah sebagai fasilitator dan motivator yang mengarahkan siswa untuk membangun pengetahuan matematika secara mandiri. Siswa akan terbiasa untuk

29

Nuryani, Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran terbalik (Pembelajaran terbalik (Reciprocal Teaching)). Bandung:

SKRIPSI UPI (tidak diterbitkan), 2003. dalam http://agungprudent.wordpress.com/2009/06/05/model-pembelajaran-reciprocal-teaching/,

30


(39)

memahami dan mengerti apa yang dibahas pada materi yang sedang dipelajari tanpa dibahas terlebih dahulu oleh guru. Siswa dapat memahaminya dengan cara mereka bekerja secara kelompok dengan terjadinya interaksi antara siswa yang lebih pandai dengan siswa yang kurang pandai sehingga dapat saling membantu satu dengan yang lainnya.

d. Keunggulan Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)

Model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) selain dapat menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong siswa untuk berpikir dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan. Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) juga dapat mengaktifkan siswa, dan memiliki beberapa kelebihan yang yang dapat dijadikan suatu motivasi agar anak mau belajar. Adapun keunggulan-keunggulannya adalah: 1. Dapat memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa

itu sendiri

2. Peserta didik belajar dengan pemahaman sehingga tidak mudah lupa dan lebih bermakna.

3. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri.

4 Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.

5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

e. Prinsip Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)

Pembelajaran terbalik adalah suatu pendekatan konstruktivistik yang berdasarkan pada prinsip-prinsip pembuatan/pengajuan pertanyaan. Dengan pembelajaran terbalik dapat menciptakan pengalaman belajar yang membantu siswa mengembangkan keterampilan kognitif.


(40)

Adapun prinsip-prinsip yang mendasari pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dalam pendekatan konstuktivistik adalah sebagai berikut:31

Pertama : Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa. Artinya, dengan bantuan prinsip-prinsip pedagogi yang konstruktivis yaitu relevasinya tidak harus berkitan dengan kehidupan atau keberadaan siswa terdahulu tetapi siswa harus memiliki minat terhadap subjek tertentu sehingga memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tertentu. Modal yang besar terhadap sesuatu merupakan suatu modal besar artinya untuk mencapai/memperoleh benda atau tujuan yang diminati

Kedua : Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan. Artinya, guru konstruktivistik mengorganisasi informasi sekitar problematika konsep, pertanyaan dan situasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Karena siswa merasa disibukan dengan ide-ide atau problem yang dipresentasikan secara sulit/tidak dimengerti.

Ketiga : Mencari dan menilai pendapat siswa. Artinya, dalam proses belajar mengajar karakteristik para siswa sangat diperhitungkan karena mempengaruhi jalannya proses dan hasil pembelaan siswa yang bersangkutan. Maksudnya yaitu siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya dan perspektif yang dipakai dalam menggiatkan prestasinya. Pemahaman dan karakteristik siswa ini sangat membantu dalam mencari dan menilai pendapat siswa.

Keempat : Menyesuaikan kurkulum untuk menanggapi anggapan siswa. Artinya belajar menjadi lebih baik jika tuntutan kognitif, sosial dan emosional dari kurikulum dapat dicapai oleh para siswa.

Kelima : Guru harus mampu memberikan pertanyaan yang luas agar siswa dapat mengugkapan ide-ide yang mereka miliki tanpa harus terfokus

31

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 147-154


(41)

terhadap satu jawaban saja. Guru harus mempunyai kemamuan kepribadian dan keterampilan kemasyarakatan dalam proses pembelajaran (profesional). Guru perlu berupaya untuk menigkatkan kemampuan-kemampuan pembelajaran siswa.

3. Aktivitas Belajar

Di dalam menerapkan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching), aktivitas menjadi tujuan utama dalam penilaian peneliti. Dengan diterapkannya pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) siswa harus mampu menemukan ide-idenya sendiri dengan cara berdiskusi di dalam kelompok-kelompok kecil. Peneliti dapat menilai bagaimana siswa berinteraksi dengan siswa lainnya, untuk itu diperlukan kajian teori tentang aktivitas agar dapat mendukung proses pembelajaran di kelas.

a. Pengertian Aktivitas Belajar

”Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.”32 Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Dengan adanya aktivitas dapat mewujudkan siswa yang aktif dan bukan siswa yang pasif.

Belajar pada hakekatnya dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Baik itu dilakukan di sekolah secara formal maupun dilakukan di alam sekitar. Lain halnya dengan Sardiman AM, yang mengganggap bahwa ”sekolah adalah salah satunya pusat kegiatan belajar karena sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas.”33

Menurut Mulyono Aktivitas artinya “kegiatan/keaktifan”. Segala kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas.34 Aktivitas dalam belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sehari-hari di

32

Sardiman, Loc.Cit 33

Sardiman, Op.Cit., h. 100 34

Anton M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2000), h.. 26


(42)

dalam kelas atau dalam istilah kata proses belajar mengajar. Aktivitas dalam belajar dilakukan bila keduanya hadir, adanya guru dan siswa. Aktivitas itu sendiri berupa: kehadiran, pembahasan materi pelajaran, adanya diskusi antara guru dan siswa, dan lain sebagainya.

Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik. Interaksi tersebut menimbulkan aktivitas. Beberapa pandangan mengenai konsep aktivitas belajar antara lain:35

1. Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Di dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa.

2. Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhan menimbulkan dorongan untuk berbuat. Setiap saat kebutuhan dapat berubah dan bertambah, sehingga variasinya semakin banyak dan beraneka ragam pula.

Dari pengertian aktivitas di atas, penulis menyimpulkan bahwa aktivitas merupakan inti dari suatu proses belajar, karena belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang. Dapat dikatakan bahwa aktivitas merupakan asas yang terpenting karena belajar merupakan suatu kegiatan. Tanpa kegiatan atau bergerak tak mungkin seorang dikatakan belajar. Aktivitas belajar itu adalah aktivitas yang bersifat fisik/jasmani maupun mental/rohani. Kaitan antara keduanya akan menimbulkan aktivitas belajar yang optimal.

b. Jenis-Jenis Aktivitas dalam Belajar

Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas (Sardiman A.M, 2008:100). Oleh sebab itu, banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich membuat

35

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. Ke-2, 2003), h. 170


(43)

suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:36

1. Visual activities

Membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pendapat orang lain.

2. Oral activities

Menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

3. Listening activities,

Mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4. Writing activities,

Menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin. 5. Drawing activities,

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, dan pola. 6. Motor activities,

Melakukan percobaan, melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental activities,

Menanggapi, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.

8. Emotional activities,

Minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Jadi dengan klarifikasi aktivitas seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Kalau berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal.

Sedangkan secara lebih sederhana, contoh berbagai aktivitas belajar yaitu:37

36


(44)

1) Mendengarkan

Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan.

2) Memandang

Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu matalah yang memegang peranan penting.

3) Meraba, membau, mencicipi/mengecap.

Aktivitas meraba, membau, mencicipi adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar.

4) Menulis atau mencatat

Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar.

5) Membaca

Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah.

6). Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi

Ikhtisar atau ringkasan memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang.

7) Mengamati tabel-tabel, diagaram-diagram dan bagan-bagan

Aktivitas mengamati tabel-tabel, diagaram-diagram dan bagan-bagan jangan diabaikan untuk diamati, karena ada hal-hal tertentu yang tidak termasuk dalam penjelasan melalui tulisan.

8) Menyusun paper atau kertas kerja

Dalam penyusunan paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus metodologis dan sistematis.

37

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2002), cet 1, h. 38-45


(45)

9) Mengingat

Mengingat merupakan gejala psikologis. Perbuatan mengingat dilakukan bila seseorang sedang mengingat-ingat kesan yang telah dipunyai.

10)Berpikir

Berpikir termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu.

11)Latihan atau praktek

Latihan merupakan cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Dengan banyak latihan kesan-kesan yang diterima lebih fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal. Dari contoh-contoh di atas, perlu diperhatikan bahwa peserta didik belajar dengan gaya mereka masing-masing. Sehingga kepekaan dan keahlian guru dalam menentukan strategi pembelajaran sangat penting agar aktivitas belajar siswa dapat optimal. Prinsip aktivitas yang diuraikan di atas didasarkan pada pandangan psikologis bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan (mendengar, melihat, dan sebagainya) sendiri dan pengalaman sendiri.

Jenis-jenis aktivitas yang akan diamati peneliti dalam menerapkan pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) antara lain:

a) Visual activities

Memperhatikan. Aktivitas siswa dikelompokkan ke dalam kategori ini, jika siswa di dalam diskusi kelompok turut berpartisipasi baik selama menjadi guru siswa ataupun siswa lainnya, karena di dalam pembelajaran terbalik terdapat tahapan memperhatikan yaitu siswa diharuskan memperhatikan guru siswa pada saat diskusi berlangsung ataupun memperhatikan apa yang sedang didiskusikan teman lainnya.

b) Oral activities

Memberi penjelasan. Aktivitas siswa dikelompokkan ke dalam kategori ini, jika siswa secara lisan menjawab pertanyaan guru atau pertanyaan siswa lain atau menyarankan suatu penyelesaian masalah karena di dalam proses


(46)

pembelajaran terbalik pada saat guru siswa mempresentasikan hasil dari bahan diskusinya, kelompok guru siswa diharuskan memberi penjelasan kepada kelompok yang lain. Demikian juga, jika siswa memberi penjelasan lisan maupun tertulis atas contoh pekerjaannya terhadap suatu masalah yang telah mereka selesaikan.

Mengajukan pertanyaan. Aktivitas siswa yang dikelompokan ke dalam kelompok ini, jika siswa mengajukan pertanyaan tentang materi ajar atau mencari bantuan untuk memecahkan suatu masalah karena dalam pembelajaran terbalik terdapa tahapan mengajukan pertanyaan.

Menanggapi. Aktivitas siswa dikelompokkan ke dalam kategori ini, jka siswa dapat berpartisipasi aktif di dalam diskusi kelompok. Pada pembelajaran terbalik pada saat guru siswa atau teman lain menjelaskan maka siswa lain bisa menanggapi apa yang dijelaskan oleh guru siswa atau siswa lain.

c) Writing activities

Membuat catatan tertulis (membuat rangkuman). Aktivitas siswa dikelompokkan ke dalam kategori ini, jika siswa mampu membuat rangkuman dari lembar kerja siswa yang diberikan guru tentang materi ajar yang sedang dipelajari dengan mencatat hal-hal yang penting dalam bahan diskusi. Pada pembelajaran terbalik terdapat tahapan merangkum, oleh krena itu peneliti mengamati rangkuman yang dibuat siswa.

d) Mental activities.

Memecahkan masalah. Aktivitas siswa masuk pada kategori ini, jika mereka secara nyata terlibat dalam menulis penyelesaian suatu masalah yang mereka pecahkan sendiri, itu berarti siswa telah dapat melakukan aktivitas oral yang kemudian secara langsung akan diamati peneliti. Pembelajaran terbalik menuntut siswa dapat memecahkan masalah yang terdapat dalam bahan diskusi atau dari pertanyaan teman yang lain.

Memprediksi. Aktivitas siswa dikelompokkan ke dalam kategori ini, jika siswa berusaha mengungkapkan ide atau jawabannya dari soal memprediksi yang telah dibuat dalam bahan diskusi. Pambelajaran terbalik terdapat tahapan


(47)

dimana siswa harus memprediksi jawaban dari pertanyaan yang telah dibuat peneliti di dalam bahan diskusi.

e) Emotional activities.

Minat dan Antusias. Jika siswa ada kemauan dalam mengikuti pelajaran matematika dan sangat bersemangat ketika sedang melaksanakan diskusi. Senang. Aktivitas siswa dikelompokkan ke dalam kategori ini, jika siswa dalam mengikuti pelajaran dapat memberikan respon yang baik atau sebaliknya. Dengan adanya pembelajaran terbalik dapat mengetahui antusias siswa dan rasa senang siswa terhadap pembelajaran matematika.

c. Nilai Aktivitas dalam Pengajaran

Aktivitas belajar siswa merupakan salah satu aspek yang penting diperhatikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada proses pembelajaran. Sehingga, suatu aktivitas memiliki nilai bagi pengajaran dikarenakan:38

1) Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.

2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral.

3) Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan siswa. 4) Para siswa bekerja menuntut minat dan kemampuan sendiri.

5) Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.

6) Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antar orang tua dan guru.

7) Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret.

8) Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat.

Nilai-nilai aktivitas tersebut di atas menegaskan kembali bahwa pembelajaran tidak berpusat pada guru saja melainkan siswa dituntut aktif dalam proses belajar dengan menggunakan seluruh alat inderanya. Dengan demikian,

38


(48)

pengajaran yang menjadikan aktivitas sebagai acuannya sapat berdampak positif bagi hasil belajar siswa.

B. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

1. Nanang Priyatna, dalam penelitiannya yang berjudul “Pendekatan pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) pada Pembelajaran Matematika SD”, memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SD dan dapat meningkatkan aktivitas siswa dan juga membiasakan siswa untuk selalu berpikir cermat dan kritis.

2. Rani, Dwina, Amalia. “Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa Smp (Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas Viii Smp Negeri 12 Bandung)”, memberi kesimpulan bahwa model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dapat meningkatkan berpikir kreatif matematika siswa SMP Negeri 12 Bandung dan dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa dan dapat memberikan respon yang baik terhadap siswa.

4. Ramdani Miftah, dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)”, memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran terbalik dapat meningkatkan komunikasi matematika siswa dan dapat memberikan respon positif bagi siswa.

C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan

Kegagalan/keberhasilan belajar sangat bergantung pada peserta didik misalnya saja, bagaimana kemampuan dan kesiapan peserta didik untuk mengikuti kegiatan belajar matematika, bagaimana sikap, minat dan aktivitas peserta didik terhadap pelajaran matematika.


(49)

Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) adalah suatu prosedur pengajaran atau pembelajaran yang dirancang untuk mengajar siswa strategi-strategi kognitif serta untuk membantu mereka memahami bacaan dengan baik. Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) mengacu kepada sekumpulan kondisi belajar dimana siswa pertama-tama mengalami sekumpulan kegiatan kognitif tertenti dan perlahan-lahan baru melakukan fungsi-fungsi itu sendiri.

Pembelajaran ini menuntut guru menjadi model dan pembantu siswa. Guru mengajarkan keterampilan-keterampilan kognitif yang penting pada peserta didik dengan cara menciptakan pengalaman-pengalaman belajar. Guru mencontohkan tingkah laku tertentu kemudian membantu siswa untuk membangun keterampilan-keterampilan diri sendiri dengan memberikan rangsangan, dukungan dan sistem-sistem yang mendukung.

Keterampilan-keterampilan kognitif siswa perlu dilatih dan dikembangkan. Pembelajaran terbalik merupakan salah satu cara yang dapat menjadikan siswa lebih aktif dengan mengukur beberapa indikator-indikator dari aktivitas sehingga dapat diduga dengan menerapkan pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) selain dapat meningkatkan hasil belajar juga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori yang telah diuraikan maka peneliti mengajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: Diduga penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) pada pelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2009/2010, yaitu pada bulan Februari – Mei 2010 di MTs Daarul Hikmah Pamulang yang beralamat di Jl. Surya Kencana pamulang timur , dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Februari Maret April Mei

1 Persiapan dan perencanaan

2 Observasi (Studi lapangan)

3 Pelaksanaan Pembelajaran √ √

4 Analisis Data √

5 Laporan penelitian √

B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang lebih dikenal dengan Classroom Action Research. yaitu suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut dilakukan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.1

Tujuan utama dari penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan professionalisme pendidik dalam menangani proses pembelajaran. Dengan memahami dan mencoba melaksanakan penelitian tindakan kelas, diharapkan kemampuan pendidik dan proses pembelajaran semakin meningkat kualitasnya dan sekaligus akan meningkatkan kualitas pendidikan.

1

Suharsimi Arikunto, Peneltian Tindakan Kelas, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007) Cet ke-4, h.3


(51)

Penelitian ini diawali dengan melakukan penelitian pendahuluan (pra penelitian) dan akan dilanjutkan dengan dua siklus. Dalam hal ini, yang dimaksud siklus adalah satu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula,2 dimana setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu:

a. Perencanaan (Planning)

Pada tahap perencanaan peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrument pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi selama tin dakan berlangsung. Dalam tahap ini peneliti menentukan titik fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian bekerja sama dengan kolaborator (guru kelas) membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan disajikan dalam proses pembelajaran di kelas. Pada tahap ini juga peneliti membuat instrumen penelitian yang terdiri dari lembar observasi, jurnal harian, lembar wawancara dan soal tes untuk akhir silkus.

b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Pada tahap ini, adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan yang telah dibuat, yaitu melaksanakan tindakan kelas. c. Pengamatan (Observing)

Dalam tahap ini peneliti melakukan pengamatan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan untuk memperoleh data yang akurat untuk perbaikan pada siklus berikutnya. Observasi dimaksudkan sebagai kegiatan mengamati, menggali, dan mendokumentasikan semua gejala indikator yang terjadi selama proses penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan dengan dibantu oleh guru kelas yang bertugas sebagai observer dan kolaborator. Sebagai observer yaitu mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan memberi penilaian terhadap peneliti dalam menerapkan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching).

2


(1)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Yang bertandatangan di bawah ini

Nama : Ria Sardiyanti

NIM : 105017000475

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2005

Alamat : Jl. Oscar II No.17 RT 001/ RW 002, BambuApus- Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten, 15415.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dr. Kadir, M.Pd NIP : 19670812 199402 1 001 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika 2. Nama : Abdul Muin, S.Si, M.Pd

NIP : 19751201 200604 1 003 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Juni 2010

Yang Menyatakan


(2)

LEMBAR UJI REFERENSI

Nama : Ria Sardiyanti

Nim : 105017000475

Jurusan : Pendidikan Matematika

Judul Skripsi : Penerapan Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa

No Referensi Pembimbing

I

Pembimbing II 1. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar

Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2008), h.2

2. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2008), h.110

3. Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 6 September 2009, h. 38.

4. Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 6 September 2009, h. 195.

5. Sri Hartati, Penerapan Pendekatan Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) (Pengajaran Berbalik) Sebagai Upaya peningkatan Kadar Keaktifan dan Kemampuan Kognitif Siswa Pada Pembelajaran IPA SLTP, (Jakarta: Laporan Penelitian LIPI,UNS, 2002) h.3


(3)

6. Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Operasi Bilangan Berpangkat Siswa Kelas IX-A SMP Negeri 2 Moramo, h. 2 dalam

http://pendidikanmatematika.files.wordpress.com/2009/03/ proposal_reciprocal_teaching_.doc.

7. Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA-UPI.2001), h. 18

8. Sukardjono, dkk, Hakikat dan Sejarah Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 1.3

9. Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA-UPI.2001), h. 55

10. Ismail.,dkk, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), h.1.15

11. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 59

12. Prof. Dr. Udin S. Wiranataputra, dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 1.2 13. Prof. Dr. Ir. Soedijanto Padmowihardjo, Psikologi belajar

Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 1.18

14. Wasty soemarto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 104

15. Triyanto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi pustaka, 2007), h. 28

16. Triyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 12 17. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, 2003 ), hal. 4


(4)

18. Prof. Dr. Udin S. Wiranataputra, dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 1.6 19. Ismail, dkk, Pembaharuan dalam Pembelajaran Matematika,

(Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 7.13

20. Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2008), h. 96

21. http://agungprudent.wordpress.com/2009/06/05/

model-pembelajaran-reciprocal-teaching/ Diterbitkan di: Pendidikan on Juni 5, 2009 at 8:08 h.1

22. Dr. Mohammad Nur, Strategi-Strategi Belajar, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2000), h. 48

23. Triyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 96

24. Eti Sulandari, Sri Riyanti. Pengembangan Model Pembelajaran terbalik (Reciprocal Teaching) pada Mata Kuliah Perancangan Bahan dan Tebal Perkerasan dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Belajar Mahasiswa Teknik Sipil di Fakultas Teknik, (Jakarta: Laporan Penelitian LIPI,Universitas Tanjung Pura, 2002) h. 6

25. Anna Uhl Chamot, et.al, The Learning Strategies Handbook, (Newyork: Addison Wesley Longman, Inc, 1996), h. 106 26. Triyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 97 27. http://agungprudent.wordpress.com/2009/06/05/

model-pembelajaran-reciprocal-teaching/ Diterbitkan di: Pendidikan on Juni 5, 2009 at 8:08 h.3

28. Eti Sulandari, Sri Riyanti. Pengembangan Model Pembelajaran terbalik (Reciprocal Teaching) pada Mata Kuliah Perancangan Bahan dan Tebal Perkerasan dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Belajar Mahasiswa Teknik


(5)

Sipil di Fakultas Teknik, (Jakarta: Laporan Penelitian LIPI,Universitas Tanjung Pura, 2002) h. 8-10

29. Dr. Mohammad Nur, Strategi-Strategi Belajar, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2000), h. 49

30. Prof.Dr.H. Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 147-154 31. Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,

(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2008), h. 100

32. Anton M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2000), h. 26

33. Prof. Dr. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. Ke-2, 2003), h. 170

34. Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2008), h. 101

35. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2002), cet 1, h. 38-45

36. Prof. Dr. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. Ke-2, 2003), h. 175

37. Suharsimi Arikunto, Peneltian Tindakan Kelas, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007) Cet ke-4, h.3

38. Suharsimi Arikunto, Peneltian Tindakan Kelas, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007) Cet ke-4, h.20

39. Suharsimi Arikunto, Peneltian Tindakan Kelas, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007) Cet ke-4, h.63

40. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 79

41. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 100


(6)

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kadir, M.Pd Abdul Muin,S.Si, M.Pd


Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor terstruktur untuk meningkatkan aktivitas belajar matemetika siswa (penelitian tindakan kelas di SMP Islam al-Ikhlas Cipete)

1 9 47

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) Pada Mata Pelajaran Ips

0 7 107

Pengaruh model pembelajaran reciprocal teaching terhadap penguasaan konsep biologi berbasis nilai: quasi eksperimen pada siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta

0 3 120

Kompetensi Guru Bahasa Arab di Sekolah MTs Daarul Hikmah Pamulang

0 5 80

Hubungan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Dengan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Di Sma Negeri 46 Jakarta)

6 25 142

Upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui teknik pembelajaran terbalik (reciprocal teaching)

0 36 0

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN TERBALIK (RECIPROCAL Penerapan Strategi Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) Untuk Meningkatkan Komunikasi Matematika (Pada Siswa Kelas Vii Smp Muhammadiyah 4 Sambi 2015/2016).

0 4 10

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN TERBALIK (RECIPROCAL Penerapan Strategi Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) Untuk Meningkatkan Komunikasi Matematika (Pada Siswa Kelas Vii Smp Muhammadiyah 4 Sambi 2015/2016).

0 4 16

PENDAHULUAN Penerapan Strategi Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) Untuk Meningkatkan Komunikasi Matematika (Pada Siswa Kelas Vii Smp Muhammadiyah 4 Sambi 2015/2016).

0 4 4

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERBALIK (RECIPROCAL TEACHING) TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII MTSN MODEL MAKASSAR

0 0 125