melipat, lalu disusun pada rak yang tersedia. Apabila tidak bersih saat mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin maka dicuci kembali Standar Prosedur Pelayanan dan
Standar Prosedur Kerja Sarana Sandang, 2012. Kegiatan ini telah sesuai dengan standar operasional prosedur pelayanan dan
standar prosedur kerja sarana sandang tahun 2012. Sudah sangat baik dikarenakan telah melakukan kegiatan lebih dari peraturan perundang menurut Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 129MenkesSKII2008 mengenai Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tertera bahwa standar pelayanan laundry hanya tidak adanya
kejadian linen yang hilang dan ketepatan waktu penyediaan linen untuk ruang rawat inap berstandar 100.
Hasil observasi didapatkan potensi bahaya yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita berupa bahaya fisik, biologi, kimia dan
ergonomi. Bahaya potensial fisik berasal dari debu dari serat kain. Bahaya potensial biologi berasal dari linen kotor yang telah digunakan oleh pasien. Bahaya potensial
kimia berasal dari detergen dan bahan-bahan kimia alkali untuk mencuci. Bahaya potensial ergonomi berasal dari beban angkat.
Oleh karena itu diperlukan safety briefing setiap hari sebelum pekerjaan dilakukan agar pekerja dapat melakukan langkah-langkah pekerjaan dengan aman.
Setelah pekerjaan selesai adanya laporan untuk apa saja yang telah dilakukan pada hari itu tindakan aman dan tidak aman. Hal ini sesuai dengan Terry 2003
terbentuk perilaku aman dipengaruhi oleh langkah-langkah pekerjaan yang tetap aman. Pada penelitian Sari 2012 menyatakan bahwa salah satu langkah-langkah
pada saat bekerja diperlukan adanya safety briefing agar pekerja dapat aware terhadap keselamatan dan kesehatan dirinya.
6.3. Pembahasan Identifikasi Bahaya Di Laundry Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Menurut Ramli 2010 identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Identifikasi
berguna untuk mengenal bahaya. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat
dijalankan. Menurut Terry 2003 terbentuk perilaku aman dipengaruhi oleh langkah-
langkah pekerjaan yang tetap aman. Langkah-langkah tersebut bisa diawali dengan adanya identifikasi bahaya. Dari identifikasi bahaya maka akan didapatkan potensi
bahaya yang mungkin dapat mengakibatkan kecelakaan. Lalu dapat mengetahui tindakan pencegahan yang tepat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432MENKESSKIV2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja di Rumah Sakit bagian III Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sub bagian “B”,
bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Dari hasil
penelitian bahaya yang sangat mungkin terjadi di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta yaitu bahaya potensial kimia dari bahan detergen yang
digunakan dan bahaya potensial biologi dari yang berasal dari linen-linen
dikumpulkan menjadi satu di dalam laundry berasal dari pasien yang menderita berbagai penyakit, baik itu pasien yang sudah didiagnosa menderita penyakit
infeksius ataupun pasien yang masih dalam penegakan diagnosa, sehingga perlu adanya antisipasi pada pekerja laundry yang setiap hari selalu kontak dengan potensi
bahaya tersebut dengan penggunaan alat pelindung diri. Hasil identifikasi didapatkan potensi bahaya yang terdapat di laundry Rumah
Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita berupa bahaya fisik, biologi, kimia dan ergonomi. Bahaya potensial fisik berasal dari debu dari serat kain. Bahaya potensial
biologi berasal dari linen kotor yang telah digunakan oleh pasien. Bahaya potensial kimia berasal dari detergen dan bahan-bahan kimia alkali untuk mencuci. Bahaya
potensial ergonomi berasal dari beban angkat. Pada saat mengambil linen kotor dari hasil wawancara potensi bahaya yang
dapat terjadi terkilir akibat muatan linen berlebih maka pengendalian yang telah ditetapkan dengan menggunakan dorongan beroda dan rolling pekerjaan setiap
minggu. Lalu saat mengambil linen kotor juga terdapat potensi bahaya terkena linen kotor yang terkena cairan tubuh pasien infeksinon infeksi. Pengendalian yang telah
ditetapkan menggunakan alat pelindung diri berupa masker, barakscort, sarung tangan
dan memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda saat diambil. Pada penggunaan alat pelindung diri seharusnya saat pengambilan linen
kotor perlu penambahan di standar operasional prosedur yaitu alas kaki seperti sandal atau sepatu untuk mencegah bakteri dari linen kotor agar tidak mengenai kulit kaki.
Berikut gambar 6.2 dan 6.3 pemisahan linen kotor infeksi dengan yang tidak infeksi.