Identifikasi Bahaya TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1.3. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif. 2.1.1.4. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha yang akan dilakukan Ramli, 2010. 2.1.2. Persyaratan Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya harus dilakukan secara terencana dan komprehensif. Banyak perusahaan yang telah melakukan identifikasi bahaya, tetapi ternyata angka kecelakaan masih dinilai tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses identikasi bahaya yang dilakukan belum berjalan dengan efektif Ramli, 2010. Ada beberapa hal yang mendukung keberhasilan program identifikasi bahaya antara lain 2.1.2.1. Identifikasi bahaya harus sejalan dan relevan dengan aktivitas perusahaan sehingga dapat berfungsi dengan baik. Hal ini sangat menentukan dalam memilih teknik identifikasi bahaya yang tepat bagi perusahaan. Bagi perusahaan yang sifat risiko rendah, tentu tidak perlu melakukan identifikasi bahaya dengan teknik yang sangat komprehensif misalnya teknik kuantitatif. 2.1.2.2. Identifikasi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya teknologi dan ilmu terbaru. Banyak bahaya yang sebelumnya belum dikenal tetapi saat ini menjadi suatu potensi besar. Karena itu, dalam melakukan identifikasi bahaya mesti selalu mempertimbangkan kemungkinan adanya teknik baru atau sistem pencegahan yang telah dikembangkan. 2.1.2.3. Keterlibatan semua pihak terkait dalam proses identifikasi bahaya. Proses identifikasi bahaya harus melibatkan atau dilakukan melalui konsultasi dengan pihak terkait misalnya dengan pekerja. Mereka paling mengetahui adanya bahaya di lingkungan kerjanya masing-masing. Mereka juga berkepentingan dengan pengendalian bahaya di tempat kerjanya. Identifikasi bahaya juga berdasarkan masukan dari pihak lain misalnya konsumen atau masyarakat sekitar. Konsumen biasanya mengetahui berbagai kelemahan dan kondisi berbahaya yang ada dalam jasa atau produk yang dihasilkan perusahaan. 2.1.2.4. Ketersediaan metoda, peralatan, referensi, data dan dokumen untuk mendukung kegiatan identifikasi bahaya. Salah satu sumber informasi misalnya data kecelakaan yang pernah terjadi baik internal maupun eksternal perusahaan. 2.1.2.5. Akses terhadap regulasi yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan termasuk juga pedoman industri dan data seperti MSDS Material Safety Data Sheet Ramli, 2010. 2.1.3. Jenis Bahaya Bahaya dalam kehidupan sangat banyak ragam dan jenisnya. Lihatlah di sekitar kita, tanpa disadari terdapat berbagai jenis bahaya. Jenis bahaya dapat diklasifikasikan menjadi bahaya mekanis, bahaya listrik, bahaya fisis, bahaya biologis, dan bahaya kimia Ramli, 2010. 2.1.4. Teknik Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terkena bahaya. Namun demikian, tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah, seperti mengenal bahaya api Ramli, 2010. Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem. Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan menjadi metoda pasif, metoda semiproaktif dan metoda aktif Ramli, 2010. 2.1.4.1. Teknik pasif merupakan identifikasi pasif jadi bahaya dikenal dengan mengalami terlebih dahulu. 2.1.4.2. Teknik semi proaktif merupakan teknik belajar dari pengalaman orang lain jadi mengetahui adanya bahaya yang tidak dialami diri sendiri tetapi orang lain. 2.1.4.3. Metoda proaktif merupakan metoda terbaik untuk mengidentifikasi bahaya atau mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan. Tindakan proaktif memiliki kelebihan : 2.1.4.3.1. Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan kecelakaan atau cedera. 2.1.4.3.2. Bersifat peningkatan berkelanjutan continual improvement karena dengan mengenal bahaya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan. 2.1.4.3.3. Meningkatkan kepedulian awareness semua pekerja setelah mengetahui dan mengenal adanya bahaya disekitar tempat kerjanya. 2.1.4.3.4. Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena adanya bahaya dapat menimbulkan kerugian Ramli, 2010. Identifikasi bahaya yang bersifat proaktif antara lain : 2.1.4.3.1. Daftar periksa dan audit atau inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja. 2.1.4.3.2. Analisa bahaya awal preliminary hazards analysis 2.1.4.3.3. Analisa pohon kegagalan fault tree analysis 2.1.4.3.4. Analisa what if what if analysis 2.1.4.3.5. Analisa moda kegagalan dan efek failure mode and effect analysis 2.1.4.3.6. Hazops Hazards and operabolity study 2.1.4.3.7. Analisa keselamatan pekerjaan job safety analysis 2.1.4.3.8. Analisa risiko pekerjaan job safety analysis Penerapan teknik identifikasi bahaya ini dapat dilakukan sepanjang daur hidup perusahaan mulai dari tahap pengembangan sampai ke operasi Ramli, 2010.

2.2. Pengendalian Risiko

Pengendalian risiko menurut Ramli 2010 merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak bersifat konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini sudah merupakan realisasi dari upaya pengelolaan risiko dalam perusahaan. Risiko yang telah diketahui besar dan potensi akibatnya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan berbagai pilihan, misalnya dengan dihindarkan, dialihkan kepada pihak lain, atau dikelola dengan baik. Proses pengendalian risiko menurut ASNZS 4360 adalah sebagai berikut. 2.2.1. Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi risiko dapat ditentukan apakah suatu risiko dapat diterima atau tidak. Jika risiko dapat diterima, tentunya tidak diperlukan langkah pengendalian lebih lanjut. Cukup dengan melakukan pemantuan dan monitoring berkala dalam pelaksanaan operasi. Misalnya perusahaan telah memilih menerima risiko penggunaan suatu peralatan mekanis dalam proses produksinya. 2.2.2. Dalam peringkat risiko, dikategorikan sebagai risiko sedang medium sehingga dapat diterima perusahaan. Karena itu tidak perlu dilakukan tindakan pengendalian lebih lanjut. Perusahaan cukup melakukan pemantauan berkala baik di tempat kerja maupun terhadap tenaga kerja untuk mengetahui apakah ada efek yang tidak diinginkan. Sebaliknya jika tingkat kebisingan mencapai 100-110 dB, maka risiko ini tidak dapat diterima karena mengandung risiko tinggi terhadap pendengaran dan kesehatan pekerja. Karena itu harus dilakukan tindakan pengendalian. 2.2.3. Jika risiko berada di atas batas yang dapat diterima maka perlu dilakukan pengendalian lebih lanjut untuk menekan risiko dengan beberapa pilihan yaitu : 2.2.3.1. Mengurangi kemungkinan reduce likelihood 2.2.3.2. Mengurangi keparahan reduce consequence 2.2.3.3. Alihkan sebagian atau seluruhnya 2.2.3.4. Hindari avoid Menurut OHSAS 18001 memberikan pedoman pengendalian risiko yang lebih spesifik untuk bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dengan pendekatan sebagai berikut. 2.2.3.1. Eliminasi 2.2.3.2. Substitusi 2.2.3.3. Pengendalian teknis engineering control