commit to user 50
datang dan menyebabkan beberapa orang berdarah bahkan menangis karena kehilangan saudara-saudaranya.
Selain menggunakan kata-kata yang puitis, penyair juga menggunakan kata-kata yang jelas seperti bahasa sehari-hari dalam puisi-puisinya yang
berjudul Harry Potter, Ode Para Semut, Siti dan Udin di Jalan, Muhammad Rinduku, Doaku Hari Ini, Bunda ke Amerika, Jalan Bunda, Tujuh Luka di
Hari Ulang Tahunku, Siapa Mau Jadi Presiden?, Bukan Puisi tapi Surat untuk Presiden Baruku, Mimpi di Jalan Raya, di mana Syukurku?, dan untuk
Saudara-saudara Kecilku di Aceh. Penggunaan diksi atau pilihan kata yang digunakan penyair dalam puisi-
puisinya bertujuan untuk memperindah puisinya. Hal ini sesuai dengan pendapat H. J. Waluyo yang mengungkapkan bahwa kata-kata yang dipilih
penyair adalah kata-kata yang puitis agar memiliki efek keindahan 2003: 73. Selain itu pilihan kata yang digunakan penyair dalam puisinya merupakan
usaha penyair dalam mengomunikasikan perasaannya kepada pembaca. Melalui pilihan kata yang mudah diterima dan dipahami maka pembaca akan
dapat ikut menangkap maksud penyair. Hal tersebut senada dengan pendapat Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh 2001: 35 yang menyatakan bahwa
diksi mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra, salah satunya yaitu penyampaian makna
dan isi dari puisi. Dengan demikian, ketepatan pilihan dan ketepatan penempatan kata seolah-olah mampu memberikan sugesti kepada pembaca
untuk merasakan kesedihan, terharu, bersemangat, marah, dan sebagainya yang dimiliki oleh penyair.
b. Imaji
Imaji dalam kumpulan puisi Aku Ini Puisi Cinta karya Abdurahman Faiz terdapat beberapa macam, yaitu imaji taktil, imaji visual, dan imaji auditif.
Imaji-imaji ini dibentuk oleh diksi yang digunakan oleh penyair. Imaji ini terdapat di setiap puisi. Penyair mengajak pembaca untuk ikut merasakan,
melihat, dan mendengar seperti yang dirasakan, dilihat, dan didengar oleh
commit to user 51
penyair. Imaji taktil dalam kumpulan puisi tersebut dapat dilihat pada puisi yang berjudul Ayah Bundaku, Harry Potter, Kepada Guru, Ode Para Semut,
Muhammad Rinduku, Dari Seorang Anak Irak dalam Mimpiku untuk Bush, Tujuh Luka di Hari Ulang Tahunku, Siapa Mau Jadi Presiden?, Bukan Puisi
tapi Surat untuk Presiden Baruku, Di Mana Syukurku, Anak Televisi, Sajak Anti Perang, serta untuk Saudara-saudara Kecilku di Aceh. Hal tersebut
dapat dilihat pada bait kedua kutipan berikut : Ayah
engkau adalah matahari yang menghangatkan
hatiku AIPC: 12
Kutipan dari puisi Ayah Bundaku di atas menggunakan imaji taktil. Melalui pilihan kata yang digunakan, penyair mengajak pembaca untuk
merasakan hangatnya matahari yang dia rasakan di hatinya. Imaji taktil ini juga terdapat dalam puisi Harry Potter, yaitu:
Sudahkah kau temukan ramuan paling rahasia itu
agar seluruh orang di dunia bisa saling cinta?
AIPC: 13
Penyair dalam kutipan tersebut mengajak pembaca ikut merasakan saling mencintai sesama. Puisi berikutnya kata-kata pada puisi yang berjudul
Kepada Guru penyair juga membuat imaji taktil dalam angan pembaca tentang hangatnya cinta, yaitu pada bait kedua dalam kutipan berikut:
Matahari tak pernah sendiri, guru ia selalu ada bersamamu
hangatkan cinta yang tumbuh dan menyinari cakrawala kecilku
selalu AIPC: 14
Penyair dalam kutipan di atas seperti halnya dalam kutipan sebelumnya mengajak pembaca ikut merasakan hangatnya matahari yang menyinari
wawasan penyair. Imaji taktil yang lain terdapat dalam puisi yang berjudul
commit to user 52
Ode Para Semut. Hal tersebut dapat dilihat pada bait kedua dari kutipan berikut:
Kami kerahkan segenap daya sambil sesekali menyengat
musuh pemutus jalan kami AIPC : 15
Penyair melalui diksinya berhasil mengajak pembaca untuk ikut merasakan bagaimana menjadi semut yang terkadang menyengat sang musuh
apabila jalan mereka terputus. Kata yang digunakannnya mampu membangkitkan imajinasi dalam benak pembaca. Pembentukan imajinasi ini
terdapat dalam puisi yang lain, yaitu puisi Muhammad Rinduku pada bait pertama.
Kalau kau mencintai Muhammad ikutilah dia
sepenuh hati AIPC : 18
Penyair dalam kutipan di atas memberikan gambaran tentang rasa cintanya pada Rasul. Melalui kata-katanya penyair mengajak pembaca untuk
ikut mencintai sang Rasul dengan sepenuh hati. Puisi lain yang menggunakan imaji taktil, yaitu pada puisi yang berjudul
Dari Seorang Anak Irak dalam mimpiku, untuk Bush. Hal tersebut dapat dilihat pada bait ketiga dan keempat dari kutipan berikut:
Mengapa kau koyak tubuh kami? apa yang kau cari?
apa salah kami? kami hanya bocah
yang selalu gemetar mendengar keributan dan ledakan
mengapa kau perangi bapak ibu kami
kami berdarah kami mati
AIPC : 22
Penyair dalam kutipan di atas memberikan gambaran tentang kekesalan pada Bush. Penyair mengajak pembaca untuk turut merasakan bagaimana
commit to user 53
derita yang diteguk anak-anak akibat serangan peluru yang menyebabkan mereka gemetar, berdarah dan mati. Penyair juga mengajak pembaca untuk
turut merasakan deritanya pada bait pertama dalam puisi yang berjudul Tujuh Luka di Hari Ulang Tahunku.
Sehari sebelum ulang tahunku aku terjatuh di selokan besar
ada tujuh luka membekas, berdarah aku mencoba tertawa, malah meringis
AIPC: 23
Kutipan di atas memberikan gambaran bahwa penyair mengajak pembaca untuk turut merasakan luka berdarah yang dirasakan penyair sehari
sebelum ulang tahunnya hingga ia meringis kesakitan. Imaji taktil juga terdapat pada bait berikutnya,
Sehari sebelum ulang tahunku negeriku masih juga begitu
lebih dari tujuh luka membekas kemiskinan, kejahatan,
korupsi di mana-mana, pengangguran, pengungsi
jadi pemandangan yang meletihkan mata menyakitkan hati
AIPC: 23
Dari kutipan di atas, pembaca diajak untuk ikut merasakan letihnya mata dan sakitnya hati sang penyair saat melihat kemiskinan, kejahatan, korupsi,
pengangguran, dan pengungsi di mana-mana. Imaji taktil lain juga terdapat pada puisi selanjutnya yang berjudul Siapa Mau Jadi Presiden?.
Menjadi presiden itu berarti melayani
dengan segenap hati rakyat yang meminta suka
dan menyerahkan jutaan keranjang dukanya
padamu AIPC: 24
Pada puisi di atas, penyair mengajak pembaca untuk ikut merasakan bagaimana menjadi presiden yang harus selalu melayani rakyatnya serta
commit to user 54
mengerahkan dukanya kepada rakyat. Imaji ini dilukiskan penyair pada puisi selanjutnya yang berjudul Bukan Puisi tapi Surat untuk Presiden Baruku.
betapa berat menjadi presiden yang tumbuh dari duka lara rakyat
AIPC: 25
Penyair dalam kutipan di atas memberikan gambaran tentang betapa berat dan susahnya menjadi presiden yang muncul dari duka dan lara
rakyatnya. Dari diksi tersebut, penyair mengajak pembaca untuk turut merasakan bagaimana suka dan duka menjadi Presiden yang harus
menanggapai aspirasi rakyatnya. Imaji taktil lain juga terdapat pada puisi selanjutnya yang berjudul Di Mana Syukurku. Hal tersebut dapat dilihat pada
bait pertama dari kutipan berikut: Aku sering memelihara kesal dan marah
padahal Dia memberiku kesejukan air aku sering merasa hatiku menghitam
padahal Dia memberiku terang matahari aku sering merasa paling malang
padahal Dia selalu mencukupiku AIPC: 31
Kutipan bait pertama puisi di atas memberikan gambaran bahwa penyair mengajak pembaca untuk turut merasakan hidup yang kurang bersyukur pada
Tuhannya sehingga ia sering merasa kesal dan marah, hatinya menghitam, dan merasa hidupnya paling malang. Segala perasaan penyair dituangkan
dalam puisi dengan imaji taktil yang dapat menghanyutkan pembaca dalam imajinya, misalnya pada puisi yang berjudul Anak Televisi. Hal tersebut dapat
dilihat pada bait kedua dari kutipan berikut: Kami larut dalam kisah cinta
anak sekolah berseragam putih merah putih biru dan putih abu-abu
AIPC: 32 Penyair mengajak pembaca untuk merasakan bahwa banyak sekali siswa
sekolah yang telah larut dalam kisah cinta yang ada di televisi. Imaji taktil dalam puisi ini dapat dilihat pada bait ketiga :
Dari pagi sampai malam
commit to user 55
kami menghafal televisi kami cerna kelicikan, darah,
goyangan, dan semua jenis hantu sambil mendebukan buku-buku
AIPC: 32
Kutipan di atas digunakan penyair untuk mengajak pembaca agar ikut merasakan bagaimana mencerna segala sajian televisi seperti yang diceritakan
dalam puisi tersebut. Selain imaji taktil tersebut, penyair juga menggunakan imaji taktil untuk menyatakan kesedihan dan kedukaan serta rasa prihatin
yang dirasakannya, misalnya pada puisi yang berjudul Sajak Anti Perang. Hal tersebut dapat dilihat pada bait ketiga dari kutipan berikut:
Mengapa tak ada damai ? kami bergidik menyaksikan
peperangan pecah setiap hari seperti menu basi di koran dan televisi
dan kami terpaksa menelannya selalu AIPC: 36
Kutipan di atas merupakan luapan penyair yang mengajak pembaca untuk ikut merasakan bahwa semua ikut menelan berita-berita duka akibat
peperangan yang didapat melalui koran ataupun televisi. Selain itu, imaji taktil yang menyatakan kesedihan juga terdapat pada bait pertama dalam puisi
yang berjudul untuk Saudara-saudara kecilku di Aceh. Saudaraku,
sejak gempa dan tsunami, aku tak berhenti mendoakan kalian. Doa-doa itu menjadi tangisan kalau aku menonton tivi. Kalau aku baca koran
aku sampai tak ingin bermain. Aku susah makan kalau ingat penderitaan kalian. Aku sempat susah tidur
AIPC: 37
Penyair mengajak pembaca untuk merasakan penderitaan yang dialami saudara-saudara kecilnya yang terkena gempa dan tsunami saat itu hingga
susah untuk makan dan susah tidur. Penyair menggunakan imaji taktil untuk menyatakan kesedihan dan kedukaan serta rasa prihatin yang dirasakannya
Imaji lain yang terdapat dalam kumpulan puisi Aku Ini Puisi Cinta adalah imaji visual. Imaji ini terdapat di beberapa puisi yang berjudul Ayah
Bundaku, Kepada Guru, Ode Para Semut, Tujuh Luka di Hari Ulang
commit to user 56
Tahunku, Bukan puisi tapi Surat untuk Presiden Baruku, Mimpi di Jalan Raya, Doa untuk Semua Tukang Sampah di Dunia, Ayah, Balada Sri dan
Nirmala, Penyair, Sahabatku Buku, Sajak Anti Perang, serta untuk Saudara- saudara Kecilku di Aceh. Hal tersebut dapat dilihat pada bait pertama dari
kutipan berikut: Bunda
engkau adalah rembulan yang menari
AIPC: 12
Penyair dalam kutipan di atas menggunakan imaji visual untuk menarik minat pembaca. Pembaca diajak untuk menggambarkan tentang apa yang
dilihatnya. Tentang rembulan yang indah yang dapat menari. Imaji ini juga terdapat pada bait keempat.
Semoga Allah mencium ayah bunda dalam tamanNya terindah
nanti AIPC: 12
Pada baris tersebut, kata-kata yang dipilih penyair menimbulkan imaji di angan pembaca. Penyair mengajak pembaca untuk melihat taman atau surga
Allah yang sangat indah. Imaji visual selanjutnya terdapat pada puisi yang berjudul Kepada Guru. Hal tersebut dapat dilihat pada bait pertama dari
kutipan berikut: Aku selalu bermimpi
Matahari telah melahirkan para guru dan guru melahirkan banyak matahari
AIPC: 14
Penyair dalam kutipan di atas mengajak pembaca untuk melihat bahwa matahari atau bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan dapat mencetak
beberapa guru yang kemudian para guru tersebut juga dapat melahirkan para guru-guru kecil penerus bangsa. Pembaca seolah diajak untuk melihat
matahari yang selalu bersinar menyinari dunia layaknya ilmu pengetahuan yang selalu menyinari cakrawala.
commit to user 57
Pada puisi selanjutnya yang berjudul Ode para Semut, penyair juga menggunakan imaji taktil. Hal tersebut dapat dilihat pada bait kelima dari
kutipan berikut: Kami semut-semut ramah
hidup dengan tunuh teramat kecil belajarlah dari kebersamaan
dan kebesaran jiwa kami AIPC: 15
Melalui kata-kata dalam kutipan di atas pembaca diajak untuk membayangkan fisik dan sifat para semut yang diceritakan oleh penyair.
Penyair menciptakan imaji visual kepada pembaca dengan menggunakan pilihan kata yang dapat menggambarkan apa yang dilihatnya.
Pada puisi yang berjudul Tujuh Luka di Hari Ulang Tahunku, penyair juga menggunakan imaji visual. Hal tersebut dapat dilihat pada bait kedua
dalam kutipan berikut: Sehari sebelum ulang tahunku
negeriku masih juga begitu lebih dari tujuh luka membekas
kemiskinan, kejahatan, korupsi di mana-mana,
pengangguran, pengungsi jadi pemandangan yang meletihkan mata
menyakitkan hati AIPC: 23
Dari kutipan di atas, penyair mengajak pembaca turut melihat pemandangan yang berupa pengangguran dan pengungsi di sekitar yang tidak
sedap dipandang. Imaji visual lain diungkapkan penyair pada puisi selanjutnya yang berjudul Bukan puisi tapi Surat untuk Presiden Baruku.
Bapak yang ganteng dan pintar, betapa berat menjadi presiden
Tapi kalau Bapak salah, biarpun Bapak presiden, doktor dan Jenderal berbadan tegap
aku boleh menegur ya? dan Bapak jangan marah ya?
sebab itu aku lakukan karena cinta AIPC: 25
commit to user 58
Melalui kata ganteng, pintar, dan tegap dalam kutipan di atas pembaca diajak untuk membayangkan fisik dan sifat presiden Indonesia yang
diceritakan oleh penyair. Penyair menciptakan imaji visual kepada pembaca dengan menggunakan pilihan kata yang dapat menggambarkan apa yang
dilihatnya. Penyair masih menggunakan imaji visual pada bait kedua dan ketiga
dalam puisi selanjutnya yang berjudul Mimpi di Jalan Raya. Hari ini belum dapat sepeser pun
kau ingin menangis tapi tak ada tempat
untuk menampung air mata adik dalam gendongan tersenyum
mengusap pipinya yang kotor matanya berkilau sesaat
mengira kau bercanda Tapi tak pernah ada mimpi
yang hidup lama di jalan raya dengan lunglai kau hampiri
tong-tong sampah orang kaya berharap ada sisa mimpi di sana
untuk kau simpan demi masa depan AIPC: 28
Penyair menggunakan kata berkilau sesaat, dengan lunglai dan orang kaya dalam puisi di atas yang mengajak pembaca untuk melihat fisik anak
jalanan yang matanya terkadang sedikit bersinar saat bernyanyi di jalanan. Penyair juga mengajak pembaca untuk melihat anak jalanan yang lunglai saat
hidupnya menghampiri tong-tong sampah milik orang kaya demi kelangsungan hidupnya. Imaji visual serupa terdapat pada bait kedua dalam
puisi selanjutnya yang berjudul Doa untuk Semua Tukang Sampah di Dunia. Sesungguhnya gajimu
yang superkecil itu telah rinci tercatat
di buku para malaikat AIPC: 29
commit to user 59
Melalui kata superkecil dalam kutipan di atas pembaca diajak untuk melihat gaji yang sangat sedikit yang diceritakan oleh penyair. Penyair
menciptakan imaji visual kepada pembaca dengan menggunakan pilihan kata yang menggambarkan tentang gaji para tukang sampah di dunia.
Pada puisi selanjutnya yang berjudul Ayah, penyair juga menggunakan imaji visual. Hal tersebut dapat dilihat pada bait pertama dan kedua dalam
kutipan berikut: Sedalam laut, seluas langit
cinta selalu tak bisa diukur begitulah ayah mengurai waktu
meneteskan keringat dan rindunya untukku
Ayah pergi sangat pagi kadang sampai pagi lagi
tapi saat pulang ia tak lupa menjinjing pelangi
lalu dengan sabar menguraikan warnanya
satu per satu padaku dengan mata berbinar
AIPC: 30
Penyair menggunakan kata sedalam laut dan seluas langit pada puisi di atas bertujuan mengajak pembaca untuk melihat betapa dalamnya laut dan
luasnya langit yang tidak dapat diukur seperti besarnya cinta yang dimiliki seseorang. Kata pelangi, dengan sabar menguraikan warnanya dan mata
berbinar digunakan penyair untuk mengajak pembaca ikut melihat sifat sabar sang ayah yang selalu memberikan keindahan dengan berbagai warna dalam
hidup penyair seperti yang diceritakan dalam puisi tersebut. Imaji visual juga terdapat pada bait pertama dan ketiga dalam puisi
selanjutnya yang berjudul Balada Sri dan Nirmala. Nyalakan lagi api unggu biru
di matamu puisi-puisi telah lama menari
di antara kepingan derita
commit to user 60
Tak ada majikan berhati peri yang tumbuh dan mimpi-mimpi kuli
hanya kau yang tak henti disetrika lara dan puisi-puisi yang terus menggelepar
AIPC: 33
Melalui kata menari dan berhati peri dalam kutipan di atas pembaca diajak untuk melihat puisi-puisi yang telah lama menjamur dan menari-nari
yang menggambarkan derita manusia. Penyair menciptakan imaji visual kepada pembaca dengan menggunakan pilihan kata yang menggambarkan
tentang sifat majikan-majikan yang tidak memiliki hati sebaik peri. Puisi yang berjudul Penyair dan Sahabatku Buku di dalamnya juga
terdapat imaji visual. Imaji dalam kedua puisi ini dapat dilihat dari bait ketiga dan keempat dalam kutipan berikut:
Aku memahat kata-kata di bilik pembaca dewasa
Aku menaburkan kata-kata di kepala kanak-kanak
sebagai hujan, sebagai pasir yang mereka tangkap sambil bermain
AIPC: 34
Imaji visual yang terdapat dalam kutipan di atas merupakan ajakan penyair kepada pembaca untuk ikut melihat bahwa kata-kata dapat dipahat
atau dipadatkan menjadi sebuah puisi yang dapat dibaca dan dinikmati oleh orang dewasa ataupun anak-anak. Imaji visual yang lain terbentuk dari diksi
yang digunakan oleh penyair, yaitu penggunaan konotasi. Hal tersebut dapat dilihat pada bait ketiga dari kutipan puisi yang berjudul Sahabatku.
Terima kasih, buku Kau selalu membuatku bercahaya
AIPC: 35
Melalui kata bercahaya, penyair mengajak pembaca untuk ikut melihat bahwa dengan buku, penyair mendapatkan banyak ilmu yang menjadikan
hidupnya bercahaya karena berwawasan luas. Imaji visual terakhir dalam
commit to user 61
kumpulan puisi tersebut terdapat pada bait pertama dalam puisi yang berjudul Sajak Anti Perang dan untuk saudara-saudara Kecilku di Aceh.
Mengapa perang tak juga berhenti? hujan mortir peluru, gerimis darah dan air mata
kebiadaban menanti di setiap tapak jalan di antara asap tebal dan luka yang melelehi
bangkai manusia serta puing-puing bangunan AIPC: 36
Imaji visual yang digunakan penyair dalam kutipan di atas mengajak pembaca untuk melihat bentuk asap yang tebal saat terjadi perang, melihat
bangkai atau mayat yang tergeletak, serta melihat pecahan atau puing-puing bangunan yang rusak akibat perang. Selain itu, imaji visual pada bait kedua
dan ketiga dalam puisi yang berjudul untuk saudara-saudara Kecilku di Aceh sebagai berikut:
Saudara kecilku, aku ingin sekali menghapus airmata kalian
bagaimana caranya ya? Saudara kecilku yang kusayang,
yang kutahu kalau orang baik meninggal karena tenggelam itu mati syahid AIPC: 37
Melalui kata saudara kecilku dalam kutipan di atas, pembaca diajak untuk membayangkan fisik anak kecil yang diceritakan oleh penyair. Penyair
menciptakan imaji visual kepada pembaca dengan menggunakan pilihan kata yang dapat menggambarkan apa yang dilihatnya.
Imaji yang terakhir adalah imaji auditif. Imaji ini terdapat di beberapa puisi, antara lain puisi yang berjudul: Ode Para Semut, Siti dan Udin di
Jalan, Bunda ke Amerika, dari Seorang Anak Irak dalam Mimpiku, untuk Bush dan Bukan Puisi tapi surat untuk Presiden Baruku, Mimpi di Jalan
Raya, di mana Syukurku, Anak Televisi, dan untuk Saudara-saudara Kecilku di Aceh. Hal tersebut dapat dilihat pada bait pertama dalam kutipan berikut:
Di kehidupan para semut tak satupun yang tak ikhtia
tak satupun yang tak menyapa tak satupun yang tak bergiat
commit to user 62
semua bergerak cepat AIPC: 15
Penyair dalam kutipan tersebut mengajak pembaca ikut mendengarkan sapaan yang diceritakan penyair. Sapaan ini adalah sapaan semut yang selalu
dilakukan setiap bertemu dengan temannya. Penyair dalam kutipan di atas menggunakan imaji auditif untuk menarik minat pembaca. Imaji ini juga
terdapat pada bait kelima dalam puisi lain yang berjudul Siti dan Udin di Jalan.
Bila malam tiba mereka tidur di kolong jembatan
ditemani nyanyian nyamuk dan suara bentakan preman
AIPC: 16
Pada baris tersebut, kata-kata yang dipilih penyair menimbulkan imaji di pendengaran pembaca. Penyair mengajak pembaca untuk mendengarkan
suara nyamuk dan suara preman yang membentak anak jalanan ketika mereka sedang tidur di kolong jembatan. Kata-kata yang menimbulkan imaji auditif
pembaca juga terdapat pada bait selanjutnya, yaitu pada bait ketujuh: Pagi sampai malam
tersenyum dalam peluh Menyapa om dan tante
mengharap receh seadanya AIPC: 17
Dari kutipan di atas, penyair mengajak pembaca untuk ikut mendengarkan sapaan anak jalanan yang meminta-minta pada om dan tante
yang melintas atau berhenti di jalan. Imaji auditif juga terdapat pada bait ketiga dalam puisi yang berjudul Bunda ke Amerika.
Ia adalah muslimah ramah dengan jilbab tak pernah lepas dari kepala
sehari-hari berbicara benar dan tak henti membela yang lemah
AIPC: 20
commit to user 63
Pada baris tersebut, kata-kata yang dipilih penyair menimbulkan imaji di pendengaran pembaca. Penyair mengajak pembaca untuk mendengar
perkataan sehari-hari bundanya yang selalu berbicara kebenaran. Puisi yang berjudul dari Seorang Anak Irak dalam Mimpiku, untuk Bush
dan Bukan Puisi tapi Surat untuk Presiden Baruku di dalamnya juga terdapat imaji auditif. Hal tersebut dapat dilihat pada bait ketiga dari kutipan berikut:
Mengapa kau koytak tubuh kami? apa yang kau cari?
apa salah kami? kami hanya bocah
yang selalu gemetar mendengar keributan dan ledakan
mengapa kau perangi bapak ibu kami AIPC: 22
Pada baris tersebut, kata-kata yang dipilih penyair menimbulkan imaji di pendengaran pembaca. Penyair mengajak pembaca untuk mendengarkan
suara keributan dan ledakan bom yang terjadi saat perang yang membuat penyair gemetar. Imaji auditif pada puisi Bukan Puisi tapi surat untuk
Presiden Baruku terdapat pada bait keenam dalam kutipan berikut: Aku akan selalu mendoakan bapak
Tapi kalau Bapak salah, biarpun Bapak presiden, Doktor dan Jenderal berbadan tegap
aku boleh menegur ya? dan Bapak jangan marah ya?
sebab itu aku lakukan karena cinta AIPC: 27
Penyair mengajak pembaca untuk ikut mendengar doa yang dipanjatkan penyair kepada Tuhan untuk bapak presidennya. Penyair juga mengajak
pembaca untuk mendengar teguran penyair kepada Presiden jika suatu saat Presiden melakukan kesalahan. Imaji auditif serupa juga terdapat pada bait
kedua dalam puisi yang berjudul untuk Saudara-saudara Kecilku di Aceh. Saudara kecilku,
aku ingin sekali menghapus airmata kalian Bagaimana caranya ya ?
Sayang aku juga masih kecil. Jadi hanya bisa berdoa AIPC: 37
commit to user 64
Penyair dalam kutipan di atas mengajak pembaca untuk ikut mendengarkan doa yang dipanjatkan penyair untuk para saudaranya di Aceh
seperti yang diceritakan dalam puisi tersebut. Imaji auditif lain terdapat pada bait kedua dalam puisi yang berjudul Mimpi di Jalan Raya.
mengira kau bercanda sebab kalian selalu bernyanyi
dalam segala musim walau tak ada ayah ibu
AIPC: 28
Melalui kata bercanda dan bernyanyi, penyair mengajak pembaca untuk ikut mendengar canda tawa anak jalanan yang diceritakan dalam puisi
tersebut. Selain itu, penyair juga mengajak pembaca untuk mendengar nyanyian anak jalanan yang ada dalam puisi tersebut. Imaji
auditif yang
menceritakan canda juga terdapat pada bait kedua dalam puisi yang berjudul Anak televisi.
Kami larut dalam kisah cinta anak sekolah berseragam putih merah
putih biru dan putih abu-abu sambil menertawakan si Yoyo, Cecep
Sin Chan, dan bidadari, lalu sibuk mendukung bintang baru
lewat SMS AIPC: 32
Dari kutipan di atas, penyair mengajak pembaca untuk mendengar canda tawa para siswa menanggapi acara televisi yang diceritakan dalam puisi
tersebut. Imaji auditif lainnya terdapat dalam puisi yang berjudul di mana Syukurku?. Hal tersebut dapat dilihat pada bait ketiga dalam kutipan berikut:
Pada setiap musim setelah kehadiran para nabi
terkabarkan dan terbukti cinta abadiMu
AIPC: 31
Dari kutipan di atas, pembaca dapat ikut mendengar kabar yang diceritakan dalam puisi tersebut.
commit to user 65
Berdasarkan analisis di atas, penyair mengungkapkan perasaan sensoris yang dimilikinya dengan menggunakan diksi atau pilihan kata yang
menimbulkan gambaran dalam angan-angan atau benak pembaca. Penyair menggunakan imaji yang dikemas sekonkret mungkin dalam kumpulan
puisinya. Imaji dalam kumpulan puisi Aku Ini Puisi Cinta timbul karena penggunaan diksi yang dilakukan oleh penyair. Imaji-imaji tersebut meliputi:
imaji taktil, imaji visual, dan imaji auditif. Peran dari imaji ini diungkapkan Effendi dalam Herman J. Waluyo, 2003: 10 yang mengemukakan bahwa
pengimajian yang berupa kata atau susunan kata-kata dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair.
c. Kata Konkret