commit to user 11
dalam  suasana  yang  hendak  dilukiskan.  Suasana  batin  penyair  benar-benar terlibat ke dalam puisi tersebut.
c. Struktur Puisi
Herman  J.  Waluyo  mengemukakan  bahwa  puisi  merupakan  bentuk  karya sastra  yang  mengungkapkan  pikiran  dan  perasaan  penyair  secara  imajinatif  dan
disusun dengan
mengonsentrasikan semua
kekuatan bahasa
dengan pengonsentrasian  struktur  fisik  dan  struktur  batin  2003:  25.  Mengacu  pendapat
tersebut,  di  dalam  puisi  terdapat  struktur  yang  menyusunnya.  Struktur  tersebut meliputi  struktur  fisik  dan  struktur  batin.  struktur  fisik  atau  yang  disebut  pula
sebagai struktur kebahasaan, sedangkan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.
Paul  2005  menyatakan  bahwa ”Poets  always  write  as  poets-tuned  to
rhythm, imagery, and feeling. Every phrase, every sentence, is carefully balanced so that it is held in perfect tension with the structure as a whole”. Menurut Paul,
puisi terdiri atas ritme, imajinasi, dan perasaan  yang memiliki  struktur seimbang layaknya  sebuah  lingkaran.  Mengacu  pendapat  tersebut  di  dalam  puisi  terdapat
struktur yang membangunnya secara seimbang. Hal tersebut bertujuan agar puisi mempunyai keindahan sehingga dapat dinikmati oleh pembaca.
Herman  J.  Waluyo  berpendapat  bahwa  struktur  fisik  puisi  terdiri  atas: diksi,  pengimajian,  kata  konkret,  majas,  versifikasi,  dan  tipografi.  Sedangkan
struktur batin puisi terdiri atas: tema, nada, perasaan, dan amanat 2003: 28. 1
Struktur Fisik Puisi a
Diksi Atar  Semi  mengungkapkan  bahwa  diksi  merupakan  pemilihan  kata
1993:  122.  Pendapat  tersebut  senada  dengan  H.  J.  Waluyo  yang mengemukakan  bahwa  penyair  sangat  cermat  dalam  memilih  kata-kata
karena  kata-kata  yang  ditulis  harus  dipertimbangkan  maknanya, komposisi  bunyi  dalam  rima  dan  irama,  kedudukan  kata  itu  di  tengah
konteks  kata  lainnya  dan  kedudukan  kata  dalam  keseluruhan  puisi  itu 2003: 72. Mengacu pendapat tersebut, pemilihan dan pemanfaatan kata
dalam puisi merupakan aspek penting yang harus diperhatikan.
commit to user 12
Jabrohim,  Suminto  dan  Chairul  Saleh  2001,  35-58  menyatakan bahwa  diksi  mempunyai  peranan  penting  dan  utama  untuk  mencapai
keefektifan  dalam  penulisan  suatu  karya  sastra.  Pemilihan  kata-kata dalam puisi erat  kaitannya  dengan makna.  Hal  tersebut  bertujuan untuk
mengomunikasikan  maksud  penyair  kepada  pembaca.  Oleh  karena  itu, kata-kata  yang  digunakan  dalam  puisi  harus  dipilih  secermat  mungkin
oleh penyair. Selain itu, penyair juga mempertimbangkan kata-kata yang dipakai  dalam  puisi  dari  berbagai  aspek  dan  efek  pengucapannya.  H.  J.
Waluyo  mengungkapkan  bahwa  kata-kata  yang  dipilih  penyair  adalah kata-kata yang puitis agar memiliki efek keindahan 2003: 73. Mengacu
pendapat  tersebut,  penyair  menggunakan  kata-kata  konotatif  dalam puisinya yang memiliki makna lebih dari satu. Namun masih sering pula
dijumpai penyair yang menggunakan kata-kata dalam bahasa sehari-hari. Semuanya  itu  bertujuan  untuk  memberi  keindahan  dalam  puisnya  serta
agar  pembaca  mudah  memahami  karyanya.  Selain  itu  puisi  juga merupakan  pengungkapan  perasaan  penyair  yang  mengalir  yang
dituangkan  dalam  bentuk  kata-kata  yang  indah.  Oleh  karena  itu,  tak jarang  para  penyair  menggunakan  kata  khas  puisi  dan  juga  kata-kata
yang jelas seperti bahasa sehari-hari dalam puisi-puisinya. b
Pengimajian Herman J. Waluyo menyatakan bahwa pengimajian adalah kata atau
susunan  kata-kata  yang  dapat  mengungkapkan  pengalaman  sensoris, seperti  penglihatan,  pendengaran,  dan  perasaan  2003:  78.  Melalui
pengimajian,  apa  yang  digambarkan  seolah-olah  dapat  dilihat  imaji visual,  didengar  imaji  auditif,  dan  dirasa  imaji  taktil.  Atar  Semi
1993:  124  mengemukakan  bahwa  pengimajian  adalah  penataan  kata yang menyebabkan makna-makna abstrak menjadi konkret dan cermat.
Pendapat  di  atas  sejalan  dengan  Effendi  dalam  Herman  J. Waluyo, 2003:  10  yang  mengemukakan  bahwa  pengimajian  adalah  kata  atau
susunan  kata-kata  yang  dapat  memperjelas  atau  memperkonkret  apa yang  dinyatakan  oleh  penyair.  Mengacu  pendapat  tersebut,  penyair
commit to user 13
berusaha untuk menggugah timbulnya imaji pembaca sehingga pembaca tergugah  untuk  melihat  benda-benda,  warna,  kemudian  mendengar
bunyi-bunyian,  serta  dapat  menyentuh  kesejukan  dan  keindahan  benda dan  warna.  Pengimajian  dalam  puisi  dapat  mengakibatkan  pembaca
seakan-akan  melihat,  mendengar,  dan  merasakan  seperti  apa  yang dialami oleh penyair.
c Kata konkret
H.  J.  Waluyo  2003:  79  mengungkapkan  bahwa  setiap  penyair berusaha  mengonkretkan  hal  yang  ingin  dikemukakan.  Hal  tersebut
bertujuan  agar  pembaca  membayangkan  dengan  lebih  hidup  apa  yang dimaksudkan.  Berkaitan  dengan  pendapat  tersebut,  setiap  penyair
memiliki  cara  dalam  penggunaan  kata  konkret  yang  berbeda. Pengonkretan  kata  ini  erat  berhubungan  dengan  pengimajian,
pelambangan, dan pengiasan. Ketiga hal itu memanfaatkan gaya bahasa untuk memperjelas apa yang ingin dikemukakan.
Kata konkret juga disebut dengan kata yang dapat ditangkap dengan indera
yang memungkinkan
munculnya imaji.
Kata-kata ini
berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata konkret “salju” yang  melambangkan  kebekuan  cinta,  kehampaan  hidup,  dan  lain-lain.
S edangkan kata konkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor,
tempat hidup, bumi, kehidupan, dan lain-lain. Contoh kata konkret dapat dijumpai  pada  puisi  Chairil  Anwar  yang  berbunyi  aku  ini  binatang
jalang  dari  kumpulannya  terbuang.  Pengonkretan  tersebut  merupakan usaha penyair dalam memperkonkret sikap kebebasannya.
d Majas
Menurut H. J. Waluyo 2003: 83, bahasa figuratif atau majas adalah bahasa  yang  digunakan  penyair  yang  bersusun-susun  atau  berpigura.
Pendapat  tersebut  sejalan  dengan  Jabrohim,  Suminto  dan  Chairul  Saleh 2001,  35-58  yang  menyatakan  bahwa  bahasa  figuratif  disebut  juga
sebagai  majas  yang  biasa  dipakai  untuk  menghidupkan  lukisan  untuk
commit to user 14
lebih  mengonkretkan  dan  lebih  mengekspresikan  perasaan  yang diungkapkan.
Dari  pendapat  tersebut  dapat  diketahui  bahwa  majas  digunakan penyair untuk  mengatakan sesuatu dengan cara  pengiasan,  yakni  secara
tidak  langsung  mengungkapkan  makna.  Majas  digunakan  untuk menyampaikan perasaan, harapan, suasana hati, dan semangat hidupnya
agar  penyair  terhindar  dari  keterbatasan  kata-kata  denotatif  yang bermakna lugas.
Majas  mengiaskan  atau  mempersamakan  sesuatu  dengan  suatu  hal yang  lain  agar  sesuatu  itu  dapat  digambarkan  dengan  lebih  jelas.
Misalnya,  untuk  menggambarkan  suasana  hati  yang  gembira,  senang, mempunyai  harapan  besar  untuk  berjumpa  dengan  seseorang,  dan  lain-
lain.  Adapun  macam-macam  majas,  antara  lain  metafora,  personifikasi, litotes, ironi, eufemisme, repetisi, dan lain-lain.
e Versifikasi
Versifikasi  terdiri  atas  rima,  ritma,  dan  metrum.  Marjorie  Boulton dalam  H.  J.  Waluyo  menyebutkan  rima  sebagai  phonetic  form  2003:
90. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir  baris  puisi.  Herman  J.  Waluyo  2003:  12  mengemukakan  bahwa
persamaan  bunyi  yang  berulang  dapat  menciptakan  konsentrasi  dan kekuatan bahasa atau sering disebut daya gaib kata.
Ritma  sangat  berhubungan  dengan  bunyi  dan  juga  berhubungan dengan  pengulangan  bunyi,  kata,  frasa,  dan  kalimat.  Ritma  dalam  puisi
timbul  karena  perulangan  bunyi  berturut-turut  dan  bervariasi,  misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi. Ritma disebabkan juga oleh tekanan-
tekanan  kata  yang  bergantian  keras  lemah,  disebabkan  oleh  sifat-sifat konsonan  dan  vokalnya  atau  panjang  pendek  kata.  Herman  J.  Waluyo
2003:  12  menyatakan  bahwa  ritma  berupa  pengulangan  bunyi,  kata, frase,  dan  kalimat  yang  teratur  suatu  baris  puisi  menimbulkan
gelombang yang teratur dan menciptakan keindahan.
commit to user 15
Herman  J.  Waluyo  2003:  94  menyatakan  bahwa  metrum  dalam puisi  berupa  pengulangan  tekanan  kata  yang  tetap.  Pendapat  tersebut
sejalan  dengan  Djoko  Pradopo  yang  mengungkapkan  bahwa  metrum ialah irama yang tetap. Artinya, pergantiannya sudah tetap menurut pola
tertentu 1990: 40. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah suku kata yang sudah  tetap  dan  tekanannya  yang  tetap  hingga  alun  suara  yang  menaik
dan menurun itu tetap saja. Djoko Pradopo juga mengungkapkan bahwa yang  terasa  seperti  mempunyai  metrum,  yaitu  pantun.  Hal  tersebut
disebabkan  oleh  jumlah  suku  kata  yang  agak  tetap  dalam  tiap  baris baitnya dan oleh pola persajakan tengah atau akhir yang tetap. Herman
J. Waluyo 2003: 96 menyatakan bahwa metrum dalam puisi sulit untuk ditentukan.
f Tipografi
Atar  Semi  mengemukakan  bahwa  tipografi  disebut  juga  ukiran bentuk  1993:  135.  Tipografi  diartikan  sebagai  tataran  larik,  bait,
kalimat,  frase,  kata,  dan  bunyi  untuk  menghasilkan  suatu  bentuk  fisik yang  mampu  mendukung  isi,  rasa,  dan  suasana  puisi.  Larik-larik  puisi
dibuat  untuk  membangun  bait.  Penyair  berusaha  menciptakan  puisi seperti gambar  yang disebut dengan puisi konkret karena tata wajahnya
membentuk gambar yang mewakili maksud tertentu. Herman J. Waluyo mengemukakan  bahwa  puisi  yang  tidak  mengikuti  aturan  atau  pola
disebut  dengan  puisi  dengan  tata  wajah  konvensional  2003:  14. Mengacu  pendapat  tersebut,  tata  wajah  puisi  dibuat  apa  adanya,  tanpa
membentuk    gambar  atau  bentuk  tertentu  lainnya.  Artinya,  penyair memiliki  kebebasan  dalam  memilih  bentuk  yang  ia  sukai,  atau
menciptakan bentuk yang ia sukai. 2
Struktur Batin Puisi a
Tema H. J. Waluyo 2003: 106 menyatakan bahwa tema adalah gagasan
pokok  subject-matter  yang  dikemukakan  penyair  melalui  puisinya. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa tema merupakan gagasan
commit to user 16
pokok yang dikedepankan penyair dalam puisi-puisinya. Gagasan pokok
persoalan atau pikiran tersebut begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair sehingga menjadi landasan utama pengucapannya.
Tema  merupakan  gagasan  pokok  tersirat  dalam  keseluruhan  isi puisi.  Perasaan-perasaan  yang  diungkapkan  merupakan  penggambaran
suasana  batin.  Tema  dapat  terbagi  menjadi  bermacam-macam,  misalnya
Ketuhanan  religius,  cinta,  kesetiakawanan,  patriotisme,  perjuangan,
kegagalan  hidup,  alam,  keadilan,  kritik  sosial,  demokrasi,  dan  lain-lain.
Untuk mengetahui suatu tema dalam puisi, pembaca sedikit banyak harus mengetahui  latar  belakang  penyair  agar  tidak  salah  menafsirkan  tema
puisi tersebut. b
Nada Dalam  menulis  puisi,  penyair  mempunyai  sikap  tertentu  terhadap
pembaca.  Sikap  penyair  kepada  pembaca  disebut  nada  puisi.  Herman  J. Waluyo  menyatakan  bahwa  nada  merupakan  sikap  penyair  terhadap
pembaca  2003:  125.  Mengacu  pendapat  tersebut  nada  dalam  puisi dibuat  oleh  penyair  untuk  menimbulkan  suasana  tertentu.  Suasana  puisi
dirasakan  oleh  pembaca  sebagai  akibat  dari  nada  yang  diambil  sang penyair.  H. J. Waluyo 2003: 37 mengungkapkan bahwa terdapat puisi
yang bernada sinis, protes, menggurui, memberontak, main-main, serius, patriotik,  belas  kasih,  takut,  mencekam,  santai,  masa  bodoh,  pesimis,
humor, mencemooh, kharismatik, filosofis, khusyuk, dan sebagainya. Mengacu pendapat tersebut, dari nada belas kasih yang diciptakan
penyair  dalam  puisinya  dapat  menimbulkan  suasana  iba  hati  pembaca ketika ia membaca karya penyair, dan lain-lain. Selain itu, melalui nada,
pembaca  dapat  mengetahui  penyampaian  penyair  baik  terkesan menggurui, menasihati, mengejek, santai, dan lain-lain ataupun bersikap
lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. c
Perasaan Puisi  merupakan  karya  sastra  yang  paling  mewakili  ekspresi
perasaan  penyair.  Oleh  sebab  itu,  penyair  dalam  mencipta  sebuah  puisi
commit to user 17
memiliki perasaan yang berbeda-beda. Perasaan penyair feeling adalah nuansa batin penyair yang diekspresikan dengan penuh penghayatan dan
takaran  yang  tepat  sehingga  diharapkan  puisi  yang  diciptakan  penyair terasa hidup, menyentuh rasa haru, dan menggetarkan. Perasaan tersebut
ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Nada  dan  perasaan  penyair  akan  lebih  dapat  ditangkap  jika  puisi
tersebut  dibaca  keras  dalam  deklamasi.  Herman  J.  Waluyo  2003:  40 menyatakan bahwa perasaan yang menjiwai puisi dapat berupa perasaan
gembira,  sedih,  terharu,  terasing,  tersinggung,  patah  hati,  sombong, tercekam, cemburu, kesepian, takut, dan menyesal.
d Amanat
Amanat  merupakan  kesan  yang  ditangkap  pembaca  setelah membaca puisi. Amanat, pesan, atau nasihat yang akan disampaikan oleh
penyair  dapat  ditelaah  setelah  tema,  rasa,  dan  nada  puisi  dipahami Herman  J.  Waluyo,  2003:  130.  Mengacu  pendapat  tersebut,  amanat
dalam puisi tidak dapat  lepas dari tema dan isi puisi  yang dikemukakan penyair.  Selain  itu,  amanat  merupakan  kesan  yang  ditangkap  pembaca
setelah  membaca  puisi.  Setelah  membaca  puisi,  pembaca  akan  dapat menyimpulkan  amanat  puisi.  Amanat  puisi  juga  berkaitan  dengan  cara
pandang pembaca terhadap suatu hal.
2. Hakikat Pendekatan Struktural