Pembelajaran yang diikuti oleh siswa yang termotivasi akan benar-benar menyenangkan. Siswa yang menyelesaikan pengalaman belajar dan tugas belajar
dengan perasaan termotivasi terhadap materi yang dipelajari, mereka akan lebih mungkin menggunakan materi yang dipelajari.
Salah satu peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai motivator. Sebagai motivator, guru harus dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa. Ada
beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa. Menurut Sardiman 2011:92 cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar antara lain:
memberi angka, hadiah, saingankompetisi, ego-involvement, memberi ulangan, mengetahui hasil, memberikan pujian, hukuman, menumbuhkan hasrat untuk
belajar, minat, dan tujuan yang diakui.
2.3 Tinjauan tentang Teori Belajar Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik merupakan pembelajaran yang menekankan pada proses dan lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide
peserta didik Dania, 2009. Pengetahuan menurut teori konstruktivistik bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai
konstruksi kognitif
seseorang terhadap
objek, pengalaman,
maupun lingkungannya.
Pembelajaran konstruktivistik merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya
dalam mengkonstruksi pengalaman. Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks Brooks dalam Dania 2009 mengatakan bahwa pengetahuan adalah
non-objective, bersifat kontemporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas
kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai Trianto, 2007:13.
Teori konstruktivistik menurut Fornot dalam Dania, 2009 meliputi beberapa aspek konstruktivistik. Aspek-aspek konstruktivistik tersebut adalah: a
adaptasi adaptation, b konsep pada lingkungan the concept of environment, dan c pembentukan makna the construction of meaning.
Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila
dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif
dalam kegiatan belajar mengajar. Peranan siswa si belajar adalah melakukan proses pemaknaan atau penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit,
aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator, artinya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya
sendiri. Evaluasi dalam pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada
tujuan spesifik. Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dan menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok.
Pembelajaran konstruktivistik memiliki beberapa prinsip. Menurut Sugandi 2007:12 prinsip yang nampak dalam pembelajaran konstruktivistik
ialah: a pertanyaan dan kontruksi jawaban siswa adalah penting, b berlandaskan beragam sumber informasi materi dapat dimanipulasi para siswa, c
guru lebih bersikap interaktif dan berperan sebagai fasilitator dan mediator bagi siswa dalam proses belajar mengajar, d program pembelajaran dibuat bersama si
belajar, serta e strategi pembelajaran, student-centered learning, dilakukan dengan belajar aktif, belajar mandiri, kooperatif dan kolaboratif.
Pendekatan konstruktivistik menekankan pembelajaran dari atas ke bawah top-down instruction. Pembelajaran dari atas ke bawah berarti siswa mulai
memecahkan masalah yang kompleks kemudian menemukan dengan bantuan guru keterampilan dasar yang diperlukan.
Pembelajaran rekonstruktivistik dalam pembelajaran menggunakan belajar kerjasama. Alasannya, siswa akan lebih mudah menemukan dan menguasai
konsep yang sukar apabila mereka dapat membahasnya dengan kelompok. Siswa secara rutin bekerja dalam pasangan atau kelompok yang terdiri atas empat atau
lima orang untuk memecahkan masalah yang kompleks. Demikian pula penggunaan belajar kelompok memungkinkan siswa memperoleh model berpikir,
cara-cara menyampaikan gagasan atau fakta, dan mengatasi kesalahan konsepsi yang dihadapi oleh kelompok.
2.4 Tinjauan tentang Metode Pembelajaran Kooperatif