19
3. Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
4. Dapat membantu
memberdayakan setiap
siswa untuk
lebih bertanggunggjawab dalam belajar.
5. Merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa
harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif
terhadap sekolah.
6. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan
balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab
kelompoknya.
7. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata riil.
8. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses
pendidikan jangka panjang. Penggunaan pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah,
memiliki berbagai kelebihan. Salah satunya berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif melalui
dukungan guru siswa dalam pembelajaran.
2.3.3 Kekurangan Pembelajaran Kooperatif
Kekurangan dari pembelajaran kooperatif menurut Sanjaya 2006:250-251 adalah:
1 Untuk memahami dan mengerti filosofi pembelajaran kooperatif perlu
waktu yang cukup. 2
Diperlukan Peer teaching yang efektif, agar tujuan pembelajaran tercapai.
3 Penilaian yang diterapkan adalah penilaian tim
4 Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan
kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang.
20
5 Walaupun kemampuan kerjasama sangat penting, tetapi banyak aktivitas
dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan individu.
Adapun kelemahan cooperative learning menurut Suprijono 2009: 64, apabila model pembelajaran kooperatif belum dilaksanakan secara optimal,
maka ada kekhawatiran bahwa pembelajaran kooperatif hanya akan mengakibatkan kekacauan dikelas dan peserta didik tidak dapat belajar jika
mereka ditempatkan dalam kelompok. Selain itu, banyak orang mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan bekerja sama. Peserta didik yang tekun
merasa harus bekerja melebihi peserta didik yang lain dalam kelompok mereka, sementara peserta didik yang kurang mampu merasa rendah diri
apabila ditempatkan bersama peserta didik yang lebih pandai.
2.3.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
“Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keberagaman, dan pengembangan
keterampilan sosial” Suprijono, 2009:61. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama
siswa yang berbeda latar belakangnya. Adanya bekerja secara kolaboratif untuk mencapai suatu tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan
berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
21
Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar
Konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan
motivasi sehingga ada interaksi promotif. Guru sering membiarkan adanya siswa
yang mendominasi
kelompok atau
menggantungkan diri pada kelompok. Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok diberi umpan balik
tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa
yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong
oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya
hanya
“mendompleng” keberhasilan
“pemborong”. Kelompok belajar heterogen, baik dalam
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.
Kelompok belajar biasanya homogen. Pimpinan
kelompok dipilih
secara demokratis
atau bergilir
untuk memberikan pengalaman memimpin bagi
para anggota kelompok. Pemimpin kelompok sering ditentukan
oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memiliki sendiri pemimpinnya dengan
cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti
kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung
diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak secara
langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung
guru terus
melakukan pemantauan
melalui observasi
dan melakukan intervensi jika terjadi masalah
dalam kerja
sama antar
anggota kelompok.
Pemantauan melalui
observasi dan
intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.
Guru memperhatikan
secara proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok- kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-
kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian
tugas tetapi juga hubungan interpersonal hubungan antar pribadi yang saling
menghargai. Penekanan
sering hanya
pada penyelesaian tugas.
Sumber: Killer 1996 dalam bukunya Trianto 2007:43
22
2.3.5 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif