dan lemah dalam percintaan karena bersedia dijadikan pihak ke dua atau selir hati. Hal ini menunjukkan sebagai gambaran realitas kebudayaan yang ada di
masyarakat.
2.1.6 Konsep Gender
Selama ini orang menganggap bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan didasarkan pada jenis kelamin seks saja. Jenis kelamin seks adalah
persifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis pada jenis kelamin tertentu.
Istilah sex dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti “jenis kelamin” lebih berkonsentrasi pada aspek biologis seseorang, meliputi perbedaan komposisi
hormone dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik tubuh seseorang www.media.isnetdiakses pada tanggal 7 April 2010 pada pukul 20:57.
Konsep laki-laki dan perempuan tidak hanya dibagi berdasarkan perbedaan biologis saja. Pada masyarakat ternyata berkembang suatu sistem yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan stereotype dan nilai- nilai yang ditanamkan disosialisasikan sejak kecil, konsep ini dikenal dengan
nama gender. Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti “jenis kelamin”.
Dalam kamus Webster’s New Dictionary, gender diartikan sebagai pendekatan yang tampak antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari segi nilai dan
tingkah laku. Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa peran gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan
distinction dalam peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal “Sex and Gender: An Introdution
” mengartikan gender sebagai suatu harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan cultural expectation for women and men. Pendapat ini sejalan
dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau
perempuan adalah termasuk bidang kajian gender what a given society defines as masculine or feminine is a component of gender
. Kata gender belum masuk dalam pembendaharaan kamus besar Bahasa
Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, dengan istilah “jender”. Jender diartikan
sebagai interpretasi mental dan cultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki- laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan
pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan. Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas masculinity atau feminitas feminity
seseorang. www.media.isnet.orgdiakses pada tanggal 7 April 2010 pada pukul 21:17.
Kemudian muncul bias jender yang berkembang dimana-mana, antara lain: 1.
Perbedaan laki-laki dan perempuan, apa yang sesuai untuk laki-laki dan perempuan meliputi pekerjaankegiatan, pendidikan, penampilan, sikap
perilaku.
2. Perbedaan antara apa yang ideal untuk perempuan dan laki-laki, bahkan
minat mereka pun berbeda. 3.
Perbedaan status sosial antara laki-laki dan perempuan. Akibatnya, muncul beberapa stereotype antara lain laki-laki adalah pencari
nafkah, dan perempuan mengasuh anak, dan lain-lain. Harijani, 2001:2. Menurut Kreitner dan Kinicki 2003:218 stereotype adalah keyakinan
yang membedakan sifat dan kemampuan antara peran perempuan dan laki-laki untuk peran-peran yang berbeda. Misalnya stereotype gender menganggap bahwa
perempuan sebagai sosok yang ekspresif, kurang independent, lebih emosional, kurang logis, secara kuantitatif kurang terorientasi dan lebih sering dianggap
menentukan, orientasinya kuantitatif, dan lebih otokrasi serta terarah daripada perempuan.
Pandangan stereotype mengamburkan pandangan terhadap manusia secara pribadi, karena memasukkan setiap jenis manusia kotak stereotype. Oleh karena
itu seorang pribadi, baik perempuan dan laki-laki merasa tidak pantas apabila “keluar dari kotak” tersebut. Ia akan merasa bersalah apabila tidak memenuhi
kehendak sosial, memenuhi label yang telah diciptakan untuk mereka. Pandangan ini telah dibakukan melalui tradisi selama berabad-abad sehingga kodrat yang
tidak dapat dirubah, seolah ciri-ciri perempuan dan laki-laki sudah terkunci mati. Murniati, 2004:XVIII.
Konstruksi sosial bahwa perempuan itu lemah lembut, emosional, keibuan, cantik menyebabkan mereka mendapat tugas untuk bekerja dilingkungan rumah
tempat tinggal, seperti melakukan pekerjaan rumah tangga, mengasuh anak, serta tergantung pada laki-laki. Sedangkan laki-laki dikonstruksikan sebagai seorang
yang kuat, rasional, jantan dan perkasa sehingga laki-laki mendapat tugas untuk bekerja diluar rumah. Sebenarnya sifat tersebut dapat dipertukarkan antara laki-
laki dan perempuan untuk berada dilingkungan luar atau dalam rumah Fakih, 1996:9.
2.1.7 Pendekatan Gender