tempat tinggal, seperti melakukan pekerjaan rumah tangga, mengasuh anak, serta tergantung pada laki-laki. Sedangkan laki-laki dikonstruksikan sebagai seorang
yang kuat, rasional, jantan dan perkasa sehingga laki-laki mendapat tugas untuk bekerja diluar rumah. Sebenarnya sifat tersebut dapat dipertukarkan antara laki-
laki dan perempuan untuk berada dilingkungan luar atau dalam rumah Fakih, 1996:9.
2.1.7 Pendekatan Gender
Masyarakat Indonesia menerapkan standar ganda terhadap norma maskulinitas dan feminitas, menjadi penting untuk lebih memahami relasi gender
antara laki-laki dan perempuan, dan juga relasi gender di antara laki-laki sendiri dalam area sosial tertentu social setting.
Gender sering dipandang sebagai masalah ketimpangan hubungan laki-laki dan perempuan, tetapi ketimpangan hubungan itu perlu dikaji lebih dalam karena
ketimpangan gender yang diukur semata-mata oleh pandangan luar, bisa jadi bias makna, sebab memahami persoalan gender dan hubungan tidak seimbang itu
harus dengan memahami kebudayaan jaringan makna masyarakat pendukungnya. Teori Blau sendiri menyatakan bahwa:
1. Selama seorang individu secara nyata memperoleh ganjaran yang
menguntungkan dirinya, baik secara ekstrinsik dan instrinsik, maka hubungan yang oleh orang luar dianggap tidak seimbang manjadi tidak
kontekstual.
2. Selama ketimpangan seksual dan gender itu merupakan sistem norma dan
nilai yang didukung masyarakatnya, maka pengalaman dalam hubungan seksual akan senantiasa tidak seimbang.
3. Kelanggengan hubungan yang bercorak penguasa dan yang dikuasai
ditentukan oleh kesepakatan kedua belah pihak Hidayana, 2004:61 Dalam membahas kaum laki-laki dan perempuan konsep penting yang
perlu dipahami adalah membedakan konsep seks jenis kelamin dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan antara konsep seks dan konsep gender
sangatlah diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan- persoalan ketidak adilan sosial baik yang menimpa kaum laki-laki maupun
perempuan. Hal ini disebabkan karena ada kaitan yang erat antara perbedaan gender gender differences dan ketidakadilan gender inequalities dengan
struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas. Dengan demikian pemahaman dan pembedaan yang jelas antara konsep seks dan gender sangat diperlukan dalam
membahas masalah ketidakadilan sosial. Maka sesungguhnya terjadi keterkaitan antara persoalan gender dengan persoalan ketidakadilan sosial lainnya.
Untuk memahami konsep gender harus dibedakan antara kata gender dengan kata seks jenis kelamin. Pengertian jenis kelamin adalah pembedaan
terhadap manusia yang didasarkan pada alat-alat biologis yang melekat padanya. Sebagaimana menurut Mansour Fakih 1996:8 sebagai berikut:
“Secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak
berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan tuhan atau kodrat.”
Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender yaitu: sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan yang dikonstruksikan secara sosial
cultural, dimana sifat-sifat ini dapat dipertukarkan. Masih menurut Mansour Fakih 1996:8, diberikan beberapa contoh:
“Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap: kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari
sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki- laki yang emosional, lemah lembuh, keibuan. Sementara ada juga perempuan
yang kuat, rasional, perkasa.”
Sejarah perbedaan gender gender differences antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, di antaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial
maupun kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara Fakih, 1996:6. Secara langsung maupun tidak langsung proses sosialisasi gender itu pada
akhirnya dianggap sebagai ketentuan tuhan. Dimana jenis kelamin laki-laki harus bersikap maskulin dan jenis kelamin perempuan harus bersikap feminim,
sebagaimana streotype yang telah dikonstruksikan. Setiap penyimpangan akan di tolak dalam peran struktural masyarakat.
2.1.8 Konstruksi Sosial