Akibat Aborsi Aborsi 1. Pengertian Aborsi

Pasal 348: 1 Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan dengan izin perempuan itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. 2 Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. Pasal 349: Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu dalam kejahatan yang tersebut dalam pasal 346, atau bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiganya dan dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu. Dari pasal-pasal diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya aborsi dilarang, selain hal tersebut yang dihukum dalam kasus aborsi ada beberapa pihak yaitu : 1 Pelaksana aborsi yakni tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman maksimal 4 tahun atau 4 tahun ditambah sepertiganya dan juga bisa dicabut hak prakteknya 2 Wanita yang menggugurkan kandungannya dengan hukuman maksimal 4 tahun 3 Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman yang bervariasi. c. UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 pasal 75 ayat 1 dan 2 dan pasal 76 UU Kesehatan ini cukup berbeda dengan KUHP di atas. Secara khusus aborsi dibahas dalam pasal 75 ayat 1 dan 2 yang masih memberikan celah untuk boleh melakukan aborsi bila ada indikasi medis. Pasal 75 ayat 1 “Setiap orang dilarang melakukan aborsi”yang dilanjutkan dengan ayat 2 Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu danatau janin, yang menderita penyakit genetik berat danatau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Pada ayat 2 diuraikan pengecualian seseorang diperbolehkan untuk melakukan aborsi yaitu jika mengancam nyawa ibu danatau anak, menderita penyakit yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi hidup di luar kandungan, dan hamil akibat pemerkosaan. Yang diperjelas oleh ayat 3 Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling danatau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Seorang wanita yang menjadi korban pemerkosaan diperbolehkan melakukan aborsi asal sudah mendapatkan konseling pra tindakan dan pasca tindakan yang dilakukan konselor yang kompoten dan berwenang. Meskipun aborsi dalam indikasi medis diperbolehkan, tetap saja ada kriteria- kriteria seorang perempuan untuk boleh menggugurkan kandungannya, sebagaimana di atur di dalam pasal 76, antara lain sebelum kehamilan berumur 6 minggu kecuali dalam hal kedaruratan medis, hanya boleh ditangani oleh tenaga kesehatan yang bersertifikat dan diberi kewenangan, kemudian kriteria yang lain harus ada ijin dari wanita yang bersangkutan dan suami kecuali korban perkosaan. 7 . Ajaran Gereja Mengenai Aborsi a. Gaudium et Spes 1965. Salah satu dokumen resmi yang paling penting di masa Gereja Modern yang dengan tegas mengutuk aborsi adalah Konstitusi Gaudium et Spes yang diumumkan secara resmi pada tanggal 7 Desember 1965. Apa saja yang berlawanan dengan kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang manapun juga, penumpasan suku, pengguguran, eutanasia dan bunuh diri yang disengaja; apapun yang melanggar keutuhan pribadi manusia, seperti pemenggalan anggota badan, siksaan yang ditimpakan pada jiwa maupun raga,.... Dan sementara mencoreng peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih mencemarkan mereka yang melakukannya, daripada mereka yang menanggung ketidakadilan, lagipula sangat berlawanan dengan kemuliaan Sang Pencipta GS art 27. Dengan pernyataan ini, para uskup seluruh dunia secara bersama-sama sekali lagi ingin menegaskan bagaimanakah sikap orang Kristiani berhadapan dengan hidup manusia, di mana setiap orang Kristiani dituntut untuk memiliki suatu sikap penghormatan total dan tanpa syarat terhadap pribadi hidup manusia. Konsili ini begitu tegas menekankan sikap hormat terhadap sesama manusia, sehingga setiap orang wajib memandang sesamanya, tak seorangpun terkecualikan. b. Declaratio De Abortu Procurato 1974 Dalam kongregasi suci ajaran imam mengenai pernyataan tentang aborsi dengan keras menolak aborsi, sesuai dengan yang tertulis di art 7: “…kehidupan harus dilindungi dengan amat seksama sejak pembuahan; Aborsi dan pembunuhan anak adalah kejahat an yang durhaka”. Paus Paulus VI yang sering berbicara tentang tema ini tak ragu-ragu menegaskan bahwa ajaran Gereja ini tak berubah dan tak dapat berubah sebab hak pertama pribadi manusia adalah hak atas hidup yang merupakan dasar bagi semuanya bdk art 11. “…Hak ini ada juga pada anak kecil yang baru lahir seperti pada orang yang sudah dewasa. Sungguh, hormat terhadap hidup manusia adalah kewajiban sejak proses hidup mulai. Dengan pembuahan sel telur mulailah hidup baru, yang bukan hidup ayah dan bukan hidup bunda, melainkan hidup makhluk baru, yang tumbuh sendiri. Tak pernah ia menjadi manusia jika ia tidak sudah manusia sejak semula” art 12. Harus ditegaskan bahwa tidak ada satu alasanpun yang obyektif memberi hak untuk memutuskan hidup orang lain, juga yang baru mulai bdk art14, orang tak pernah boleh membenarkan aborsi, tetapi terutama harus diusahakan memberantas penyebab-penyebabnya art 26. c. Kitab Hukum Kanonik 1983 Menurut Kitab Hukum Kanonik KHK kanon 1398: “Yang melakukan aborsi dan berhasil, terkena ekskomunikasi latae sententiae’.