dengan konsentrasi garam 9 memiliki nilai rata-rata sensori tertinggi yaitu sebesar 5,70 yang berarti produk dianggap mempunyai penampakan yang lebih
baik dibandingkan fillet belut asap dengan konsentrasi garam lainnya
Lampiran 5b. Nilai rata-rata sensori terendah dimiliki oleh fillet belut asap kontrol, yaitu tanpa pemberian garam. Fillet belut asap yang tidak diberi
perlakuan garam akan lebih terlihat berbeda. Pada dasarnya dengan pemberian garam tersebut maka akan terjadi pengeluaran cairan dari dalam tubuh ikan
sehingga terjadi perubahan sifat daging ikan Afrianto dan Liviawaty 1989. Konsentrasi garam yang lebih tinggi menyebabkan tingkat penetrasi garam ke
dalam tubuh ikan menjadi lebih cepat. Dengan begitu, air yang ditarik keluar dari dalam tubuh juga akan semakin besar dan daging ikan akan lebih mengkerut.
Pada fillet belut asap kontrol, tidak terjadi penarikan air dari dalam produk yang dihasilkan sehingga daging fillet belut asap terlihat tidak padat dan kompak.
Penampakan tersebut sangat berbeda dengan produk yang telah direndam dari larutan garam. Produk fillet belut asap yang mendapat perlakuan garam memiliki
penampakan yang terlihat lebih padat.
4.1.2 Warna
Warna merupakan salah satu penentu mutu bahan makanan. Biasanya warna yang lebih cerah dan menarik akan lebih disukai oleh konsumen
dibandingkan dengan warna yang kusam. Hasil pengujian sensori terhadap warna fillet belut asap dapat dilihat pada Gambar 5.
5,43
a
5,2
a
5,6
a
4,9
a
4,4 4,6
4,8 5
5,2 5,4
5,6 5,8
3 6
9
K o n se n tra si g a ra m
N il
a i
ra ta
-r a
ta
s e
n s
o ri
w a
rn a
Gambar 5. Diagram batang nilai rata-rata sensori warna fillet belut asap
Gambar 5 menunjukkan nilai rata-rata sensori fillet belut asap dengan menggunakan konsentrasi garam yang berbeda-beda. Fillet belut asap tanpa
perlakuan konsentrasi garam memiliki rata-rata nilai sensori terkecil, yaitu sebesar 4,93. Dengan nilai rata-ratanya yang paling kecil dibandingkan dengan produk
yang lain, maka fillet belut asap kontrol ini tidak terlalu disukai oleh panelis. Sedangkan nilai rata-rata sensori terbesar dimiliki oleh fillet belut asap dengan
pemberian garam 3 sebesar 5,60 yang berarti produk lebih diminati oleh panelis.
Uji Kruskal-Wallis yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi garam yang diberikan tidak memberikan hasil yang
berbeda nyata, dengan nilai P 0,05 terhadap parameter warna Lampiran 4. Rentang konsentrasi sebanyak 3 tidak menimbulkan perbedaan yang nyata
terhadap produk. Penggunaan rentang konsentrasi yang lebih besar diperlukan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi terhadap kesukaan panelis terhadap
produk. Selain itu, warna dari produk juga lebih dipengaruhi oleh kemurnian garam yang digunakan. Warna dari keseluruhan produk yang dihasilkan adalah
cokelat yang berasal dari pengovenan yang dilakukan.
4.1.3 Aroma
Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi garam memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata P 0,05 terhadap nilai
rata-rata sensori penampakan fillet belut asap Lampiran 4. Dengan hasil tersebut dapat dilihat bahwa garam sama sekali tidak memberikan perbedaan yang nyata
terhadap fillet belut asap. Perbedaan konsentrasi garam yang diberikan tidak menghasilkan aroma yang beragam karena garam pada dasarnya lebih berperan
sebagai penambah rasa dan daya pengawet Afrianto dan Liviawaty 1989. Nilai rata-rata sensori terhadap aroma dari tiap pemberian konsentrasi garam yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 6.
5,87
a
5,77
a
5,5
a
5,07
a
4,6 4,8
5 5,2
5,4 5,6
5,8 6
3 6
9
K onse n tra si g a ra m N
il a
i ra
ta -r
a ta
s e
n s
o ri
a ro
m a
Gambar 6. Diagram batang nilai rata-rata sensori aroma fillet belut asap Berdasarkan dari diagram batang tersebut, dapat dilihat bahwa produk
dengan perlakuan asap lebih disukai karena dengan pemberian asap akan menghasilkan produk dengan aroma yang lebih khas Moeljanto 1982. Karena
konsentrasi asap yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini adalah sama, maka aroma yang dihasilkan juga sama.
4.1.4 Tekstur