34
1.6.3.7 Budaya Dalam Teori-Teori Resolusi Konflik
Salah satu ciri khas dari pandangan konstruktivisme mengenai susunan dari bagian-bagian sosial bahwa argumen kebudayaan adalah konsepsional
pikiran dan cita-cita dari realitas manusia. Budaya menawarkan tata bahasa untuk bertindak dan menafsirkan dunia untuk mengacu pada praktek hidup
bersama secara luas dengan asumsi yang umumnya dipegang dan pengandaian bahwa individu dan kelompok terus tentang dunia.
Karena budaya adalah konstitutif dari realitas sosial, resolusi konflik relatif terhadap budaya. Konflik adalah acara budaya yang berkembang dalam
kerangka norma-norma budaya dan nilai-nilai apa yang kondisinya patut diperjuangkan, apakah dalam cara normal untuk melawan, maupun apa yang
menjamin tindakan konfliktual dan apa jenis solusi yang dapat diterima. Sifat realitas serta konflik dan praktik resolusi konflik difokuskan oleh
peningkatan jumlah penulis feminis. Penelitian merekabertujuan untuk menunjukkan interogasi hubungan antara gender. Identitas dan kekerasan.
Asosiasi antara laki-laki, militerisme, dan maskulinitas di satu sisi dan perdamaian perempuan dan feminitas padalain problematis.
Analisis kerangka berpendapat bahwa musuh dalam konflik memiliki kerangka saling terpisah satu referensi yang menghalangi kerjasama antara
mereka. Ini adalah kerangka acuan psikologis yang tergantung pada pola gigih perilaku, yaitu, mereka mencerminkan struktur sosial. Resolusi konflik, karenanya
35 didefinisikan berarti pembubaran ataupun perdamaian bentuk konflik dan
substitusi satunya dengan bentuk lain. Interaksi ini terlihat dalam analisis kerangka juga menjadi arena di mana
aktor datang bersama-sama dengan perspektif yang berbeda berpotensi pada situasi, makna dan peluang untuk mencapai tujuan mereka. Arti dari perilaku dan
peristiwa selalu terbuka untuk interpretasi yang berbeda.
39
Singkatnya studi yang menekankan pada peran budaya bahasa dan identitas yang dilakukan oleh aktor elit dalam resolusi konflik internasional
menunjukkan bahwa konflik tidak hanya berasal dari perbedaan kepentingan. Sebaliknya, konflik lebih dari makna atas konstruksi susunan sosial dan
manajemen makna proses pengartian. Resolusi konflik melibatkan para pihak Ia berpendapat bahwa bahasa memiliki fungsi konstitutif dalam praktik
resolusi konflik. itu diperkirakan merupakan kenyataan untuk para pihak. Mengingat fundamental doxa Wacana Dominan, orthodoxy Wacana yang
mendukung Doxa dan Heterodoxy wacana yang menolak doxa adalah fokus utama dari analisis wacana. Wacana dilihat sebagai cara di mana proses sosial
muncul menyusun kembali diri mereka sendiri dan berubah Dalam menganalisis konflik berdasarkan pendekatan analisis wacana yang ditawarkan.
39
Hendrasyahputra 2008 “Penyelesaian Konflik Berbasis Budaya” available from : http:www.hendrasyahputra.com20081112penyelesaian-konflik-berbasis-budayadi akses pada tanggal :
02 September 2014 pukul 14:50 wib
36 dalam upaya untuk menemukan makna bersama dan bentuk untuk bertindak
dalam dunia sosial.
40
Cara penyelesaian konflik lebih tepat jika menggunakan model-model penyelesaian yang disesuaikan dengan kondisi wilayah serta budaya setempat.
penyelesaian tersebut dilakukan atas inisiatif penuh dari masyarakat bawah yang Umumnya konflik mengenai identitas dalam suatu masyarakat lebih
cenderung rumit, bertahan lama serta sulit dikelola, sedangkan konflik yang sifatnya primordial sulit dipecahkan karena sangat emosional. Untuk mengatasi
itu semua, tidak ada resep mujarab yang langsung menyembuhkan karena selalu muncul interaksi rumit antarkekuatan berbeda di samping variabel kondisi sosial
wilayah tanah air. Pola penyelesaian konflik di suatu daerah tak mungkin diterapkan di
daerah lain. Oleh karena itu, dalam menentukan langkah penyelesaian berbagai peristiwa konflik perlu dicermati dan dianalisis, tidak saja berdasarkan teori-teori
konflik universal, tetapi perlu juga menggunakan paradigma nasional atau lokal agar objektivitas tetap berada dalam bingkai kondisi, nilai, dan tatanan kehidupan
bangsa kita. Faktor-faktor sebagai pendukung analisis pemecahan konflik tersebut antara lain: aktornya, isu, faktor penyebab, lingkupnya, usaha lain yang pernah
ada, jenis konflik, arahpotensi, sifat kekerasan, wilayah, fase dan intensitas, kapasitas dan sumbernya, alatnya, keadaan hubungan yang bertikai, dan
sebagainya.
40
Hendrasyahputra 2008 “Penyelesaian Konflik Berbasis Budaya” available from : http:www.hendrasyahputra.com20081112penyelesaian-konflik-berbasis-budayadi akses pada tanggal :
02 September 2014 pukul 14:50 wib
37 masih memegang teguh adat lokal serta sadar akan pentingnya budaya lokal dalam
menjaga dan menjamin keutuhan masyarakat. Di antara kearifan lokal yang sudah ada sejak dahulu dan masih terpelihara sampai sekarang antara lain dalihan natolu
Tapanuli, rumah betang Kalimantan Tengah, menyama braya Bali, saling Jot dan saling pelarangan NTB, siro yo ingsun, ingsun yo siro Jawa Timur, alon-
alon asal kelakon Jawa TengahDI Yogyakarta, dan basusun sirih MelayuSumatra. Tradisi dan kearifan lokal yang masih ada serta berlaku di
masyarakat, berpotensi untuk dapat mendorong keinginan hidup rukun dan damai. Hal itu karena kearifan tradisi lokal pada dasarnya mengajarkan perdamaian
dengan sesamanya, lingkungan, dan sikap dan tindakan terhadap ketuhanan.
41
Konflik tidak selamanya berakibat negatif bagi masyarakat. Jika bisa dikelola dengan baik, konflik justru bisa menghasilkan hal-hal yang positif.
Misalnya, sebagai pemicu perubahan dalam masyarakat, memperbarui kualitas Hal yang sangat tepat menyelesaikan konflik dengan menggunakan adat
lokal atau kearifan lokal karena selama ini sudah membudaya dalam masyarakat. Oleh karena itu kearifan lokal adalah sesuatu yang sudah mengakar dan
biasanyatidak hanya berorientasi profan hal yang sifatnya duniawi semata, tetapi juga berorientasi sakral sehingga pelaksanaannya bisa lebih cepat dan
mudah diterima oleh masyarakat. Dengan adat lokal ini diharapkan resolusi konflik bisa cepat terwujud, bisa diterima semua kelompok sehingga tidak ada
lagi konflik laten yang tersembunyi dalam masyarakat.
41
Lihat Hendrasyahputra 2008 “Penyelesaian Konflik Berbasis Budaya” available from : http:www.hendrasyahputra.com20081112penyelesaian-konflik-berbasis-budayadi akses pada tanggal :
02 September 2014 pukul 14:50 wib
38 keputusan, menciptakan inovasi dan kreativitas, sebagai sarana evaluasi, dan lain
sebagainya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa jika konflik tidak dikelola dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan dampak negatif
dan merugikan bagi masyarakat. Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan konflik
haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan konflik yang dihadapi. Semua harus sadar bahwa setiap konflik memiliki kompleksitas masing-masing
sehingga tidak bisa begitu saja mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat bahwa selain teori-teori resolusi
konflik yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun demikian, penyelesaian konflik sering
melupakan adat dan budaya lokal tersebut. Untuk itulah penting untuk menggali kembali kekayaan budaya sendiri.
42
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriftif. Yang dimana metode ini dimaksudkan untuk
menjelaskan atau menggambarkan secara khusus tentang situasi atau proses yang diteliti. atau dengan kata lain, ”metodologi kualitatif” sebagai prosedurpenelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisandari orang-
1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Metode Penelitian
42
Hendrasyahputra 2008 “Penyelesaian Konflik Berbasis Budaya” available from : http:www.hendrasyahputra.com20081112penyelesaian-konflik-berbasis-budayadi akses pada tanggal :
02 September 2014 pukul 14:50 wib