89 Desa Tolang Jae, permasalahan yang terjadi berkaitan dengan teori yang
dijelaskan oleh William Chang. Kondisi yang berkembang saat ini adalah masyarakat Desa Tolang Jae menyimpan sikap tak peduli ,iri dan dendam
terhadap masyarakat Dusun Adian Goti.
3.2 Peranan Tokoh MasyarakatTokoh Adat dalam Mediasi Konflik di Desa
Tolang Jae dan Dusun Adian Goti
Secara umum, proses terjadinya konflik hampir sama di beberapa daerah di Indonesia, dimana faktor yang mempengaruhinya adalah perbedaan
kepentingan yang terjadi dalam masyarakat. Seperti yang diutarakan oleh Ralf Dahrendorf 2011 dengan Karl Marx 2011, Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa
: masyarakat terintegrasi karena adanya kelompok kepentingan Dominan yang menguasai masyarakat banyak sedangkan karl marx menyebutkan bahwa, kelas-
kelas dianggap sebagai kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain, sehingga dalam kasus di Desa Tolang Jae
seperti yang diutarakan oleh Ralf, bahwa kepentingan awal munculnya konflik. Perbedaan kepentingan ini seringkali berujung kepada konflik yang berakhir
dengan benturan fisik antar sesama warga di Desa Tolang Jae. sedang dari teori karl marx pada situasi konflik yang berada di Desa Tolang Jae menitik beratkan
pada proses kesenjangan antar masyarakat di Desa Tolang Jae dari segi pendapatannya, teori ini terbukti dengan tidak adanya titik temu antar kedua belah
90 pihak dalam memutuskan proses dan hasil mediasi yang mempertemukan
kesepakatan mereka. Dalam kasus ini tentunya dibutuhkan sebuah penanganan serius dan
langkah penyelesaian yang lebih maksimal sehingga konflik ini tidak berlarut- larut. Tetapi kenyataannya penyelesaian tidak pernah maksimal, ini dengan
dibuktikan bahwa pecahnya konflik pada 23 desember 2013 Kepala Desa Tolang Jae bapak Mara Indo Lubis tidak berada di tempat dan warga tidak ada yang
mengetahui keberadaannya. Ini mebuktikan bahwa kurangnya tanggung jawab Tokoh Masyarakat untuk mendamaikan ataupun menyelesaikan sengketa ini
melalui jalan mediasi telah merugikan pihak Desa beserta masyarakat. Dilain sisi juga dengan adanya pihak-pihak Tokoh Masyarakat yang tidak
bersikap netral juga menjadi faktor lemahnya posisi Tokoh Masyarakat dalam Mediasi Konflik di Desa Tolang Jae,Konflik ini telah berlangsung sangat lama
yaitu sejak tahun 1982-2014 berkisar32 tahun lamanya dan sampai saat ini belum mencapai titik temu antara kedua belah pihak yang berkonflik. Konflik ini
juga telah mengalami proses perkembangan dari tahun ke tahun, dimana isu-isu yang berkembang senantiasa berubah dan mempengaruhi pola pikir masyarakat
setempat tentang menetapnya warga Adian Goti tersebut. Dari kronologis konflik yang telah dijelaskan di atas, faktor-faktor yang menyebabkan konflik ini terjadi
selalu berubah dan berkembang sesuai dengan wacana yang keluar dari warga maupun Tokoh Masyarakatnya, Seperti pada awalnya penyebab konflik terjadi
adalah perambahan hutan, kemudian berkembang menjadi permasalahan hewan
91 ternak berlanjut ke masalah status kependudukan masyarakat pendatang, dan
status lahan yang berkonflik. Dari situasikondisi ini membuktikan bahwa, setiap pihak yang terlibat
dalam konflik akan selalu berusaha mencari kelemahan masing-masing dengan tujuan untuk menguatkan posisinya pada pihak yang benar dan menyalahkan
pihak lawan. Situasi ini akan berlangsung cukup lama apabila tidak ada penyelesaian antara kedua belah pihak untuk membuat kesepakatan
bersama.seperti yang yang diungkapkan oleh Alo Liliweri 2005 yang mengatakan bentuk pertentangan yang bersifat fungsional karena pertentangan
semacam itu mendukung tujuan kelompok dan memperbaharui tampilan, namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok yang sudah ada.
Sehingga menurut penulis, konflik yang telah berlangsung selama 32 tahun di Desa Tolang Jae didasarkan karena tidak adanya perhatian Negara dan
pemerintah sekaligus pihak netral dari Peranan Tokoh Masyarakatnya. seharusnya didalam menyelesaikan konflik sosial, Negara, pemerintah dan Tokoh Masyarakat
harus lebih menghasilkan sebuah solusi yang saling menguntungkan dan tidak merugikan pihak Desa atau masyarakat kelompok manapun.Dalam kasus Ini
ketimpangan terjadi denganmelihat bagaimana pihak Tokoh Masyarakat hanya cenderung berpihak pada kelompok dominan dan kurang memperhatikan
masyarakat Adian Goti sebagai masyarakat minoritas. Namun bila melihat secara sosial, budaya masyarakat Desa Tolang Jae
yang masih memegang nilai-nilai adat seperti dalihan natoluserta
92 statusharajaon,Tokoh Adat yang sekaligus Tokoh Masyarakat di Desa tersebut
memiliki pengaruh besar dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan desa tersebut, kuatnya ketokohan pada Masyarakat Adat
membuat konflik ini senantiasa mengalami pasang surut yang dapat sewaktu- waktu bergejolak kembali.
Seperti halnya penyelenggara pertemuan selama proses mediasi di Desa Tolang Jae, disini Tokoh Masyarakat kelihatannya hanya sibuk mengundang dan
menghadirkan pihak Warga Desa Tolang Jae dan para Harajaonnya Desa Tolang Jae. dan kurang memberi perhatian kepada masyarakat Dusun Adian Goti untuk
datang menghadiri pertemuan dengan pihak Desa Tolang Jae. pemimpin diskusi rapat juga harusnya adalah orang-orang yang ditentukan oleh kedua belah pihak
yang bertikai bukan sebaliknya, tetapi fakta dilapangan yang menjadi alasan salah satu ketidakikutsertaan pihak Adian Goti Dalam diskusi rapat yang diadakan oleh
Warga Desa Tolang Jae beserta Tokoh Masyarakatnya adalah alasan belum adanya persetujuan antar Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti tentang siapa
dan darimana pemimpin diskusi rapat. Pihak Desa Tolang Jae sudah menentukan siapa pemimpin diskusi rapatnya sehingga pihak Adian Goti berangapan bahwa
warga, Tokoh Masyarakat serta Harajaon Desa Tolang Jae nantinya tidak adil dalam memutuskan perkara tersebut.
Bila dilihat dengan menguatnya budaya dari masyarakat yang terbilang masih kuat mengakar adat istiadatnya, membuktikan bahwa proses mediasi yang
dilakukan oleh Tokoh Masyarakat beserta kelompok Harajaon Desa Tolang Jae
93 dengan Warga Dusun Adian Goti terdapat perbedaan pengartian dalam halnya
menafsirkan resolusi yang mendatangkan perdamaian di Desa Tolang Jae. ini terbukti dengan tidak adanya penerangan dan penyadaran kepada masyarakat
bahwa mediasi adalah jalan mencapai solusi guna menghentikan konflik ini. apalagi masyarakat desa Tolang Jae bisa dikatakan tidak terlalu ambil pusing dan
bersikap pasif terhadap jalan keluar untuk mencapai perdamaian antar mereka, karenamasyarakat Desa Tolang Jae percaya dan menyerahkannya saja Tokoh
Masyarakat dan Harajaon apa-apa saja yang menjadi hasil kesepakatan dengan Warga Dusun Adian Goti, dalam kasus ini posisi Harajaon di Desa Tolang Jae
terbilang sangat dominan sebagai pemangku adat istiadat dan pengaruh kebijakan politik setempat. Karena harajaon merupakan kelompok masyarakat dominan
yang memegang nilai adat dan budaya dilingkungannya.sehingga dalam setiap pengambilan keputusan di Desa Tolang Jae pengaruh Harajaon ini cukup kuat dan
mengakar dalam kehidupan masyarakat Desa Tolang Jae. Warga Desa Tolang Jae akan terima keputusan yang dikeluarkan Tokoh
Masyarakat dengan adanya Harajaon sebagai perwakilan adat istiadat dilingkungan mereka. Seperti konflik yang terjadi antar Desa Tolang Jae dan
Dusun Adian Goti posisi harajaon dalam hal ini bermacam-macam ada sebagai penasehat dan ada juga yang malah menjadi pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik masyarakat tersebut. Sisi lain dengan menguatnya mentalitas politik feodalistik dari sebagian
Tokoh Masyarakat serta Harajaon Desa Tolang Jae membuktikan bahwa ketidak
94 puasaan terhadap keputusan yang berulang kali dibuat bersama antar kedua belah
pihak dan adanya anggapan keinginan untuk menguasai lahan yang selama ini digarap oleh Warga Dusun Adian Goti, membuat sebagian Tokoh Masyarakat dari
Desa Tolang Jae untuk memikirkan ulang apa yang harus dilakukan untuk kembali membuka jalan mufakat yang mereka inginkan. Tokoh masyarakat dalam
hal ini tidak lagi netral dan menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan, tokoh masyarakat seharusnya adalah orang ataupun individu yang memiliki
kepedulian, sikap netral, bijaksana dan peduli terhadap rakyatnya termasuk menghindari kekerasan demi kebaikan bersama dan menyatukan keberagaman
dalam kebersamaan. Ini dibuktikan dengan yang disebutkan diatas dimana surat tindak lanjut
yang kerap mereka layangkan pada pihak pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan. seperti surat tertanggal 20 juli 2014 yang isinya memuat perasaan
kecewa, sikap marah dan bahkan memberikan ultimatum ancaman kepada pihak pemerintah dengan alasan bahwa sikap pemerintah yang Seharusnya menutup
kediaman tempat Dusun Adian Goti dan mengevakuasi warga Adian Goti dari pegunungan tempat mereka berada. Namun keinginnan Tokoh Masyarakat ini
yang mengatasnamakan rakyat, pemerintah tidak terlalu menanggapinya.
95
3.3 Upaya Mediasi Yang Di Lakukan Tokoh Masyarakat