Proporsi dan Gambaran Kepatuhan Terhadap Terapi Diet pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 DI RSUD Kota Cilegon Periode Januari- Mei 2013
DI RSUD KOTA CILEGON PERIODE JANUARI-MEI 2013
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
AMALIAH HARUMI KARIM
NIM : 1110103000067
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penelitian ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.
Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan laporan penelitian ini
yang berjudul “Proporsi dan Gambaran Kepatuhan Terhadap Terapi Diet pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 DI RSUD Kota Cilegon Periode Januari- Mei
β01γ“, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan , dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah memberi masukan untuk penelitian penulis.
3. dr.Yanti Susianti Sp.A dan dr.H.M Djauhari Widjajakusumah AIF,PFK, selaku dosen pembimbing penulis, yang telah banyak memberikan masukan, arahan, waktu, dan bimbingan dalam proses penelitian dan penyusunan laporan penelitian penulis.
(6)
v
3. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggungjawab riset Program Studi Pendidikan Dokter 2010 , yang telah mem-follow-up di setiap akhir modul untuk mempercepat penyelesaian penelitian ini.
4. dr.Femmy Nurul Akbar Sp.PD(KGEH) dan dr.Erfira Hermawan Sp.M , selaku dosen penguji, yang telah menyediakan waktu dan koreksinya kepada penelitian penulis.
5. dr. H. Zainoel Arifin, M.Kes selaku Direktur RSUD Kota Cilegon yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian ini.
6. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar penulis, terutama orang tua penulis, yaitu dr.Syafruddin Karim Ph.D dan Ir. Siti Meiningsih M.sc yang telah memberikan motivasi serta pengertian selama penulis melakukan penelitian ini.
7. Kawan-kawan sekelompok riset seperjuangan Fuad Hariyanto, Adhya Aji Pratama, Maizan Khairun Nissa, Nida Najibah Hanum. Serta sahabat PSPD tersayang yang selalu memotivasi penulis baik dalam suka maupun duka.
Semoga dengan selesainya laporan penelitian ini dapat menambah pengetahuan kita semua terutama mengenai diabetes melitus dan terapi diet pada pasien diabetes melitus.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat, 12 September 2013
(7)
vi ABSTRAK
Amaliah Harumi Karim. Pendidikan Dokter. Proporsi dan Gambaran Kepatuhan Terhadap Terapi Diet pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Cilegon Periode Januari-Mei 2013.
Diabetes melitus adalah salah satu penyakit dengan prevalensi yang terus meningkat. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Banten adalah 5,3%, mendekati prevalensi diabetes melitus di tingkat nasional yaitu 5,7%. Terapi diabetes melitus terdiri dari 2 yaitu terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Pada prinsipnya, terapi farmakologi diberikan jika penerapan terapi non farmakologi tidak bisa mengendalikan kadar glukosa darah seperti yang diharapkan. Kepatuhan terhadap terapi diet penting untuk menjaga kontrol glikemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dan gambaran kepatuhan terhadap terapi diet pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kota Cilegon periode Januari-Mei 2013. Desain penelitian menggunakan studi potong lintang dengan subjek 32 orang pasien diabetes melitus tipe 2 yang rawat jalan ke Poli Penyakit Dalam RSUD Cilegon. Hasil penelitian menunjukkan, sebanyak 25 responden (78,1, %) mempunyai tingkat kepatuhan terhadap terapi diet kategori sedang.
Kata kunci: Diabetes Melitus; Kepatuhan terhadap terapi diet;
Amaliah Harumi Karim.Medical Study Programme. Proportion and Overview of Adherence to Diet Therapy in Type 2 Diabetes Mellitus patients in Cilegon General Hospital from January-May2013
Prevalence of diabetes melitus is increasing. An Epidemiology study has shown that prevalence of diabetes melitus in Banten is 5,3%, this result is almost reach the national prevalence of type 2 diabetes mellitus (5,7). Management of diabetes melitus consists of non pharmacology therapy and pharmacology therapy. Pharmacology therapy is given when non pharmacology therapy is inadequate. Adherence to diet therapy is important for glicemic control. The objective of this cross sectional study with 32 patients is to determine the proportion and overview of adherence to diet therapy in type 2 diabetes melitus who visits the internal medicine section in Cilegon general Hospital. The result of this study is there are 25 patients (78,1%) is having a moderate level of adherence to diet therapy.
(8)
vii DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ixi
DAFTAR TABEL ... ixii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 2
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Definisi Penyakit Diabetes Melitus ... 4
2.2. Klasifikasi Diabetes Melitus ... 4
2.3. Diagnosis Diabetes Melitus ... 5
2.4. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ... 7
2.5. Patofisiologi Diabetes Melitus ... 10
2.6. Manifestasi Klinis Diabetes melitus ... 11
2.7. Penatalaksanaan Diabetes melitus ... 14
2.8. Terapi Diet ... 15
2.9. Komposisi Makanan yang Dianjurkan ... 15
2.10. Kebutuhan Kalori ... 17
2.11. Peranan Terapi diet pada Diabetes Melitus tipe 2 ... 20
(9)
viii
2.13. Kerangka Konsep ... 26
2.14. Definisi Operasional ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1. Desain Penelitian ... 28
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28
3.3. Populasi Penelitian ... 28
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 29
3.5. Cara Kerja Penelitian ... 30
3.7. Manajemen Data ... 31
3.8 Instrumen Penelitian...31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
4.1. Analisis Univariat ... 33
4.3. Keterbatasan Penelitian ... 40
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1 Simpulan ... 41
5.2 Saran ... 41
(10)
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Langkah-langkah Diagnostik DM dan TGT ... 6
Gambar 2.2. Manifestasi Klinis Akibat Defisiensi Insulin ... 12
Gambar 2.3. Perbedaan Metabolisme Glukosa dan Fruktosa ... 20
Gambar 2.4. Resistensi Insulin dan Dislipidemia ... 21
(11)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA 2005)... 4
Tabel 2.2. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus ... 6
Tabel 2.3. Berbagai Jenis Adipokin dan Efeknya pada Resistensi Insulin ... 8
Tabel 2.4. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Kalori... 19
Tabel 4.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Usia...33
Tabel 4.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin...34
Tabel 4.3 Distribusi Pasien Berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa...35
Tabel 4.4 Distribusi Pasien Berdasarkan Kadar Gula Darah Post Prandial...36
Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Kepatuhan Terhadap Terapi Diet...37
Tabel 4.6 Proporsi (Kepatuhan Diet dan GDP) ... 39
Tabel 4.7 Proporsi (Kepatuhan Diet dan GDPP)... DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Penyebab Resistensi Insulin ... 7
Bagan 2.1 Peningkatan Asam Lemak Bebas dan Resistensi Insulin ... 8
(12)
1 1.1 Latar Belakang Masalah
Diabetes melitus adalah salah satu penyakit degeneratif, yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. WHO memperkirakan tahun 2025 akan terjadi peningkatan penderita diabetes melitus menjadi 300 juta orang di dunia, dan peningkatan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sebanyak 21,3 juta pada tahun 2030. 1 Salah satu propinsi di Indonesia dengan tingkat prevalensi diabetes melitus tipe 2 yang tinggi adalah Propinsi Banten. Prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Banten adalah 5,3%.4 Angka ini hampir mendekati prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia yaitu 5,7%.1 Di RSUD Kota Cilegon, Provinsi Banten, diabetes melitus menempati posisi ke 1 sebagai penyakit tidak menular yang paling sering.2
Penyakit diabetes melitus tidak dapat disembuhkan,tetapi, kadar gula darah dapat dikendalikan dengan cara pengaturan diet, olahraga, dan obat-obatan. Tata laksana diabetes melitus tipe 2 meliputi terapi non farmakologi yang mencakup perubahan gaya hidup dengan mengatur pola makan yang dikenal dengan istilah terapi diet, meningkatkan aktivitas fisik, dan edukasi berbagai permasalahan yang terkait dengan penyakit diabetes melitus yang dilakukan secara kontinu; serta terapi farmakologi, yang mencakup pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin.1
Pada prinsipnya, terapi farmakologi diberikan jika penerapan terapi non farmakologi tidak bisa mengendalikan kadar glukosa darah seperti yang diharapkan. Pemberian terapi farmakologi tetap tidak meninggalkan terapi non farmakologi yang telah diterapkan sebelumnya.5 Tujuan utama terapi diet pada diabetes melitus tipe 2 adalah menurunkan dan mengendalikan berat badan, selain tentunya mengendalikan kadar gula darah dan kolestrol. 6
Meskipun pada teorinya terapi diet itu penting, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ernaeni tahun 2005 menunjukkan hasil 91,4% pasien tidak patuh terhadap terapi diet.8
(13)
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rusmina D tahun 2010 yang menunjukan angka ketidakpatuhan terhadap terapi diet yang melebihi 50%.7 Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Proporsi dan Gambaran Kepatuhan Terhadap Terapi Diet pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Cilegon” .
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimanakah proporsi dan gambaran kepatuhan terhadap terapi diet pada penderita diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang berobat di RSUD Kota Cilegon pada periode Januari - Mei 2013 ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui proporsi dan gambaran kepatuhan terhadap terapi diet pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kota Cilegon pada periode Januari – Mei 2013.
1.3.1.2 Tujuan Khusus
1.) Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kota Cilegon pada periode Januari - Mei 2013.
2.) Untuk mengetahui gambaran kadar gula darah puasa pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon pada periode Januari – Mei 2013. 3.) Untuk mengetahui gambaran kadar gula darah post prandial pasien
diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon pada periode Januari – Mei 2013.
4.) Untuk mengetahui gambaran proporsi kadar gula darah puasa penderita diabetes melitus tipe 2 yang mendapat terapi diet.
5.) Untuk mengetahui gambaran proporsi kadar gula darah post prandial penderita diabetes melitus tipe 2 yang mendapat terapi diet.
(14)
1.4 Manfaat Penelitian 1.6.1 Bagi RSUD Cilegon
1. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi RSUD Cilegon dalam menangani pasien yang menderita diabetes melitus tipe 2.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam menyusun kebijaksanaan yang dapat mencegah ketidakpatuhan pasien terhadap terapi diet pada pasien di RSUD Cilegon.
1.6.2 Bagi Peneliti
Sebagai prasyarat untuk lulus tahap akademik di program studi pendidikan dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.6.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat Cilegon, agar meningkatkan pengetahuan gizi dan mengaplikasikannya sehingga bisa menjadi salah satu upaya preventif diabetes melitus tipe 2.
1.6.4Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi data dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai penyakit diabetes melitus tipe 2.
(15)
4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Penyakit Diabetes Melitus
American Diabetes Association (ADA) tahun 2010 menyebutkan, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.9 Sedangkan WHO menyebutkan bahwa diabetes melitus adalah kumpulan problem anatomi dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor. Akan terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif akibat gangguan fungsi insulin.27
2.2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Ada beberapa klasifikasi diabetes melitus yang dibuat berdasarkan manifestasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit.10 Klasifikasi yang diperkenalkan oleh ADA sesuai dengan tabel di bawah ini :
Tabel 2. 1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Mellitus (ADA 2005) 9
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya ke defisiensi insulin absolut
Auotoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defisiensi sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
DM gestasional
(16)
2.3. Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis diabetes melitus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak bisa ditegakkan berdasarkan adanya glukosuria.9 Hal ini disebabkan karena munculnya glukosa di urin (saat sudah melewati ambang glukosa) terjadi sebelum transport maksimum tercapai. Ada perbedaan antara ambang glukosa dan transpor maksimum yang disebabkan karena tidak semua nefron mempunyai transport maksimum yang sama untuk glukosa, dan beberapa nefron mulai mengekskresi glukosa sebelum nefron lain mencapai transport maksimumnya. Secara umum, transport maksimum untuk ginjal adalah 375 mg/menit, dan ini akan tercapai saat semua nefron telah mencapai kapasitas maksimalnya untuk reabsorpsi glukosa. Hal inilah yang membuat glukosuria bukan kriteria penegakkan diagnosis diabetes melitus. 11
Pemeriksaan glukosa darah yang disarankan untuk penentuan diagnosis diabetes melitus adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan sampel darah plasma vena. Pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer dapat digunakan untuk tujuan pemantauan hasil terapi. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan jika terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini : 9
A. Keluhan klasik diabetes melitus : poliuria, polifagia, polidipsi, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
B. Keluhan lain berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
(17)
Cara menegakkan diagnosis diabetes melitus tertera pada tabel di bawah ini yaitu:
Tabel 2. 2 Kriteria Diagnosis diabetes melitus 9
GejalaklasikDM+glukosaplasmasewaktu≥β00mg/dL(11,1mmol/L)
glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥ 1β6 mg/dL (7,0
mmol/L) puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Kadar glukosa plasma β jam pada TTGO ≥ β00 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
(sumber: PERKENI,2011)
Gambar 1 Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Toleransi Glukosa Terganggu9
(18)
2.4 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Patogenesis diabetes melitus tipe 2 mempunyai karakteristik resistensi insulin. Resistensi insulin adalah penurunan respon sel target insulin terhadap insulin. Ada banyak penyebab resistensi insulin, diantaranya :
Bagan 1 Penyebab resistensi insulin13,15.
Berikut ini adalah penjelasan mekanisme terjadinya resistensi insulin: 1.Obesitas
Secara umum, penyebab obesity-induced insulin adalah peningkatan asam lemak bebas dan produksi yang berlebihan dari beberapa sitokin. Mekanismenya adalah : 13
A. Peningkatan asam lemak bebas
Adanya lipolisis dari pembesaran massa lemak pada obesitas menyebabkan asam lemak bebas yang bersirkulasi meningkat. Ada banyak mekanisme spesifik yang membuat peningkatan suplai asam lemak bebas ke jaringan otot dan menyebabkan resistensi insulin.
- Peningkatan asam lemak bebas - Adipokin - Inflamasi
- (PPAR γ)
Obesitas
Kelainan mitokondria
Hiperinsulinemia
(19)
Kemungkinan terbesarnya adalah adanya produksi yang berlebihan dari rantai panjang acylCoA yang selanjutnya akan dijelaskan di bagan berikut : 13
Bagan 2 Peningkatan Asam Lemak Bebas dan Kaitannya dengan Resitensi Insulin13
B. Adipokin
Adipokin adalah berbagai jenis protein yang disekresikan ke sirkulasi yang dihasilkan oleh jaringan adiposa.12 Berikut ini adalah berbagai jenis adipokin dan efeknya pada resistensi insulin. 14
Tabel 2.3 Berbagai Jenis Adipokin dan Efeknya pada Resistensi Insulin14
(Sumber: Ganong, 2010)
Adipokin (Bahan) Efek pada resistensi insulin
Leptin Menurunkan
TNF-α Meningkatkan
Adiponektin Menurunkan
Resistin meningkatkan
Peningkatan produksi dari rantai panjang acylCoA
Aktivasi protein kinase
Peningkatan ceramide Menginhibisi heksokinase untuk fosforilasi glukosa Mengganggu signalling insulin untuk rekruitment glut 4 Mengihibisi protein kinase B yang penting untuk transduksi sinyal insulin untuk glikogenesis Peningkatan glukosa intrasel Penurunan ambilan glukosa
(20)
Pada orang obesitas, kadar adinopektin menurun sehingga menyebabkan resistensi insulin. 12 Adinopektin meningkatkan aktivitas ceramidase dan menyebabkan penurunan aktivitas ceramide.15
C. Inflamasi
Jaringan adiposa juga mensekresi berbagai sitokin pro inflamasi seperti TNF , IL-6. Apabila kadar sitokin ini rendah, dapat meningkatkan sensitivitas insulin. Sitokin sitokin ini menyebabkan resistensi insulin dengan cara meningkatkan stres di tingkat sel, yang kemudian akan menyebakan kaskade proses signalling yang mempunyai efek antagonis terhadap kerja insulin di jaringan perifer. 12
D. Peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR γ)
PPAR adalah reseptor nuklear dan faktor transkripsi yang diekspresikan di
jaringan lemak. Aktivasi PPAR menyebabkan sekresi adiponektin, yang
mempunyai efek anti hiperglikemia. Apabila terdapat mutasi gen PPAR, akan menyebabkan resistensi insulin. 12
2.Kelainan mitokondria dan resistensi insulin
Pada keadaan resistensi insulin, obesitas, dan diabetes melitus tipe 2 terjadi penurunan kapasitas oksidatif. Peningkatan suplai lemak ke otot dapat menyebabkan resitensi insulin akibat penurunan massa mitokondria, yang akhirnya menurunkan kapasitas oksidatif. 15
3.Hiperinsulinemia dan resistensi insulin
Resistensi insulin, yang menjadi ciri khas dari diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi karena hiperinsulinemia. Peningkatan konsentrasi insulin bisa menyebabkan resistensi insulin melalui mekanisme down-regulating reseptor insulin dan desensitisasi jalur postreseptor. 15
(21)
Reseptor insulin dan aktvitas protein kinase di otot menurun akibat hiperinsulinemia, bukan karena adanya suatu defek primer. Oleh karena itu, adanya defek post reseptor pada fosforilasi/defosforilasi yang digerulasi oleh insulin mempunyai peran besar pada resisitensi insulin. Sebagai contoh, adanya defek signalling PI-3-kinase bisa mengurangi translokasi GLUT 4 ke membran plasma.16
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 mempunyai karakteristik khas yaitu terganggunya sekresi insulin, resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa hati
(hepatic glucose), dan metabolisme lemak yang abnormal . Berikut kelainan
metabolik yang terjadi pada diabetes melitus tipe 2 : 16 A. Gangguan sekresi insulin
Dalam keadaan normal, insulin disekresikan dalam bentuk biphasic. Sekresi fase 1 (acute insulin secretion response ) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, mucul cepat dan waktu kerjanya cepat juga. Selanjutnya, segera setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase) .Sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. 28
Dalam keadaan resistensi insulin, tubuh akan mengkompensasinya dengan hipersekresi insulin. Kemampuan sel beta pankreas untuk mengkompensasi resistensi insulin merupakan faktor penentu apakah kadar glukosa darah tetap normal walaupun terjadi resistensi insulin, atau apakah berkembang menjadi intoleransi glukosa atau terjadi diabetes. Kompensasi ini terjadi apabila ada peningkatan sensitivitas sel beta terhadap glukosa. Peningkatan sensitivitas sel beta terhadap glukosa pada obesitas diperantarai oleh adanya peningkatan massa sel beta dan peningkatan ekspresi heksokinase.15 Selanjutnya, karena resistensi insulin menetap, terjadilah hiperinsulinemia. Sel beta tidak bisa mengkompensasi lebih lanjut dan terjadi gangguan toleransi glukosa.
(22)
Adanya decline dari sekresi insulin yang lebih lanjut menyebabkan peningkatan produksi glukosa hepatik dan terjadi peningkatan kadar gula darah puasa dan pada akhirnya terjadi kegagalan sel beta.16 Defek sel beta pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat ditandai oleh absennya fase pertama insulin dan respon peptida C terhadap glukosa intravena dan penurunan respon fase kedua.15
Ada beberapa alasan terjadinya decline pada kapasitas sekresi insulin di diabetes melitus tipe 2, yaitu adanya defek genetik yang diperparah dengan resistensi insulin, yang akhirnya menyebabkan kegagalan sel beta. Sel beta juga mensekresikan amilin dan membentuk deposit amiloid yang ditemukan pada individu yang telah menderita diabetes melitus tipe 2 sejak lama. Ada juga faktor metabolik yang memberikan efek negatif terhadap fungsi islet. Hiperglikemia kronik dan peningkatan asam lemak bebas akan menyebabkan gangguan fungsi islet .16
B. Peningkatan glukosa hepatik dan produksi lipid
Pada diabetes melitus tipe 2, resistensi insulin di hati menggambarkan kegagalan hiperinsulinemia untuk mensupresi glukoneogenesis, dan ini menyebabkan peningkatan kadar gula darah puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh hati pada tahap post prandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik terjadi pada awal diabetes,lebih tepatnya setelah dimulainya kelainan sekresi insulin dan resistensi insulin di otot. Terjadinya resisitensi insulin di jaringan adiposa, lipolisis dan aliran asam lemak bebas dari adiposit meningkat, menyebabkan peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) di hepatosit. Penumpukan lemak di hati ini bisa menyebabkan perlemakan hati non alkoholik, kelainan pada tes fungsi hati, dan dislipidemia pada diabetes melitus tipe2 ( peningkatan trigliserida, penurunan HDL ,dan peningkatan LDL).16
2.6 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Manifestasi klinis diabetes melitus dihubungkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin.12 Konsekuensi metabolik dari defisiensi insulin dapat dijelaskan dengan skema di bawah ini . 15
(23)
Gambar 2 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Akibat Defisiensi Insulin18 (sumber : Sherwood, 2010)
(24)
Berikut ini adalah penjelasan gambar sesuai dengan nomer pada gambar :18 1. Hiperglikemia, penanda utama diabetes melitus, terjadi akibat penurunan
ambilan glukosa oleh sel-sel, dan diiringi juga dengan peningkatan pengeluaran glukosa dari hati.
2. Glukosuria terjadi ketika kadar glukosa darah yang meningkat melewati kapasitas sel-sel tubular untuk reabsoprsi.
3. Glukosa di urin mempunyai efek osmotik yang menarik air, dan membuat efek diuresis, sehingga terjadi poliuria.
4. Banyaknya cairan tubuh yang keluar menyebabkan dehidrasi.
5. Dehidrasi yang terjadi bisa menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer yang bisa menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena adanya penurunan volume darah.
6. Apabila kegagalan sirkulasi tidak segera dikoreksi, bisa menyebabkan kematian karena rendahnya aliran darah ke otak.
7. Kegagalan sirkulasi yang tidak dikoreksi juga bisa menyebabkan gangguan ginjal sekunder akibat filtrasi yang tidak adekuat.
8. Akibat dehidrasi, sel-sel kehilangan cairan akibat pergeseran osmotik air di dalam sel ke cairan ekstrasel .
9. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap penyusutan akibat pergeseran osmotik air ke ekstrasel. Ini bisa menyebabkan terjadinya malfungsi dari sistem saraf.
10. Akibat dehidrasi, terjadilah kompensasi berupa polidipsia..
11.Akibat defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan terstimulasi dan mengakibatkan polifagia.
12.Walaupun terjadi peningkatan asupan makanan, pada penderita diabetes melitus terjadi penurunan berat badan yang progresif akibat efek dari defisiensi insulin terhadap metabolisme lemak dan protein. Sintesis trigliserida menurun sementara lipolisis meningkat, dan berakibat pada mobilisasi asam lemak dari depot trigliserida.
(25)
13. Peningkatan asam lemak di darah digunakan oleh sel-sel sebagai sumber energi alternatif. Peningkatan penggunaan asam lemak oleh hati menghasilkan pelepasan besar-besaran badan keton ke dalam darah, dan menyebabkan ketosis.
14. Badan keton mengandung beberapa asam, contohnya asam asetoasetat, yang berasal dari pemecahan lemak yang tidak sempurna saat produksi energi hepatik. Ini menyebabkan ketosis menjadi asidosis metabolik. 15.Asidosis menekan kerja otak dan, dan apabila cukup parah, bisa
menyebabkan koma diabetikum dan kematian.
16. Kompensasi asidosis metabolik adalah peningkatan ventilasi.
17. Efek dari defisiensi insulin pada metabolisme protein menyebabkan peningkatan pemecahan protein dan menyebabkan wasting .
18. Dan, pada anak dengan diabetes, bisa meyebabkan gangguan pertumbuhan. Penurunan ambilan asam amino dan peningkatan degradasi protein menyebabkan tinginya asam amino di darah.
19. Asam amino yang bersirkulasi bisa digunakan untuk glukoneogenesis, yang memperparah hiperglikemia.
2.7 Penatalaksanaan
Modalitas yang ada pada penatalaksaan diabetes melitus terdiri terapi non farmakologi dan farmakologi. Terapi non farmakologi meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi diet, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berhubungan dengan penyakit diabetes. Kedua, terapi farmakologi, yang terdiri dari obat anti diabetes oral dan injeksi insulin. 27
(26)
2.8 Terapi Diet
Terapi diet adalah bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Keberhasilannya melibatkan keterlibatan komprehensif dari seluruh anggota tim yaitu dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya. Pada penderita diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal , jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 9
Tujuan diet diabetes melitus adalah tercapainya kontrol metabolik yang lebih baik dengan cara :6
1. menjaga kadar glukosa darah agar mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin, dengan obat penurun glukosa, dan aktivitas fisik.
2. mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal.
3. memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal.
4. menghindari atau menangani pasien yang mengalami efek samping penggunaan insulin.
5. meningkatkan derajat kesehatan secara komprehensif melalui gizi yang optimal.
2.9 Komposisi makanan yang dianjurkan9
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: A. Karbohidrat
1.karbohidrat yang disarankan adalah 45 – 65 % total asupan energi. 2.tidak disarankan pembatasan karbohidrat total<130 g/hari.
3.karbohidrat yang berserat tinggi diutamakan. 4.diperbolehkan menggunakan gula dalam bumbu.
(27)
6.pemanis aternatif bisa digunakan asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (accepted daily intake).
7.untuk mendistribusikan karbohidrat , dianjurkan makan tiga kali sehari. Dapat juga diberikan selingan buah atau makanan lain .
B. Lemak
1.anjuran kebutuhan lemak adalah sebesar 20%-25% , dan tidak boleh melebihi 30% dari kebutuhan kalori.
2.anjuran kebutuhan lemak jenuh <7% dari kebutuhan kalori. 3. lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak
jenuh tunggal.
4.bahan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans seperti daging berlemak dan susu penuh (whole milk) perlu dibatasi. 5.anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
C. Protein
1.kebutuhannya adalah sebesar 10-20% total asupan energi.
2.seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe adalah sumber protein yang baik.
3.pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
D. Natrium
1.asupan natrium yang dianjurkan untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
2.Pasien dengan hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
3.garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit adalah sumber natrium.
(28)
E. Serat
1.sama seperti masyarakat umum penyandang diabetes disarankan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. 2.anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
F. Pemanis alternatif
1. pemanis terdiri dari pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Contoh pemanis yang berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. 2.contoh gula alkohol adalah isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol
dan xylitol.
3.pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
4. fruktosa tidak dianjurkan pada penderita diabetes karena efek samping pada lemak darah.
5.aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame adalah pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan.
6. pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake / ADI).
2.10 Kebutuhan kalori9
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Salah satu cara adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain lain. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dapat dihitung dengan dua cara, yaitu:
(29)
1. Dengan rumus Brocca yang dimodifikasi :
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm -100) x 1 kg. Keterangan :
BB Normal : BB ideal ± 10 % Kurus : < BBI -10 % Gemuk : > BBI + 10 %
2. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2 )
Keterangan Klasifikasi IMT : - BB Kurang <18,5
-BB Normal 18,5-22,9 -BBLebih≥βγ,0
Dengan risiko 23,0-24,9 Obes I 25,0-29,9 Obes II > 30
Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:
(30)
Tabel 2.4 Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :9
(sumber : PERKENI,2011) No. Faktor-faktor yang
menentukan kebutuhan kalori
Keterangan
1. Jenis Kelamin -wanita : 25 kal/kgBB -pria: 30 kal/kgBB
2. Umur -40-59 tahun: kalori dikurangi 5%
-60-69tahun : kalori dikurangi 10% - >70 tahun : dikurangi 20%
3. Aktivitas Fisik/Pekerjaan -pada keadaan istirahat : Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal
-aktivitas ringan : penambahan sejumlah 20% -aktivitas sedang: penambahan sejumlah 30% -aktivitas sangat berat: penambahan sejumlah 50% 4. Berat Badan -bila kegemukan : kurangi 20-30%
-bila kurus :tambah 20-30%
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%),dan sore (25%),serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.
(31)
2.11 Peranan Terapi Diet pada Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2
1. Serat
Diet karbohidrat yang berhubungan dengan diabetes, yaitu serat, karbohidrat sederhana yang ada di minuman.19 Serat merupakan jenis karbohidrat yang dianjurkan pada diet diabetes.9 Beberapa tipe dari serat telah diketahui efeknya dalam pencegahan penyakit, contohnya pektin. Pektin mempunyai efek memperlambat laju absopsi dari karbohidrat sederhana dan mencegah tingginya kadar glukosa darah setelah makan. 20
2. Pemanis alternatif
Restriksi sukrosa disarankan karena mengandung total karbohidrat yang tinggi , dan juga mungkin mengandung lemak. Sukrosa terbentuk ketika glukosa dan fruktosa bergabung.21 Penggunaan fruktosa sebagai pemanis alternatif dapat meningkatkan karena efeknya terhadap kadar lipid serum . Mekanismenya adalah sebagai berikut.
Gambar 3 Perbedaan Metabolisme Glukosa dan Fruktosa
(32)
Fruktosa dan glukosa mempunyai jalur metabolisme yang sedikit berbeda. Langkah awal metabolisme fruktosa tidak membutuhkan insulin, inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa fruktosa adalah pemanis yang sesuai untuk pasien diabetes. Fruktosa secara spesifik dimetabolisme oleh fruktokinase (FK) dan aldolase B untuk membentuk didhydroxyacetone-3-phosphate dan
glyceraldehyde. Metabolit perantara ini bisa bergabung ke jalur glikolisis atau
bisa juga diubah menjadi gliserol-3-phospate. Fruktosa juga secara spesifik mengaktifkan enzim yang mengkatalisis sintesis asam lemak, sehingga mengaktifkan penggunakan acetyl coenzyme A (Ac CoA) untuk sintesis lipid (ditunjukan dengan panah tipis). Ketika fruktosa dikonsumsi bersama dengan makanan atau minuman yang mengandung glukosa, sekresi insulin akan terstimulasi dan mengaktifkan enzim phosphofructokinase (PFK), pyruvate kinase
(PK) dan pyruvate dehydrogenase (PDH) yang meningkatkan pemanfaatan
glukosa dan konversi menjadi asam lemak( ditunjukan oleh panah putus-putus) , dan meningkatkan sintesis trigliserida dan deposisi lemak. Pemanis berkalori rendah yang disetujui oleh FDA adalah erythritol, sorbitol, mannitol, xylitol,
isomalt, lactitol, dan hydrogenated starch hydrolysates) dan tagatose.
Pemanis ini mempunyai respon glikemik dan kalori yang lebih rendah. 21 3. Protein
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi. Hal ini disarankan karena protein yang berasal dari makanan adalah sumber dari preformed AGE dan asam amino yang mungkin membentuk AGE di sirkulasi, ginjal, dan tempat lainnya.23
(33)
4. Pengendalian kadar lipid serum
Pada penderita diabetes melitus tipe 2, terjadi kelainan metabolisme lemak . berikut adalah penjelasannya:
Gambar 4 Resistensi Insulin dan Dislipidemia (Sumber : Kronenberg,HM ,2008)
Adanya supresi produksi lipoproteinlipase dan VLDL pada resistensi insulin, menyebabkan peningkatan aliran asam lemak bebas ke hati dan peningkatan produksi VLDL, yang menyebabkan peningkatan trigliserida di sirkulasi. Trigliserida yang bersirkulasi ini ditransfer ke LDL dan HDL, dan partikel VLDL meningkatkan kolesterol ester melalui kerja cholesterol ester
(34)
Hal ini menyebabkan peningkatan katabolisme partikel HDL oleh hati dan hilangnya apolipoprotein A, yang menyebabkan rendahnya konsentrasi HDL. Oleh karena itu, pasien diabetes tipe 2 sebaiknya menjaga kadar profil lipidnya untuk normal agar menghindari komplikasi dislipidemia dan penyakit jantung.
5. Pengendalian Kadar glukosa darah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi patogenesis komplikasi jangka panjang diabetes, akan tetapi, hiperglikemia yang menetap merupakan mediator utamanya. Ada 3 mekanisme yang terlibat dalam patogenesis komplikasi diabetes melitus, yaitu pembentukan Advanced glycation end products (AGEs), aktivasi dari protein kinase intraseluler (PKC), dan hiperglikemia intraselular dan gangguan jalur poliol .12 Keadaan hiperglikemia ekstraselular dikompensasi oleh tubuh melalui mekanisme down-regulate trasnport glukosa ke dalam sel. Akan tetapi, beberapa sel, contohnya sel endotelial, tidak mempunyai mekanisme kompensasi ini, sehingga terjadi hiperglikemia intraselular.15 Berikut mekanisme terjadinya komplikasi diabetes melitus akibat hiperglikemia:
A. Mikroangiopati
Hiperglikemia intraselular adalah inisiator terjadinya pembentukan AGE. AGE dibentuk sebagai hasil dari reaksi nonenzimatik antara glukosa intraselular turunan dikarbonil (glyoxal, methylglyoxal, dan 3deoxyglucosone) dengan golongan amino baik protein intraselular maupun protein ekstraselular. AGE terikat pada reseptor spesifiknya yaitu RAGE, yang banyak terdapat di makrofag, sel T, endotelium, dan otot plos vaskular. Proses signalling AGE-RAGE menyebabkan pelepasan sitokin-stikon pro inflamasi dan growth factors dari makrofag di intima, adanya reactive oxygen species di sel-sel endotelial, peningkatan aktivitas prokoagulan di sel endotelial dan makrofag, serta peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan sintesis matriks ekstraselular. Adanya peningkatan aktivitas RAGE akan mempercepat kerusakan pembuluh darah, dan mikroangiopati.12
(35)
B. Retinopati diabetik dan neuropati perifer
Pada sebagian jaringan yang tidak memerlukan insulin untuk transpor glukosa (saraf, lensa, ginjal, pembuluh darah), hiperglikemia intrasel dimetabolisme oleh aldosa reduktase menjadi sorbitol, dan akhirnya menjadi fruktosa. Penimbunan sorbitol dan fruktosa menyebabkan peningkatan osmolaritas intraselular dan influks air, dan akhirnya menyebabkan cedera sel osmotik. Akumulasi sorbitol juga mengganggu pompa ion dan menyebabkan cedera pada sel Schwann dan perisit kapiler retina sehingga terjadi neuropati perifer dan mikroaneurisma retina.12
(36)
2.12 Kerangka Teori
Faktor risiko diabetes melitus tipe 2
Genetik Obesitas Aktivitas fisik rendah
Resistensi Insulin Hipersekresi insulin
Failuresel
Hiperglikemia semakin parah
Gejalaklasik+GDS≥β00mg/dl GejalaKlasik+GDP≥1β6mg/dl GDβPPpadaTTGO≥β00mg/dl
Diabetes melitus tipe 2 4 pilar penatalaksanaan Tata
Laksana farmakologi
Edukasi Terapi Diet Aktivitas Fisik
Karbohidrat tinggi serat Restriksi kalori Pemanis berkalori rendahyang
disetujui oleh FDA : erythritol,
sorbitol,mannitol, xylitol, isomalt,lactitol, hydrogenated starch Mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal
Memperlambat laju absopsi dari karbohidrat sederhana
Memberi cukup energi untuk mempertahankan / mencapai BB normal
glukosa darah
(37)
2.13. Kerangka Konsep
Keterangan :
Variabel yang diteliti :
Variabel yang tidak diteliti : 2.14. Definisi operasional
No .
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Diabetes melitus
Suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.9
Rekam medis
Baca Ya Tidak
Ordinal Kepatuhan Minum obat Edukasi Tingkat Aktivitas Fisik Pasien diabetes melitus
tipe 2
Kepatuhan terhadap terapi diet
(38)
2 Kepatuhan Diet
Kepatuhan diet adalah sikap taat dan patuh dalam menjalankan terapi diet sesuai dengan
jenis,jumlah,jad wal makan yang dianjurkan.
Kuesioner Kues ioner
Tidak patuh (18-36) Patuh (37-72)
Ordinal
(39)
28
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan desain potong lintang (cross sectional).
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari-Mei 2013. Tempat penelitian adalah RSUD Kota Cilegon .
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe rawat jalan yang berada di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini. 3.3.2. Sampel Penelitian
Seluruh populasi yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3.3. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel yaitu dengan consecutive sampling, yaitu peneliti mengambil semua subjek yaitu pasien diabetes melitus tipe 2 yang berobat pada periode Januari-Mei 2013 yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini.24
3.3.4. Rumus Besar Sampel
(40)
Keterangan
N = jumlah sampel
Zα = deviat baku alfa (1,96) P = proporsi total
Q = 1-P d = presisi
Penghitungan besar sampel
3.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 3.4.1. Kriteria Inklusi
1) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang berobat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Kota Cilegon periode Januari-Mei 2013 2) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang bersedia menjadi responden 3) Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan tingkat aktivitas fisik
ringan -sedang dan kepatuhan minum obat ringan-sedang. 3.4.2. Kriteria Ekslusi
1) Pasien diabetes melitus yang rawat jalan selain di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon
2) Pasien Diabetes gestasional 3) Pasien diabetes melitus tipe 1
(41)
3.5. Cara Kerja Penelitian
Penulisan proposal
Mengajukan permohonan izin penelitian dari rekam medis dan kuesioner ke RSUD Kota Cilegon Pasien diabetes melitus tipe 2 di Poli Rawat Jalan Penyakit Dalam
Diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi (ada 32 sampel)
Pengisian Kuesioner untuk menilai kepatuhan diet
mengambil data gula darah puasa
Kepatuhan tinggi
Kepatuhan sedang
Kepatuhan rendah
Pengolahan dan analisis data
Pelaporan dan penulisan
(42)
3.6. Managemen Data
3.6.1 Pengumpulan data
Data diambil dari kuesioner yang telah diisi oleh pasien diabetes melitus tipe 2 yang rawat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Kota Cilegon periode Januari-Mei 2013.
3.6.2 Pengolahan data
Rencana pengolahan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan SPSS
3.6.3 Rencana analisis data
Untuk data dan latar belakang responden akan dianalisis secara deskriptif.
3.6.4 Rencana penyajian data
Hasil penelitian akan dilaporkan dalam bentuk teks, tabel, atau grafik. Data hasil penelitian akan juga akan dituangkan dalam bentuk tulisan yang akan disajikan dalam sidang ilmiah skripsi dihadapan penguji.
3.7 Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan kuesioner pada penelitian sebelumnya. Sebelum pengambilan data, kuesioner di ujicobakan dahulu kepada populasi dengan jumlah responden 10 orang. Uji validitas dan reabilitas dilakukan di Poli Penyakit Dalam RSUD Kota Cilegon dan data dianalisa secara statistik.
(43)
3.7.1 Uji Reabilitas
Reabilitas instrumen merujuk pada konsistensi hasil perekaman data(pengukuran) jika instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok yang sama dalam waktu berlainan atau jika instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok yang berbeda dalam waktu yang sama atau dalam waktu yang berlainan.25
Uji reabilitas dilakukan dengan membandingkan antara nilai Cronbach’s alpha dan taraf keyakinan. Kuesioner kepatuhan diet pada penelitian ini dinyatakan reliable karena r alpha > r tabel dengan hasil 0.989 > 0.623
3.7.2 Uji Validitas
Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu butir pertanyaan. Skala butir pertanyaan disebut valid, jika melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur yang seharusnya diukur. Uji validitas kuesioner kepatuhan diet pada penelitian ini dilakukan dengan metode korelasi antara skor butir pertanyaan dengan total skor variabel. Pengujian untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan dilihat dari hasil koefisien korelasi pearson dan signifikansi masing-masing butir pertanyaan terhadap skor variabel. 26 Hasil validitas pada kuesioner kepatuhan diet adalah setiap butir pertanyaan mempunyai signifikansi < 5% yang berarti valid.
(44)
33
Hasil dan Pembahasan
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4. 1 Distribusi responden berdasarkan usia
Jumlah Persentase (%)
20-44 tahun 45-64 tahun
≥ 65 tahun
6 22 4
18,75 68,75 12,5
Total 32 100
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa frekuensi terbanyak terdapat pada rentang usia 45-64 tahuna (68,75%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarah Wild,dkk tahun 2004 yang mengatakan bahwa pada negara berkembang, mayoritas penderita diabetes melitus tipe 2 berada pada kelompok usia 45-64 tahun.31
Berdasarkan teori, diabetes melitus tipe 2 dan diabetes melitus tipe 1 dapat dibedakan berdasarkan usia kejadiannya. Diabetes melitus tipe 2 lebih sering terjadi pada kelompok usia dewasa. Prevalensi diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa meningkat seiring bertambahnya usia. Menurut WHO, setelah seseorang mencapai usia 30 tahun, akan terjadi kenaikan kadar glukosa darah sebesar 1-2 mg % / tahun pada saat puasa dan 5,6-13 mg % / tahun saat 2 jam setelah makan.30
(45)
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4. 2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Jumlah Persentase (%)
Laki-Laki Perempuan
15 17
46,9 53,1
Total 32 100
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa responden lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Hasil ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdurrahim,Senuk dkk pada tahun 2013 yang menunjukkan hasil bahwa frekuensi jenis kelamin terbanyak pada penelitiannya adalah perempuan, yaitu 19 orang (59,4%). 29 Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa kondisi, salah satunya adanya mediator inflamasi . Adanya hubungan antara CRP dan insiden terjadinya diabetes melitus tipe 2 dapat dijelaskan melalui mekanisme berikut. Penanda inflamasi berhubungan erat dengan jaringan adiposit. Wanita mempunyai jaringan lemak yang lebih banyak dibandingkan pria, sehingga inflamasi yang dipicu oleh obesitas dapat menyebabkan berkembangnya resistensi insulin dan diabetes melitus tipe 2. 31
(46)
4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa
Tabel 4. 3 Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa Jumlah Persentase
(%) Normal
Tidak Normal
3 29
9,4 90,6
Total 32 100
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari total 32 sampel , 90,6 % nya memiliki kadar gula darah puasa yang tidak normal. Untuk pengendalian diabetes melitus tipe 2, PERKENI telah menetapkan bahwa salah satu penanda diabetes yang terkendali adalah kadar gula darah puasa. Target kadar gula darah puasa yang ditentukan untuk pengendalian adalah <100 mg/dl. 9
Pengendalian kadar gula darah puasa dibutuhkan untuk mencegah komplikasi diabetes melitus karena kadar gula darah puasa yang tinggi menunjukkan peningkatan produksi glukosa hepatik. Pada saat puasa, sekresi insulin menurun. Pada diabetes tipe 2 fase fast-stated terjadi akumulasi lipid yang ektopik mengganggu proses signalling insulin. Adanya akumulasi lipid intramyoselular, ambilan glukosa otot yang dimediasi insulin terganggu. Akibatnya, glukosa dialihkan ke hepar. Di hepar , peningkatan lipid hepar menganggu kemampuan insulin untuk meregulasi glukoneogenesis dan aktivasi sintesis glikogen.
(47)
4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar Gula Darah Post Prandial Jumlah Persentase
Normal Tidak Normal
4 28
12,5% 87,5%
Total 32 100%
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari total 32 sampel , 87,5 % nya memiliki kadar gula darah post prandial yang tidak normal. Untuk pengendalian diabetes melitus tipe 2, PERKENI telah menetapkan bahwa salah satu penanda diabetes yang terkendali adalah kadar gula darah post prandial. Target kadar gula darah puasa yang ditentukan untuk pengendalian adalah <140 mg/dl. 9
Pada diabetes melitus tipe 2, resistensi insulin di hati menggambarkan kegagalan hiperinsulinemia. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan penyimpanan glikogen oleh hati pada tahap post prandial.
(48)
4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Kepatuhan Terhadap Terapi Diet
Tabel 4. 4 Distribusi sampel berdasarkan kepatuhan terhadap terapi diet Jumlah Persentase
Kurang Sedang Baik
7 25 0
21,9% 78,1%
Total 32 100%
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa 7 responden (21,9 %) mempunyai tingkat kepatuhan rendah dan 25 responden (78,1% ) mempunyai tingkat kepatuhan sedang, dan tidak ada yang tingkat kepatuhannya tinggi. Bila dibandingkan dengan laporan penelitian oleh Haryono, Eko pada tahun 2009, hasilnya berbeda yaitu kategori baik yaitu sebanyak 22 orang (62,9%), kepatuhan pasien dalam kategori sedang sebanyak 12 orang (34,3%), dan kepatuhan pasien dalam kategori kurang sebanyak 1 orang (2,9%).
Kepatuhan terhadap terapi diet sangat penting karena terapi diet merupakan salah satu pilar dari penatalaksanaan diabetes melitus. Menurut Joslin, et al, mengontrol kepatuhan pada pasien diabetes memang merupakan tantangan yang sulit. Kepatuhan bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya masalah kejiwaan seperti gangguan makan dan gangguan afektif, konflik di keluarga, stress, defisit kognitif, dan coping ability. Edukasi kepada keluarga juga merupakan faktor yang penting dalam menjaga kepatuhan pasien. 17
(49)
4.5 Gambaran Proporsi Kadar Gula Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang Mendapat Terapi Diet
Tabel 4.5 Proporsi Kadar Gula Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang Mendapat Terapi Diet
Kadar Gula Darah Puasa
N (%) Normal Tidak
Normal
N N
Kepatuhan Diet
Kurang 1 6 7
Sedang 2 23 25
Total 3 29 32
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari 29 pasien yang mempunyai kadar gula darah puasa tidak normal, terdapat 6 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 23 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang. Sedangkan dari 3 pasien yang kadar gula darah puasanya normal , didapatkan hasil bahwa sebanyak 1 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 2 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang.
Menurut teori, kadar gula darah puasa merupakan salah satu pengendalian diabetes melitus tipe 2. Hasil proporsi yang tidak sesuai teori pada penelitian ini mungkin disebabkan karena secara patofisiologi, kadar gula darah puasa yang tinggi menggambarkan peningkatan produksi glukosa hepatik akibat gagalnya proses penekanan glukoneogenesis saat puasa oleh insulin akibat resistensi insulin, sehingga tingginya kadar gula darah puasa tidak secara langsung dipengaruhi oleh pola diet.
(50)
4.5 Gambaran Proporsi Kadar Gula Darah Post Prandial Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang Mendapat Terapi Diet
Kadar Gula Darah Post Prandial
N (%) Normal Tidak
Normal
N N
Kepatuhan Diet
Kurang 1 6 7
Sedang 3 22 25
Total 4 28 32
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari 28 pasien yang mempunyai kadar gula darah post prandial tidak normal, terdapat 6 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 22 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang. Sedangkan dari 4 pasien yang kadar gula darah puasanya normal , didapatkan hasil bahwa sebanyak 1 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 3 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang.
Menurut teori, kadar gula darah post prandial merupakan salah satu pengendalian diabetes melitus tipe 2. Target kadar gula darah puasa yang ditentukan untuk pengendalian adalah <140 mg/dl. 9 Kadar gula darah post prandial juga merupakan kadar gula darah yang paling dipengaruhi oleh asupan makanan. Proporsi kadar gula darah post prandial yang normal penderita diabetes melitus tipe 2 yang kepatuhan dietnya sedang masih sangat sedikit, yaitu sebanyak 3 orang.
(51)
4.3 Keterbatasan penelitian
1. Peneliti hanya menggunakan kuesioner untuk menilai kepatuhan diet, dan tidak menggunakan food record, yang sifatnya lebih objektif.
2. Untuk menilai pengendalian glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2, sebaiknya menggunakan kadar HbA1c. Ketika glukosa darah masuk ke dalam eritrosit, hemoglobin akan mengalami glikosilasi nonenzimatik dan gugus hidroksil anomeriknya mengubah gugus amino yang terdapat pada residu lisin dan pada ujung terminal amoni menjadi derivatnya. Fraksi hemoglobin terglikosilasi , yang normalnya sekitar 5% sebanding dengan kadar glukosa darah. Karena waktu paruh eritrosit adalah 60 hari, kadar HbA1c menggambarkan konsentrasi glukosa darah rata-rata selama 6-8 minggu sebelumnya.
(52)
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian,dapat disimpulkan bahwa :
a) Pada penelitian ini diketahui bahwa dari total 32 data rekam medik pasien diabetes mellitus tipe 2, jumlah pasien dengan rentang usia 20-44 tahun sebanyak 6 orang (18,75%), rentang usia 45-64 tahun sebanyak 20 orang (68,7 5%), danrentangusia≥65tahun sebanyak 7 orang (37,5%).
b) Pada penelitian ini diketahui bahwa dari total 32 data rekam medik pasien diabetes melitus tipe 2, jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (46,9%), jumlah pasien dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 17 orang (53,1%).
c) Dari total 32 pasien, sebanyak 29 pasien (90,6%) yang kadar gula darah puasanya tidak normal.
d) Pada penelitian ini diketahui bahwa dari total 32 data rekam medik pasien diabetes mellitus tipe 2, jumlah pasien yang kepatuhan dietnya kurang sebanyak 7 orang (21,9%), jumlah pasien yang kepatuhan dietnya sedang sebanyak 25 orang (78,1%), dan tidak ada pasien yang tingkat kepatuhannya tinggi.
e) Proporsi data pada penelitian ini, diketahui bahwa dari 29 pasien yang mempunyai kadar gula darah puasa tidak normal, terdapat 6 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 23 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang. Sedangkan dari 3 pasien yang kadar gula darah puasanya normal , didapatkan hasil bahwa sebanyak 1 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 2 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang.
f) Proporsi data pada penelitian ini, diketahui bahwa dari 29 pasien yang mempunyai kadar gula darah puasa tidak normal, terdapat 6 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 23 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang. Sedangkan dari 3 pasien yang kadar gula darah puasanya normal,
(53)
didapatkan hasil bahwa sebanyak 1 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 2 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang.
g) Proporsi data pada penelitian ini, diketahui bahwa dari 28 pasien yang mempunyai kadar gula darah post prandial tidak normal, terdapat 6 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 22 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang. Sedangkan dari 4 pasien yang kadar gula darah puasanya normal, didapatkan hasil bahwa sebanyak 1 pasien dengan tingkat kepatuhan kurang dan 3 pasien dengan tingkat kepatuhan sedang.
5.2 Saran
a) Masyarakat Umum
Untuk pencegahan dan pengendalian diabetes melitus tipe 2, disarankan kepada masyarakat agar senantiasa menjalani pola hidup yang sehat, terutama diet yang baik. Sedangkan untuk pasien, perhatikanlah terapi yang dianjurkan dan laksanakan dengan baik.
Untuk pencegahan terjadinya komplikasi, disarankan kepada pasien diabetes melitus tipe 2 untuk selalu menjaga kontrol gula darah dalam kadar baik dan juga harus rutin melakukan pemeriksaan gula darah di rumah sakit, sehingga apabila mulai ditemukan kadar gula darah yang tinggi dapat dilakukan pengobatan yang sesuai untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
b) Rumah Sakit
Berdasarkan data, terdapat lebih dari 90% pasien diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol gula darah puasanya. Tingginya angka ini sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan untuk rumah sakit agar dilakukan suatu evaluasi ulang dalam pengendalian diabetes melitus tipe 2.
(54)
c) Peneliti
Dalam menilai kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi diet, sebaiknya digunakan food record agar hasil lebih objektif. Selain itu, untuk menilai pengendalian diabetes melitus, sebaiknya digunakan kadar HbA1c karena lebih menggambarkan keadaan hiperglikemia dalam waktu yang lama.
(55)
1. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam: Sudoyo, Aru W,et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2007. Hal 1874-1876
2. Dinas Kesehatan Kota Cilegon. Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon Tahun Anggaran 2010- 2011. Cilegon. 2011
3. Mihardja, Laurentia. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Perkotaan Indonesia. Indonesia Digital Journals.2009:Hal 418
4. Fitriyani. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas kecamatan Citangkil Dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak Kota Cilegon. Universitas Indonesia.2012. Hal 3.
5. Dahlan,Sopiyudin.Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 4.Jakarta:Salemba Medika;2009.Halaman 121-8.
6. Almatsier,S. Penuntun Diet. Jakarta:Penerbit Gramedia Pustaka Utama;2006.Hal 137-138
7. Rusmina,D. Hubungan Kepatuhan dalam Menjalankan Diet dengan Gula Darah Terkontrol pada Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSAL dr.Mintohardjo Jakarta Pusat.Jakarta.2010. Hal 91
8. Ernaeni.Hubungan Kepatuhan Diit dengan Pengendalian Kadar Gula Darah( Studi pada penderita Diabetes Melitus Usia Lanjut di Puskesmas Padangsari Banyumanik kecamatan banyumanik Semarang.Semarang.2005. Diunduh dari eprints.undip.ac.id/10088/1/2741B.pdf.
9. PERKENI.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta:PERKENI;2011. Hal 3-4, 6-7, 10,14-18.
10.Price, Sylvia Andrean. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 6.Volume 2.Jakarta: EGC; 2005:Hal 1261
11.A.C Guyton and J.E. Hall.Textbook of Medical Physiology.12th Edition.Elsevier Saunders;2011. Chapter 27
12.Kumar V,Cotran RS, Robbins SL.Robbins Basic Pathology.8th ed.New York: Elsevier Saunders; 2010. Chapter 24
(56)
14.Ganong, W.F.. ReviewofMedicalPhysiology,Ganong’s.23rd edition. New York: The McGraw-Hill Companies Inc; 2010. Chapter 21
15.Kronenberg,HM,et al. Williams Texbook of Endocrinology.11th edition.Saunders Elsevier;2008. Chapter 30
16.Fauci,et al. Harrison’sPrinciplesofInternalMedicine.18th edition. The McGraw-Hill Companies Inc; 2012. Chapter 344
17.C.Ronald Kahn, Gordon C Weir. Joslin’sDiabetesMellitus. 14th edition. Lippinskot Williams and Wilkins; 2004.
18.Sherwood,Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th edition. Canada: Yolanda Cassio;2010. Hal 718-724
19.Salvado JS, Gonzales MA, Bullo M, Ros E. The Role of Diet in The Prevention of Type 2 Diabetes.Nutrition, Metabolism& Cardiovascular Disease Journal. 2011.Hal B32-B48.
20.Smith,Colleen, et al. Marks Basic Medical Biochemistry: A Clinical Approach. 2nd edition. Hal 503
21.Mahan,LK,et al. Krause’sFoodandNutritionTherapy.12nd edition.Canada: Saunders Elsevier; .2008. Hal 775-779
22.Keenoy-y-Maunuel, B; Gallardo,LP. Metabolic Impact of the Amount and Type of Dietary Carbohydrates on the Risk of Obesity and Diabetes. The Open Nutrition Journal.2012. Hal 6, 21-34
23.Uribarri J, Tuttle,KR. Advanced Glycation End Products and Nephrotoxicity of High-Protein Diets. Clin J Am Soc Nephrol1. 2006. Hal 1293–1299
24.Dahlan,Sopiyudin. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel.. Edisi 2.Jakarta:Salemba Medika;2009.Halaman 125-6
(57)
26.Sunyoto D, Setiawan A. Buku Ajar Statistik Kesehatan.Yogyakarta: Nuha medika; 2013. Hal 55, 78.
27.Gustaviani, Reno. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Sudoyo, Aru W,et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2007; Ha1879-1881
28.Manaf,A. Insulin : mekanisme sekresi dan aspek metabolisme. Dalam Sudoyo, Aru W,et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2007. Hal 1890.
29.Senuk A, Supit W, Onibala F. Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Diet Diabetes Melitus di Poliklinik RSUD Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013. Hal 3-4
30.Rochmah W. Diabetes Melitus pada usia Lanjut. Dalam Sudoyo, Aru W,et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2007. Hal 1937
31.Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R,King H. Global Prevalence of Diabetes. Diabetes Care, Volume 27, Number 5, May 2004. Hal 1050
(58)
(59)
(60)
Frequencies
RECODE Umur (20 thru 44=1) (45 thru 64=2) (65 thru Highest=3) INTO umur1. VARIABLE LABELS umur1 'Klasifikasi umur'.
EXECUTE.
FREQUENCIES VARIABLES=umur1 Sex kat_gdp Kepatuhan /BARCHART PERCENT
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Notes
Output Created 16-Sep-2013 20:53:09
Comments
Input Data F:\RISET AMALIAH HARUMI
2\Gambaran Kepatuhan terhadap terapi diet\DATA AMY
GAMBARAN KEPATUHAN.sav Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none> N of Rows in Working
(61)
Cases Used Statistics are based on all cases with valid data.
Syntax FREQUENCIES
VARIABLES=umur1 Sex kat_gdp Kepatuhan
/BARCHART PERCENT /ORDER=ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:02.028
Elapsed Time 00:00:02.280
[DataSet1] F:\RISET AMALIAH HARUMI 2\Gambaran Kepatuhan terhadap terapi diet\DA TA AMY GAMBARAN KEPATUHAN.sav
Statistics Klasifikasi
umur Sex kat_gdp Kepatuhan
N Valid 32 32 32 32
Missing 0 0 0 0
(62)
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-44 Tahun 6 18.8 18.8 18.8
45-64 tahun 22 68.8 68.8 87.5
lebih dari 65 4 12.5 12.5 100.0
Total 32 100.0 100.0
Sex
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-Laki 15 46.9 46.9 46.9
Perempuan 17 53.1 53.1 100.0
Total 32 100.0 100.0
kat_gdp
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(63)
Kepatuhan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ringan 7 21.9 21.9 21.9
Sedang 25 78.1 78.1 100.0
Total 32 100.0 100.0
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
[DataSet1] F:\RISET AMALIAH HARUMI 2\calon data amy.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kepatuhan * kat_gdp 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Kepatuhan * kat_gdp Crosstabulation
Count
kat_gdp
Total Normal Tidak Normal
Kepatuhan Ringan 1 6 7
Sedang 2 23 25
(69)
Lampiran 4: Daftar Pasien
Nama
Jenis
Kelamin Umur GDP
Tingkat Kepatuhan
Mary Perempuan 40 460 Sedang
Wahy Laki-Laki 55 215 Sedang
Hasb Laki-Laki 71 237 Sedang
suly Perempuan 56 139 Sedang
Dede Perempuan 58 117 Sedang
jufr Perempuan 34 160 Sedang
Roga Perempuan 54 83 Sedang
wiwi Perempuan 40 186 Sedang
Sahe Laki-Laki 53 178 Sedang
M.Ma Laki-Laki 63 138 Ringan
Bach Laki-Laki 70 388 Sedang
Kart Perempuan 50 245 Sedang
Isti Perempuan 52 161 Sedang
Jupr Perempuan 34 159 Sedang
Misr Laki-Laki 48 158 Sedang
Aris Laki-Laki 45 154 Sedang
Juha Perempuan 47 241 Sedang
Sams Laki-Laki 49 146 Ringan
Jaja Laki-Laki 65 110 Sedang
Sami Perempuan 43 90 Sedang
Sufi Perempuan 49 317 Ringan
Arti Perempuan 50 112 Ringan
Juma Laki-Laki 53 172 Ringan
Amin Perempuan 58 142 Sedang
Asla Laki-Laki 65 114 Sedang
Muhr Laki-Laki 52 130 Sedang
Muto Laki-Laki 45 175 Sedang
Suha Perempuan 56 226 Sedang
Nawa Laki-Laki 51 400 Sedang
Hasp Perempuan 59 201 Sedang
Jana Laki-Laki 42 126 Ringan
(70)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama : Amaliah Harumi Karim
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat,Tanggal Lahir : Toyama, Jepang, 30 Maret 1992
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl Tole Iskandar Kompleks Griya Depok Asri blok e1/03
Nomor Telepon/HP : 087809910550
Email : amaliah.harumi@hotmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1997 – 1998 : TK Islam Al-Azhar 2 Pasar Minggu 1998 – 2004 : SD Islam Al-Azhar 2 Pasar Minggu 2004 – 2007 : SMP Islam Al-Azhar 2 Pejaten 2007 – 2010 : SMA Islam Al-Azhar 2 Pejaten 2010 – Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(1)
(2)
(3)
(4)
Lampiran 3 : Proporsi
[DataSet1] F:\RISET AMALIAH HARUMI 2\calon data amy.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kepatuhan * kat_gdp 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Kepatuhan * kat_gdp Crosstabulation
Count
kat_gdp
Total Normal Tidak Normal
Kepatuhan Ringan 1 6 7
Sedang 2 23 25
(5)
Lampiran 4: Daftar Pasien
Nama
Jenis
Kelamin Umur GDP
Tingkat Kepatuhan
Mary Perempuan 40 460 Sedang
Wahy Laki-Laki 55 215 Sedang
Hasb Laki-Laki 71 237 Sedang
suly Perempuan 56 139 Sedang
Dede Perempuan 58 117 Sedang
jufr Perempuan 34 160 Sedang
Roga Perempuan 54 83 Sedang
wiwi Perempuan 40 186 Sedang
Sahe Laki-Laki 53 178 Sedang
M.Ma Laki-Laki 63 138 Ringan
Bach Laki-Laki 70 388 Sedang
Kart Perempuan 50 245 Sedang
Isti Perempuan 52 161 Sedang
Jupr Perempuan 34 159 Sedang
Misr Laki-Laki 48 158 Sedang
Aris Laki-Laki 45 154 Sedang
Juha Perempuan 47 241 Sedang
Sams Laki-Laki 49 146 Ringan
Jaja Laki-Laki 65 110 Sedang
Sami Perempuan 43 90 Sedang
Sufi Perempuan 49 317 Ringan
Arti Perempuan 50 112 Ringan
Juma Laki-Laki 53 172 Ringan
Amin Perempuan 58 142 Sedang
Asla Laki-Laki 65 114 Sedang
Muhr Laki-Laki 52 130 Sedang
Muto Laki-Laki 45 175 Sedang
Suha Perempuan 56 226 Sedang
Nawa Laki-Laki 51 400 Sedang
Hasp Perempuan 59 201 Sedang
Jana Laki-Laki 42 126 Ringan
(6)