Penentuan Prioritas Pengerjaan Order Dengan Metode TOPSIS dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) pada PT. Inti Jaya Logam

(1)

PENENTUAN PRIORITAS PENGERJAAN ORDER DENGAN

METODE TOPSIS DAN FUZZY MULTI-ATTRIBUTE

DECISION MAKING (FUZZY MADM) PADA PT. INTI JAYA

LOGAM

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh:

NANDA NOVERY F.S

NIM. 070403092

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih Karunia-Nya serta kemurahannya sehingga penulis dapat meneyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini. Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Teknik Industri untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.

Penulis melaksanakan Tugas Sarjana di PT. Inti Jaya Logam yang bergerak dalam bidang pembuatan benda-benda logam untuk perusahaan manufaktur. Tugas Sarjana ini berjudul “Penentuan Prioritas Pengerjaan Order Dengan Metode TOPSIS dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) pada PT. Inti Jaya Logam ”.

Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis terbuka untuk setiap kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan tulisan ini ke depan.

Medan, Juli 2012 PENULIS


(5)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini penulis telah mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik berupa materi, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis (I. L. Situmeang, SE dan B. Marpaung), saudara-saudara (De Zon, Indrina, Ausep, dan Augusth) , Tante Swerta dan Tante Nani yang telah mendukung lewat doa, semangat, dan dana.

2. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri dan Bapak Ir. Ukurta Tarigan selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing I dan

Bapak Ikhsan Siregar, ST., M.Eng selaku Dosen Pembimbing II dalam pelaksanaan Tugas Sarjana yang telah memberikan banyak pengajaran baru bagi penulis dan memberikan motivasi yang sangat berharga.

4. Staff pegawai Teknik Industri Bang Mijo, Kak Dina, Bang Nurmansyah, Bang Kumis, Kak Rahma dan Ibu Ani, dan Bang Ridho terimakasih atas bantuannya dalam masalah administrasi untuk melaksanakan Tugas Sarjana ini.

5. Bapak Hendra selaku Manajer Produksi dan Ibu Ani Selaku Manajer

Keuangan pada PT. Inti Jaya Logam yang memberikan arahan mengenai perusahaan serta seluruh jajaran dan staff yang telah banyak membantu


(6)

memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis dalam melaksanakan Tugas Sarjana ini.

6. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT selaku Kepala Laboratorium Ergonomi dan

Perancangan Sistem Kerja dan Ibu Ir. Nazlina, MT selaku Staff, Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan nasehat dan ajaran kepada penulis.

7. Teman-teman penulis (Nando, Indri, Anita, Eko, Zein, Alan, Ines, Jurista, Apriani, dan Paulus) dan teman-teman seperjuangan penulis Teknik Industri Angkatan 2007 ( KOSTUTI ) yang selalu bersedia berdiskusi dan memberikan semangat dalam pengerjaan karya ini. TERSAJAMAT. Serta adik-adik 2010 yang selalu setia mendoakan penulis dan memberikan semangat dalam pengerjaan karya ini.

8. Rekan-rekan Asisten di Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem

Kerja (teman-teman 2007, Adik-adik 2008, 2009, dan 2010) yang memberikan semangat bagi penulis.


(7)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx ABSTRAK

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-4 1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-4 1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-5

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Usaha... II-2


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... II-2 2.4.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.4.2. Uraian Tugas ... II-3 2.4.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-3 2.4.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya... II-5 2.5. Proses Produksi ... II-6 2.5.1. Standar Mutu Bahan / Produk ... II-8 2.5.2. Bahan Produksi ... II-12 2.5.2.1. Bahan Baku ... II-12 2.5.2.2. Bahan Tambahan ... II-13 2.5.2.3. Bahan Penolong ... II-14 2.5.3. Mekanisme Proses Produksi ... II-19 2.5.4. Mesin dan Peralatan ... II-24 2.5.4.1. Mesin Produksi ... II-24 2.5.4.2. Peralatan (Equipment) ... II-29

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1. Konsep Dasar Himpunan Fuzzy ... III-1 3.1.1. Himpunan Klasik (Crisp) ... III-2 3.1.2. Himpunan Fuzzy ... III-4


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.1.3. Fungsi Keanggotaan ... III-6 3.1.3.1. Representasi Kurva Segitiga ... III-7 3.2. Metode Fuzzy MADM Dengan Pengembangan ... III-9 3.2.1. Reprentasi Masalah ... III-9 3.2.2. Evaluasi Himpunan Fuzzy ... III-10 3.2.3. Seleksi Alternatif yang Optimal ... III-12 3.3. Sistem Pendukung Keputusan ... III-18 3.3.1. Dasar-dasar Pengambilan Keputusan ... III-19 3.3.2. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk... III-20 3.3.3. Multi-Atribut Decision Making (MADM) ... III-23 3.3.4. Konsep Dasar Multi-Atribut

Decision Making (MADM) ... III-24 3.3.5. Metode-Metode Penyelesaian Masalah MADM ... III-26

3.3.5.1. Technique for Order Preference By Similarity To

Ideal Solution (TOPSIS) ... III-28 3.4. Teknik Sampling... III-34 3.4.1. Sampling Pertimbangan (Judgement Sampling) ... III-35 3.5. Pembuatan Kuisioner ... III-36 3.6. Validitas Data ... III-37 3.7. Reliabilitas Data... III-38 3.8. Method of Successive Interval (MSI) ... III-40


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.8.1. Pandangan Likert Termasuk Kategori Ordinal ... III-41 3.8.2. Pandangan Likert Termasuk Kategori Interval ... III-42

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Lokasi Penelitian ... IV-1 4.2. Objek Penelitian ... IV-1 4.3. Rancangan penelitian ... IV-1 4.4. Variabel Penelitian... IV-2 4.5. Kerangka Konseptual ... IV-4 4.6. Prosedur Penelitian ... IV-5 4.7. Pengumpulan Data ... IV-6 4.7.1. Data Primer ... IV-6 4.7.2. Data Sekunder ... IV-6 4.8. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-6 4.9. Kesimpulan dan Saran ... IV-7

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1

5.1.1. Data TOPSIS dan Fuzzy MADM ... V-1 5.1.2. Data Keterlambatan Penyelesaian Mal ... V-9


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.1.3. Data Keterlambatan Pengiriman Order Untuk Proses Finishing ... V-9 5.2. Pengolahan Data ... V-10

5.2.1. Perhitungan Validitas ... V-10 5.2.2. Perhitungan Reliabilitas ... V-15 5.2.3. Transformasi Data dari Data Ordinal ke

Data Interval ... V-17 5.2.3.1. Transformasi Data untuk

Tingkat Kecocokan... V-17 5.2.3.2. Transformasi Data untuk

Tingkat Kepentingan ... V-25 5.2.4. Penentuan Prioritas Urutan Pengerjaan Order dengan

TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution) ... V-25

5.2.4.1. Normalisasi Matriks ... V-27 5.2.4.2. Normalisasi Matriks Terbobot ... V-28 5.2.4.3. Matriks Solusi Ideal Positif dan Negatif... V-29 5.2.4.4. Jarak Antara Nilai Alternatif dengan Matriks

Solusi Ideal Positif dan Negatif ... V-30 5.2.4.5. Nilai Preferensi Alternatif ... V-32


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.5. Penentuan Prioritas Urutan Pengerjaan Order dengan Fuzzy MADM (Multi Attribute decision Making) ... V-33 5.2.5.1. Penetapan Fungsi Keanggotaan dan

Fuzzy Number ... V-33 5.2.5.2. Pengkonversian Data Kuesioner Menjadi Variabel

Linguistik ... V-35 5.2.5.3. Penentuan Indeks Kecocokan

Setiap Alternatif ... V-40 5.2.5.4. Penentuan Urutan Pengerjaan

Setiap Alternatif ... V-42

VI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...

VI-1 6.1. Analisis Hirarki Kepentingan ... VI-1 6.2. Analisis Pengolahan Data Kuesioner ... VI-1 6.3. Analisis Pengolahan TOPSIS ... VI-3 6.4. Analisis Pengolahan Fuzzy MADM ... VI-4 6.5. Perbandingan Urutan Prioritas Pengerjaan Order antara TOPSIS

dan Fuzzy MADM ... VI-5

6.6. Perbandingan Kondisi Aktual dengan Hasil Urutan Prioritas


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Jumlah Tenaga Kerja pada PT. Inti Jaya Logam ... II-4 2.2. Jam Kerja Karyawan ... II-5 2.3. Spesifikasi Hanger Bushing... II-11 2.4. Spesifikasi Cast Bronze ... II-11 2.5. Spesifikasi Mesin Pengaduk ... II-24 2.6. Spesifikasi Mesin Scrap Tipe B365 A ... II-25 2.7. Spesifikasi Mesin Bubut ... II-26 2.8. Spesifikasi Mesin Gerinda Bosch GWS8-100C ... II-27 2.9. Spesifikasi Mesin Las ... II-28 2.10. Spesifikasi Dapur Kupola ... II-29 2.11. Spesifikasi Ember Besi ... II-31 2.12. Spesifikasi Pola ... II-32 2.13. Spesifikasi Timbangan ... II-32 2.14. Spesifikasi Beko ... II-33 3.1. Rating Kepentingan Untuk Setiap Kriteria ... III-15 3.2. Rating Kecocokan Setiap Alternatif Terhadap Setiap Kriteria ... III-15 3.3. Indeks Kecocokan Untuk Setiap Alternatif ... III-17 3.4. Nilai Total Integral Setiap Alternatif... III-18 3.5. Perbedaan antara MADM dan MODM ... III-24 3.6. Rating Kecocokan dari Setiap Alternatif pada Setiap Kriteria ... III-31


(15)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.1. Data Pemesanan ... V-1 5.2. Rekapitulasi Kuesioner Tingkat Kecocokan

Urutan Pengerjaan Order ... V-5 5.3. Rekapitulasi Kuesioner Tingkat Kepentingan

Urutan Pengerjaan Order ... V-8 5.4. Data Keterlambatan Penyelesaian Mal ... V-9 5.5. Data Keterlambatan Pengiriman Order Untuk Proses Finishing ... V-9 5.6. Data Hasil Kuesioner Untuk Alternatif Fire Grate ... V-11 5.7. Perhitungan Validitas untuk Pertanyaan 1 Bagian Tingkat Kecocokan

Untuk Order Fire Grate ... V-11 5.8. Rekapitulasi Perhitungan Validitas untuk Tingkat Kecocokan Urutan

Pengerjaan Order ... V-12 5.9. Rekapitulasi Perhitungan Validitas untuk Tingkat Kepentingan Urutan

Pengerjaan Order ... V-14 5.10. Pengujian Reabilitas untuk Tingkat Kecocokan Urutan Pengerjaan Order

Fire Grate ... V-15 5.11. Rekapitulasi Perhitungan Reliabilitas ... V-17 5.12. Rekapitulasi Frekuensi Tiap Responden untuk


(16)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.13. Rekapitulasi Hasil Transformasi Skala Baru Untuk Kuesioner Tingkat Kecocokan Pengerjaan Order ... V-22 5.14. Rekapitulasi Hasil Transformasi Skala Baru Untuk Kuesioner

Kepentingan Pengerjaan Order ... V-25 5.15. Rekapitulasi Pembobotan Tingkat Kecocokan ... V-26 5.16. Rekapitulasi Pembobotan Tingkat Kepentingan ... V-27 5.17. Urutan Pengerjaan Order dengan Metode TOPSIS ... V-33 5.18. Variabel Linguistik Tingkat Kepentingan ... V-36 5.19. Variabel Linguistik Tingkat Kecocokan... V-37 5.20. Indeks Kecocokan Fuzzy Untuk Setiap Alternatif ... V-41 5.21. Nilai Total Integral Setiap Alternatif... V-42 5.22. Urutan Pengerjaan Order dengan Metode Fuzzy MADM... V-43 6. 1. Transformasi Skala Ordinal Menjadi Skala Interval dengan

Method of Successive Interval (MSI)... VI-2 6. 2. Hasil Urutan Pengerjaan Order dengan Metode TOPSIS ... VI-4 6. 3. Hasil Urutan Prioritas Pengerjaan Order dengan

Metode Fuzzy MADM ... VI-5 6. 4. Perbandingan Urutan Prioritas Pengerjaan Order Metode

TOPSIS dan Fuzzy MADM... VI-6 6. 5. Faktor Kendala Pengerjaan Order ... VI-8


(17)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

6.6. Persentase Percepatan Penyelesain Mal ... VI-9 6.7. Percepatan Waktu Keterlambatan Pengiriman Order Untuk Finishing Jika


(18)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-3 2.2. Bushing Cast Iron ... II-9 2.3. Impeller ... II-9 2.4. Fire Grate ... II-10 2.5. Baffle Plate ... II-10 2.6. Hanger Bushing ... II-11 2.7. Cast Bronze ... II-12 2.8. Logam Cast Iron ... II-13 2.9. Pilox... II-14 2.10. Krom ... II-14 2.11. Arang Stengkol ... II-15 2.12. Pasir Silika ... II-15 2.13. Tepung Bentonite ... II-16 2.14. Silikon ... II-16 2.15. Gas CO2 ... II-17

2.16. Water Glass... II-17 2.17. LPG ... II-18 2.18. Tabung O2 ... II-19

2.19. Mekanisme Proses Pengayakan Pasir... II-19 2.20. Mekanisme Proses Pengadukan Pasir ... II-20


(19)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

2.21. Mekanisme Proses Pembuatan Cetakan ... II-20 2.22. Mekanisme Proses Pengecoran ... II-21 2.23. Mekanisme Proses Pencetakan ... II-21 2.24. Mekanisme Proses Penghalusan ... II-22 2.25. Mekanisme Proses Pembuatan Ulir... II-22 2.26. Mekanisme Proses Pelapisan ... II-23 2.27. Mekanisme Proses Pengecatan ... II-23 2.28. Mesin Pengaduk ... II-25 2.29. Mesin Scrap ... II-26 2.30. Mesin Bubut ... II-27 2.31. Mesin Gerinda ... II-28 2.32. Mesin Las... II-29 2.33. Dapur Kupola ... II-30 2.34. Ember Besi ... II-31 2.35. Mal Produk ... II-32 2.36. Timbangan ... II-33 2.37. Beko... II-34 3.1. Himpunan Klasik : (a)MUDA, (b) PAROBAYA, dan (c) TUA ... III-3 3.2. Fungsi Keanggotaan Untuk Setiap Himpunan Pada


(20)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

3.3. Kurva Segitiga... III-8 3.4. Himpunan fuzzy: NORMAL (kurva segitiga). ... III-8 3.5. Struktur Hirarki Permasalahan ... III-10 3.6. Bilangan Fuzzy Segitiga ... III-11 3.7. Struktur Hirearki ... III-14 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-2 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-5 5.1. Hirarki Kepentingan Urutan Pengerjaan Order ... V-3 5.2 Himpunan Fuzzy Segitiga Tingkat Kepentingan ... V-31 5.3. Himpunan Fuzzy Segitiga Tingkat Kecocokan ... V-33


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

L.1. Uraian Tugas

L.2. Tabel R


(22)

ABSTRAK

PT. Inti Jaya Logam merupakan salah satu perusahaan Make To Order yang bergerak dalam bidang pembuatan benda-benda logam berupa perlengkapan mesin-mesin yang dibutuhkan perusahaan manufaktur. Pesanan yang datang dapat berubah-ubah, baik jumlah maupun jenis produk yang dipesan. Sering kali pesanan yang datang per hari berjumlah lebih dari satu.

Ada beberapa kendala yang terjadi saat proses produksi seperti ketersedian mal, pemanfaatan dapur kupola, dan keterbatasan jumlah mesin saat proses finisihing. Kendala-kendala tersebut menyebabkan perusahaan mengerjakan pesanan hanya berdasarkan ketersediaan mal saja tanpa mengetahui order mana yang lebih penting dikerjakan sehingga proses produksi tidak berjalan dengan baik dan menyebabkan order terlambat diselesaikan

Untuk itu, maka perlu dilakukan penentuan urutan prioritas pengerjaan order dari alternatif atau order yang dipesan oleh konsumen dengan menggunakan pendekatan Multi-Attribute Decision Making (MADM) karena MADM biasanya digunakan untuk penilaian atau seleksi terbaik terhadap beberapa alternatif dalam jumlah terbatas. Matode MADM yang diimplementasikan adalah Technique for Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) dan metode pengembangannya berupa fuzzy MADM.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah urutan prioritas pengerjaan order dengan metode TOPSIS dan fuzzy MADM menghasilkan proses pengerjaan order yang lebih baik dan tepat waktu dibandingkan dengan kondisi awal perusahaan. Urutan prioritas pengerjaan order dengan TOPSIS adalah Fire Door, Dust Collector Cone, Bollard, Roster 5A, Rumah Bearing, Sporcket, Fire Graten dan Chain Link sedangkan fuzzy MADM hanya berbeda pada urutan keempat dan

kelima yaitu antara Rumah Bearing dan Roster 5A. Adapun perbaikan yang

dihasilkan dengan diketahuinya urutan prioritas pengerjaan order dengan kedua metode tersebut adalah percepatan penyelesaian mal untuk masing-masing order adalah Fire Grate (30%), Bollard (22%), Sporcket(29%), Dust Collector Cone (30%), Chain Link (18%), Roster 5A (17%), Rumah Bearing (36%), dan Fire Door(30%). Pemanfaatan dapur kupola dengan kapasitas maksimum sebesar 6 ton menghasilkan persentase peningkatan sebesar 100%. Keterlambatan pengiriman order untuk finishing tidak terlambat jika keterlambatan mal tidak terjadi. Akan tetapi, jika keterlambatan mal tetap terjadi, maka dengan dengan pemanfaatan dapur kupola secara optimal dapat mengurangi waktu keterlambatan pengiriman sebesar 50%.

Keyword: Multi-Attribute Decision Making (MADM), Technique for Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS), fuzzy MADM,


(23)

ABSTRAK

PT. Inti Jaya Logam merupakan salah satu perusahaan Make To Order yang bergerak dalam bidang pembuatan benda-benda logam berupa perlengkapan mesin-mesin yang dibutuhkan perusahaan manufaktur. Pesanan yang datang dapat berubah-ubah, baik jumlah maupun jenis produk yang dipesan. Sering kali pesanan yang datang per hari berjumlah lebih dari satu.

Ada beberapa kendala yang terjadi saat proses produksi seperti ketersedian mal, pemanfaatan dapur kupola, dan keterbatasan jumlah mesin saat proses finisihing. Kendala-kendala tersebut menyebabkan perusahaan mengerjakan pesanan hanya berdasarkan ketersediaan mal saja tanpa mengetahui order mana yang lebih penting dikerjakan sehingga proses produksi tidak berjalan dengan baik dan menyebabkan order terlambat diselesaikan

Untuk itu, maka perlu dilakukan penentuan urutan prioritas pengerjaan order dari alternatif atau order yang dipesan oleh konsumen dengan menggunakan pendekatan Multi-Attribute Decision Making (MADM) karena MADM biasanya digunakan untuk penilaian atau seleksi terbaik terhadap beberapa alternatif dalam jumlah terbatas. Matode MADM yang diimplementasikan adalah Technique for Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) dan metode pengembangannya berupa fuzzy MADM.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah urutan prioritas pengerjaan order dengan metode TOPSIS dan fuzzy MADM menghasilkan proses pengerjaan order yang lebih baik dan tepat waktu dibandingkan dengan kondisi awal perusahaan. Urutan prioritas pengerjaan order dengan TOPSIS adalah Fire Door, Dust Collector Cone, Bollard, Roster 5A, Rumah Bearing, Sporcket, Fire Graten dan Chain Link sedangkan fuzzy MADM hanya berbeda pada urutan keempat dan

kelima yaitu antara Rumah Bearing dan Roster 5A. Adapun perbaikan yang

dihasilkan dengan diketahuinya urutan prioritas pengerjaan order dengan kedua metode tersebut adalah percepatan penyelesaian mal untuk masing-masing order adalah Fire Grate (30%), Bollard (22%), Sporcket(29%), Dust Collector Cone (30%), Chain Link (18%), Roster 5A (17%), Rumah Bearing (36%), dan Fire Door(30%). Pemanfaatan dapur kupola dengan kapasitas maksimum sebesar 6 ton menghasilkan persentase peningkatan sebesar 100%. Keterlambatan pengiriman order untuk finishing tidak terlambat jika keterlambatan mal tidak terjadi. Akan tetapi, jika keterlambatan mal tetap terjadi, maka dengan dengan pemanfaatan dapur kupola secara optimal dapat mengurangi waktu keterlambatan pengiriman sebesar 50%.

Keyword: Multi-Attribute Decision Making (MADM), Technique for Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS), fuzzy MADM,


(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pengerjaan order dengan jumlah dan kompleksitas berbeda-beda harus diselesaikan tepat waktu sesuai dengan due date yang telah disepakati dengan konsumen. Untuk itu, perlu diketahui urutan pengerjaan order mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Penentuan prioritas merupakan salah satu cara untuk menyusun urutan pengerjaan order tersebut. Dalam penentuan prioritas, ada berbagai metode yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan seperti pendekatan Multi-Attribute Decision Making (MADM). MADM digunakan untuk melakukan penilaian atau seleksi terbaik terhadap beberapa alternatif dengan

jumlah terbatas serta fuzzy MADM. Adapun metode MADM yang

diimplementasikan adalah Technique for Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) yang digunakan untuk memilih alternatif order berdasarkan jarak terdekat dengan solusi ideal. Selain itu, untuk juga digunakan metode fuzzy MADM karena efektif dan akurat untuk mendeskripsikan persepsi manusia terhadap persoalan pengambilan keputusan.

Penelitian yang berkaitan dengan penentuan prioritas juga telah dilakukan. Penelitian sebelumnya oleh Faiqotul Himmah (2009) menggunakan metode AHP TOPSIS dan fuzzy PERT yang menghasilkan penjadwalan sesuai dengan prioritas pesanan sesuai dengan lintasan kritisnya juga. Penelitian lain oleh M. Monjezi (2009) dengan TOPSIS yang menghasilkan pemilihan desain ledakan yang paling


(25)

sesuai untuk pertambangan batu kapur dimana terpilih alternatif sepuluh dengan diameter lubang 64 mm, kedalaman lubang 6,5-8,5 m, dan formula debu sebagai alternatif terbaik dari 19 alternatif desain ledakan yang ada.

Proses pengerjaan pesanan pada PT. Inti Jaya Logam meliputi beberapa tahap yaitu penggambaran teknik rancangan order, pengadaan aksesoris produk (mal), proses produksi benda logam yang meliputi pengadukan pasir, pembuatan cetakan pasir, pengecoran, pencetakan, dan finisihing. Ada beberapa kendala yang terjadi saat proses pengerjaan pesanan, yaitu:

1. Pengadaan aksesoris produk (mal)

Aksesoris produk (mal) merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam proses pencetakan benda logam karena mal merupakan wadah untuk membuat cetakan untuk penuangan logam hasil peleburan. Jika mal tidak tersedia maka proses produksi tidak akan dapat dilakukan. Mal yang digunakan tidak dibuat oleh pihak perusahaan, melainkan dipesan dari pihak lain. Akan tetapi, penyelesaian mal sering mengalami keterlambatan oleh pihak pembuat mal dengan rata-rata keterlambatan mal selama 3 hari dari waktu yang telah disepakati.

2. Pemanfaatan dapur kupola pada proses pengecoran

Dapur kupola yang berfungsi untuk meleburkan batang logam menjadi logam cair hanya dimanfaatkan sebesar 50% saja. Dimana dari kapasitas maksimum dapur kupola sebesar 6 ton, hanya dimanfaatkan 2-3 ton dengan 2-3 kali peleburan / 2 Minggu. Proses peleburan tidak bisa dilakukan setiap hari karena


(26)

setelah proses peleburan dapur kupola harus dilakukan pengecekan dan pembersihan.

3. Proses finishing

Keterbatasan jumlah mesin finisihing dalam menyelesaikan pesanan karena jenis dan jumlah produk yang banyak menyebabkan perusahaan membutuhkan bantuan dari pihak lain. Akan tetapi, pengiriman order untuk proses finisihing juga sering terlambat karena pengaruh keterlambatan mal dan tidak optimalnya pemanfaatan dapur kupola. Rata-rata keterlambatan pengiriman adalah 4-5 hari.

Kendala-kendala yang terjadi dalam perusahaan tersebut menyebabkan perusahaan mengerjakan pesanan hanya berdasarkan ketersediaan mal saja tanpa mengetahui order mana yang lebih penting dikerjakan sehingga proses produksi tidak berjalan dengan baik dan menyebabkan order terlambat diselesaikan.

Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian penentuan prioritas pengerjaan order untuk mengetahui alternatif order mana yang harus dikerjakan lebih dahulu sehingga proses produksi dapat berjalan dengan baik dan keterlambatan dapat diminimumkan atau bahkan dapat dihilangkan.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang dihadapi oleh perusahaan adalah pemanfaatan dapur kupola yang tidak optimal, ketersedian mal, dan proses finishing produk. Berkenaan dengan itu, maka perusahaan diharapkan untuk dapat mengetahui


(27)

prioritas pengerjaan order mana yang terlebih dahulu sehingga dapat disusun urutan pengerjaan order yang baik.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari diadakannya penelitian ini yaitu:

1. Menentukan prioritas pengerjaan order sehingga pengerjaan dapat

diselesaikan tepat waktu.

2. Membandingkan kondisi aktual dengan hasil urutan prioritas pengerjaan order Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu :

1. Bagi pihak perusahaan

Dapat dijadikan usulan bagi perusahaan dalam mempertimbangkan keputusan penentuan prioritas pengerjaan order berdasarkan kriteria yang ada dengan metode TOPSIS dan fuzzy MADM.

2. Bagi peneliti

a. Mengaplikasikan teori yang diperoleh selama kuliah di lapangan kerja.

b. Menambah keterampilan dan pengalaman dalam menganalisis masalah

serta memecahkan masalah sebelum memasuki dunia kerja. 3. Bagi universitas

Menjadi tambahan literatur yang dapat dijadikan referensi bagi semua pihak

yang ingin mengetahui aplikasi dari MADM dan fuzzy MADM dalam


(28)

1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian

Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Penentuan prioritas pesanan dilakukan berdasarkan data pesanan yang masuk pada tanggal 19 Maret 2012.

2. Metode yang digunakan untuk pengambilan keputusan adalah TOPSIS dan

fuzzy MADM.

3. Fungsi keanggotaan untuk fuzzy MADM menggunakan representasi kurva

segitiga.

4.

Teknik sampling yang digunakan adalah

Judgement Sampling

.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Aktivitas bisnis dan proses produksi tidak mengalami perubahan selama

penelitian berlangsung.

2. Jumlah order dan jenis order tidak mengalami perubahan 3. Dapur kupola dalam kondisi baik

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah yang mendasari peneliti melakukan perencanaan penjadwalan pengerjaan order, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, asumsi dan batasan masalah penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.


(29)

Bab II Gambaran Umum Perusahaan, menguraikan sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, organisasi dan manajemen perusahaan, serta proses produksi yang berlangsung.

Bab III Landasan Teori, menguraikan teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah. Sumber teori atau literatur yang digunakan berupa

buku, jurnal penelitian dan draft tugas sarjana mahasiswa yang pernah

mengangkat topik permasalahan yang sama.

Bab IV Metodologi Penelitian, menjelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan yaitu meliputi penentuan lokasi penelitian, objek penelitian, jenis penelitian, kerangka konseptual, variabel peneltian, dan instrumen pengumpulan data serta langkah-langkah penelitian meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis pemecahan masalah, dan kesimpulan dan saran.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data, mengumpulkan data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta teknik yang digunakan untuk mengolah data dalam memecahkan permasalahan. Adapun data primer seperti kriteria atau faktor yang mempengaruhi pengerjaan order yang ditentukan melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan serta memberikan kuesioner yang juga diisi oleh pihak perusahaan. Adapun data sekunder seperti jenis dan jumlah produk yang dipesan, tanggal pemesanan, waktu penyelesaian, serta pihak pemesan. Selain itu, juga terdapat tahap pengolahan dengan metode

TOPSIS dan fuzzy MADM yang digunakan untuk menentukan prioritas pada


(30)

Bab VI Analisis Pemecahan Masalah, menguraikan hasil dari pengolahan data serta membandingkan hasil antara pengolahan dengan metode TOPSIS dan fuzzy MADM.

Bab VII Kesimpulan dan Saran, memberikan hasil yang ditunjukkan oleh penelitian yaitu jadwal pengerjaan order berupa urutan pengerjaan order sesuai dengan ranking masing-masing order serta saran-saran yang berkaitan dengan penelitian


(31)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Pembuatan peralatan transportasi air berupa propeller (baling-baling) dan pengolahan aluminium menjadi batang aluminium merupakan usaha pertama kali yang dijalankan oleh PT. Inti Jaya Logam yang beralamat di Jalan Kapten Sumarsono No. 954, 955 dan 956, Helvetia, Deli Serdang, Medan. Perusahaan ini didirikan oleh pemiliknya bernama Aswin pada tahun 1998 dengan berdasarkan akta notaris nomor 0079 tahun 1998 dihadapan notaris Sartono Simbolon, SH. Perusahaan ini pada awalnya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengecoran logam dalam rangka pembuatan propeller (baling-baling) dan mengolah aluminium menjadi batang aluminium. Daerah pemasaran perusahaan ini meliputi Pulau Jawa dan Sumatera. Berkat kegigihan manajemen perusahaan maka dalam kurun waktu singkat, manajemen perusahaan ini mulai berhasil menjajaki potensi pasar luar negeri, khususnya negara-negara ASEAN.

Melihat kecenderungan pasar yang semakin besar akan permintaan mesin-mesin, maka pada tahun 2002 perusahaan ini mulai mengalihkan kegiatan usahanya dengan pembuatan perlengkapan mesin-mesin yang dibutuhkan perusahaan manufaktur seperti perlengkapan untuk mesin boiler yaitu bushing cast iron dan tempahan perlengkapan mesin lainnya seperti impeller, fire grate, baffle plate, fire door, hanger bushing, dan lain-lain.


(32)

2.2. Ruang Lingkup Usaha

PT. Inti Jaya Logam merupakan salah satu perusahaan Make To Order yang bergerak dalam bidang pembuatan benda-benda logam berupa perlengkapan mesin-mesin yang dibutuhkan perusahaan manufaktur ataupun tempahan perlengkapan oleh pihak lainnya.

PT. Inti Jaya Logam memproduksi berbagai jenis produk seperti bushing cast iron, impeller, fire grate, baffle plate, fire door, hanger bushing, dan lain-lain. Selain itu, ada juga produk yang terkadang khusus dipesan oleh pelanggan.

2.3. Lokasi Perusahaan

PT. Inti Jaya Logam beralamat di Jalan Kapten Sumarsono No. 954, 955 dan 956, Helvetia, Medan, Sumatera Utara.

2.4. Organisasi dan Manajemen Perusahaan 2.4.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi pada pabrik peleburan logam ini adalah struktur lini fungsional yaitu hirarki yang bagian paling atasnya hanya terdapat satu jabatan (tunggal) dan memiliki satu bawahan atau beberapa karyawan yang berada di bawah kontrol dari atasan diatasnya. Semua bagian dari hirarki tersebut terhubung dalam suatu kesatuan struktur yang menyatu untuk mencapai satu tujuan bersama.

Untuk melakukan pengumpulan pekerja-pekerja dalam suatu unit, divisi, bagian ataupun departemen dengan tugas pekerjan yang berkaitan diadakan


(33)

kegiatan departementalisasi. Adapun struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Perbengkelan

Peleburan Pengawasan Gudang

Mutu Administrasi Kasir Akuntan Manajer Produksi Manajer Keuangan

Direktur

Pengadaan Promosi Penjualan Manajer Pemasaran

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Perusahaan

2.4.2. Uraian Tugas

Adapun fungsi masing – masing dari struktur hirarki perusahaan tersebut, dapat dilihat pada pada lampiran uraian tugas tenaga kerja.

2.4.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Dalam menjalankan usahanya, PT. Inti Jaya Logam mempekerjakan tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang bekerja di lantai produksi. Tenaga kerja tidak langsung adalah pekerja yang bekerja di luar pabrik. Jumlah tenaga kerja pada PT. Inti Jaya Logam adalah orang.

Rincian jumlah tenaga kerja yang ada pada PT. Inti Jaya Logam dapat dilihat pada Tabel 2.1


(34)

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja pada PT. Inti Jaya Logam No. Posisi Jumlah (orang)

1 Direktur 1

2 Manajer Produksi 1

3 Manajer Keuangan 1

4 Manajer Pemasaran 1

5 Bagian Peleburan 20

6 Bagian Perbengkelan 10

7 Pengawasan Mutu 1

8 Bagian Gudang 1

9 Administrasi 1

10 Kasir 1

11 Akuntan 1

12 Pengadaan 2

13 Promosi 2

14 Penjualan 2

Jumlah 45

Sumber: PT. Inti Jaya Logam

Dengan berlakunya peraturan DEPNAKER (Departemen Tenaga Kerja) nomor KEP. 102/MEN/VI/2004 bahwa jam kerja seorang karyawan dalam perusahaan adalah 40 jam kerja per minggu, selebihnya akan dikira sebagai jam lembur. Maka, pengaturan jam kerja karyawan yang berlaku di PT. Inti Jaya Logam dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(35)

Tabel 2.2. Jam Kerja Karyawan

No. Hari

Waktu Kerja (WIB)

Istirahat

1. Senin – Rabu

08.00 - 12.00 13.00 - 16.00

12.00 - 13.00

2. Kamis

08.00 - 12.00 13.00 - 16.30

12.00 - 13.00

3. Jumat

08.00 - 12.00 13.30 - 16.30

12.00 - 13.30

4. Sabtu 08.00 - 12.30 -

Sumber: PT. Inti Jaya Logam

2.4.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Sistem pengupahan di PT. Inti Jaya Logam disesuaikan dengan jabatan, keahlian dan prestasi kerja. Sedangkan untuk besarnya upah terendah yang diberikan kepada pekerja sesuai dengan kebijaksanaan tentang upah minimum.

Pengupahan pada perusahaan ini terdiri atas : 1. Upah pokok

2. Tunjangan berkala 3. Tunjangan kerajinan 4. Tunjangan keahlian khusus


(36)

Penentuan upah pada dasarnya ditetapkan berdasarkan jabatan, keahlian, prestasi kerja dan sebagainya dari karyawan yang bersangkutan. Bagi karyawan yang melakukan kerja lembur akan mendapatkan tambahan upah yang dihitung berdasarkan tarif lembur. Selain itu kesejahteraan bagi pegawai, karyawan pabrik juga diperhatikan dengan adanya jamsostek bagi staff dan karyawan di PT. Inti Jaya Logam.

2.5. Proses Produksi

Proses produksi (Hendra, Manajer Produksi) dari pengecoran logam pada umumnya dilakukan melalui tahapan antara lain sebagai berikut:

1. Pengadukan pasir

Tahapan awal dalam melakukan pengecoran logam adalah pengadukan pasir yang akan digunakan dalam pembuatan cetakan pasir (sand casting). Pasir yang digunakan harus di ayak terlebih dahulu agar pasir silica yang telah mengeras dapat terpisah dengan pasir yang telah halus. Setelah itu, pasir tersebut akan dicampurkan dengan tepung bentonite dengan menggunakan mesin pengaduk. Hal itu bertujuan agar tekstur permukaan cetakan yang terbentuk halus, lengket dan padat sehingga cetakan tidak mudah rusak dan permukaan logam yang terbentuk juga rata dan tidak kasar.

2. Pembuatan cetakan

Setelah pasir yang akan digunakan telah dihaluskan maka dalam tahapan ini, akan dibuat cetakan pasir (sand casting) dari pasir tersebut. Bentuk dari cetakan tersebut akan disesuaikan dengan spesifikasi dari produk aslinya


(37)

dengan membuat mal yang dipahat dengan kayu lunak. Setelah cetakan telah selesai dibuat maka tahap selanjutnya cetakan tersebut diolesi dengan waterglass dan disemprot dengan menggunakan gas CO2 agar permukaan dari

cetakan tersebut keras dan tidak mudah rusak walaupun terkena logam cair yang panas maupun beroksidasi dengan udara bebas. Biasanya cetakan yang dibuat merupakan tipe cetakan tertutup dimana bagian bentuk cetakan terdapat di dalam rongga cetakan dan terdapat satu lubang untuk mengalirkan logam cair ke dalam cetakan tersebut.

3. Pengecoran

Pada tahap ini, pertama kali dapur kupola akan dipanaskan hingga mencapai suhu 2000-3000oC. Setelah dapur kupola tersebut mencapai suhu tersebut, maka batangan logam kemudian akan dimasukkan perlahan-lahan ke dalam dapur kupola kemudian sekitar dua jam kemudian maka aliran logam cair akan mengalir keluar melalui corong yang telah tersedia. Cairan logam yang mengalir tersebut kemudian akan ditampung dengan menggunakan ember besi yang mampu menampung ±50 kg logam cair. Biasanya berat logam yang dicairkan dalam sekali peleburan menggunakan dapur kupola tersebut adalah 2-3 ton sedangkan berat logam cair yang dihasilkan akan mengalami penyusutan 1% dari total berat peleburan yang dilakukan.

4. Pencetakan

Setelah logam cair tersebut telah tertampung dalam ember besi maka langkah selanjutnya logam tersebut akan dituang ke dalam cetakan pasir (sand casting) dengan hati-hati dan cepat agar logam cair tidak mengeras karena beroksida


(38)

dengan udara bebas. Setelah logam cair dituangkan ke dalam cetakan pasir (sand casting) tersebut maka logam tersebut didiamkan selama ±24 jam hingga mengeras. Setelah itu, cetakan akan dibuka atau dipecah perlahan-lahan hingga cetakan pasir (sand casting) tersebut terpisah dari produk yang telah terbentuk.

5. Finishing

Produk yang telah terbentuk tersebut akan dihaluskan permukaannya dengan menggunakan kertas pasir atau mesin gerinda hingga permukaan logam halus dan bersih dari pasir bekas cetakan. Selanjutnya, jika logam tersebut akan dibuat ulir maka uliran logam tersebut dibentuk dengan menggunakan mesin bubut. Setelah itu, langkah terakhir adalah produk tersebut dilakukan pengecatan dengan menggunakan pilox sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen dan dibawa ke tempat penjemuran untuk dikeringkan.

2.5.1. Standar Mutu Bahan / Produk

PT. Inti Jaya Logam memproduksi banyak variasi produk dengan standar mutu sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan. Dibawah ini akan dijelaskan standar mutu dari hanya beberapa jenis produk, seperti:

1. Bushing Cast Iron

Spesifikasi dari jenis dan ukuran dari produk bushing cast iron yakni memiliki ukuran diameter luar 65 cm dan diameter dalam 62 cm. Adapun gambar dari bushing cast iron seperti pada Gambar 2.2.


(39)

Sumber : www.directindustry.com

Gambar 2.2. Bushing Cast Iron

2. Impeller

Spesifikasi dari jenis dan ukuran dari produk impeller yakni memiliki ukuran diameter luar 65 cm dan diameter dalam 62 cm. Adapun contoh produk dari impeller seperti pada Gambar 2.3.

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.3. Impeller

3. Fire Grate

Spesifikasi dari jenis dan ukuran dari produk fire grate yakni memiliki ukuran panjang dengan lebar masing-masing sebesar 100 cm dengan 65 cm. Adapun


(40)

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.4. Fire Grate

4. Baffle plate

Spesifikasi dari jenis dan ukuran dari produk baffle plate yakni memiliki ukuran diameter luar sebesar 40 cm dan panjang 75 cm dan diameter lubang sebesar 0,5 cm. Adapun contoh produk dari baflle plate seperti pada Gambar 2.5.

Sumber : www.hvaccenter.ir


(41)

5. Hanger Bushing

Adapun spesifikasi dari jenis dan ukuran dari produk hanger bushing seperti pada Tabel 2.3. dan contoh produk dari hanger bushing dapat dilihat ada Gambar 2.6.

Tabel 2.3. Spesifikasi Hanger Bushing

Jenis Diameter luar Diameter Dalam Panjang

DS-1 50,0 cm 42,5 cm 10,0 cm

DS-2 30,0 cm 22,5 cm 5,0 cm

Sumber :www.tradeindia.com

Gambar 2.6. Hanger Bushing

6. Cast Bronze

Adapun spesifikasi dari jenis dan ukuran dari produk cast bronze seperti pada Tabel 2.4. dan contoh produk dari cast bronze dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Tabel 2.4. Spesifikasi Cast Bronze

Jenis Diameter Luar Diameter Dalam Panjang

CB 305-04 31,3 cm 18,8 cm 50,0 cm

CB 406-02 37,5 cm 25,0 cm 25,0 cm

CB 507-03 43,8 cm 31,3 cm 37,5 cm


(42)

Tabel 2.4. Spesifikasi Cast Bronze (Lanjutan)

Jenis Diameter Luar Diameter Dalam Panjang

CB 709-08 56,3 cm 43,8 cm 100,0 cm

CB 810-04 62,5 cm 50,0 cm 50,0 cm

Sumber :www.asbbearings.com

Gambar 2.7. Cast Bronze

2.5.2. Bahan Produksi

Bahan yang digunakan oleh PT. Inti Jaya Logam dalam melakukan aktivitas pengecoran terdiri atas tiga jenis yaitu bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang satu sama lainnya saling membutuhkan dalam kelancaran proses produksi.

2.5.2.1.Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama (bahan mentah) yang digunakan dalam membuat sebuah produk. Adapun bahan baku yang dicampurkan dalam pembuatan benda logam yaitu logam Cast Iron. Logam Cast Iron merupakan suatu logam padatan (solid). Logam Cast Iron dapat dilihat pada Gambar 2.8.


(43)

Sumber :indonetwork.co.id

Gambar 2.8. Logam Cast Iron

Adapun asal bahan baku yang digunakan untuk produk utama yaitu berasal dari toko Teguh Jaya yang beralamat di Yos Sudarso, Tanjung Mulia. Jadwal dan jumlah pemesanan bahan baku tergantung pada pesanan tetapi biasanya pemesanan bahan baku dilakukan sebanyak 6-8 ton/dua minggu.

2.5.2.2.Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang akan ditambahkan ke produk agar produk tersebut memiliki karakteristik yang lebih bernilai tambah (value added). Adapun bahan tambahan yang digunakan dalam proses produksi logam adalah :

1. Cat (pilox) yang berfungsi untuk memberi warna pada produk agar lebih

menarik dan agar produk tidak cepat mengalami korosi atau berkarat. Adapun cat (pilox) dapat dilihat pada Gambar 2.9.


(44)

Sumber : www.jopir.wordpress.com

Gambar 2.9. Pilox

2. Krom berfungsi untuk membuat permukaan produk yang dihasilkan menjadi

lebih kilat dan tahan panas atau api. Adapun krom dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.10. Krom

2.5.2.3.Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang membantu terjadinya produk utama contohnya pembakaran logam Cast Iron. Adapun bahan penolong yang digunakan untuk proses pengolahan logam bushing Cast Iron yaitu :


(45)

1. Arang stengkol, dapat juga disebut sebagai batu bara yang akan digunakan dalam pembakaran berbagai jenis logam. Arang stengkol dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.11. Arang Stengkol

2. Pasir Silika merupakan pasir yang bersifat lengket sehingga mudah digunakan dalam membuat sand molding dengan berbagai bentuk dan ukuran. Pasir silica dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.12. Pasir Silika

3. Tepung Bentonite merupakan tepung yang digunakan untuk membuat lapisan pengeras pada bagian luar cetakan. Tepung ini biasanya bewarna putih dan


(46)

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.13. Tepung Bentonite

4. Silikon berfungsi untuk membuat produk yang dihaluskan tidak kaku dan

lunak. Adapun silikon dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.14. Silikon

5. Gas CO2 merupakan gas yang digunakan untuk memadatkan pasir cetakan

agar tidak mudah rusak saat beroksida dengan udara bebas dan lebih kuat saat

logam cair yang panas dituangkan. Adapun gas CO2 dapat dilihat pada


(47)

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.15. Gas CO2

6. Waterglass merupakan air yang kilat yang berfungsi untuk mengkilatkan bagian sisi dari cetakan yang telah dibuat. Adapun waterglassdapat dilihat pada Gambar 2.16

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.16. Water Glass

7. Liquid Petroleum Gas (LPG) merupakan gas yang digunakan sebagai bahan bakar untuk membakar bagian sisi permukaan cetakan agar tetap keras. Adapun Liquid Petroleum Gas (LPG) dapat dilihat pada Gambar 2.17


(48)

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.17. LPG

8. Bensin merupakan sumber bahan bakar yang digunakan untuk melapisi

permukaan cetakan yang akan dibakar secara langsung. Selain itu, bensin juga digunakan untuk media pemasakkan arang menjadi bara api.

9. Arang kayu merupakan sumber bahan bakar yang digunakan untuk menjaga

kestabilan panas dapur kupola dan menjaga agar api dapur kupola tersebut tetap menyala.

10. O2 merupakan gas tabung yang digunakan untuk mempercepat pemanasan api

pada arang stengkol di dapur kupola. Adapun O2 dapat dilihat pada Gambar


(49)

Sumber : PT Inti Jaya Logam

Gambar 2.18. Tabung O2

Bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi logam biasanya

dibeli dari Toko Makmur Meta yang berlokasi di daerah Kim Star, Tanjung

Morawa.

2.5.3. Mekanisme Proses Produksi

Adapun mekanisme proses produksi pengecoran logam yang terdapat pada PT. Inti Jaya Logam adalah sebagai berikut :

1. Mekanisme Proses Pengayakan Pasir

Adapun mekanisme proses pengayakan pasir dapat dilihat pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19. Mekanisme Proses Pengayakan Pasir Pasir Halus Proses Pengayakan

Pasir Silika


(50)

Input : Pasir silika yang masih kasar Output : Pasir yang halus

Peralatan : Pengayak

Feedback : Pasir yang masih kasar dihaluskan kembali 2. Mekanisme Proses Pengadukan Pasir

Adapun mekanisme proses pengadukan pasir dapat dilihat pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20. Mekanisme Proses Pengadukan Pasir Input : Pasir silika dan tepung bentonite

Output : Pasir yang siap digunakan untuk pembuatan cetakan pasir Peralatan : Mesin pengaduk

Feedback : Pasir yang belum tercampur rata maka akan dilakukan pengadukan kembali

3. Mekanisme Proses Pembuatan Cetakan

Adapun mekanisme proses pembuatan cetakan dapat dilihat pada Gambar 2.21.

Gambar 2.21. Mekanisme Proses Pembuatan Cetakan Proses Pembuatan Cetakan Pasir Silika dan Tepung Bentonite Cetakan Pasir (Sand Casting) Feedback Pasir Silika dan Tepung Bentonite Pasir Cetakan Proses Pengadukan Feedback


(51)

Input : Pasir silika dan tepung bentonite Output : Cetakan pasir (Sand Casting) Peralatan : Cetakan

Feedback : Permukaan cetakan masih belum rata dan halus maka cetakan tersebut akan diperbaiki lagi bagian permukaan cetakan tersebut 4. Pengecoran

Adapun mekanisme proses pengecoran dapat dilihat pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22. Mekanisme Proses Pengecoran Input : Cast iron

Output : Cairan logam Peralatan : Dapur kupola

Feedback : Logam yang masih keras dileburkan hingga mencair 5. Pencetakan

Adapun mekanisme proses pencetakandapat dilihat pada Gambar 2.23

Gambar 2.23. Mekanisme Proses Pencetakan Input : Cairan logam

Proses Pencetakan Cairan Logam Produk yang Berbentuk Proses Pengecoran

Cast Iron Cairan

Logam Feedback


(52)

Output : Produk pengecoran yang telah berbentuk Peralatan : Cetakan

Feedback : Dituang logam cair hingga penuh ke dalam cetakan 6. Penghalusan

Adapun mekanisme proses penghalusan dapat dilihat pada Gambar 2.24.

Gambar 2.24. Mekanisme Proses Penghalusan Input : Produk yang permukaannya masih kasar

Output : Produk yang permukaannya telah halus dan sisa penghalusan (Waste)

Peralatan : Gerinda

Feedback : Permukaan logam yang masih kasar akan dihaluskan kembali 7. Penguliran

Adapun mekanisme proses pembuatan ulir dapat dilihat pada Gambar 2.25.

Gambar 2.25. Mekanisme Proses Pembuatan Ulir Input : Produk yang telah dihaluskan

Output : Uliran pada produk dan sisa pemotongan (waste) Peralatan : Mesin Bubut

Proses Penghalusan Produk yang masih

memiliki permukaan yang kasar

Produk yang sudah Halus Permukaannya

dan Waste

Proses Pembutan Ulir Produk yang telah

Dihaluskan

Uliran Pada Produk dan Waste Feedback


(53)

Feedback : Bagian uliran yang masih kasar akan diulirkan kembali 8. Pelapisan krom

Adapun mekanisme proses pelapisan dapat dilihat pada Gambar 2.26.

Gambar 2.26. Mekanisme Proses Pelapisan Input : Produk jadi

Output : Produk jadi yang telah di lapisi krom Peralatan : Cat dan kuas

Feedback : Bagian permukaan produk yang belum dilapisi krom maka akan dilapisi kembali

9. Pengecatan

Adapun mekanisme proses pengecatan dapat dilihat pada Gambar 2.27.

Gambar 2.27. Mekanisme Proses Pengecatan Input : Produk jadi

Output : Produk jadi yang telah di cat Peralatan : Cat dan kuas

Feedback : Bagian permukaan yang belum dicat maka akan dicat kembali Proses Pengecatan

Produk Jadi Produk Jadi yang Telah Di Cat

Proses Pelapisan

Produk Jadi Telah Di Lapisi Krom Produk Jadi yang

Feedback


(54)

2.5.4. Mesin dan Peralatan 2.5.4.1.Mesin Produksi

Adapun mesin yang digunakan untuk melakukan proses pengecoran logam adalah sebagai berikut :

1. Mesin pengaduk adalah mesin yang digunakan untuk melakukan aktivitas

pengadukan atau pencampuran antara dua jenis pasir yang berbeda yang akan digunakan dalam pembuatan sand casting. Adapun spesifikasi mesin pengaduk dapat dilihat pada Tabel 2.5 dan Gambar 2.28.

Tabel 2.5. Spesifikasi Mesin Pengaduk

Spesifikasi Keterangan

Diameter 100 cm

Tinggi 50 cm

Bahan Besi

Daya listrik 0,77 kW

Kecepatan putar 285 rpm

Jumlah 1 buah


(55)

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Gambar 2.28. Mesin Pengaduk

2. Mesin scrap adalah mesin yang digunakan untuk membuat, memotong atau membuat bentuk pada sisi permukaan benda kerja. PT. Inti Jaya Logam memiliki satu mesin skrap dengan tipe B365A dengan spesifikasi seperti pada Tabel 2.6 sedangkan gambarnya dapat dilihat pada Gambar 2.29.

Tabel 2.6. Spesifikasi Mesin Scrap Tipe B365 A

Spesifikasi Keterangan

Panjang maksimum Pelubangan 350 mm

Panjang meja 300 mm

Daya 1,5 kW

Berat Mesin 1200 kg


(56)

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Gambar 2.29. Mesin Scrap

3. Mesin bubut adalah mesin yang digunakan untuk membuat bentuk atau uliran pada logam yang berbentuk tabung atau silinder. Pabrik logam ini memiliki 2 buah mesin bubut tipe CZ 300/1 dengan spesifikasi seperti pada Tabel 2.7 dan mesin bubut dapat dilihat pada Gambar 2.30.

Tabel 2.7. Spesifikasi Mesin Bubut

Spesifikasi Keterangan

Jumlah 2 buah

Kecepatan mesin 850 rpm

Daya 7,5 kW

Panjang meja 1,6 m


(57)

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Gambar 2.30. Mesin Bubut

4. Mesin gerinda adalah mesin yang digunakan untuk menghaluskan sisi

permukaan logam. Pabrik logam ini memiliki satu buah mesin gerinda dengan tipe Bosch GWS8-100C dengan perincian seperti pada Tabel 2.8 dan mesin gerinda dapat dilihat pada Gambar 2.31.

Tabel 2.8. Spesifikasi Mesin Gerinda Bosch GWS8-100C

Spesifikasi Keterangan

Daya listrik 500-700 watt

Objek Stanless steel, Keramik, Logam, Batu

alam dan benda yang lebih keras.

Ukuran 4 inchi

Kecepatan 11000-15000 rpm


(58)

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Gambar 2.31. Mesin Gerinda

5. Mesin las adalah mesin yang digunakan untuk menggabungkan atau

menyambung dua buah benda logam dengan spesfikasi pada Tabel 2.9 dan mesin las dapat dilihat pada Gambar 2.32.

Tabel 2.9. Spesifikasi Mesin Las

Spesifikasi Keterangan

Tegangan 60-80 volt

Sumber arus AC

Jumlah 1 buah


(59)

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Gambar 2.32. Mesin Las

6. Dapur kupola adalah tungku yang digunakan untuk meleburkan batang logam menjadi logam cair dengan suhu 2000-3000oC. Pabrik logam ini memiliki satu buah dapur kupola dengan spesfikasi seperti pada Tabel 2.10 dan dapur kupola dapat dilihat pada Gambar 3.33.

Tabel 2.10. Spesifikasi Dapur Kupola Spesifikasi Keterangan

Diameter tungku 1 meter

Tinggi 5 m

Kapasitas 5-6 ton

Suhu maksimum 5000oC


(60)

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Gambar 2.33. Dapur Kupola

2.5.4.2.Perlatan (Equipment)

Adapun peralatan yang digunakan untuk melakukan proses pengecoran logam adalah sebagai berikut :

1. Ember besi adalah alat yang digunakan untuk menampung cairan logam yang mengalir dari corong dapur kupola. Pabrik logam ini memiliki ember besi dengan spesifikasi seperti pada Tabel 2.11 dan ember besi dapat dilihat pada Gambar 2.34.


(61)

Tabel 2.11. Spesifikasi Ember Besi

Spesifikasi Keterangan

Tinggi 30 cm

Diameter atas 25 cm

Diameter bawah 20 cm

Bahan Stainlees Steel

Jumlah 10 buah

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Gambar 2.34. Ember Besi

2. Mal adalah media yang digunakan untuk membuat pola dari produk yang akan dibuat. Biasanya mal dibuat dengan menggunakan kayu lunak agar mudah dibentuk sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Adapun spesifikasi mal dapat dilihat pada Tabel 2.12 dan mal dapat dilihat pada Gambar 2.35.


(62)

Tabel 2.12. Spesifikasi Pola

Spesifikasi Keterangan

Bahan Kayu Lunak

Ukuran Sesuai dengan produk yang akan dibuat

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Gambar 2.35. Mal Produk

3. Timbangan digunakan untuk menimbang hasil dari setiap produk yang

dihasilkan. Pabrik logam ini memiliki satu buah timbangan dengan spesfikasi seperti pada Tabel 2.13 dan timbangan dapat dilihat pada Gambar 2.36.

Tabel 2.13. Spesifikasi Timbangan Spesifikasi Keterangan

Panjang timbangan 30 cm

Lebar timbangan 15 cm

Tinggi timbangan 50 cm

Berat maksimum 100 kg


(63)

Sumber : PT. Inti Jaya Logam

Gambar 2.36. Timbangan

4. Beko digunakan untuk mengangkut batang logam ke bagian pengecoran.

Pabrik ini memiliki lima buah beko dengan merk PANDA/CHOTA dengan spesifikasi seperti pada Tabel 2.14 dan beko dapat dilihat pada Gambar 2.37.

Tabel 2.14. Spesifikasi Beko Spesifikasi Keterangan

Kapasitas maksimum 130 kg

Berat bersih 13,5 kg

Kapasitas air 65 liter

Kapasitas pasir 0,2 m3

Ukuran 13” x 3”

Warna Merah


(64)

Sumber : PT. Inti Jaya Logam


(65)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Konsep Dasar Himpunan Fuzzy Fuzzy logic1

Fuzzy logic

adalah teknik untuk mengelola istilah linguistik. Teknik ini memperluas ide logika dari sekedar benar/salah untuk memungkinkan kebenaran parsial (atau bahkan kontinu). Pengetahuan yang tidak pasti dan pertimbangan yang tidak presisi adalah aspek penting keahlian dalam menerapkan akal sehat dalam situasi pengambilan keputusan. Dalam fuzzy logic, nilai benar atau salah digantikan dengan derajat pada himpunan keanggotaan.

2

Fuzzy logic dapat bermanfaat karena merupakan sebuah cara yang efektif dan akurat untuk mendeskripsikan persepsi manusia terhadap persoalan pengambilan keputusan. Sebagian besar situasi tidaklah 100 persen benar atau salah. Ada banyak batasan dan masalah pengambilan keputusan yang tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam situasi benar-salah oleh model matematis; berhubungan dengan jenis ketidakpstian yang telah menjadi sifat alamiah manusia. Pemikiran di balik pendekatan ini adalah pegambilan keputusan tidak sekedar persoalan hitam dan putih atau benar dan salah; kerapkali melibatkan area abu-abu, dan hal itu dimungkinkan. Pada kenyataannya, proses kreatif pengambilan keputusan adalah tidak terstruktur, penuh permainan, menimbulkan perdebatan, dan bertele-tele.

1

Turban, Efraim. 2005. Decision Support Systems and Intelligent Systems (Sistem pendukung Keputusan dan Sistem Cerdas). Yogyakarta: Andi. Hal 713.


(66)

atau jika dapat dideskripsikan dalam cara ini, tetap bukan merupakan cara yang terbaik untuk melakukannya.

3.1.1. Himpunan Klasik (Crisp) 3

• Nilai keanggotaan 1 pada himpunan A, μA (1) = 1, karena 1 A.

Pada dasarnya, teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari teori himpunan klasik. Pada teori himpunan klasik (Crisp), keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan A, hanya akan memiliki 2 kemungkinan keanggotaan, yaitu menjadi anggota A atau tidak menjadi anggota A. Suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar tingkat keanggotaan suatu elemen (x) dalam suatu himpunan (A), sering dikenal dengan nama keanggotaan atau derajat keanggotaan, dinotasikan

dengan μA (x). Pada himpunan klasik, hanya ada 2 nilai keanggotaan, yaitu μA (x)

= 1 untuk x menjadi anggota A; dan μA (x) = 0 untuk x bukan anggota dari A.

Contoh 3.1:

Jika diketahui: S = {1, 3, 5, 7, 9} adalah semesta pembicaraan; A = {1, 2, 3} dan B = {3, 4, 5}, maka dapat dikatakan bahwa:

• Nilai keanggotaan 3 pada himpunan A, μA (3) = 1, karena 3 A.

• Nilai keanggotaan 2 pada himpunan A, μA (2) = 0, karena 2 A.

• Nilai keanggotaan 4 pada himpunan B, μB (4) = 0, karena 4 B.

3

Sri Kusumadewi. 2006. Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM). Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal 3-17.


(67)

Contoh 3.2:

Misalkan dimiliki variabel umur yang dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

MUDA umur < 35 tahun

PAROBAYA 35 ≤ umur ≤ 55 tahun

TUA umur > 55 tahun

Nilai keanggotaan secara grafis, himpunan MUDA, PAROBAYA dan TUA ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Himpunan Klasik : (a)MUDA, (b) PAROBAYA, dan (c) TUA.

Pada Gambar 3.1, dapat dilihat bahwa:

• apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan MUDA (μMUDA (34) =

1);

• apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan TIDAK MUDA (μMUDA

(35) = 0);

• apabila seseorang berusia 35 tahun kurang 1 hari, maka ia dikatakan TIDAK

MUDA (μMUDA (35th – 1hr) = 0);

• apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan PAROBAYA


(68)

• apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan TIDAK PAROBAYA

(μPAROBAYA (34) = 0);

• apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan PAROBAYA

(μPAROBAYA (35) = 1);

• apabila seseorang berusia 35 tahun kurang 1 hari, maka ia dikatakan TIDAK

PAROBAYA (μPAROBAYA (35th – 1hr) = 0);

Dari sini dapat dikatakan bahwa pemakaian himpunan klasik untuk menyatakan variabel umur kurang bijaksana, adanya perubahan kecil saja pada suatu nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan.

3.1.2. Himpunan Fuzzy

Teori himpunan fuzzy diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965. Zadeh memberikan definisi tentang himpunan fuzzy , sebagai :

Definisi 3.1:

Jika X adalah koleksi dari obyek-obyek yang dinotasikan secara generik oleh x, maka suatu himpunan fuzzy , dalam X adalah suatu himpunan pasangan berurutan:

=[{x, mA (x)}| x X]

dengan μA (x) adalah derajat keanggotaan x di yang memetakan X ke


(69)

Contoh 3.3.

Misalkan industri kendaraan bermotor ingin meracang sebuah mobil yang nyaman digunakan untuk keluarga besar. Ada 10 model yang telah dirancang dan ditunjukkan dalam variabel X = {x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7, x8, x9, x10}, dengan xi

adalah desain mobil ke-i. himpunan fuzzy, yang merupakan himpunan “mobil yang nyaman digunakan untuk keluarga besar” dapat dituliskan sebagai:

=[{1: 0,6}; {2: 0,3}; {3: 0,8}; {4: 0,2}; {5: 0,1}]

Ada beberapa cara untuk menotasikan himpunan fuzzy, antara lain:

a. Himpunan fuzzy dituliskan sebagai pasangan berurutan, dengan elemen

pertama menunjukkan nama elemen dan elemen kedua menunjukkan nilai keanggotaanya, seperti yang diberikan pada Definisi 3.1.

Contoh 3.4.

Misalkan himpunan fuzzy untuk = PAROBAYA, dapat dituliskan sebagai:

=[{x, μA (x)}| x ฀ X] (1.2)

dengan

Contoh 3.5.

Apabila X adalah variabel fuzzy umur, dengan fungsi keanggotaan seperti terlihat pada Gambar 3.2.


(70)

Gambar 3.2. Fungsi Keanggotaan Untuk Setiap Himpunan Pada Variabel Umur.

Fungsi keanggotaan untuk setiap himpunan pada variabel umur dapat diberikan sebagai berikut:

3.1.3. Fungsi Keanggotaan

Fungsi Keanggotaan (membership fuction) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaaannya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan


(71)

adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang bisa digunakan, yaitu:

1. Representasi linear

Pada representasi linear, pemetaan input ke derajat keanggotannya

digambarkan sebagai suatu garis lurus. 2. Representasi kurva segitiga

Gabungan antara 2 garis linear. 3. Representasi kurva trapezium

Berbentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.

4. Representasi kurva bentuk bahu

Daerah yang terletak di tengah-tengah suatu variabel yang dipresentasikan dalam bentuk segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan naik dan turun.

5. Representasi kurva-S

Kurva pertumbuhan dan penyusutan merupakan sigmoid yang berhubungan dengan kenaikan dan penurunan permukaan secara tak linear.

6. Representasi kurva bentuk lonceng (Bell Curve)

Terbagi atas 3 kelas, yaitu himpunan fuzzy PI, beta, dan Gauss.

3.1.3.1. Representasi Kurva Segitiga

Kurva Segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linear) seperti terlihat pada Gambar 3.3.


(72)

Gambar 3.3. Kurva Segitiga

Fungsi Keanggotaan:

Contoh 3.6:

Fungsi keanggotaan untuk himpunan NORMAL pada variabel temperatur ruangan seperti terlihat pada Gambar 3.4.


(73)

3.2. Metode Fuzzy MADM Dengan Pengembangan4

1. Identifikasi tujuan dan alternative keputusannya, tujuan keputusan dapat direprentasikan dengan menggunakan bahas aalami atau nilai numeris sesuai dengan karakteristik dari masalah tersebut. Jika ada n alternatif keputusan dari suatu masalah , maka alternative-alternatif tersebut dapat ditulis sebagai A = |Ai| i=1,2,….,n|

Joo mengembangkan metode Fuzzy Decision Making (MDM), dalam tiga langkah penting penyelesaian, yaitu representasi masalah, evaluasi himpunan fuzzy, dan menyeleksi alternative yang optimal.

3.2.1. Reprentasi Masalah

Pada bagian ini, ada 3 aktivitas yang harus dilakukan yaitu :

2. Identifikasi kumpulan kriteria, jika ada k kriteriamaka dapat dituliskan C=|Ct|

i=1,2,…,n|

3. Membangun struktur hirarki dari masalah tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Struktur hirarki ini dapatdilihat pada Gambar 3.5.

4


(74)

Tujuan

Kriteria C1 Kriteria C2 Kriteria Ck

Alternatif A1 Alternatif A2 Alternatif An

Gambar 3.5. Struktur Hirarki Permasalahan

3.2.2. Evaluasi Himpunan Fuzzy

Peta pada bagian ini ada 3 aktivitas yang harus dilakukan yaitu:

1. Memilih himpunan Rating untuk bobot-bobot ktiteria, dan derajat kecocokan setiap alternatif dengan kriterianya. Secara umum, himpunan-himpunan Rating terdiri atas 3 elemen, yaitu variabel linguistik (x) yang mempresentasikan bobot kriteria, T(x) yang mempresentasikan Rating dari variabel linguistik dan fungsi keanggotaan yang berhubungan dengan setiap elemen dari T(x). misalnya Rating untuk bobot pada variabel penting untuk suatu kriteria didefenisikan sebagai T(penting) = {SANGAT RENDAH, RENDAH, CUKUP, TINGGI, SANGAT TINGGI}.


(75)

Sesudah himpunan Rating ini ditentukan maka harus ditentukan fungsi keanggotaan untuk setiap rating. Biasanya digunakan fungsi segitiga, dapat dilihat pada Gambar 3.6.

0 1

a b c

)

(

x

µ

x

Gambar 3.6. Bilangan Fuzzy Segitiga

) (x

µ

=

Misal W1 adalah bubut untuk kriteria ; dan Sit adalah Rating fuzzy untuk

darajat kecocokan alternative keputusan A1 dengan kriteria ; dan Fi adalah

indeks kecocokan fuzzy dari alternatif Ai yang yang merepretasikan derajat

kecocokan alternatif keputusan dengan kriteria keputusan yang diperoleh dari hasil agregasi S4 dan Wt.

2. Mengevaluasi bobot-bobot kriteria dan derajat kecatatan setiap alternatif dan kriterianya.

3. Mengagregasikan bobot-bobot kriteria dan derajat kecocokan alternatif

dengan kriterianya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan agregat terhadap hasil keputusan terhadap para pengambil


(76)

keputusan, antara lain: mean, median, max, min, dan operator campuran. Dari beberapa metode tersebut, metode mean yang paling banyak digunakan.

Operator dan adalah operator yang digunakan untuk penjumlahan dan

perkalian fuzzy. Dengan menggunakan operator mean F1 dirumuskan sebagai

Dengan cara mensubstitusikan Sn dan Wt dengan bilangan fuzzy segiiga yaitu Sn= (Oit,Pit,Qit) dan Wt = (at,bt,ct); maka F1 dapat didekati sebagai:

(F1= Y1,Q1,Z1) (1)

Dengan:

(2)

(3)

(4) I = 1,2,...,n

3.2.3. Seleksi Alternatif yang Optimal

Pada bagian ini ada 2 aktivitas yang dilakukan, yaitu :

1. Memproritaskan alternatif keputusan berdasarkan hasil agregasi. Prioritas dari hasil agregasi dibutuhkan dalam rangka proses perangkingan alternatif keputusan. Karena hasil agregasi ini dipresentasikan dengan menggunakan bilangan fuzzy segitiga, maka dibutukan metode perangkingan untuk bilangan fuzzy segitiga. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode nilai


(77)

total integral. Misalkan bilangan fuzzy segitiga , F = (a,b,c), maka nilai total integral dapat dirmuskan sebagai berikut :

(5)

Nilai a adalah indeks keoptimisan yangmempresentasikan derajat keoptimisan bagi pengambil keputusan (0d”ad”1)

Langkah 1: representasi masalah:

a. Tujuan keputusan ini adalah mencari lokasi terbaik untuk menempatkan

pemancar televisi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.Ada 4 alternatif lokasi yang diberikan adalah A = {A1,A2,A3}dengan A1 = Kota baru, A2 = Kaliurang, A3=Piyungan.

b. Ada 5 kriteria keputusan yang diberikan, yaitu C ={C1, C2, C3, C4, C5} c. Struktur hirarki masalah tersebut seperti terlihat pada Gambar 3.7.


(78)

Gambar 3.7. Struktur Hirearki

Langkah 2. Evaluasi himunan fuzzy dari alternatif alternatif keputusan

a. Variabel variabel linguistik yang mempresentasikan bobot kepentingan untuk setiap kriteria, adalah T (kepentingan) W={SR,R,C,T,ST} dengan SR= sangat rendah, R= Rendag, C= Cukup, T= Tinggi; ST= Sangat Tinggi; yang masing masing di presentasikan dengan bilangan fuzzy segitigasebagai berikut :

• SR = (0, 0, 0,25) • R = (0, 0,25, 0,5) • C = (0,25, 0,5 0,75) • T = (0,5 0,75, 1) • ST = (0,75 ,1, 1)

Memilih lokasi yang tepat untuk pemancar televisi

Kedekatan dengan pemancar lain yang

sudah ada C5 Kodisi Keamanan Lokasi C4 Ketinggian Lokasi C1 Ketidak padatan banguanan di sekitar Lokasi C2 Kedekatan dari pusat kota C3 Piyungan A3 Kaliurang A2 Kota Baru A1


(79)

b. Derajatkecocokan alternatif-aternatif dengan kriteria keputusan adalah T (kecocokan) S={SK,K,C,B,SB}, dengan SK= Sangat Kurang, K= kurang,C= Cukup, B=Baik, dan SB= Sangat Baik yang masing masing mempresentasikan dengan bilangan fuzzy segitiga sebagai berikut :

• SK = (0, 0, 0,25) • K = (0, 0,25, 0,5) • C = (0,25, 0,5 0,75) • B = (0,5 0,75, 1) • SB = (0,75 ,1, 1)

c. Rating untuk setiap kriteria keputusan seperti terlihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Rating Kepentingan Untuk Setiap Kriteria

Kriteria C1 C2 C3 C4 C5 Rating Kepentingan ST T C R T

sedangkan derajat kecocokan krieria keputusan dan alternatif seperti telihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Rating Kecocokan Setiap Alternatif Terhadap Setiap Kriteria

Alternatif

Rating Kecocokan

C1 C2 C3 C4 C5

A1 SK K SB SB C

A2 SB B C B SK


(80)

d. Dengan mensubstitusikan bilangan fuzzy segitiga kesetiap variabel linguistik kedalam persamaan diperoleh nilai kecocokan fuzzy seperti terlihat pada Tabel 3.3. dengan detail perhitungan sebagai berikut:

• Pada alternatif A1:

• Pada alternatif A2 :


(81)

Tabel 3.3. Indeks Kecocokan Untuk Setiap Alternatif

Alternatif

Rating Kecocokan Indeks Kecocokan Fuzzy

C1 C2 C3 C4 C5

A1 SK K SB SB C 0,0625;0,2625;0,5500

A2 SB B C B SK 0,1750;0,4000;0,6625

A3 B SB K B B 0,2000;0,4750;0,7750

Langkah 3: menyeleksi alternatif yang optimal

1. Dengan mensubstitusikan indeks kecocokan fuzzy pada Tabel 3.3. ke

persamaan 5 dengan mengambil derajat keoptimisan (α) = 0 (tidak optimis), α =0,5 dan α =1 (sangat optimis), maka akan diperoleh nilai total integral untuk

setiap alternatif seperti terlihat pada Tabel 3.4 sebagai contoh perhitungan

untuk nilai α =0,5 adalah :

(0,2625)+(1-0,5)(0,0625)

(0,4)+(1-0,5)(0,175)

(0,475)+(1-0,5)(0,2)

Tabel 3.4. Nilai Total Integral Setiap Alternatif

Alternatif

Nilai Total Intergal

α =1 α =2 α =3

A1 0,1625 0,2844 0,4063

A2 0,2875 0,4094 0,5313


(82)

2. Dari Tabel 3.4. terlihat bahwa A3 memiliki nilai total integral terbesar berapapun derajat keoptimisannya, sehingga lokasi piyungan akan terpilih sebagai lokasi optimal untuk penempatan pemancar.

3.3. Sistem Pendukung Keputusan5

Pada dasarnya SPK ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputerisasi, yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Sifat interaktif ini dimaksudkan untuk Sistem keputusan tidak bias dipisahkan dari sistem fisik maupun sistem informasi. Kompleksitas sistem fisik menuntut adanya sistem keputusan yang kompleks pula. Untuk memecahkan masalah yang kompleks, diperlukan suatu model pengambil keputusan yang menggunakan instrument metodologik yang mampu mengakomodasi masalah yang multikompleks dengan begitu banyak pihak terkait, yang measing-masing mempunyai persepsi dan kepentingan berbeda.

Guna membantu mempercapat dan mempermudah proses pengambilan keputusan, diperlukan suatu bentuk Sistem Pendukung Keputusan (SPK). Tujuannya adalah untuk membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan yang merupakan hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh/tersedia dengan menggunakan model-model pengambilan keputusan. Ciri utama, sekaligus keunggulan dari SPK tersebut adalah kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak terstruktur.

5


(83)

memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan, seperti prosedur, kebijakan, teknik analisi, serta pengalaman dan wawasan manajerial guna membentuk suatu kerangka keputusan yang bersifat fleksibel.

Adapun ciri-ciri SPK yaitu:

1. SPK bertujuan untuk membantu keputusan-keputusan yang kurang terstruktur dan umumnya dihadapi oleh para manajer yang berada di tingkat puncak

2. SPK merupakan gabungan antara kumpulan model kualitatif dan kumpulan

data

3. SPK memiliki fasilitas interaktif yang dapat mempermudah hubungan antara manusia dengan komputer

4. SPK bersifat luwes dan dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan

yang terjadi.

3.3.1. Dasar-dasar Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan di dalam suatu organisasi merupakan hasil suatu proses komunikasi dan partisipasi yang terus menerus dari keseluruhan organisasi. Hasil keputusan tersebut dapt merupakan pernyataan yang disetujui antar alternatif atau antar prosedur melalui pendekatan yang bersifat individu/kelompok, sentralisasi/desentralisasi, maupun partisipasi/tidak berpartisipasi.


(84)

Proses pengambilan keputusan terdiri dari tiga fase, yaitu: 1. Intelligence

Proses penelurusan dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasi masalah

2. Design

Proses menemukan, mengembangkan, dan menganalisis alternatif tindakan yang bias dilakukan. Tahap ini meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi, dan menguji kelayakan solusi.

3. Choice

Proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan tersebut kemudian diimplementasikan dalam proses pengambil keputusan.

3.3.2. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk6

6

Ibid. Hal 125-126.

Proses analisis kebijakan membutuhkan adanya kriteria sebelum memutuskan pilihan dari berbagai alternatif yang ada. Kriteria menunjukkan definisi masalah dalam bentuk yang konkret dan kadang-kadang dianggap sebagai sasaran yang akan dicapai. Analisis atas kriteria penilaian dilakukan untuk memperoleh seperangkat standar pengukuran, untuk kemudian dijadikan alat dalam membandingkan berbagai alternatif.


(85)

Pada saat pembuatan kriteria, pengambil keputusan harus mencoba untuk menggambarkan dalam bentuk kuantifikasi jika hal ini memungkinkan. Hal itu karena akan selalu ada beberapa faktor yang tidak dapat dikuantifikasikan yang juga tidak dapat diabaikan, sehingga mengakibatkan semakin sulitnya membuat perbandingan. Kenyataan bahwa kriteria yang tidak bias dikuantifikasikan itu sukar untuk diperkirakan dan diperbandingkan hendaknya tidak menyebabkan pengambil keputusan untuk tidak menggunakan kriteria tersebut, karena kriteria ini dapat saja relevan dalam masalah utama di dalam setiap analisis. Bebrapa kriteria yang kemungkinan sangat penting, tetapi sulit dikuantifikasikan adalah faktor-faktor sosial, estetika, keadilan, faktor-faktor politis, serta kelayakan pelaksanaan. Akan tetapi, jika suatu kriteria dapat dikuantifikasi tanpa merubah pengertiannya, maka hal ini harus dilakukan.

Salah satu sifat dari kriteria yang disusun dengan baik adalah relevansinya dengan masalah-masalah kunci yang ada. Setiap kriteria harus menjawab suatu pertanyaan penting mengenai seberapa baik suatu alternatif akan dapat memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi. Keputusan akhir mengharuskan pengambil keputusan untuk memperkirakan bagaimana perbandingan suatu alternatif dengan alternatif lainnya dalam kondisi-kondisi yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Kriteria digunakan untuk membandingkan dampak yang diperkirakan akan muncul dari setiap alternatif yang ada, dan bukan dampak yang terjadi sekarang, dan mengurutkannya sesuai dengan yang dikehendaki.


(86)

Sebagian besar alternatif terurut dengan baik dalam beberapa kriteria, tetapi tidak terlalu baik dalam kriteria lainnya. Harus diingat bahwa kriteria dan arti pentingnya akan menentukan hasil evaluasi terutama jika proses pembandingan benar-benar terkuantifikasi dan terstruktur. Sementara, aturan main ini ditetapkan lebih lanjut untuk memperkecil kecerobohan. Mengulang kembali proses pemilihan kriteria guna mendeteksi jiak ada beberapa faktor penting yang telah terlewatkan atau beberapa kriteria saling tumpang tindih adalah sangat bermanfaat.

Sifat-sifat yang harus diperhatikan dalam memilih kriteria pada setiap persoalan pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1. Lengkap, sehingga dapat mencakup seluru aspek penting dalam persoalan

tersebut. Suatu set kriteria disebut lengkap apabila set ini dapat menunjukkan seberapa jauh seluruh tujuan dapat dicapai.

2. Operasional, sehingga dapat digunkan dalam analisis. Sifat operasional ini mencakup beberapa pengertian, antara lain adalah bahwa kumpulan kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga dapat benar-benar menghayati implikasinya terhadap alternatif yang ada. Selain itu, jika tujuan pengambilan keputusan ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk meyakinkan pihak lain, maka kumpulan kriteria ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan penjelasan atau untuk berkomunikasi. 3. Tidak berlebihan, sehingga menghindari perhitungan berulang.

4. Minimum, agar lebih mengkomprehensifkan persoalan. Dalam menentukan


(87)

sesedikit mungkin. Karena semakin banyak kriteria maka semakin sukar pula untuk dapat menghayati persoalan dengan baik, dan jumlah perhitungan yang diperlukan dalam analisis akan meeningkat dengan cepat

3.3.3. Multi-Atribut Decision Making (MADM)7

MCDM adalah suatu metode pegambilan keputusan untuk menetapkan alternative terbaik dari sejumlah alternative berdasarkan beberapa criteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan tujuannya, MCDM dapat dibagi menjadi 2 model yaitu Atribut Decision Making (MADM) dan Multi-Objective Decision Making (MODM). Seringkali MCDM dan MADM digunakan untuk menerangkan kelas atau kategori yang sama. MADM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam ruang diskret. Oleh karena itu, pada MADM biasanya digunakan untuk melakukan penilaian atau seleksi terhadap beberapa alternatif dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan MODM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah pada ruang kontinyu (seperti permasalahan pada pemrograman matematis). Secara umum dapat dikatakan bahwa, MADM menyeleksi alternative terbaik dari sejumlah alternative, sedangkan MODM merancang alternative terbaik. Perbedaan mendasar terlihat pada Tabel 3.5.

7


(88)

Tabel 3.5. Perbedaan antara MADM dan MODM.

Keterangan MADM MODM

Kriteria (didefinisikan oleh)

Atribut Tujuan

Tujuan Implisit Eksplisit

Atribut Eksplisit Implisit

Alternatif

Diskret, dalam jumlah terbatas

Kontinu, dalam jumlah tak terbatas

Kegunaan Seleksi Desain

3.3.4. Konsep Dasar Multi-Atribut Decision Making (MADM)

Pada dasarnya, proses MADM dilakukan melalui 3 tahap yaitu penyusunan komponen-komponen situasi, analisis, dan sintesis informasi. Pada tahap penyusunan komponen situasi, akan dibentuk tabel taksiran yang berisi identifikasi alternatif dan spesifikasi tujuan, kriteria dan tribute. Salah satu cara untuk menspesifikasikan tujuan situasi |O, i=1,…,t| adalah dengan cara mendaftar konsekuensi yang mungkin dari alternatif yang telah teridentifikasi |Ai, i=1,…,n|.

selain itu juga disusun atribut-atribut yang akan digunakan |ak, k=1,…,m|.

Tahap analisis dilakukan melalui 2 langkah. Pertama, mendatangkan taksiran dari besaran yang potensial, kemungkinan, dan ketidakpastian yang berhubungan dengan dampak-dampak yang mungkin pada setiap alternatif. Kedua, meliputi pemilihan dari preferensi pengambil keputusan untuk setiap nilai, dan ketidakpedulian terhadap resiko yang timbul. Pada langkah yang pertama,


(89)

beberapa metode menggunakan fungsi distribusi |pj(x)| yang menyatakan

probabilitas kumpulan atribut |ak| terhadap setiap alternatif |Ai|. Konsekuen juga

dapat ditentukan secara langsung dari agregasi sederhana yang dilakukan pada informasi terbaik yang tersedia. Demikian pula, ada beberapa cara untuk menentukan preferensi pengambil keputusan pada setiap konsekuen yang dapat dilakukan pada langkah kedua. Metode yang paling sederhana adalah untuk menurunkan bobot atribut dan kriteria adalah dengan fungsi utilitas atau penjumlahan terbobot.

Secara umum, model multi-attribute decision making dapat didefinisikan sebagai berikut :

Definisi 3.2:

Misalkan A = {a1 | i = 1….n } adalah himpunan alternatif – alternatif

keputusan dan C = [c1|j-1….m] adalah himpunan tujuan yang diharapkan maka

akan ditentukan alteratif x0 yang memiliki derajat harapan tertinggi terhadap tujuan-tujuan yang relevan cj.

Sebagian besar pendekatan MADM dilakukan melalui 2 langkah yaitu pertama, melakukan agregasi terhadap keputusan-keputusan yang tanggap terhadap semua tujuan pada setiap alternatif; kedua, melakukan perankingan alternatif- alternatif keputusan tersebut berdasarkan hasil agregasi keputusan.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa, masalah multi attribute decision making (MADM) adalah mengevaluasi m alternatif Ai (i=1,2,…m) terhadap


(90)

bergantung satu dengan lainnya. Matriks keputusan setiap alternatif terhadap setiap atribut X diberikan sebagai:

dimana xij merupakan Rating kinerja alternatif ke-i terhadap atribut ke-j. nilai

bobot yang menunjukkan tingkat kepentingan relative setiap atribut, diberikan sebagai, W.

W = {w1, w2,…., wn}

Rating kinerja (X), dan nilai bobot (W) merupakan nilai utama yang merepresentasikan preferensi absolute dari pengambil keputusan. Masalah MADM diakhiri dengan proses perangkingan untuk mendapatkan alternatif terbaik yang diperoleh berdasarkan nilai keseluruhan preferensi yang diberikan.

3.3.5. Metode-Metode Penyelesaian Masalah MADM

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah MADM, antara lain:

1. Simple Additive Weighting Method (SAW)

Metode SAW sering juga dikenal istilahnya metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pasa setiap alternatif pada setiap atribut.


(91)

2. Weighted Product (WP)

Metode WP menggunakan perkalian untuk menghubungkan rating atribut, dimana rating setiap atribut harus dipangkatkan dulu dengan bobot atribut yang bersangkutan. Proses ini sama hal nya dengan proses normalisasi.

3. ELimination Et Choix TRaduisant la realitE (ELECTRE)

ELECTRE didasarkan pada konsep perangkingan melalui perbandingan berpasangan antar alternatif pada kriteria yang sesuai. Suatu alternatif dikatakan mendominasi alternatif lainnya jika satu atau lebih kriterianya melebihi (disbanding dengan kriteria dari alternatif yang lain) dan sama dengan kriteria lain yang tersisa.

4. Technique for Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) TOPSIS didasarkan pada konsep dimana alternatif terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negative. Konsep ini banyak digunakan pada beberapa model MADM untuk menyelesaikan masalah keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami; komputasinya efisien; dan memiliki kemampuan untuk mengukur kinerja relative dari alternatif-alternatif keputusan dalam bentuk matematis yang sederhana.

Secara umum, prosedur TOPSIS mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Implementasi Fuzzy Inferensi Dan Decision Tree untuk Optimasi Pengukuran Kinerja Guru Dalam Menentukan Kompensasi Merit Pay

1 25 100

Pendekatan Axiomatic Design dalam Fuzzy Multi Criteria Decision Making

1 50 141

Integrasi Metode Dematel (Decision Making Trial And Evaluation Laboratory) dan Balanced Scorecard pada Penentuan Prioritas Pusat Distribusi di PT. XYZ

44 225 144

Model Fungsi Keanggotaan Fuzzy Multi Criteria Decision Making Padaprogram Sertifikasi Guru

0 50 96

Diagnosa Penyakit Hepatitis Menggunakan Fuzzy Multi Criteria Decision Making

8 87 59

Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

6 138 175

Pendekatan Fuzzy Multi-Criteria Decision Making Dalam Penentuan Penugasan Delivery Berdasarkan Kriteria Rute

2 61 56

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN - Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

0 0 7

Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

0 2 22