Uraian sebelumnya memberitahukan pada titik kombinasi input produksi yang optimum perbandingan harga input-output pada produk marjinal harus sama
untuk setiap input produksi yang digunakan. Secara matematis berarti keuntungan dapat dimaksimumkan bila NPM = Px, karena NPM = MPP . Py. Produk marjinal
MPP merupakan perkalian antara elastisitas produksi Ep dengan produksi rata- rata APP. Koefisien regresi bi yang terdapat pada fungsi produksi Cobb-
Douglas menunjukkan elastisitas produksi, maka : MPP = Ep . APP............................................................2.5
2.9 Analisis Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi 1995, analisis pendapatan usahatani adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui alokasi sumberdaya yang ada secara efektif
dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka
miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.
Faktor produksi yang diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani meliputi lahan, tenaga kerja, modal, jumlah tanggungan keluarga dan tingkat
teknologi yang dapat menentukan keberhasilan usahatani. Faktor lain yang juga mampu mempengaruhi keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana
transportasi dan komunikasi, aspek-aspek pemasaran hasil dan bahan usahatani produksi, harga hasil, harga sarana produksi lain, fasilitas kredit dan sarana
penyalur hasil. Pengelolaan usahatani meliputi kemampuan petani dalam menentukan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang bermacam-
macam seefektif mungkin sehingga produksi pertanian memberikan hasil yang lebih baik. Pengelolaan usahatani bukan hanya menyangkut cara memperoleh
hasil semaksimal mungkin dari cabang usahatani yang diusahakan tetapi juga mempertinggi pendapatan dari suatu cabang usahatani.
Dalam teori ekonomi pertanian tingkat pendapatan pertanian menjadi fokus dari setiap tujuan aktivitas usahatani, tinggi rendahnya modal usaha akan
berpengaruh terhadap produksi yang akhirnya kembali berdampak pada pandapatan petani. Menurut Soekarawi 1995, pendapatan usahatani adalah
selisih antara total penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Secara matematis pendapatan usahatani diformulasikan sebagai berikut
: π
= TR – TC.............................................................2.6
Keterangan
π
= Pendapatan usahatani TR = Total Penerimaan
TC = Total biaya.
2.10 Skala Usaha Return To Scale
Skala usaha return to scale adalah gambaran respon produksi ouput terhadap perubahan proporsional dari faktor-faktor produksi yang digunakan
input, respon tersebut yang menggambarkan kegiatan usaha mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. Menurut Debertin
1986 ada tiga kemungkinan hubungan antara input dengan tingkat output, yaitu :
1. Skala usaha dengan hasil yang bertambah increasing return to scale, yaitu
kenaikan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin bertambah. Pada kondisi ini, hasil penjumlahan elastisitas produksi dari tiap
input lebih besar dari satu ∑bi 1. 2.
Skala usaha dengan kenaikkan hasil tetap constan return to scale yaitu pertambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output dengan proporsi
yang sama. Pada keadaan ini, hasil penjumlahan elastisitas produksi dari tiap input sama dengan
satu ∑bi = 1. 3.
Skala usaha dengan kenaikkan hasil yang berkurang decreasing return to scale, yaitu penambahan satu unit input menyebabkan output yang semakin
berkurang. Pada keadaan ini, hasil penjumlahan elastisitas produksi dari tiap input lebih kecil dari satu
∑bi 1.
2.11 Teori Ekonomi Basis
Teori ekonomi basis dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan potensi suatu wilayah dengan wilayah lain dan mengetahui hubungan antar sektor-sektor
dalam suatu perekonomian. Konsep ekonomi basis berguna untuk menganalisa dan memprediksi perubahan dalam perekonomian regional. Selain itu konsep
ekonomi basis juga dapat digunakan untuk mengetahui suatu sektor pembangunan ekonomi dan kegiatan basis, yang dapat melayani pasar ekspor. Menurut Glasson
1997, mengemukakan bahwa perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan
mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau memasarkan barang dan jasa kepada orang-
orang yang datang dari luar perbatasan masyarakat yang bersangkutan setelah barang-barang tersebut mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayahnya
sendiri. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang- barang yang di butuhkan oleh orang-orang bertempat tinggal di dalam batas-batas
perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi, luas lingkup produksi dan daerah pasar mereka
yang terutama adalah bersifat lokal. Menurut Glasson 1997, meningkatnya arus jumlah aktivitas ekonomi
basis di suatu wilayah akan membentuk arus pendapatan ke wilayah tersebut. Dengan meningkatnya arus pendapatan tersebut mereka akan meningkatkan
permintaan terhadap barang-barang dan pelayanan yang dihasilkan oleh sektor bukan basis. Sebaliknya, jika menurunnya aktivitas sektor basis di suatu wilayah
maka akan menurunkan tingkat pendapatan dan permintaan terhadap sektor bukan basis. Karena itu sektor basis dapat dijadikan sebagai penggerak utama perubahan
peningkatan di sektor non basis dan memiliki nilai multiplier atau pengganda basis terhadap pendapatan suatu wilayah. Kategori basis non basis dapat dilihat
dengan dua metode yaitu metode langsung dan tidak langsung. Tapi para pakar ekonomi wilayah lebih memakai metode tidak langsung salah satunya adalah
Metode Location Quotient LQ. Metode Location Quotient LQ merupakan suatu alat analisis untuk melihat peranan suatu sektor tertentu dalam suatu
wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam wilayah yang lebih luas. Teknik Location Quotient LQ adalah teknik yang lazim digunakan dalam
studi empirik. Kelemahan dalam metode Location Quotient LQ adalah