56
6. Warna
Pengukuran warna mie basah didasarkan tiga parameter, yaitu nilai L, a, dan b. Nilai L menunjukkan ketajaman brightness warna, sedangkan
nilai a dan b berguna untuk mengetahui °Hue. Nilai a menunjukkan
tingkatan warna antara merah dan hijau. Nilai a yang positif berarti sampel cenderung berwarna merah. Nilai b menunjukkan tingkatan warna antara
kuning dan biru. Nilai b yang makin positif menunjukkan sampel relatif berwarna kuning Anonim
d
2006. Seiring dengan bertambahnya waktu, nilai L mengalami penurunan. Mie basah mentah yang awalnya berwarna
kuning cerah akan berubah menjadi kecoklatan dan kusam. Mie basah matang akan berubah menjadi kusam.
a. Nilai L ketajaman warna
Gambar 13 menunjukkan perubahan nilai L untuk mie basah mentah yang cenderung turun selama penyimpanan. Mie basah mentah dengan
ekstrak segar bawang mengalami penurunan yang tidak jauh berbeda dengan kontrol sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak segar bawang
putih tidak mempengaruhi perubahan nilai L. Ketajaman warna mie mentah dengan ekstrak segar setelah 0 jam tidak berbeda jauh dengan mie
mentah kontrol.
60.00 62.00
64.00 66.00
68.00 70.00
72.00 74.00
76.00 78.00
80.00
12 24
36 48
60
jam ni
la i L
mie mentah dengan ekstak segar 1:1, 100 mie mentah denga ekstrak segar 2:1, 100
kontrol = mie tanpa penambahan ekstrak segar
Gambar 13. Perubahan nilai L pada pengukuran warna mie basah mentah selama penyimpanan
57 Ketajaman warna mie mentah dengan ekstrak segar pada awal
pengamatan 0 jam lebih tinggi dibandingkan dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut disebabkan penambahan ekstrak segar yang
meningkatkan ketajaman warna pada mie mentah. Secara subjektif, mie mentah dengan ekstrak segar berwarna lebih kuning akibat ekstrak segar
bawang yang berwarna kuning keruh. Berdasarkan uji statistik, ketajaman warna mie mentah yang dibuat
dengan 100 ekstrak segar 2:1 pada awal pengamatan 0 jam dengan mie mentah kontrol tidak menunjukkan perbedaan nyata. Mie mentah
yang dibuat dengan 100 ekstrak segar 1:1 menunjukkan perbedaan nyata dengan mie mentah yang dibuat dengan 100 ekstrak segar 2:1 dan
kontrol Lampiran 21. Mie mentah yang dibuat dengan 100 ekstrak segar 2:1 memiliki
nilai L yang lebih rendah daripada kontrol dan mie mentah yang dibuat dengan 100 ekstrak segar 1:1. Hal tersebut disebabkan kandungan
ekstrak segar yang lebih banyak menurunkan ketajaman warna mie mentah. Penurunan ketajaman warna pada mie mentah disebabkan oleh
warna mie menjadi lebih coklat. Pencoklatan tersebut disebabkan oleh enzim polifenol oksidase yang terdapat pada tepung mengubah warna
kuning mie menjadi kecoklatan. Menurut Miskelly 1996, enzim polifenol oksidase juga disebut
tironase, fenol oksidase, fenolase mengubah senyawa-senyawa fenol menjadi kuinon yang selanjutnya diubah menjadi senyawa melanoid, yaitu
pigmen berwarna gelap. Aktivitas maksimum enzim ini adalah pada pH 8.4.
Mie mentah yang dibuat dengan 100 ekstrak segar 1:1 dan 2:1 memiliki pH sebesar 8.72 dan 8.26 pada awal pengamatan 0 jam. Nilai
pH tersebut adalah rentang nilai pH dimana enzim PPO bekerja maksimum. Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa mie mentah
dengan ekstrak segar sejak awal pengamatan mengalami penurunan ketajaman warna yang konstan. Ketajaman warna nilai L akan mulai
58 terlihat relatif stabil jika nilai pH turun dibawah pH maksimum atau
substrat enzim telah habis bereaksi. Secara subjektif, mie mentah yang dibuat dengan 100 ekstrak
segar 1:1 mulai rusak setelah 54 jam, mie mentah yang dibuat dengan 100 ekstrak segar 2:1 setelah 57 jam, dan mie mentah kontrol setelah 44
jam. Ketajaman warna mie mentah yang dibuat dengan 100 ekstrak segar 1:1 dan 2:1 setelah 54 dan 57 jam cenderung stabil. Sedangkan
ketajaman warna mie mentah kontrol mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Menurut standar mikrobiologis, mie mentah dengan ekstrak
segar telah rusak setelah 36 jam, namun ketajaman warnanya juga turun secara konstan, tidak ada perubahan drastis. Hasil-hasil tersebut
mengindikasikan bahwa kerusakan mie tidak berpengaruh signifikan terhadap ketajaman warna mie mentah.
Berdasarkan Gambar 13, ketajaman warna mie mentah dengan ekstrak segar tidak menunjukkan perbedaan jauh dengan mie mentah
kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak segar bawang tidak mampu mempertahankan ketajaman warna pada mie basah mentah.
60.00 62.00
64.00 66.00
68.00 70.00
72.00 74.00
76.00 78.00
80.00
12 24
36 48
60
jam n
ila i L
mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100 mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100
kontrol = mie tanpa penambahan ekstrak segar
Gambar 14. Perubahan nilai L pada pengukuran warna mie basah matang selama penyimpanan
Perubahan nilai L ketajaman warna pada mie matang tidak seperti pada mie mentah. Nilai L cenderung bervariasi dan relatif stabil selama
59 penyimpanan. Nilai L akhir jam ke-60 jika dibandingkan dengan nilai L
awal jam ke-0 tidak terlalu berbeda, sehingga dapat dikatakan untuk mie basah matang tidak terjadi perubahan nilai L yang signifikan. Hal tersebut
terutama disebabkan oleh enzim polifenol oksidase PPO dalam tepung yang sudah terinaktivasi akibat proses perebusan. Perubahan warna pada
mie matang terlihat tidak signifikan, hanya warnanya terlihat kusam. Grafik perubahan ketajaman warna mie basah matang dapat dilihat
pada Gambar 14. Berdasarkan uji statistik, ketajaman warna mie matang yang dibuat dengan 100 ekstrak 1:1 dan 2:1 dan kontrol tidak berbeda
nyata. Pada mie matang tidak begitu terlihat pengaruh jumlah ekstrak segar dalam perubahan ketajaman warna.
Perubahan ketajaman warna antara mie matang yang dibuat dengan 100 ekstrak 1:1 dan 2:1 tidak terlalu berbeda. Nilai L kedua mie tersebut
selama penyimpanan relatif stabil dan tidak mengalami perubahan berarti. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan jumlah ekstrak segar bawang
tidak berpengaruh terhadap ketajaman warna mie matang selama penyimpanan. Mie matang kontrol mengalami penurunan ketajaman
warna secara konstan selama penyimpanan, berbeda dengan mie matang dengan ekstrak segar bawang.
Pada mie mentah, perubahan warna terutama disebabkan oleh enzim polifenol oksidase. Pada mie matang, enzim tersebut menjadi inaktif
akibat perebusan, sehingga penyebab perubahan warna kemungkinan besar disebabkan oleh aktivitas mikroba. Mie matang memiliki nilai a
w
yang cukup tinggi 0.938-0.970 yang memudahkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak.
Secara subjektif, mie matang yang dibuat dengan 100 ekstrak segar 1:1 dan 2:1 mulai terdeteksi tanda-tanda kerusakan setelah 42 jam,
dan mie matang kontrol setelah 44 jam. Mie matang dengan ekstrak segar selama penyimpanan menunjukkan ketajaman warna yang relatif stabil
sehingga dapat dikatakan kerusakan mie tidak berpengaruh terhadap warna mie matang dan sebaliknya. Mie matang kontrol menunjukkan
ketajaman warna yang terus menurun secara konstan seiring penyimpanan
60 berjalan. Setelah mie matang kontrol terdeteksi kerusakannya secara
subjektif 44 jam, terjadi penurunan nilai ketajaman warna mie yang lebih besar, sehingga dapat dikatakan kerusakan mie matang
mempengaruhi ketajaman warna mie matang kontrol. Menurut standar mikrobiologis, mie matang yang dibuat dengan
100 ekstrak segar 1:1 telah rusak setelah 12 jam, mie matang yang dibuat dengan 100 ekstrak segar 2:1 setelah 24 jam, dan mie matang
kontrol setelah 36 jam. Ketajaman warna mie matang dengan ekstrak bawang pada jam-jam tersebut cenderung stabil, sedangkan mie matang
kontrol mengalami penurunan berarti setelah 36 jam. Berdasarkan hasil di atas, dapat dilihat bahwa ketajaman warna mie
matang dengan ekstrak segar bawang cenderung stabil selama penyimpanan, dimana mie matang kontrol cenderung turun. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ekstrak segar bawang relatif mampu mempertahankan ketajaman warna pada mie matang.
b. Derajat Hue