Alisin Sifat Antimikroba Bawang Putih

14 Struktur kimia alisin dapat dilihat pada Gambar 3. Kestabilan senyawa tiosulfiant tergantung dari pelarut, suhu, konsentrasi dan kemurnian. Tiosulfinat mengalami beberapa perubahan yang tergantung pada suhu, pH dan kondisi pelarut untuk membentuk senyawa-senyawa yang lebh stabil, seperti disulfida, trisulfida, alilsulfida, vinil dithiins, ajoene dan merkaptosistein Nagpurkar et al., 2000. Gambar 2. Struktur kimia alisin

a. Alisin

Alisin dialil tiosulfinat pertama kali ditemukan oleh Cavalito dan Bailey pada tahun 1944. Sifat-sifat antara lain tidak stabil terhadap panas, stabil dalam asam atau basa pada konsentrasi rendah, larut air 2.5 pada 10 °C, tidak larut dalam larutan karbon alifatik n-heksan Whitmore dan Naidu, 2000. Sementara Harrison 2005, menyatakan bahwa alisin adalah cairan kuning berminyak, berbau tajam bersifat sangat reaktif, sedikit larut air, larut dalam alkohol dan oksidator kuat. Menurut Nagpurkar et al., 2000, alisin larut dalam pelarut organik, terutama pelarut polar, namun kurang dapat larut dalam air. Senyawa-senyawa turunan alisin yang larut minyak antara lain senyawa sulfida, dialil sulfida, dialil disulfida, dialil trisulfida, alil metil, trisulfida, dithiins, dan ajoene. Sementara yang larut air adalah senyawa turunan sistein, seperti S-alilsistein, S-alil merkaptosistein, dan S-metil sistein. Komponen larut air dari alisin lebih stabil dibandingkan komponen larut minyaknya. Alisin terbentuk dari reaksi hidrolisis senyawa alliin +S-alil-L- sistein-S-oksida dengan bantuan enzim alliinase. Enzim alliinase mengkatalisis beberapa perubahan senyawa sulfur dalam bawang putih, salah satunya perubahan alliin menjadi alisin. Dalam hal ini, alliin berfungsi sebagai prekursor alisin. Enzim alliinase menghidrolisis alliin 15 menjadi asam 2-propensulfinat. Asam 2-propensulfinat tersebut kemudian berdimerisasi dan membentuk alisin Whitmore dan Naidu, 2000. Dua macam aktvitas alliinase telah diketahui terdapat dalam bawang putih. Salah satunya spesifik untuk alliin dan isoalliin, dan yang lainnya untuk methiin. Aktivitas alliinase untuk alliin dan isoalliin memiliki pH optimum 4.5 dan membelah 97 substratnya dalam 0.5 menit pada 23 °C. Aktivitas terhadap methiin memiliki pH optimal 6.5, membelah 97 substratnya dalam 5 menit. Aktivitas alliinase tergantung pada pH dan suhu, serta dapat dideaktivasi secara ireversibel pada pH 1.5-3.0. Enzim ini terdapat lebih banyak 10 kali di siung dibandingkan pada daun, dan menyusun sekitar 10 total protein siung bawang putih Nagpurkar et al., 2000. Reaksi pembentukan alisin terjadi apabila bawang putih dirusak atau mengalami proses pengolahan seperti diiiris atau dipotong. Senyawa-senyawa yang berperan dalam pembentukan alisin, alliin dan enzim alliinase terdapat dalam kompartemen berbeda dalam sel bawang putih sehingga tidak dapat bereaksi. Ketika bawang putih dipotong atau dirusak, kompartemen tersebut ikut rusak dan memungkinkan adanya reaksi antara alliin dan enzim alliinase. Gambar 3. Reaksi pembentukan alisin Schmidt, 1994 16 Menurut Block 1985 seperti yang dikutip Whitmore dan Naidu 2000, enzim alliinase membutuhkan kofaktor, yaitu piridoksal fosfat, yang bereaksi pada substrat, membentuk kompleks dengan enzim. Ikatan kompleks ini juga termasuk interaksi elektrostatis dari substrat dengan ion logam. Gugus alkali dari enzim memindahkan proton dalam substrat yang menyebabkan disolusi substrat dan melepaskan asam 2-propensilfonat, amonia dan piruvat. Reaksi pembentukan alisin secara singkat dapat dilihat pada Gambar 4. Amagase et al., 2001 mengemukakan bahwa alisin hanyalah sebuah senyawa transisi yang mudah terdekomposisi menjadi senyawa- senyawa sulfida lainnya, seperti ajoene dan dithiin. Dekomposisi alisin dapat membentuk ajoene, dimana tiga molekul alisin membentuk dua molekul ajoene Whitmore dan Naidu, 2000. Barone dan Tansey 1977 seperti yang dikutip Feldberg et al., 1977, mengemukakan bahwa bawang putih dan alisin mengganggu metabolisme sel Candida albicans dengan cara inaktivasi protein, penghambatan kompetitif dari senyawa sulfidril, atau dengan penghambatan non-kompetitif dari fungsi enzim melalui oksidasi. Hipotesis yang dikemukakan adalah pada level statis atau sidal, alisin mengganggu metabolisme sel dalam Candida dengan menonaktifkan protein melalui oksidasi senyawa tiol esensial menjadi disulfida. Hal ini menghambat secara kompetitif aktivitas senyawa sulfidril melalui interaksi dengan glutation atau sistein. Penghambatan non-kompetitif dari fungsi enzim disebabkan oksidasi terhadap gugus SH pada lokasi allosterik enzim. Feldberg et al., 1988 menyatakan alisin dapat mempengaruhi replikasi selular yang melibatkan sintesis DNA atau RNA. Hal yang juga mungkin terjadi adalah alisin mempengaruhi RNA polimerase atau menghambat degradasi mRNA dan sintesis RNA.

b. Ajoene