Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Penelitian Terdahulu

2. Bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi pada biaya dan penjualan terhadap produksi, sumberdaya, dan keuntungan yang diperoleh Taman SYIFA?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Menentukan tingkat kombinasi ouput obat tradisional pada Taman Obat Sfifa yang dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum. 2. Menganalisis bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi pada biaya dan penjualan terhadap produksi, sumberdaya, dan keuntungan yang diperoleh Taman SYIFA.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan dalam menentukan kombinasi produksi yang menghasilkan produksi yang optimal sehingga keuntungan yang maksimum dapat dicapai dengan mempertimbangkan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh Taman SYIFA. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional

Masyarakat Indonesia telah mengenal obat tradisional berbahan baku alami dalam berbagai bentuk dan setiap daerah memiliki ciri khas masing-masing. Pemakaian obat tradisional di Indonesia telah berlangsung secara turun temurun sejak jaman nenek moyang. Untuk melindungi konsumen maupun industri obat tradisional maka pemerintah menetapkan undang-undang dan peraturan mengenai obat tradisional.

2.1.1 Sejarah Obat Tradisional

Sejak lama manusia menggunakan tumbuhan dan bahan alam lain sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit, menyembuhkan dan mencegah penyakit tertentu, mempercantik diri serta menjaga kondisi badan agar tetap sehat dan bugar. Dari catatan sejarah diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan tumbuhan telah dikenal masyarakat sejak masa sebelum masehi. Hingga saat ini penggunaan tumbuhan atau bahan alam sebagai obat tersebut dikenal dengan sebutan obat tradisional. 3 Indonesia sebelum era kemerdekaan terdapat pula kegiatan pengumpulan data dan informasi tentang pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan yang dilakukan oleh dua orang berkebangsaan Belanda, yaitu J. Kloppenburg- Versteegh dan Martha C. van Wijk-Fransz. Keduanya mengakhiri kegiatannya dengan menerbitkan buku masing-masing, yakni Indische Planten en Haar Geneeskracht atau Tumbuh-tumbuhan Indonesia dan Khasiatnya untuk 3 www.litbang.depkes.go.id diakses tanggal 25 Februari 2008 Kesehatan dan Marthas Indische Kruiden Recepten Boek atau Buku resep- resep tumbuhan Indonesia . Buku yang pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, menjadi dua jilid dan beredar bebas. 4 Pada zaman kerajaan-kerajaan Indonesia, misalnya Keraton Surakarta, pengetahuan tentang ramuan-ramuan obat dari bahan alam ini telah dibukukan kedalam Kawruh Bab Jampi Jawi atau Pengetahuan tentang Jamu Jawa, yang diterbitkan pada tahun 1858 dan memuat sebanyak 1734 ramuan jamu. Awalnya sebagai bahan baku obat tumbuh-tumbuhan yang digunakan diambil dari tumbuhan liar yang tumbuh di sekeliling tempat tinggalnya. Ketika tumbuh- tumbuhan di sekitar tempat tinggal tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan, maka mulailah pencarian bahan baku yang dilakukan di tempat yang lebih jauh, bahkan sampai ke wilayah hutan. Obat-obat nabati tersebut berasal dari tumbuhan liar yang umurnya tidak seragam sehingga mutunya tidak seragam pula. Oleh karena itu, pembudidayaan sumber bahan baku tersebut mulai dilakukan. 5 Masuknya penjajahan Belanda ke Indonesia lambat laun menggeser pengetahuan tentang obat alam pada masyarakat karena pengetahuan Barat mulai berkembang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya pengetahuan tentang obat alam, bahkan hingga enggan menggunakan karena dianggap obat kampung dan tidak berkhasiat. Padahal kenyataan menunjukkan bahwa tidak seperti yang diduga, obat alam mampu berperan dalam mengatasi masalah kesehatan, yang ternyata dari jaman dahulu pada saat obat kimia belum dikenal, nenek moyang kita mampu bertahan hidup serta mampu menurunkan generasi-generasi penerus. 4 Sejarah Jamu, www.sidomuncul.com diakses tanggal 6 Februari 2008 5 Sejarah Jamu, www.sidomuncul.com diakses tanggal 6 Februari 2008 Hal tersebut merupakan bukti bahwa obat alam memiliki kemampuan menanggulangi masalah kesehatan yang dihadapi. Walaupun kedatangan penjajah Belanda sempat mengikis kepedulian masyarakat pada obat alam, namun kenyataan menunjukkan bahwa kepedulian tersebut tidaklah punah. Hal ini terbukti jaman perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, dalam rangka mengantisipasi kurangnya obat-obatan bagi para pejuang kemerdekaan, para dokter yang bertugas di medan perang mulai beralih pada obat yang berasal dari alam, khususnya tumbuh-tumbuhan. Semangat cinta obat alam yang telah ditunjukkan oleh Prof. Dr. M. Sardjito mempelopori penyusunan buku tentang formula obat-abat alam, yang kemudian diberi nama Formularium Medicamentorum Soloensis oleh Drs. Med. Ramali seorang pejuang di Surakarta. Maka ketika dunia barat mendengungkan semboyan Back To Nature , Indonesia sebenarnya telah mendahului memanfaatkan obat alam dalam pelayanan kesehatan, hanya saja karena lambannya pertumbuhan semangat cinta obat alam tersebut, maka sampai kinipun perjuangan untuk memulihkan kedudukan obat alam dalam dunia kesehatan masih harus terus lakukan. 6

2.1.2 Definisi Obat Tradisional

Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun- temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi 6 Sejarah Jamu, www.sidomuncul.com diakses tanggal 6 Februari 2008 kesehatan , dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh. 7 Menurut definisi Departemen Kesehatan RI yang dimaksud dengan obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pada kenyataannya bahan obat tradisional yang berasal dari tumbuhan porsinya lebih besar dibandingkan yang berasal dari hewan atau mineral, sehingga sebutan untuk obat tradisional hampir selalu identik dengan tanaman obat karena sebagian besar obat tradisional bahan bakunya berasal dari tanaman obat. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Badan POM RI mengelompokkan obat bahan alam Indonesia menjadi tiga kelompok yaitu : 1. Jamu merupakan sediaan alami dengan bahan baku tanaman obat dalam bentuk sederhana yang khasiat penggunaannya berdasarkan pada data atau pengalaman empiris secara turun temurun. 2. Herbal terstandar merupakan sediaan obat alami yang telah terstandarsisasi dan lolos uji preklinik uji khasiat dan toksisitas pada hewan percobaan. 3. Fitofarmaka merupakan sediaan alami dengan bahan baku tanaman obat yang telah terstandardisasi dan lolos uji preklinis dan uji klinis pada pasien. 7 Obat Tradisional, www.wikipedia.org diakses tanggal 25 Februari 2008

2.1.3 Undang-Undang dan Peraturan Mengenai Obat Tradisional

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I Pasal 1: 1. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik. 2. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sariaan gelenik, atau campuran dari bahan tesebut yang secara tururn temurundigunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 Bab V Pasal 40 ayat 2 menyatakan sediaan farmasi yang berupa bahan obat tradsional dan kosmetik serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan. Untuk industri obat tradisional skala besar, standar yang berlaku adalah buku Materia Medika. Dalam Bab VI Pasal 34 menetapkan penandaan yang tercantum pada pembungkus, wadah, etiket, dan atau brosur harus berisi informasi mengenai: 1. Nama obat tradisional dan nama dagang 2. Komposisi 3. Bobot, isi, atau jumlah obat dalam setiap wadah 4. Dosis pemakaian 5. Khasiat atau kegunaan 6. Kontra indikasi apabila ada 7. Kadaluarsa 8. Nomor pendaftaran 9. Nomor kode produksi 10. Nama industri atau alamat sekurang-kurangnya nama kode dan kata-kata Indonesia 11. Untuk obat tradisional lisensi harus dicantumkan nama dan alamat pemberi lisensi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2461992 dalam kerangka pengembangannya mengklasifikasikan obat tradisional menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Kelompok jamu, yaitu obat tradsional yang bahan bakunya adalah simplisia yang sebagian besar belum mengalami standarisasi dan belum pernah diteliti, bentuk sediaan masih sederhana berwujud serbuk seduhan, rajangan untuk seduhan, dan sebagainya. 2. kelompok lainnya adalah kelompok fitoterapi yang lebih dikenal dengan fitofarmaka, yaitu obat tradisional yang bahan bakunya adalah simpisia yang telah mengalami standarisasi dan telah dilakukan penelitian atas sediaannya, kegunaannya jelas, dan dapat diandalkan. Surat Edaran Badan POM No. PO.01.04.4.41.526 tahun 2007 mengenai penggunaan Bahasa Indonesia pada penandaan obat tradisional dan suplemen makanan. Dalam upaya melindungi masyarakat dari risiko penggunaan produk obat tradisional dan suplemen makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, manfaat dan kesalahan penggunaan, sesuai : • Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka; • Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.41.1381 Tahun 2005 tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan maka : 1. Penandaan Obat tradisional dan suplemen makanan yang diedarkan di Indonesia, harus menggunakan bahasa Indonesia; 2. Penandaan obat tradisional impor danatau suplemen makanan impor selain menggunakan bahasa aslinya harus menggunakan bahasa indonesia; 3. Apabila penandaan obat tradisional danatau suplemen makanan tidak menggunakan bahasa indonesia, sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 di atas, maka izin edarnya dapat dibatalkan. Definisi industri obat tradisional dan industri kecil obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246MenkesPerV1990 adalah: 1. Industri Obat Tradisional IOT adalah industri yg memproduksi obat tradisional dengan total aset di atas Rp 600.000.000 enam ratus juta rupiah, tidak termasuk harga tanah dan bangunan 2. Industri Kecil Obat Tradisional IKOT adalah industri obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp 600.000.000 enam ratus juta rupiah, tidak termasuk harga tanah dan bangunan.

2.1.4 Bahan Baku Obat Tradisional

Bahan baku obat tradisional adalah tanaman yang memiliki khasiat obat. Temulawak, kunyit, kencur dan jahe adalah kelompok tanaman rimpang- rimpangan Zingiberaceae, yang digunakan dalam hampir semua produk obat tradisional. Kelompok tanaman rimpang-rimpangan tersebut telah dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai produk seperti simplisia, minuman instan, sirup, dan lainnya. Temulawak Curcuma xanthorrhiza yang saat ini dicanangkan sebagai minuman kesehatan nasional, tergolong komoditas multifungsi. Kandungan minyak atsiri, kurkuminoid, xanthorrizol dan pati didalam rimpang temulawak memungkinkan penggunaan yang luas di dalam penyembuhan berbagai penyakit anti kolesterol, antioksidan, penanggulangan penyakit hati, gangguan pencernaan, dll. Sebagai obat anti kolesterol dan penanggulangan penyakit hati Hepato- protector , rimpang temulawak bisa dibuat menjadi berbagai jenis produk dalam bentuk kapsul, tablet dan minuman penyegar. Meskipun di pasaran beredar obat kimia dengan bahan aktif sintetis laktulosa, fosfolipid dan chelidonin yang bersifat koleritikum, tetapi karena harga yang mahal dan adanya efek samping dari obat-obatan tersebut, maka peluang pasar untuk produk industri farmasiminuman kesehatan dan produk IOTIKOT berbahan baku temulawak terbuka luas. Produk fitofarmaka berupa bahan jadi berbentuk tabletkaplet untuk menanggulangi gangguan hati hepato-protektor diproduksi dengan bahan baku utama ekstrak temulawak. Kunyit Curcuma domestica, dengan kandungan utama kurkumin dan minyak atsiri, berfungsi untuk pengobatan hepatitis, antioksidan, gangguan pencernaan, anti mikroba broad spectrum, anti kolesterol, anti HIV, anti tumor menginduksi apostosis, menghambat perkembangan sel tumor payudara hormone dependent and independent, menghambat ploriferasi sel tumor pada usus besar dose-dependent, anti invasi, anti rheumatoid arthritis rematik, mempunyai prospek yang cerah pada sektor industri hilir dalam berbagai bentuk ekstrak, minyak, pati, makananminuman, kosmetika, produk farmasi dan IKOTIOT. Produk farmasi berbahan baku kunyit, mampu bersaing dengan berbagai obat, misalnya untuk peradangan sendi arthritisrheumatoid atau osteo- arthritis berbahan aktif natrium deklofenak, piroksikam, dan fenil butason dengan harga yang relatif mahal atau suplemen makanan Vitamin-plus dalam bentuk kapsul. Pasar dan industri produk bahan jadi dari ekstrak kunyit berupa suplemen makanan dalam bentuk kapsul Vitamin-plus pasar dan industrinya sudah berkembang. Suplemen makanan dibuat dari bahan baku ekstrak kunyit. Kencur Kaempferia galanga di dunia kesehatan digunakan untuk pengobatan gangguan pencernaan, saluran pernafasan dan campuran ramuan afrodisiak, juga digunakan untuk industri kosmetika berbasis bahan alam, sehingga sangat potensial dikembangkan di sektor hilir dalam bentuk ekstrak, minyak dan suplemen makanan atau minuman. Dewasa ini perusahaan kosmetika, berlomba-lomba memproduksi jenis produk perawatan wajah dan kulit berbahan baku alami, terutama untuk pemutih. Bahan sintetis untuk pemutih kulit seperti AHA Alpha Hydroxy Acid, banyak menimbulkan efek samping iritasi dan bersifat karsinogenik, membuka peluang penggunaan bahan alami. Turunan minyak atsiri dari rimpang kencur etil-para metoksi sinamat EPMS merupakan sumber bahan baku potensial untuk pemutih dan tabir surya pada kosmetika. Obat tradisional terstandar dari rimpang segar kencur dengan potensi pasar luas dewasa ini adalah minuman kesehatan beras kencur. Produk jadi minuman beras kencur terbuat dari bahan utama rimpang segar kencur. Jahe Zingiber officinale Rosc. merupakan salah satu jenis komoditas tanaman obat yang tergolong tinggi permintaannya baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagian besar rimpang jahe digunakan untuk bahan baku makanan asinan jahe, permen jahe dan minuman instan jahe. Fungsi utama jahe di dalam pengobatan tradisional adalah untuk mengeluarkan angin, pengobatan rematik, menghangatkan tenggorokan dan campuran ramuan afrodisiak. Hampir tidak ada obat fitofarmaka yang diproduksi di dalam negerimenggunakan bahan baku utamanya jahe, kecuali sebagai bahan ambahan untuk produk obat tertentu, sebagian besar simplisia jahe digunakan oleh IOT dan IKOT sebagai bahan baku jamu. Jenis produk jadi yang prospektif dikembangkan dengan bahan baku utama jahe adalah herbal terstandar untuk obat batuk dan minuman kesehatan instan jahe. Selain itu, kandungan gingerol dan shogaol yang tinggi terutama pada jahe merah, potensial dikembangkan sebagai obat fitofarmaka untuk penyembuhan kanker dengan dukungan penelitian yang kuat. Produk jadi minuman kesehatan instan jahe, terbuat dari bahan utama rimpang segar jahe.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai optimalisasi telah banyak dilakukan peneliti–peneliti sebelumnya dengan komoditi atau produk dan pada aspek yang berbeda. Penelitian– penelitian tersebut antara lain : Nur Asyiah 2001 melakukan penelitian berjudul Optimalisasi Produksi Nenas Kaleng di PT. INNI Pioneer Food Industri, Kerawang, Jawa Barat. Penelitian tersebut menggunakan metode program linear dengan bantuan program komputer LINDO sebagai alat analisis. Kendala yang diperhitungan terdiri dari kendala bahan baku, bahan penolong dan kendala permintaan pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat produksi aktual PT INNI Pioneer Food Industri sebesar 1.199.420 kaleng dengan 20 jenis nenas kaleng lebih tinggi dan bervariasi dari pada tingkat produksi optimal yang menurut hasil olahan program linear sebesar 868.350 kaleng dengan 16 jenis nenas kaleng. Jumlah produksi pada kondisi aktual leboh besar daripada jumlah produksi saat optimal dikarenakan adanya tujuan–tujuan yang tidak diungkapkan sehingga tidak memungkinkan bagi peneliti untuk memformulasikan dalam Goal Programming. Selain itu juga terdapat kendala lain yang tidak diungkapkan pihak perusahaan serta adanya kesalahan data dan informasi yang diberikan oleh perusahaan. Dengan berproduksi pada tingkat optimal maka akan didapat keuntungan total sebesar Rp 1.532.879.000 akan tetapi keuntungan ini bukan sebenarnya karena tidak semua komponen biaya dihitung. Sumberdaya yang digunakan belum optimal karena adanya bahan baku yang berlebih pada nenas Grade C dan D serta gula. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Nur Asyiah 2001 adalah meneliti tingkat optimalisasi produksi pada suatu unit bisnis dan memperhitungkan kendala bahan baku dan kendala permintaan pasar. Selain itu, alat bantu untuk menganalisis adalah dengan menggunakan program komputer LINDO. Sedangkan perbedaannya adalah komoditi yang diteliti dan kendala bahan penolong yang diperhitungkan pada penelitian Nur Asyiah. Sukma 2001 melakukan penelitian dengan judul Optimalisasi Produksi Susu Olahan di Pabrik Milk Treatment Koperasi Peternakan Bandung Selatan Pengalengan. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah linear progamming. Kendala pembatas yang diperhitungkan adalah kendala bahan baku, bahan penolong, kendala jam kerja mesin, kendala transfer, kendala jam tenaga kerja langsung, dan produksi minimum. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa untuk mencapai optimalisasi produksi, KPBS harus meningkatkan produksi susu pasteurisasinya yaitu susu cup coklat, cup strauberri, dan fresh milk, mempertahankan produksi susu pack pada tingkat aktual serta mengurangi produksi dan penjualan susu dingin. Peneliti juga melakukan analisis sensitivitas dan pasca optimal. Analisis pasca optimal dilakukan dengan 2 skenario. Skenario pertama dengan menaikan keuntungan susu pack di atas range. Dan skenario kedua dilakukan dengan menurunkan keuntungan fresh milk dibawah range yang diingikan. Hasil dari analisi pasca optimal adalah peningkatan susu pack yang akan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dan keuntungan yang dicapai lebih tinggi apabila keuntungan susu pack meningkat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Sukma 2001 adalah meneliti tingkat optimalisasi produksi pada suatu unit bisnis, memperhitungkan kendala bahan baku, dan kendala jam kerja mesin. Selain itu, alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah linear progamming dengan bantuan program komputer LINDO. Sedangkan perbedaannya adalah komoditi yang diteliti dan kendala pembatas yang diperhitungkan seperti bahan penolong, kendala transfer, kendala jam tenaga kerja langsung, dan produksi minimum. Marilis 2002 melakukan penelitian dengan judul Optimalisasi Produksi Obat Tradisional di PT. XYZ Jakarta. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah linear progamming dengan bantuan program komputer ABQM. Kendala pembatas yang diperhitungkan adalah bahan simplisia dan non simplisia, bahan pengemas, tenaga kerja langsung, jam mesin, dan target produksi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perusahaan belum melakukan produksi secara optimal. Tingkat produksi jamu optimal pada PT. XYZ lebih tinggi daripada produksi aktualnya dengan jenis jamu yang diproduksi sama dengan kondisi aktualnya sebanyak 14 jenis. Pada kondisi aktual, diproduksi 2.866.888 sachet sedangkan pada kondisi optimal disarankan untuk memproduksi jamu sebanyak 3.115.490 sachet. Berdasarkan hasil olahan solusi optimal dapat diketaui bahwa 36 dari 43 sumberdaya merupakan sumberdaya yang berlebih. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti perusahaan belum merencanakan pengadaan sumberdaya dengan baik. Selain itu, kesulitan mendapatkan sumberdaya tertentu menyebabkan perusahaan sengaja membeli dalam jumlah banyak untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Marilis 2002 adalah meneliti tingkat optimalisasi produksi obat tradisional pada suatu unit bisnis, dan memperhitungkan jam kerja mesin. Selain itu, alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah linear progamming. Sedangkan perbedaannya adalah kendala pembatas yang diperhitungkan seperti bahan simplisia dan non simplisia, bahan pengemas, tenaga kerja langsung, target produksi dan program komputer yang digunakan adalah ABQM. Wisnoe Marety 2005 melakukan penelitian berjudul Optimalisasi Produksi Nata De Coco di PT. FITS Mandiri. Penelitian tersebut menggunakan metode program linear dengan bantuan program komputer LINDO sebagai alat analisis. Kendala yang diperhitungan terdiri dari kendala bahan baku, bahan penolong dan kendala permintaan pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat produksi aktual PT. FITS Mandiri sebesar 16.835 cup untuk nata de coco bentuk kubus dan 158.006 cup untuk nata de coco bentuk slice. Dengan tingkat produksi tersebut, perusahaan sebenarnya masih dapat mengoptimalkan jumlah produksinya menjadi 27. 200 cup untuk nata de coco bentuk kubus dan 172.800 cup untuk nata de coco bentuk slice. Keuntungan perusahaan yang diperoleh apabila berproduksi pada kondisi optimal juga akan meningkat sebesar 14,39 persen Rp 4.283.571. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Wisnoe Marety 2005 adalah meneliti tingkat optimalisasi produksi pada suatu unit bisnis, memperhitungkan kendala bahan baku, kendala permintaan pasar dan menggunakan metode program linear dengan bantuan program komputer LINDO sebagai alat analisis. Sedangkan perbedaannya adalah komoditi yang diteliti dan kendala pembatas yang diperhitungkan seperti bahan penolong. Uding Sastrawan 2006 melakukan penelitian berjudul Optimalisasi Produksi Obat Tradisional pada KTO Enggal Damang Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Penelitian tersebut menggunakan metode program linear dengan bantuan program komputer LINDO sebagai alat analisis. Kendala yang diperhitungan terdiri dari kendala lahan, kendala bahan baku, kendala jam tenaga kerja lapangan, kendala jam kerja mesin, kendala modal untuk upah tenaga kerja lapangan, dan kendala permintaan pasar. Berdasarkan hasil olahan optimalisasi produksi dapat diketahui bahwa KTO Enggal Damang belum melakukan produksi secara optimal. Tingkat produksi obat tradsional pada kondisi optimal lebih besar daripada produksi aktualnya dengan jenis obat tradisional yang sama yaitu, 14 jenis. Pada kondisi aktual, produksi obat tradisional sebesar 63.360 kapsul, sedangkan pada kondisi optimal disarankan memproduksi sebesar 131.629 kapsul. Dengan menerapkan tingkat produksi yang optimal, laba kotor yang diperoleh KTO Enggal Damang sebesar Rp 13.437.330 atau 109,1 persen lebih tinggi dibandingkan laba kotor aktualnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Uding Sastrawan 2006 adalah meneliti tingkat optimalisasi produksi obat tradisional pada suatu unit bisnis, memperhitungkan kendala bahan baku, kendala jam kerja mesin, kendala permintaan pasar, dan menggunakan metode program linear dengan bantuan program komputer LINDO sebagai alat analisis. Sedangkan perbedaannya adalah komoditi yang diteliti dan kendala pembatas yang diperhitungkan seperti kendala lahan, kendala jam kerja lapang, dan kendala modal untuk upah tenaga kerja lapang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah meneliti tingkat optimalisasi produksi pada suatu unit bisnis dengan mempertimbangkan beberapa kendala pada bisnis tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah tempat penelitian, waktu penelitian, dan penetapan kendala yang digunakan.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis