Sementara itu, Valverde, Humphrey dan Lopez del Paso 2003 melakukan penelitian untuk menganalisis dampak dari penggunaan ATM dan alat
pembayaran elektronik terhadap biaya bank dengan studi kasus di Spanyol. Penelitian mereka menggunakan komposit, translog, serta fungsi biaya fourier
cost functional form . Dalam periode 1999-2004, hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa penggunaan ATM serta alat pembayaran elektronik dapat menghemat lima trilliun euro di Spanyol. Biaya operasional tiap bank dapat
dihemat sebesar 45 persen atau 7,2 persen per tahun.
2.4.3. Pengaruh Sistem Pembayaran Elektronik terhadap Permintaan Uang
Penelitian yang membahas sistem pembayaran elektronik terhadap permintaan uang dilakukan oleh Rachmat 2005. Peneliti ini mengkaji pengaruh
jumlah ATM di Indonesia terhadap permintaan uang pada kurun waktu Januari 2000 hingga Desember 2004. Dengan menggunakan metodologi ECM didapatkan
hasil bahwa kenaikan 1 persen jumlah ATM dalam jangka pendek secara signifikan berpengaruh negatif terhadap permintaan uang M1 sebesar 0,078601
persen. Sementara itu, jumlah ATM dalam jangka panjang tidak mempengaruhi permintaan uang M1. Jumlah ATM juga berpengaruh kepada kebijakan moneter
secara umum. Rinaldi 2001, seorang ekonom dari Universitas Leuven Belgia, dalam
penelitiannya mengkaji pengaruh dari kartu debet dan kredit, ATM, EFT-POS serta gerai EFT-POS terhadap jumlah uang tunai uang beredar di negara Belgia.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keseluruhan variabel dalam penelitian terkointegrasi. Dalam jangka panjang, terdapat hubungan negatif antara gerai-
gerai EFT-POS dan ATM terhadap jumlah uang tunai yang beredar, namun terhadap jumlah kartu ATM berhubungan positif meskipun lemah. Dari uji Error
Correction Model yang dilakukannya, Rinaldi 2001 mengestimasi dalam jangka
pendek jumlah ATM berhubungan positif dengan permintaan jumlah uang tunai yang beredar.
Sementara itu, berdasarkan analisis data dari 1998:1 hingga 2005:4, Warjiyo 2006 menganalisis pengaruh pembayaran non-tunai terhadap permintaan uang
M1 di Indonesia. Peneliti ini memakai dua pendekatan sebagai indikator pembayaran non-tunai, rasio konsumsi masyarakat dengan uang kartal CPCUR
serta rasio konsumsi masyarakat dengan ATMCPATM. Dari kedua indikator tersebut menunjukkan hasil yang sama, dimana pembayaran non-tunai
mengurangi permintaan untuk M1.
2.4.4. Dampak Pengenaan Tarif terhadap Penggunaan APMK
Terkait erat dengan topik ini, Hannan et. al 2001 mengkaji motif serta pengenaan tarif dalam penggunaan alat pembayaran kartu, terutama kartu ATM,
terhadap preferensi nasabah bank yang tidak mengenakan dan mengenakan tarif layanan ini. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kemungkinan sebuah
lembaga keuangan mengenakan tarif layanan atas penggunaan ATM oleh nasabah berhubungan positif dengan kelembagaan pasar dari fasilitas ATM yang
disediakan bank, serta berhubungan terbalik dengan distribusi lokasi dan kepadatan ATM itu sendiri. Sebagaimana para peneliti ini kutip dari penelitian
Matutes dan Padilla 1994 serta Saloner dan Sheppard 1995, keberadaan ATM
merupakan cara bagi sebuah bank untuk menarik masyarakat menjadi nasabah di bank mereka,. Model penelitian yang diestimasi dalam penelitian mereka, yaitu:
1 1
2 2
3 3
Pr 1
Y X
X X
β β
β β
= = Φ +
+ +
2.6 dimana
Φ adalah besaran distribusi normal kumulatif cumulative normal distribution
, X
1
, X
2
, X
3
adalah vektor dari kelembagaan, pasar, serta karakteristik politik. Sedangkan,
β adalah konstanta, dan
β
i
adalah koefisien dari vektor. Dalam penelitian lain, McAndrews 2001 mengkaji model spasial alternatif
untuk menggambarkan keputusan bank dalam mengenakan tarif dan foreign fees. Hasil penelitiannya menunjukkan pengenaan tarif layanan ATM oleh pasar bank-
bank akan semakin besar seiring dengan datangnya pendatang bank baru yang melayani nasabahnya dengan ATM.
Sementara itu, dalam topik yang masih terkait, Humphrey, Pulley, dan Vessala 1996 mengkaji penggunaan dari alat pembayaran elektronik ATM,
POS, substitusi alat pembayaran paper based dengan electronic payment system dalam hubungannya dengan teori permintaan harga relatif, pendapatan,
kelembagaan, kebiasaan penduduk di 14 negara maju. Hasil penelitian mereka menunjukkan penggunaan alat pembayaran elektronis secara berkelanjutan dalam
kurun waktu 1987 hingga 1993 semakin meningkat seiring dengan perubahan kelembagaan, pola perilaku pembayaran masyarakat, pendapatan masyarakat.
Perkembangan tiap-tiap negara dalam penelitian ini berbeda-beda tergantung budaya, sejarah, dan kelembagaan masing-masing negara. Hasil yang cukup
menarik, bahwa elastisitas permintaan penggunaan alat pembayaran paper giro,
electronic giro, dan kartu kredit ini terhadap tarifnya sangat kecil berkisar antara
0,09 euro dan 0,26 euro. Model penelitian yang diestimasi dalam penelitian mereka, yaitu:
Ii = f P
j
, GDP, POS, ATM, I
j,t-1
, Cash, Crime, CR 5 2.7
dimana I
i
adalah jumlah transaksi tiap orang per tahun dalam penggunaan cek, paper giro
, giro elektronik, kartu kredit dan kartu debit. P
j
adalah tarif layanan dari masing-masing alat pembayaran. Sedangkan GDP adalah GDP riil per kapita.
POS dan ATM adalah jumlah terminal POS dan ATM per orang. Sementara itu, I
j,t-1
adalah penggunaan masing-masing alat pembayaran pada tahun sebelumnya. CASH adalah nilai riil transaksi tunai per orang. CRIME adalah tingkat kejahatan,
dan CR5 adalah rasio konsentrasi aset dari lima bank terbesar. Sementara itu, Bolt, Humphrey dan Uittenbogaard 2005 mengkaji
pengaruh dari pengenaan tarif transaksi terhadap pengadopsian alat pembayaran elektronis dalam tinjauan negara Belanda dan Norwegia. Hasil penelititan mereka
menunjukkan pengaruh yang kecil dalam substitusi ATM dengan kartu debet jika dibandingkan dengan substitusi giro warkat dan giro elektronik. Penggunaan alat
pembayaran elektronik kartu debet dan giro elektronik di Norwegia dapat menghemat 0,7 trilliun euro 0,35 persen dari GDP 2004, sedangkan di Belanda
dapat menghemat 2,9 trilliun euro 0,61 persen dari GDP.
2.5. Kerangka Pemikiran