Evolusi Sistem Pembayaran Sistem Pembayaran 1. Definisi

Berdasarkan pengertian di atas, maka suatu sistem pembayaran terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut: 1. Politikkebijaksanaan yang dianut, bersifat normatif, menerangkan mengenai tujuan dan manfaat yang diharapkan dapat dicapaidiperoleh dari sistem pembayaran. 2. Lembagaorganisasi yang terkait dalam sistem pembayaran. 3. Sistem hukum yang berlaku. 4. Alat-alat pembayaran yang lazim dan dinyatakan sah untuk dipergunakan. Unsur-unsur sistem pembayaran di atas memperlihatkan bahwa sistem pembayaran suatu negara adalah unik. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat terjadi perbedaan antara sistem pembayaran suatu negara dengan negara lainnya. Implikasinya, kondisi serta perilaku masyarakat untuk memegang uang berkaitan erat dengan sistem pembayaran yang dianut dalam perekonomiannya. Mereka akan lebih memilih alat pembayaran yang paling murah biayanya dan paling nyaman digunakan. Carl Menger dalam Global Insight 2003 mengungkapkan bahwa nilai-nilai subjektif masyarakat juga berperan dalam sistem pembayaran tidak hanya tergantung pada karakteristik objektifnya. Kajian ini merupakan kritikan kepada analisis Adam Smith ekonom klasik yang tidak menghitung nilai-nilai preferensi dari masyarakat dalam perekonomian, yang sebenarnya merupakan dasar dalam seluruh kegiatan perekonomian.

2.1.2. Evolusi Sistem Pembayaran

Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan perekonomian, hampir berabad-abad lamanya sistem pembayaran telah berevolusi. Dalam beberapa dekade terakhir perubahan tersebut terasa sangat cepat seiring dengan kemajuan teknologi yang juga sangat pesat. Pengelolaan pembayaran menjadi semakin terotomatisasi melalui pengelolaan yang semakin mengandalkan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi Purusitawati, 2000. Selanjutnya, dalam uraian di bawah ini akan dibahas bagaimana evolusi ini berlangsung hingga bermuara ke sistem pembayaran elektronik. Dalam perekonomian yang masih terbelakang, masyarakat mempergunakan cara barter. Transaksi secara barter merupakan akar dari evolusi sistem pembayaran. Karena barter menghadapi masalah kesetaraan nilai, maka dipergunakanlah commodity money berupa emas atau perak serta koin. Masalah ini muncul setelah adanya kesadaran masyarakat bahwa transaksi akan semakin efektif dan efisien apabila masyarakat mempergunakan “sesuatu” yang digunakan sebagai alat pembayaran. Karena emas dan perak tidak praktis, maka evolusi ini berlanjut dengan penggunaan uang fiat uang kepercayaan. Uang fiat adalah uang kertas yang diumumkan oleh pemerintah sebagai alat transaksi Miskhin, 2001. Kelebihan dari uang kertas ini adalah lebih ringan daripada koin emas atau perak. Pembayaran sistem barter, commodity money, serta uang fiat dapat dikelompokkan menjadi sistem pembayaran tunai. Sistem pembayaran ini merupakan sistem pembayaran yang paling sederhana, dan paling banyak digunakan untuk transaksi dalam perekonomian, terutama di negara-negara berkembang. Sebab, dalam sistem pembayaran tunai dana dapat dengan mudah ditransferkan secara instan tanpa adanya biaya lain seperti waktu, transaksi, dsb Listfield dan Montes-Negret, 1994 Dalam kasus perekonomian Indonesia, untuk menjaga kualitas uang uang kartal, uang fiat yang beredar di masyarakat, Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan yang diambil tersebut adalah pengeluaran dan pengedaran uang emisi baru, serta melanjutkan program public education mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah Bank Indonesia, 2006 b . Beberapa standar fisik keaslian uang kartal fiat untuk menjaga dari penyalahgunaan dan pemalsuan diantaranya adalah ukuran, bahan, warna kertas yang unik, denominasi uang, serta pengaman tinta khusus, watermark, benang pengaman, gambar tembus pandang, microtext, dll. Setelah penggunaan uang fiat semakin meluas, bukan berarti evolusi ini telah berhenti. Penggunaan uang kertas ini juga menyimpan berbagai biaya, dari keamanan, biaya transportasi, hingga biaya transaksi yaitu pengenaan tarif dalam transaksi. Selain itu, uang fiat hanya bisa digunakan sebagai alat transaksi sepanjang adanya kepercayaan kepada lembaga yang berwenang mengeluarkannya dan pencetakannya sudah dalam tahap sukar untuk dipalsukan Miskhin, 2001. Selanjutnya, pengembangan sistem pembayaran berlanjut dengan penggunaan cek. Alat pembayaran ini sempat meluas penggunaannya di beberapa negara maju, terutama di Amerika Serikat. Namun, seperti uang fiat ternyata penggunaan cek juga membutuhkan biaya. Beberapa jenis cek hanya bisa dicairkan dalam jangka waktu tertentu. Penggunaan cek juga memerlukan keterlibatan satu atau lebih bank, yaitu transfer dana deposito dari rekening bank pihak pembayar ke rekening bank penerima pembayaran. Dalam sistem pembayaran non tunai seperti cek, jumlah nominal dana yang ditransaksikan harus secara spesifik ditulis, begitupun juga nama pihak pembayar dan penerima pembayaran. Tidak seperti sistem pembayaran tunai, dalam penggunan cek terjadi dua proses, yaitu aliran cek secara fisik, serta transfer dana yang digunakan dalam transaksi tersebut Listfield dan Montes-Negret, 1994. Kedua proses ini membutuhkan biaya waktu dan transportasi, karena cek bersifat front-office payments , yang hanya bisa dicairkan di kantor bank yang bersangkutan. Berdasarkan hambatan biaya tersebut maka evolusi ini berlanjut hingga dikembangkannya sistem pembayaran yang berdasarkan elektronik. Perkembangan ini ditunjang pula dengan kemajuan teknologi komputer yang sedemikian cepat. Perkembangan alat-alat pembayaran tersebut mengarah dari pengelolaan secara manual menjadi pengelolaan terinformatisasi Purusitawati, 2000. Sistem pembayaran elektronis mampu mengatasi masalah dalam penggunaan uang fiat serta cek yang berdasarkan kertas. Masalah tersebut berkisar pada ketidakpraktisan dan ketidaknyamanan untuk dipegang, serta adanya biaya transportasi untuk melangsungkan transaksi antara pembayar payer dan penerima pembayaran payee. Pada sistem ini, transaksi yang terjadi antar bank dapat berlangsung tanpa ada biaya pemrosesan seperti pada alat pembayaran berdasarkan kertas. Sistem pembayaran elektronis memiliki efektifitas khususnya dalam transaksi yang bervolume tinggi dengan nilai transaksi yang kecil, terutama dalam perekonomian yang sedang berkembang yang memiliki akses teknologi yang terbatas Listfield dan Montes-Negret, 1994. Efektifitas ini ditandai pula oleh adanya perubahan penandatanganan secara manual menjadi penandatanganan secara elektronik pada alat-alat pembayaran Purusitawati, 2000 Pada dekade 1970-an dan 1980-an elektronifikasi dalam sistem pembayaran mulai berkembang. APMK yang memudahkan masyarakat bertransaksi di langsung di tempat penjualan point of sale, POS dan berbiaya rendah menjadi fenomena. Varian pertama dari alat pembayaran ini yang mulai dikenal masyarakat adalah kartu kredit. Berawal dari kajian pemasaran yang cukup mendalam pada tahun 1958 Bank of America mengenalkan kartu kredit dengan nama BankAmericard. Global Insight, 2003. Untuk kepentingan ekspansi bisnis maka bank-bank penerbit BankAmericard mendirikan Visa pada tahun 1977. Penggunaan kartu kredit memungkinkan nasabah mendapatkan barang dan jasa secara kredit, dan melunasinya dengan cek atau rekeningnya yang berada pada bank pemegang lisensi penerbit kartu kredit tersebut Visa, Mastercard, dll. Perkembangan ini terus berlanjut dengan penemuan varian-varian alat pembayaran elektronis lain seperti kartu debet, smart cards, internet banking, dll.

2.1.3. Karakteristik Sistem Pembayaran yang Efektif