dimana =
P M
d
permintaan uang riil =
p
Y pendapatan permanen, ukuran Friedman untuk kesejahteraan
=
m
r pengembalian yang diharapkan expected return dari memegang uang
b
r = pengembalian yang diharapkan expected return dari memegang obligasi
=
e
r pengembalian yang diharapkan expected return dari memegang saham
=
e
π perkiraan
inflasi tanda +, - di bawah menunjukkan korelasi antara parameter di atasnya dengan
permintaan uang riil. Karena permintaan terhadap aset berhubungan positif dengan kesejahteraan,
permintaan uang money demand berhubungan dengan konsep kesejahteraannya Friedman yaitu pendapatan permanen. Hal ini bertolak belakang dengan konsep
pendapatan yaang kita pahami, yaitu bahwa pendapatan kita memiliki likuiditas yang lebih kecil, karena pergerakan pendapatan hanya bersifat transit saja untuk
disalurkan ke pihak yang lain.
2.3. Pengukuran Kuantitas Uang
Sebagaimana yang kita ketahui dalam evolusi sistem pembayaran, banyak jenis aset yang digunakan sebagai uang dari emas, uang fiat, hingga pada e-
money . Hal ini menyisakan permasalahan, sebab bagaimana kuantitas uang dapat
diukur dalam perekonomian sedangkan uang kini bukanlah merupakan aset tunggal. Setiap individu bisa menggunakan berbagai aset untuk melakukan
transaksi, seperti uang tunai atau cek, meskipun sebagian aset lebih nyaman daripada yang lainnya.
Sekali kita menerima logika memasukkan deposito permintaan dalam persediaan uang, banyak aset lain yang juga bisa dimasukkan. Dana dalam
rekening tabungan, misalnya, bisa dengan mudah ditransfer menjadi rekening cek dan bisa dengan mudah digunakan untuk transaksi. Oleh karena itu, aset ini bisa
dimasukkan dalam kuantitas uang Mankiw, 2000. Karena sukar menilai secara pasti aset mana yang seharusnya dimasukkan
dalam penawaran uang, tiap-tiap negara menggunakan uang beredar dengan jenis yang beragam. Jenis-jenis uang yang beredar tersebut didefinisikan berdasarkan
komponen yang tercakup di dalamnya. Komponen tersebut pada umumnya adalah ketiga jenis uang yang telah dikenal di masyarakat uang kartal, uang giral, dan
uang kuasi. Dengan demikian, sesuai dengan cakupan uang beredar yang beragam, jenis uang pun beragam, mulai dari pengertian yang paling sempit
hingga yang paling luas. Uang kartal merupakan pengertian uang yang paling sempit narrow money.
Berdasarkan permasalahan di atas, di bawah ini merupakan ukuran dari kuantitas uang menurut aset-aset yang digunakan di Indonesia.
Tabel 2.1. Hubungan M0, M1, dan M2 Simbol Cakupan
Aset M0
Uang kartal di masyarakat + uang kartal di bank + giro masyarakat di BI + giro bank di BI
M1 Uang kartal + uang giral
M2 Uang kartal + uang giral + uang kuasi
Sumber: Solikin dan Suseno 2002
2.4. Penelitian Terdahulu
Pada bagian terdahulu Bab 1 dari skripsi ini dijelaskan secara teperinci mengenai urgensi dari analisis sistem pembayararan elektronik Topik serta
permasalahan yang dapat dieksplorasi dari sistem pembayaran ini sangat luas. Secara umum riset yang telah dilakukan oleh para peneliti dapat dikotomikan
menjadi beberapa bahasan utama, yaitu substitusi alat pembayaran tunai-non tunai, manfaat sistem pembayaran elektronik, pengaruh alat pembayaran
elektronik terhadap permintaan uang, serta pengaruh pengenaan tarif layanan terhadap penggunaan alat pembayaran elektronik.
2.4.1. Substitusi Alat Pembayaran Tunai-Non Tunai
Berdasarkan hasil survey terhadap empat ribu orang yang menjadi nasabah di bank-bank Austria pada periode 1997-2002, Stix 2002 berkesimpulan bahwa
pembayaran dengan kartu kredit, ATM, kecuali electronic purse payments secara signifikan berpengaruh terhadap permintaan jumlah uang tunai yang dipegang
masyarakat, dan tidak berpengaruh terhadap jumlah uang yang beredar. Hasil estimasinya menunjukkan bahwa seseorang yang selalu menggunakan kartu debit
dan ATM untuk transaksi permintaan uang tunainya berturut-turut lebih kecil 20 persen dan 18 persen dibandingkan kelompok orang yang lain. Sementara itu
seseorang yang selalu menarik dananya di bank withdraw dan melakukan pembayaran secara elektronis memiliki memiliki uang tunai 30 persen lebih kecil
daripada kelompok orang yang lain. Sementara itu kajian yang lebih menarik dilakukan oleh Humphrey et al
2001. Di negara Norwegia dalam periode 1989 hingga 1995, 60 persen sistem
pembayarannya telah beralih menjadi berbasis elektronik. Sedangkan, sistem pembayaran elektronis hanya mencakup 23 persen dari sistem pembayaran non
tunai Amerika Serikat. Hasil ini menggambarkan substitusi alat pembayaran di Eropa lebih cepat daripada di Amerika.
Selanjutnya, Snellman dan Vesalla 1999 menggunakan kurva Gompertz S untuk mengkaji elektronifikasi dan substitusi antara pembayaran tunai dan non-
tunai di Finlandia. Substitusi dan penggunaan sistem pembayaran elektronis di negara ini pada dekade 1990-an sangat cepat dibandingkan perekonomian di
negara lain. Namun, berdasarkan penelitian mereka dipekirakan bahwa substitusi pembayaran di negara itu mulai mengalami penurunan mature. Disebutkan pula
bahwa di negara tersebut 60 persen dari keseluruhan transaksi perekonomian masih menggunakan uang tunai cash.
2.4.2. Manfaat Sistem Pembayaran Elektronik
Berdasarkan data survei di Norwegia pada periode 1989-1995, Humphrey, Kim, and Vale 2001 menyimpulkan efisiensi berdasarkan pengenaan tarif yang
tepat akan sangat besar pengaruhnya terhadap penggunaan alat pembayaran elektronis. Preferensi masyarakat dalam penggunaan alat pembayaran elektronis
dipengaruhi secara signifikan oleh tarif layanan oleh bank. Sebab sistem pembayaran elektronis lebih rendah biayanya daripada sistem pembayaran
berbasis warkat paper based payments
.
Apabila Norwegia 100 persen mempergunakan sistem pembayaran elektronis dan menggantikan sistem
pembayaran berbasis kertas, hal ini mampu menghemat 188orang atau sekitar 0,6 persen GDP negara tersebut.
Sementara itu, Valverde, Humphrey dan Lopez del Paso 2003 melakukan penelitian untuk menganalisis dampak dari penggunaan ATM dan alat
pembayaran elektronik terhadap biaya bank dengan studi kasus di Spanyol. Penelitian mereka menggunakan komposit, translog, serta fungsi biaya fourier
cost functional form . Dalam periode 1999-2004, hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa penggunaan ATM serta alat pembayaran elektronik dapat menghemat lima trilliun euro di Spanyol. Biaya operasional tiap bank dapat
dihemat sebesar 45 persen atau 7,2 persen per tahun.
2.4.3. Pengaruh Sistem Pembayaran Elektronik terhadap Permintaan Uang
Penelitian yang membahas sistem pembayaran elektronik terhadap permintaan uang dilakukan oleh Rachmat 2005. Peneliti ini mengkaji pengaruh
jumlah ATM di Indonesia terhadap permintaan uang pada kurun waktu Januari 2000 hingga Desember 2004. Dengan menggunakan metodologi ECM didapatkan
hasil bahwa kenaikan 1 persen jumlah ATM dalam jangka pendek secara signifikan berpengaruh negatif terhadap permintaan uang M1 sebesar 0,078601
persen. Sementara itu, jumlah ATM dalam jangka panjang tidak mempengaruhi permintaan uang M1. Jumlah ATM juga berpengaruh kepada kebijakan moneter
secara umum. Rinaldi 2001, seorang ekonom dari Universitas Leuven Belgia, dalam
penelitiannya mengkaji pengaruh dari kartu debet dan kredit, ATM, EFT-POS serta gerai EFT-POS terhadap jumlah uang tunai uang beredar di negara Belgia.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keseluruhan variabel dalam penelitian terkointegrasi. Dalam jangka panjang, terdapat hubungan negatif antara gerai-
gerai EFT-POS dan ATM terhadap jumlah uang tunai yang beredar, namun terhadap jumlah kartu ATM berhubungan positif meskipun lemah. Dari uji Error
Correction Model yang dilakukannya, Rinaldi 2001 mengestimasi dalam jangka
pendek jumlah ATM berhubungan positif dengan permintaan jumlah uang tunai yang beredar.
Sementara itu, berdasarkan analisis data dari 1998:1 hingga 2005:4, Warjiyo 2006 menganalisis pengaruh pembayaran non-tunai terhadap permintaan uang
M1 di Indonesia. Peneliti ini memakai dua pendekatan sebagai indikator pembayaran non-tunai, rasio konsumsi masyarakat dengan uang kartal CPCUR
serta rasio konsumsi masyarakat dengan ATMCPATM. Dari kedua indikator tersebut menunjukkan hasil yang sama, dimana pembayaran non-tunai
mengurangi permintaan untuk M1.
2.4.4. Dampak Pengenaan Tarif terhadap Penggunaan APMK
Terkait erat dengan topik ini, Hannan et. al 2001 mengkaji motif serta pengenaan tarif dalam penggunaan alat pembayaran kartu, terutama kartu ATM,
terhadap preferensi nasabah bank yang tidak mengenakan dan mengenakan tarif layanan ini. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kemungkinan sebuah
lembaga keuangan mengenakan tarif layanan atas penggunaan ATM oleh nasabah berhubungan positif dengan kelembagaan pasar dari fasilitas ATM yang
disediakan bank, serta berhubungan terbalik dengan distribusi lokasi dan kepadatan ATM itu sendiri. Sebagaimana para peneliti ini kutip dari penelitian
Matutes dan Padilla 1994 serta Saloner dan Sheppard 1995, keberadaan ATM
merupakan cara bagi sebuah bank untuk menarik masyarakat menjadi nasabah di bank mereka,. Model penelitian yang diestimasi dalam penelitian mereka, yaitu:
1 1
2 2
3 3
Pr 1
Y X
X X
β β
β β
= = Φ +
+ +
2.6 dimana
Φ adalah besaran distribusi normal kumulatif cumulative normal distribution
, X
1
, X
2
, X
3
adalah vektor dari kelembagaan, pasar, serta karakteristik politik. Sedangkan,
β adalah konstanta, dan
β
i
adalah koefisien dari vektor. Dalam penelitian lain, McAndrews 2001 mengkaji model spasial alternatif
untuk menggambarkan keputusan bank dalam mengenakan tarif dan foreign fees. Hasil penelitiannya menunjukkan pengenaan tarif layanan ATM oleh pasar bank-
bank akan semakin besar seiring dengan datangnya pendatang bank baru yang melayani nasabahnya dengan ATM.
Sementara itu, dalam topik yang masih terkait, Humphrey, Pulley, dan Vessala 1996 mengkaji penggunaan dari alat pembayaran elektronik ATM,
POS, substitusi alat pembayaran paper based dengan electronic payment system dalam hubungannya dengan teori permintaan harga relatif, pendapatan,
kelembagaan, kebiasaan penduduk di 14 negara maju. Hasil penelitian mereka menunjukkan penggunaan alat pembayaran elektronis secara berkelanjutan dalam
kurun waktu 1987 hingga 1993 semakin meningkat seiring dengan perubahan kelembagaan, pola perilaku pembayaran masyarakat, pendapatan masyarakat.
Perkembangan tiap-tiap negara dalam penelitian ini berbeda-beda tergantung budaya, sejarah, dan kelembagaan masing-masing negara. Hasil yang cukup
menarik, bahwa elastisitas permintaan penggunaan alat pembayaran paper giro,
electronic giro, dan kartu kredit ini terhadap tarifnya sangat kecil berkisar antara
0,09 euro dan 0,26 euro. Model penelitian yang diestimasi dalam penelitian mereka, yaitu:
Ii = f P
j
, GDP, POS, ATM, I
j,t-1
, Cash, Crime, CR 5 2.7
dimana I
i
adalah jumlah transaksi tiap orang per tahun dalam penggunaan cek, paper giro
, giro elektronik, kartu kredit dan kartu debit. P
j
adalah tarif layanan dari masing-masing alat pembayaran. Sedangkan GDP adalah GDP riil per kapita.
POS dan ATM adalah jumlah terminal POS dan ATM per orang. Sementara itu, I
j,t-1
adalah penggunaan masing-masing alat pembayaran pada tahun sebelumnya. CASH adalah nilai riil transaksi tunai per orang. CRIME adalah tingkat kejahatan,
dan CR5 adalah rasio konsentrasi aset dari lima bank terbesar. Sementara itu, Bolt, Humphrey dan Uittenbogaard 2005 mengkaji
pengaruh dari pengenaan tarif transaksi terhadap pengadopsian alat pembayaran elektronis dalam tinjauan negara Belanda dan Norwegia. Hasil penelititan mereka
menunjukkan pengaruh yang kecil dalam substitusi ATM dengan kartu debet jika dibandingkan dengan substitusi giro warkat dan giro elektronik. Penggunaan alat
pembayaran elektronik kartu debet dan giro elektronik di Norwegia dapat menghemat 0,7 trilliun euro 0,35 persen dari GDP 2004, sedangkan di Belanda
dapat menghemat 2,9 trilliun euro 0,61 persen dari GDP.
2.5. Kerangka Pemikiran
Pengaruh antara penggunaan sistem pembayaran elektronis dengan kebijakan moneter merupakan salah satu bahan kajian tentang sistem pembayaran
yang banyak diminati oleh ekonom. Namun sayangnya, berdasarkan analisis
kepustakaan yang dilakukan, di Indonesia topik ini kurang mendapat respon yang positif dan baru dianalisis oleh Rahmat 2005 dan Warjiyo2006. Penelitian ini
merupakan upaya pengembangan kajian tersebut sekaligus sebagai bahan kajian bagi para praktisi dan akademisi untuk kajian yang lebih komprehensif
selanjutnya. Fokus pembahasan pada penelitian ini ialah mengkaji pengaruh pengunaan
APMK dengan proxy volume transaksi dari kartu kredit, kartu debet serta kartu ATM terhadap permintaan uang. Data-data variabel makroekonomi lain yang
menjadi dasar analisis fungsi permintaan uang seperti tingkat pendapatan nasional, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan nilai tukar tetap dipertahankan.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah indikator makroekonomi, sebab data-data tersebut mampu menggambarkan fakta
sebenarnya dalam perekonomian. Penggunaan data survei tidak bisa menjamin bahwa data tersebut akan mewakili gambaran keseluruhan dari perekonomian di
Indonesia. Keterkaitan antara latar belakang serta perumusan masalah dengan variabel-
variabel penelitian diuraikan pada diagram alir flow-chart dalam Gambar 2.2. Gambar tersebut menunjukkan alur kerangka pemikiran di dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan model persamaan yang diadaptasi dari penelitian Yilmazkuday 2006. Dalam rangka mencapai tujuan penelitian ini, alat analisis
digunakan metode uji kointegrasi Engle-Granger dan Error Correction Model ECM.
Perumusan Masalah Latar Belakang
Hipotesis Analisis model
M1 jangka panjang
Analisis model M1 dinamis
Tingkat Suku Bunga
SBIBI Rate Nilai Tukar
Rp Permintaan Uang Riil
Money Demand Penggunaan
Kartu Elektronis
Pendapatan Nasional GDP
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran = Variabel eksogen = Metode ECM = Variabel endogen
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.6. Hipotesis Penelitian