tanggungjawab petugas kebersihan saja tapi merupakan tugas dan tanggungjawab bersama semua pihak.
5.4 Persepsi Pasien PAPS terhadap HargaTarif Pelayanan
Tarif pelayanan pasien umum di RSUP HAM Medan untuk VIP, kelas I dan kelas II ditetapkan berdasarkan keputusan Direktur Utama No KU.05.04 Tahun 2011,
sedangkan untuk kelas III ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No: PL.03.03130252012 tanggal 28 Desember 2012 yang berlaku sejak 1 Maret
2013. Untuk tarif pelayanan pasien Askes ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara PT Askes Persero cabang utama Medan dengan RSUP HAM Medan
No 38PKS0511 yang berlaku sejak 1 Juni 2011. Tarif pelayanan pasien Jamkesmas mengacu pada paket INA-CBGs Indonesia Case Based Groups yang ditetapkan
Menteri Kesehatan berdasarkan SK Menkes No 440MENKESSKXII2012. Persepsi para informan pasien PAPS tentang tarif yang ditetapkan oleh RSUP
HAM Medan sangat bervariasi, umumnya informan pasien PAPS VIP dan kelas I tidak terlalu mempermasalahkan tarif, sedangkan informan pasien PAPS kelas II dan
kelas III ada beberapa permasalahannya. Masalah lebih banyak ditujukan kepada besaran tarif pemeriksaan penunjang medis dan harga obat yang membebani pasien
sehingga cenderung menyebabkan terjadinya kasus PAPS. 1.
Tarif honor dokter Tarif honor dokter di RSUP HAM Medan berbeda menurut kelas perawatan,
dimana untuk ruang perawatan di VIP tarif dokter Rp 75.000,-, kelas I sebesar Rp
Universitas Sumatera Utara
50.000,- kelas II sebesar Rp 40.000,- dan kelas III sebesar Rp 20.000,-. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pasien PAPS umumnya mereka tidak
mempermasalahkan besaran tarif dokter dan merasa sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
Menurut wakil kepala Instalasi Rindu A selama ini belum ada pasien yang komplain dengan tarif honor dokter, karena mereka hanya membayar sesuai dengan
jumlah kunjungan dokter spesialis. 2.
Tarif rawat inap Tarif rawat inap di RSUP HAM Medan untuk ruang VIP sebesar Rp 325.000,-
, kelas I sebesar Rp 250.000,-, kelas II sebesar Rp 160.000,- dan kelas III sebesar Rp 45.000,-. Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan pasien PAPS baik dari
ruangan VIP, kelas I, II dan III menyatakan tarif rawat inap adalah sedang dan masih wajar, karena umumnya mereka dapat mengukur kemampuan bayar mereka sesuai
dengan kelas yang dipilih. Mengenai kesesuaian antara biaya yang mereka keluarkan dengan akomodasi yang mereka terima 2 orang informan menyatakan tidak sesuai.
Pendapat informan ini dibenarkan oleh wakil kepala Instalasi Rindu A, bahwa untuk pasien dengan status bayar umum sebelum masuk ruangan terlebih dahulu
ditawarkan kelas perawatan beserta tarif rawat inapnya kemudian pasien akan memilih sesuai dengan kemampuan bayar mereka. Kalau dilihat dari data tarif rawat
inap di RSUP HAM Medan lebih murah jika dibandingkan dengan rumah sakit swasta, namun mengenai kesesuaian tarif dengan fasilitas ruangan menurut kepala
Universitas Sumatera Utara
Instalasi Rindu A, memang ada beberapa ruangan yang tidak sesuai karena fasilitas ruangan yang rusak dan saat ini sedang dalam proses pengadaan.
3. Tarif pemeriksaan penunjang medis
Tarif pemeriksaan penunjang medistindakan medis berdasarkan hasil penelitian umumnya informan dari ruang perawatan VIP, kelas I dan II tidak
mengeluhkan besaran tarifnya. Tetapi bagi Informan dari ruang perawatan III menyatakan tarif pemeriksaan penunjang medis dan tindakan medis cukup
memberatkan mereka. Menurut kepala ruangan pemeriksaan penunjang medis dilakukan sesuai
dengan kondisi penyakit pasien. Umumnya pasien yang dirawat di RSUP HAM Medan adalah pasien-pasien yang dirujuk dari rumah sakit daerah yang mana datang
dengan kondisi yang sudah parah sehingga membutuhkan banyak pemeriksaan- pemeriksaan. Menurut peneliti hal ini akan menyebabkan biaya yang dibebankan
terhadap pasien menjadi lebih besar, walaupun sebenarnya kelengkapan pemeriksaan penunjang ini akan lebih dapat menegakkan diagnosa secara tepat. Namun yang
terpenting sebelum dilakukan pemeriksaan sebaiknya ditawarkan terlebih dahulu kepada pasien dan keluarganya disertai dengan memberikan penjelasan tentang
kepentingan pemeriksaan tersebut juga biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien, dengan demikian pasien atau keluargnya akan merasa dilibatkan dalam rencana
pemeriksaan tersebut. Hal ini penting karena belum tentu semua pasien akan menyetujui atau mampu dan mau diperiksa. Pasien atau keluarga yang tidak mengerti
tentang kegunaan pemeriksaan penunjang akan merasa sangat terbebani oleh biaya
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan terutama bila pemeriksaanya lengkap dan keadaan ini dapat memicu terjadinya kasus PAPS bila biaya hanya untuk pemeriksaan penunjang saja sangat
membebani mereka. 4.
Harga obat Harga obat untuk pasien dengan status bayar umum di RSUP HAM Medan
ditentukan oleh Instalasi Farmasi. Harganya relatif tergantung jenis dan pabrik yang memproduksinya. Menurut kepala Instalasi Farmasi harga jual obat di apotik rumah
sakit lebih murah dibandingkan apotik luar karena ada beberapa jenis obat yang masih disubsidi Pemerintah.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan pasien PAPS ruangan VIP dan kelas I berpendapat harga obat di apotik rumah sakit relatif lebih murah
dibandingkan apotik diluar, sedangkan informan dari ruang kelas II dan III menyatakan mahal dan umumnya mereka tidak hanya sekali membeli obat selama
dalam perawatan. Menurut kepala ruangan hal ini terjadi karena kadang-kadang mereka mendapat resep untuk mengganti obat dari dokter pemeriksa yang berbeda,
disamping itu kebanyakan obat yang diresepkan adalah obat suntik yang adakalanya mereka mendapatkan berkali-kali suntikan dalam satu hari.
Menurut Pedoman Pengobatan Rasional, pemberian obat harus disesuaikan dengan dosis yang dianjurkan dan sebaiknya diberikan per oral selama pasien masih
memungkinkan untuk makan dan minum, kecuali bila obat yang akan diberikan tidak ada sediaanya dalam bentuk per oral. Obat suntik lebih mahal dibandingkan obat oral
dan pemberian obat secara suntikan selain tidak nyaman karena pasien terpaksa
Universitas Sumatera Utara
diinfus, juga lebih meningkatkan resiko efek sampingnya daripada pemberian per oral, namun ini juga tentunya merupakan pertimbangan dari dokter yang merawat
dalam memberikan terapi. Seringnya pergantian obat selain akan meningkatkan pengeluaran pasien juga
dapat menimbulkan efek terjadinya resistensi apabila obat yang diganti tersebut adalah golongan antibiotika. Hal ini umumnya terjadi bila dokter yang merawat
pasien berganti-ganti sehingga dalam menetukan diagnosa penyakit pasien menimbulkan perbedaan dalam pemberian terapi, sehingga sulit untuk menghindari
terjadinya pergantian obat dan akhirnya pasien yang dirugikan. Menurut pendapat peneliti akan lebih efisien bila satu kasus pasien sejak awal diperiksa oleh satu dokter
tertentu dan diusahakan untuk menanganinya sampai tuntas untuk ini perlu ditetapkan satu dokter penanggungjawab pasien DPJP yaitu Dokter Spesialis yang
bertanggungjawab terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien sejak masuk sampai pasien pulang.
Rumah sakit dalam upaya mengantisipasi hal tersebut telah membuat suatu aturan yaitu berupa Standar Prosedur Operasional SPO, Bila dokter pelaksana
semuanya mengacu kepada SPO tersebut hal ini seharusnya tidak perlu terjadi. Disamping itu untuk mengurangi kesalahan dalam terapi awal yang menyebabkan
pergantian obat, sebaiknya sebelum diagnosa ditegakkan dengan pasti pasien cukup diberi obat secara simptomatis untuk mengurangi keluhannya, baru setelah diagnosa
pasti ditegakkan, obat-obat yang terpilih dapat diberikan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut kepala Instalasi Farmasi, RSUP HAM Medan telah membuat kebijakan berupa prosedur pengembalian obatalat yang sudah dibeli oleh pasien tapi
tidak jadi digunakan dapat diganti dengan obatalat baru yang akan digunakan pasien. Namun informasi ini rupanya belum tersosialisasi secara menyeluruh, ini terbukti dari
adanyas sebagian pasien yang mengeluh tidak terpakainya obat yang sudah mereka beli. Informasi tentang kebijakan ini perlu disebarluaskan sosialisasi agar diketahui
pasien dan keluarganya misalnya memasang pengumuman di depan apotik dan di ruang rawat inap, sehingga tidak akan ada obatalat yang tidak dipakai pasien.
5.5 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pasien PAPS