Hubungan antara shopping environment dengan shopping behaviour dan impulsive buying: sebuah pendekatan model Mehrabian dan Russel(M-R Model)
SEBUAH PENDEKATAN MODEL MEHRABIAN DAN
RUSSEL (M - R MODEL)
Oleh :
Welly Artha Simbolon A14103069
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
(2)
WELLY ARTHA SIMBOLON. Hubungan antara Shopping Environment dengan Shopping Behaviour dan Impulsive Buying : Sebuah Pendekatan Model
Mehrabian dan Russel (M-R Model). Dibawah Bimbingan HENY K.S.
DARYANTO.
Tingkat persaingan yang semakin tinggi menuntut perusahaan untuk menyusun strategi terbaik untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan di dalam industri. Dalam kondisi persaingan yang semakin kompetitif, strategi yang disusun selain harus mampu membedakan perusahaan dan produknya dengan pesaing juga harus mampu memberikan nilai lebih kepada konsumen disamping manfaat utama yang akan diperoleh oleh konsumen.
Shopping Environment merupakan bentuk strategi service marketing yang dapat digunakan unt uk memberi nilai lebih kepada konsumen melalui pengalaman dalam berbelanja (shopping experience). Shopping Environment melalui elemen-elemennya seperti musik, aroma, suhu, citra, furnitur, gaya layanan, dan orang dapat mempengaruhi kondisi psikologis konsumen melalui Perceived Enjoyment. Perceived Enjoyment merupakan respon internal dalam diri konsumen terhadap stimulus yang diberikan. Perceived Enjoyment akibat stimulus Shopping Environment akan berpengaruh terhadap Shopping Behaviour dan Impulsive Buying di dalam restoran. Shopping Behaviour ditunjukkan melalui pengeluaran sumber daya (Resource Expenditure) di dalam restoran yang meliputi jumlah uang yang dikeluarkan, waktu yang dihabiskan, dan interaksi yang dilakukan oleh konsumen. Impulsive Buying diukur dengan banyaknya pembelian tidak terencana (unplaned buying) yang dilakukan oleh konsumen.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk melihat hubungan pengaruh antara Shoping Environment melalui elemen-elemennya terhadap Shopping Behaviour dan Impulsive Buying yang diukur dari jumlah uang yang dikeluarkan, lama waktu yang dihabiskan, interaksi yang dilakukan dan besarnya perilaku pembelian spontan. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan Model yang dikembangkan oleh Mehrabian dan Russel (M-R Model) yang lebih dikenal dengan Stimulus-Organism-Response Model (S-O-R Model). Analisis dilakukan menggunakan model persamaan struktural (SEM) dengan software LISREL 8.72 for windows.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang dikumpulkan menggunakan kuesioner terhadap 110 responden. Responden dalam penelitian adalah konsumen yang pernah melakukan pembelian di Starbucks Coffe Shop yang dijadikan objek untuk menjawab permasalahan penelitian. Sumber data lain berupa hasil penelitian terdahulu (skripsi, tesis, disertasi) dan jurnal yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.
Hipotesa yang digunakan dalam penelitian yaitu : 1) ada hubungan positif antara Shopping Environment dengan Shopping Behaviour dan 2) ada hubungan positif antara Shopping Environment dengan Impulsive Buying. Model yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian merupakan model yang diestimasi menggunakan polychoric correlation matrix dan asymptotic covariance matrix.
(3)
kritis (1.96). Seluruh model pengukuran memiliki reliabilitas yang baik. Nilai reliabilitas diukur menggunakan composite reliability. Nilai composite reliability untuk model pengukuran variabel eksogen 0.73 dan untuk model pengukuran variabel endogen sebesar 0.89.
Hasil analisis terhadap model pengukuran hubungan variabel laten PEY dengan variabel indikatornya menunjukkan bahwa elemen Gaya Layanan
merupakan elemen yang memiliki pengaruh terbesar dalam membangun/
menjelaskan variabel laten PEY. Nilai loading (?) elemen Gaya Layanan adalah sebesar 0.66. Nilai loading elemen Shopping Environment yang lain secara berurutan adalah Aroma (0.60), Suhu (0.56), Orang (0.52), Citra (0.47), Musik (0.43) dan Furnitur (0.42). Kenyamanan yang diterima oleh konsumen di dalam restoran paling besar dibentuk oleh gaya layanan yang dimiliki oleh restoran dalam melayani konsumen.
Hubungan antara Variabel laten IMP dengan variabel indikator pembelian spontan adalah sebesar 0.97. Nilai yang besar disebabkan karena hanya ada satu variabel indikator yang membangun variabel laten IMP. Model pengukuran hubungan antara variabel laten REX dengan variabel indikatornya menunjukkan nilai loading terbesar dimiliki oleh variabel indikator Waktu yang dihabiskan dengan nilai loading 0.84. Nilai loading variabel indikator jumlah Uang yang dihabiskan dan Interaksi yang dilakukan adalah sebesar 0.76 dan 0.70. Konsumen akan menghabiskan waktu lebih lama di dalam restoran ketika merasa nyaman.
Analisis terhadap model struktural menunjukkan hubungan antar variabel laten. Hubungan antara variabel laten PEY dengan variabel laten REX lebih besar dibandingkan dengan variabel laten IMP. Hal ini ditunjukkan dengan nilai loading antara variabel laten PEY dan REX sebesar 0.74. Sedangkan nilai loading antara variabel laten PEY dan IMP hanya sebesar 0.37. Hasil ini menunjukkan bahwa Perceived Enjoyment akan berpengaruh lebih besar terhadap Resource Expenditure dibandingkan terhadap Impulsive Buying. Konsumen akan mengeluarkan sumberdaya lebih besar (waktu, uang, interaksi) daripada pembentukan pembelian impulsif.
Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan hubungan positif antara kenyamanan yang diterima oleh konsumen (Perceived Enjoyment) dengan elemen-elemen Shopping Environment dan hubungan positif antara kenyamanan yang diterima dengan Shopping Behaviour yang ditunjukkan oleh pengeluaran sumberdaya (Resource Expenditure : waktu, uang, interaksi) dan juga Impulsive Buying (pembelian spontan)
(4)
SEBUAH PENDEKATAN MODEL MEHRABIAN DAN
RUSSEL (M - R MODEL)
Oleh :
Welly Artha Simbolon A14103069
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
(5)
Nama : Welly Artha Simbolon NRP : A14103069
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec NIP 131 578 790
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
(6)
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“HUBUNGAN ANTARA SHOPPING ENVIRONMENT DENGAN SHOPPING
BEHAVIOUR DAN IMPULSIVE BUYING : SEBUAH PENDEKATAN MODEL
MEHRABIAN DAN RUSSEL (M - R MODEL)” ADALAH BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN UNTUK SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA APAPUN.
Bogor, Mei 2007
WELLY ARTHA SIMBOLON A14103069
(7)
Nama lengkap penulis adalah Welly Artha Putra Parna Simbolon. Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1985 di PTP N IV Kebun Laras, Simalungun, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak G. Simbolon dan Ibu S. Harefa.
Penulis mengawali pendidikan formal di TK Sisalana PTP VII Kebun Laras dan kemudian dilanjutkan pada Sekolah Dasar SD Negeri 091663 (SD 04) di PTP VII Kebun Laras sampai tahun 1997. Pendidikan dilanjutkan ke SLTP N 1 Dolok Batu Nanggar, Simalungun sampai tahun 2000. Kemudian pendidikan dilanj utkan di SMU N 1 Dolok Batu Nanggar, Simalungun dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan dilanjutkan pada tahun yang sama di Insitut Pertanian Bogor pada Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan seperti Persekutuan Mahasiswa Kristen : Komisi Diaspora, Gerakan Mahasiswa Kristen (GMKI) Cabang Bogor, Forum Mahasiswa Pecinta Lingkungan (Formalin- IPB). Selain itu penulis juga aktif sebagai Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Umum, Ekonomi Umum dan Agama Kristen Protestan.
Prestasi yang pernah diraih penulis selama menjadi mahasiswa adalah : Mahasiswa Berprestasi Tingkat Departemen Agribisnis (2007), Juara 1 Lomba Karya Tulis UKM oleh Yayasan Damandiri dan P2SDM IPB (2007), Juara 2 Marketing Idea Competition By Marketing Magazine and Yamaha Motor Company (2006), Finalis Trust Day Danone International Simulation Business Game, Program Kreativitas Maha siswa (PKM-Kewirausahaan : 2007) dan Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM : 2007).
(8)
Penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan kasih anugerah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan studi dan penyusunan skripsi ini.
Ungkapan Costumer Is A King merupakan “Hukum Dasar” yang harus dipahami dan dimengerti oleh setiap perusahaan dalam menjalankan suatu usaha. Tanpa konsumen semua strategi perusahaan merupakan sebuah kebohongan : strategy is nothing without consumer. Oleh karena itu setiap perusahaan berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik untuk meningkatkan kepuasan pelanggan sehingga mampu meningkatkan keuntungan.
Penelitian yang dilakukan merupakan studi “sederhana” yang membahas hubungan antara marketing strategy, consumer psychology dan consumer behaviour. Shopping Environment merupakan strategi yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk mempengaruhi Shopping Behaviour dan Impulsive Buying.
Penelitian “Hubungan Antara Shopping Environment Dengan Shopping Behaviour Dan Impulsive Buying : Sebuah Pendekatan Model Mehrabian dan Russel (M-R Model)” merupakan sebuah penelitian yang menarik karena menggabungkan berbagai disiplin ilmu seperti consumer behaviour, marketing, retailing dan psychology. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan Stimulus-Organism-Response Model dan dianalisis menggunakan structural equation modeling dengan software LISREL 8.72 for windows. Penelitian ini merupakan studi awal dari ketertarikan penulis dalam bidang Business, Marketing and Consumer Behaviour.
Akhir kata, penulis berharap hasil penelitian dan penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya bagi pembaca yang tertarik dalam bidang consumer behaviour, marketing dan business.
Bogor, Mei 2007 Penulis
(9)
Penulis mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus, Juruselamat
dan Penolongku atas Kasih Anugerah dan Pertolongan-Mu, maka penelitian dan
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Karya ini ku persembahkan sebagai ucapan syukur ku atas Penyelamatan-Mu.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :
1. Bapak dan Mama yang sangat aku sayangi dan hormati. Terima kasih atas
kasih sayang, bimbingan dan doa yang diberikan. Akhirnya, keinginanmu melihat ku jadi Sarjana terpenuhi. Aku bangga punya orang tua sepertimu.
2. Ibu Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, M.Ec atas bimbingan dan arahannya selama
penulisan skripsi ini. Penulis bangga pernah menjadi anak bimbing ibu.
3. Bapak Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen penguji utama. Terima kasih atas
saran dan masukannya.
4. Bapak Arif Karyadi, SP sebagai dosen penguji wakil departemen. Terima
kasih atas saran dan masukannya.
5. My Lovely Simbolon’s : Abang Handoko Simbolon, Abang Harry Simbolon
dan Adek Tota Simbolon. I love you all, you are one of my life spirit.
6. Tulang Juniel Harefa, Abang Eben dan Abang Happy atas bantuan dan perhatiannya. Look at me, I am A Big Neno now, i am not little boy any more.
7. Mba Etriya, SP, MM, Mba Dewi dan Mba Dian. Terima kasih atas bantuan
(10)
Sitompul. We are not the common people because He create us to be a leader.
9. Sabam Situmorang, Samuel, Andrico, David : Terima kasih untuk bantuan dan
kebersamaannya. Kak Tiur dan Elpita Tarigan, thank you so much for pray and support me.
10.My Sister in AGB 40: Rosma, Merry, Mariance, AGB 41: Juventi, Nova,
Vera Nova, Tere, Agnes, Jane, Irna, Laura, Sri Rejeki. EPS 41 : Yanti, Leny,
Mery, Lina. Terima kasih buat perhatian dan bantuan selama ini.
11.3 Sekawan: Astarina, Wahyuli Riza, Andi Irmayani (Thank you friend for the advice), Hapto, Santi, Eva, Rani. Teman satu bimbingan (Dwi, Belinda, Yuli).
12.My Agribiz’ 40 team Manager : Alaya (Finance), Veddy (HRD), Indra
(Production), Fitri (Director). The experience prepared us to be the real great
Director.
13.Seluruh teman-teman AGB 40. Wow...It’s lovely accident, join and spend 4 years with talented people. I will miss u all...Do The Best.
14.Radar 10 crew : Rohimat (durimet), Ican (dakocan), Narendra, Adi, Erick (taik
busuk), Hendri, Kukuh, My Boneka Sjofran, Anjas (I am absolutely proud of
you)....thank’s buat kebersamaan dan ketawa-ketawa yang nga jelas.
15.My Invisible Friend : Mas Arif S.E, MMrktg, thanks for the journal. 16.BMW and AWW : I still wait the best moment to say I love you.
Bogor, Mei 2007
(11)
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
I. PENDAHULUAN ... ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.5. Batasan Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Konsumen dan Perilaku Konsumen ... 9
2.2. Proses Keputusan Pembelian ... 11
2.3. Restoran ... 12
2.3.1. Defenisi Restoran ... 12
2.3.2. Jenis Restoran ... 13
2.4. Model Persamaan Struktural ... 15
2.5. Penggunaan Lisrel untuk Analisis SEM ... 21
2.6. Penelitian Terdahulu ... 23
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 30
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 30
3.1.1. The Mehrabian and Russel Model ... 30
3.1.2. Mary Jo Bitner Servicescape Model (Shopping Environment Model ... 31
3.1.3. Shopping Behaviour and Shopping Value ... 34
3.1.4. Impulsive Buying ... 34
3.2. Implikasi Model Teoritis terhadap Analisis Persamaan Struktural ... 35
3.3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 36
IV. METODE PENELITIAN... 39
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
4.2. Data dan Sumber Data ... 39
4.3. Teknik Pengambilan Sampel... 40
4.4. Metode Skala Pengukuran ... 41
4.5. Hipotesa Penelitian ... 42
4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 42
4.6.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43
4.6.2 Analisis Deskriptif ... 45
4.6.3 Confirmatory Factor Analysis ... 45
(12)
5.1. Gambaran Umum Starbucks Coffee Shop ... 56
5.2. Gambaran Umum Responden ... 60
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64
6.1. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 64
6.2. Analisis Deskriptif... 67
6.3. Confirmatory Factor Analysis... 69
6.4. Analisis Structural Equation Model... 71
6.4.1. Pemeriksaan Kebaikan Model (Goodness of Fit) ... 73
6.4.2. Dekomposisi Pengaruh Antar Variabel ... 75
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
7.1 Kesimpulan ... 87
7.2 Saran ... 87
7.3 Saran Penelitian Lanjutan... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 90
(13)
Nomor Halaman
1. Penelitian Terdahulu ... 28
2. Jenis dan Sumber Data ... 40
3. Hubungan Pengaruh Harapan Antara Variabel Laten dan Variabel Indikator ... 42
4. Daftar dan Simbol Variabel Laten dan Variabel Indikator ... 47
5. Hasil Uji Validitas Pernyataan Kuesioner ... 66
6. Hasil Analisis Deskriptif... 68
7. Validitas Confirmatory Factor Analysis... 71
8. Uji Kebaikan Model Secara Keseluruhan... 74
9. Model Pengukuran Variabel Indikator terhadap Variabel Laten... 81
(14)
Nomor Halaman
1. Model Perilaku Keputusan Konsumen dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya ... 11
2. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ... 12
3. Ilustrasi Model Sem dalam Bentuk Diagram Lintas ... 19
4. The Mehrebian-Russel Stimulus Response Model ... 31
5. Mary Jo Bitner, “Servicesescape: The Impact of Physcical Sorroundings on Costumer and Employees ... 33
6. Kerangka Pemikiran Operasional ... 38
7. Structural Equation Model : The Relationship Between Shopping Environment and Shopping Behaviour ... 48
8. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60
9. Data Responden Berdasarkan Jenis Usia... 61
10. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 61
11. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 62
12. Estimasi Model Hubungan Shopping Environment dengan Shopping Behaviour dan Impulsive Buying ... 72
(15)
Nomor Halaman
1. Jumlah dan Pertumbuhan Restoran di Indonesia dari
Tahun 1997-2005 ... 95
2. Hasil Pengukuran Validitas Kuesioner ... 96
3. Hasil Pengukuran Reliabilitas Kuesioner : Teknik Belah Dua ... 97
4. Output LISREL... 98
5. Nilai Goodness of Fit ... 106
6. Confirmatory Factor Analysis ... 107
7. Composite Reliability... 113
(16)
1.1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, perusahaan menghadapi tingkat persaingan usaha yang semakin tinggi, baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Kondisi
persaingan global memungkinkan perusahaan dari luar negeri untuk menjalankan
usahanya di negara lain. Tingkat persaingan yang tinggi mengharuskan setiap
perusahaan lebih kreatif dalam menyusun strategi terbaik untuk dapat bertahan
dalam industri dan memenangkan persaingan. Keberhasilan perusahaan untuk memenangkan persaingan terletak pada kemampuannya untuk mempengaruhi
perilaku konsumen dan memberikan kepuasan terutama konsumen yang menjadi
target pasarnya. Memberikan kepuasan kepada konsumen merupakan hal penting
yang harus dilakukan perusahaan khususnya pada kondisi persaingan yang
semakin tinggi dengan tingkat perubahan preferensi konsumen yang cepat.
Tingkat persaingan yang semakin tinggi mengharuskan perusahaan
menyusun strategi terbaik yang dapat membedakan (diferensiasi) antara
perusahaan dengan pesaingnya. Pada umumnya perusahaan masih menggunakan
stretegi pemasaran dasar yang berorientasi pada strategi bauran pemasaran
(marketing mix) yang meliputi produk, harga, promosi dan distribusi. Akan tetapi untuk kondisi persaingan yang semakin tinggi efektifitas strategi tersebut masih
perlu dipertanyakan. Hal ini disebabkan strategi bauran pemasaran mudah untuk
ditiru oleh pesaing sehingga strategi yang dijalankan oleh perusahaan sering tidak
efektif (Susanta, 2005)1. Untuk kondisi persaingan yang semakin tinggi, strategi perusahaan selain harus mampu membedakan perusahaan dengan pesaing juga
(17)
2) Dikutip dari majalah MARKETING No. 03/VI/Maret/2006
harus mampu memberikan nilai lebih dan pengalaman (shopping experience)
kepada konsumen ketika membeli dan mengkons umsi produk perusahaan (Singh,
2006). Konsumen akan menjadi lebih loyal terhadap perusahaan dan produknya
ketika mereka memperoleh pengalaman berbelanja (shopping experience) yang berbeda dibandingkan menggunakan produk pesaing. Shopping Experience
merupakan istilah baru (buzz word) dalam pemasaran yang banyak digunakan
oleh perusahaan untuk memberikan nilai lebih kepada konsumen. Penelitian ya ng
dilakukan oleh Lembaga Penelitian Jack Morton Research2 di Amerika Serikat menunjukkan 70-80 persen keputusan pembelian dipengaruhi oleh nilai dan pengalaman berbelanja yang diperoleh oleh konsumen.
Strategi yang sering digunakan oleh perusahaan untuk memberikan nilai
lebih (value added) kepada konsumen adalah strategi Shopping Environment
(lingkungan toko). Shopping Environment merupakan salah satu faktor penting
yang dapat mempengaruhi sikap dan persepsi konsumen terhadap suatu toko dan mempengaruhi perilaku mereka di dalam toko (Donovan dan Rossiter, 1982).
Shopping Environment melalui elemen-elemennya dapat mempengaruhi sikap dan
persepsi konsumen terhadap suatu produk yang pada akhirnya akan berdampak
pada keputusan pembeliannya.
Kemampuan Shopping Environment mempengaruhi perilaku pembelian konsumen disebabkan kemampuan elemen-elemennya dalam mempengaruhi
emosi (sikap) konsumen ketika berada di dalam toko. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh pakar psikologi lingkungan (Environmental
Psychologist) Mehrebian dan Russel (1974) yang menunjukkan bahwa stimulus
(18)
sikap dan perilaku individu non verbal seperti kesenangan (pleasure),
keterpengaruhan (arousal) dan kontrol (control). Hal ini menunjukkan bahwa
stimulus lingkungan berpengaruh terhadap perilaku manusia. Penelitian tentang
pengaruh Shopping Environment terhadap perilaku pembelian konsumen di dalam toko pertama kali dilakukan oleh Donovan dan Rossiter (1982) yang
menunjukkan bahwa Shopping Environment dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku konsumen di dalam toko yang ditunjukkan melalui perilaku
pendekatan-penolakan (approach-avoidance behavior) terhadap stimulus lingkungan yang
diberikan. Penelitian tentang pengaruh Shopping Environment juga dilakukan untuk melihat pengaruh masing- masing elemen Shopping Environment terhadap
perilaku pembelian konsumen (musik : Yalch dan Spangenberg, 2000, aroma :
Fitgerald dan Scholder, 1999, pembelian spontan : Mattila dan Wirtz, 2001).
Melihat kemampuan elemen-elemen Shopping Environment dalam
mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, maka strategi yang disusun berdasarkan elemen-elemen Shopping Environment dapat dijadikan sebagai
alternatif strategi oleh perusahaan untuk bertahan dan memenangkan pasar yang
semakin kompetitif.
1.2. Perumusan Masalah
Arti penting Shopping Environment dalam mempengaruhi perilaku
konsumen bukan merupakan sebuah hal yang baru dalam studi dan literatur
pemasaran. Kotler dalam Donovan dan Rossiter (1982), merupakan orang pertama
yang memperkenalkan konsep Shopping Environment yang didefinisikan sebagai
(19)
menghasilkan pengaruh emosional pada konsumen yang meningkatkan
kemungkinan konsumen untuk melakukan keputusan pembelian. Kemampuan
Shopping Environment dalam mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
telah dibuktikan dalam beberapa penelitian yang dilakukan di luar nege ri yang mencakup keseluruhan komponen lingkungan toko seperti kondisi ambien
(ambient condition), desain dan fungsi interior (space and function) dan
tanda/simbol dan artefak (Mary Jo Bitner dalam Lovelock dan Wirtz, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Singh (2006) menunjukkan bahwa kondisi
Shopping Environment yang sesuai dengan keinginan konsumen akan membentuk kenyamanan berbelanja di dalam toko yang lebih tinggi (Perceived Enjoyment)
dan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai pembelanjaan (overall
shopping value) yang diterima meliputi waktu berbelanja yang dihabiskan dan
pembelian berulang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa strategi
pemasaran yang disusun menggunakan elemen-elemen Shopping Environment selain dapat memberikan kenyaman berbelanja kepada konsumen juga dapat
mempengaruhi perilaku pembeliannya yang pada akhirnya akan berdampak pada
tingkat penjualan perusahaan. Selain itu, Shopping Environment yang
memberikan nilai berbelanja yang lebih tinggi daripada harapan konsumen
(higher than desired in terms of exicetement and stimulation) akan membentuk
perilaku pembelian spontan/impulsif di dalam toko yang lebih tinggi (Mattila dan
Wirtz, 2001).
Strategi Shopping Environment telah banyak digunakan oleh perusahaan di
Indonesia untuk mempengaruhi perilaku konsumennya. Beberapa perusahaan
(20)
Environment ke dalam strategi perusahaan terutama dalam pengaturan kondisi
toko baik space/function, ambient condition, dan sign/symbol. Beberapa contoh
perusahaan yang telah memasukkan element Shopping Environment ke dalam
toko adalah Electronic City, Index Furniture, Starbucks Coffe Shop, Bread Talk, Gumati Kafe dan Restoran, Mc.D, Gramedia dan beberapa pusat perbelanjaan
terkemuka (department store, mall). Perusahaan yang telah menerapkan strategi
ini beragam dari berbagai industri, mulai dari industri makanan dan minuman
hingga kepada industri retail. Perusahaan yang telah memasukkan elemen
Shopping Environment ke dalam tokonya akan memberikan pengalaman berbelanja lebih kepada konsumen yang akan berdampak pada tingkat pembelian
yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memberikan nilai
lebih/pengalaman berbelanja (Jack Morton Research, 2005)3
Akan tetapi selama ini belum banyak penelitian empiris yang dilakukan di
Indonesia untuk mengetahui tingkat efektifitas strategi perusahaan yang telah memasukkan elemen Shopping Environment dilihat dari pengaruhnya terhadap
perilaku pembelian konsumen. Sebuah penelitian empiris diperlukan untuk
mengukur hubungan pengaruh antara lingkungan toko (Shopping Environment)
terhadap perilaku pembelian konsumen (Shopping Behavior) dan terhadap
perilaku pembelian impulsif (Impulsive Buying).
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1 Apakah Shopping Environment (lingkungan toko) berpengaruh terhadap
Shoping Behavior (perilaku pembelian konsumen) dilihat dari waktu yang
(21)
dihabiskan (spending time), uang yang dikeluarkan (spending money), dan
interaksi yang dilakukan (interaction)?
2 Apakah Shopping Environment (lingkungan toko) berpengaruh terhadap
pembentukan perilaku Impulsive Buying (pembelian impulsif) mela lui perilaku pembelian spontan?
Untuk menjawab permasalahan, maka penelitian ini menggunakan industri
makanan dan minuman (food and bavarages industry) sebagai objek penelitian.
Alasan pemilihan industri ini disebabkan tingginya tingkat persaingan dalam
industri. Tingginya tingkat persaingan industri makanan dan minuman dapat dilihat dari banyaknya jumlah restoran yang ada dengan tingkat pertumbuhan
yang tinggi. Jumlah dan tingkat pertumbuhan restoran di Indonesia dapat dilihat
pada Lampiran 1. Alasan lain pemilihan industri ini adalah tingkat preferensi
konsumen yang cepat berubah dalam industri karena sifat produk industri ini yang
merupakan kebutuhan pokok. Selain sebagai pemenuh kebutuhan pokok, konsumen menganggap bahwa makan dan minum di restoran juga sebagai bagian
dari gaya hidup. Di sisi lain dalam industri makanan dan minuman telah banyak
restoran (usaha) yang telah memasukkan elemen Shopping Environment ke dalam
strategi perusahaan. Starbucks Coffe Shop merupakan salah satu contoh usaha
restoran dalam industri makanan dan minuman yang telah memasukkan elemen-elemen Shopping Environment ke dalam strategi perusahaan. Oleh karena itu
dalam penelitian, konsumen yang dijadikan responden adalah konsumen
(22)
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa tujuan yaitu :
1 Menggambarkan hubungan pengaruh antara Shopping Environment
denga n Shopping Behaviour dan Impulsive Buying.
2 Mengukur besarnya pengaruh elemen-elemen Shopping Environment
terhadap Shopping Behavior dan Impulsive Buying.
3 Memberikan gambaran efektifitas penggunaan strategi Shopping
Environment dalam mempengaruhi perilaku konsumen.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharap dapat memberi manfaat secara akademis
kepada mahasiswa dan dosen dan kepada pelaku usaha (dunia praktis). Bagi
akademisi (dosen dan mahasiswa) hasil penelitian dapat memberikan gambaran
teoritis hubungan pengaruh antara Shopping Environment dengan Shopping Behavior dan Impulsive Buying, dan sebagai bahan rujukan penelitian lebih lanjut.
Hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pelaku usaha
dalam penyusunan strategi perusahaan yang dapat memberikan nilai atau
pengalaman berbelanja lebih kepada konsumen (more shopping experiences)
melalui elemen-elemen Shopping Environment.
1.5. Batasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa batasan. Batasan yang dibuat
terkait dengan topik penelitian yang merupakan penelitian yang menggabungkan
(23)
Keterbatasan dalam literatur lokal (hasil penelitian terdahulu) menyebabkan
literatur (studi pustaka) yang digunakan banyak yang berasal dari literatur asing.
Penelitian yang dilakukan hanya menghubungkan antara Shopping
Environment terhadap Shopping Behavior dan Impulsive Buying. Penelitian belum memasukkan elemen nilai pengalaman berbelanja (utilitarian and hedonic
shopping value) untuk menentukan tipe konsumen dilihat dari perilaku
pembeliannya. Penelitian juga belum memasukkan pengaruh variabel karakteristik
responden (umur, jenis kelamin). Kesimpulan dan hasil penelitian merupakan
gambaran umum yang diperoleh dari studi pada konsumen Starbucks Coffe Shop yang dijadikan sebagai objek penelitian. Penelitian selanjutnya diharapkan
dilakukan untuk toko/usaha dan responden dengan jumlah yang lebih besar untuk
memberikan kesimpulan gambaran umum gaya hidup masyarakat Indonesia dan
(24)
2.1. Konsumen dan Perilaku Konsumen
Kotler (2000) mendefinisikan konsumen sebagai individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk
kehidupan pribadi atau kelompoknya. Konsumen juga dapat didefinisikan sebagai
setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
dalam kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan (menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
Perilaku konsumen menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Oslo dalam
Rangkuti (2003) adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku
dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam
hidup mereka. Engel, et al (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk di dalamnya proses
pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
Kata perilaku diartikan bukan hanya menyangkut kegiatan-kegiatan yang tampak
jelas dan selalu mudah diamati, tetapi merupakan satu barisan dari proses pengambilan keputusan. Jadi, analisa perilaku konsumen juga menganalisa
proses-proses yang tidak kasat mata atau yang sulit diamati yang selalu menyertai
setiap pembelian. Sumarwan (2003) menyatakan bahwa perilaku konsumen bukan
(25)
tersebut, baik sebelum melakukan aktivitas pembelian, saat menggunakan, atau
setelah menghabiskan barang atau jasa tersebut tetapi juga termasuk di dalamnya
adalah segala hal yang mempengaruhi proses evaluasinya. Dengan memahami
perilaku konsumen maka dapat membantu menjelaskan bagaimana konsumen memperoleh kepuasan dan dari kepuasan tersebut konsumen menjadi loyal
terhadap suatu produk tertentu yang dianggap dapat mengakomodasi
kebutuhannya.
Sumarwan (2003) mengatakan bahwa dengan memahami perilaku
konsumen maka dapat diperkirakan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi dan dapat memperkirakan reaksi konsumen terhadap reaksi yang
diterimanya. Dengan memahami perilaku konsumen maka dapat mempengaruhi
pilihan konsumen agar memilih produk tertentu. Mempelajari perilaku konsumen
berarti mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan untuk
menggunakan sumberdaya yang dimilikinya, yaitu sumberdaya ekonomi, kognitif dan temporal untuk memperoleh produk atau jasa yang mereka inginkan.
Perilaku konsumen dip engaruhi dan dibentuk oleh banyak faktor. Menurut
Engel, et al (1994), perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh faktor
pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Proses
pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen diawali oleh adanya rangsangan-tanggapan terhadap stimulus yang diberikan melalui strategi
pemasaran yang mulai mempengaruhi kesadaran konsumen, kemudian
karakteristik konsumen, proses pengambilan keputusan sehingga menimbulkan
keputusan pembelian tertentu (Kotler, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi
(26)
Gambar 1. Model Perilaku Keputusan Konsumen dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Engel, et al. 1994).
2.2. Proses Keputusan Pembelian
Menurut Suwarman (2003), konsumen dalam memutuskan pembelian
suatu produk ada dua kepentingan utama yang harus diperhatikan yaitu :
1. Keputusan pada ketersediaan dan kegunaan suatu produk. Konsumen akan
memutuskan untuk membeli suatu produk, jika produk yang ditawarkan
tersebut tersedia dan bermanfaat baginya.
PROSES PSIKOLOGIS Pengolahan Informasi Pembelajaran Perubahan Sikap/Perilaku STRATEGI PEMASARAN
Produk Harga Promosi Distribusi
PERBEDAAN INDIVIDU
Sumber Daya Konsumen Motivasi dan Keterlibatan
Pengetahuan Sikap
Kepribadian, Gaya Hidup, Demografi PENGARUH LINGKUNGAN Budaya Kelas Sosial Keluarga Situasi Pengaruh Pribadi PROSES KEPUTUSAN Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Pembelian Hasil
(27)
2. Keputusan pada hubungan dari produk atau jasa, konsumen akan
memutuskan untuk membeli suatu produk jika produk tersebut mempunyai
hubungan dengan yang diinginkan konsumen.
Proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen muncul melalui suatu tahap tertentu. Menurut Engel, et al. (1994), terdapat lima tahapan
proses pengambilan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen, yaitu :
pengenalan akan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses
pembelian dan hasil penilaian konsumen terhadap produk yang telah dibeli.
Tahapan-tahapan tersebut dilihat jelas pada Gambar 2.
Gambar 2. Tahap-tahap Proses Pengambilan Keputusan Pembelian (Engel, et al.1994).
2.3. Restoran
2.3.1. Definisi Restoran
Restoran merupakan salah satu bentuk usaha dalam industri jasa boga.
Biasanya jenis usaha ini menyediakan suguhan makanan dan minuman berciri
khas tertentu. Restoran adalah salah satu jenis usaha pangan yang bertempat di
sebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi peralatan dan
perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian, dan penjualan
makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya dan memenuhi ketentuan
persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan ini (Keputusan Menteri Pariwisata,
Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.95/HK.103/MPPT-87). Menurut keputusan
Pengenalan Kebutuhan
Evaluasi Alternatif Pencarian
informasi
(28)
ini, penggolongan restoran berdasarkan fasilitas dan pelayanan yang tersedia serta
mutu pelayanan terdiri dari tiga kelas yang dinyatakan dalam piagam.
1. Golongan kelas restoran tertinggi , dimana restoran ini dinyatakan dengan
piagam bertanda sendok garpu berwarna emas.
2. Golongan kelas restoran menengah, dimana restoran ini dinyatakan
dengan piagam bertanda sendok garpu berwarna perak.
3. Golongan kelas restoran terendah, dimana restoran ini dinyatakan dengan
piagam bertanda sendok garpu berwarna perunggu.
2.3.2. Jenis-Jenis Restoran
Dalam perkembangannya restoran terus mengalami peningkatan. Jenis
restoran yang terus mengalami peningkatan itu beraneka ragam. Torsina dalam
Baroroh (2003) membedakan jenis-jenis restoran berdasarkan tingkat keasliannya,
ke dalam sepuluh jenis restoran, yaitu :
1. Family Conventional : adalah jenis restoran tradisional untuk keluarga.
Restoran ini mementingkan suasana dan dari segi harga cuk up bersahabat.
Dari segi pelayanan dan dekorasi terbilang biasa-biasa saja.
2. Fast Food : Eat in (makan di restoran) dan take out (dibungkus untuk
dimakan di luar restoran). Restoran siap saji ini memiliki keterbatasan dalam jenis menu yang disajikan, ruang dengan dekorasi warna-warna
utama dan terang. Dari segi harga dapat dikatakan tidak mahal dan lebih
mengutamakan banyak pelanggan. Jenis restoran inilah yang paling marak
(29)
3. Kafetaria : Biasanya terdapat di gedung-gedung perkantoran atau di pusat
perbelanjaan, sekolah atau pabrik-pabrik. Tipe penyajian swalayan dengan
menu agak terbatas seperti menu-menu yang disajikan di rumah. Menu
yang disajikan bisa berganti- ganti menurut hari dan dari segi harga terbilang cukup ekonomis.
4. Gourmet : Jenis restoran ini termasuk yang berkelas, sehingga
memerlukan suasana yang sangat nyaman dengan dekorasi yang artistik.
Ditujukan bagi mereka yang menuntut standar penyajian yang tinggi dan
bergengsi. Disamping makanan juga disajikan minuman wines dan liquors.
5. Etnik : Menyajikan masakan dari daerah (suku atau negara) yang spesifik.
Beberapa contoh restoran etnik adalah restoran Manado, restoran Padang,
restoran Sunda. Dekorasi disesuaikan dengan etnik yang bersangkutan,
bahkan pakaian seragam pramusaji juga bernuansa etnik. Ada juga yang masuk dalam tipe snack bar etnik yang menyajikan menu yang murah,
terbatas pada sajian-sajian umum yang dikenal.
6. Buffet : Biasanya dengan sistem pelayanan swalayan, tetapi untuk wine,
liquor atau bir dilayani secara khusus. Ciri utama dari jenis restoran ini
adalah berlakunya satu harga untuk makan sepuasnya apa yang disajikan buffet. Peragaan dan display makanan sangat penting, sebab langsung
menjual dirinya sendiri.
7. Coffee Shop : Coffee Shop ditandai dengan pelayanan makanan secara
cepat. Banyak seating menempati counter service untuk menekankan
(30)
perbelanjaan dengan traffic pengunjung yang tinggi untuk menarik
perhatian pengunjung untuk makan siang dan coffee break (walaupun
pelayanan untuk sarapan pagi juga biasa dilakukan).
8. Snack Bar : Ruangan biasanya lebih kecil dan hanya cukup untuk melayani orang-orang yang ingin mengkonsumsi makanan kecil, tetapi
restoran jenis snack bar ini dapat memperoleh volume penjualan melalui
jasa pelayanan pesanan take out.
9. Drive-In : Para pembeli memakai mobil tidak perlu turun dari mobilnya.
Pesanan diantar sampai ke mobil untuk eat-in (sementara parkir) atau take away. Jenis makanan dikemas secara praktis dan lokasi disesuaikan
dengan tempat parkir, baik mobil ataupun motor. Restoran siap saji Mc
Donald asli (yang pertama) di San Berdardino adalah salah satu tipe
drive-in
10. Specially Restoran : Adalah jenis restoran yang terletak jauh dari keramaian, tetapi menyajikan masakan yang menarik dan berkualitas.
Restoran jenis ini lebih ditujukan untuk konsumen-konsumen tertentu
seperti konsumen mancanegara ataupun konsumen domestik dalam
suasana khas yang berbeda. Jenis restoran ini memiliki keuntungan lebih,
yaitu para pemilik restoran tidak perlu menginvestasikan dananya terlalu mahal untuk sewa ruang (tempat) di lokasi- lokasi komersial.
2.4. Model Persamaan Struktural
Model persamaan struktural (Structural Equation Model) merupakan suatu
(31)
variabel laten, pengaruh sebab akibat langsung, tidak langsung maupun pengaruh
total, mengggambarkan variabel- variabel yang dapat diterangkan dan yang tidak
dapat diterangkan. Untuk menganalisis hubungan kausal yang sederhana, dimana
hanya terdapat pengaruh langsung dari variabel bebas terhadap variabel-variabel terikat dan semua dapat diukur secara langsung maka kita dapat
menggunakan model regresi. Sedangkan jika pengaruh dari variabel- variabel
bebas terhadap variabel terikat tersebut langsung dan juga tidak langsung maka
kita dapat menggunakan model jalur. Bila variabel- variabel tersebut tidak dapat
diukur langsung maka kita harus membentuk variabel tersebut dengan menggunakan variabel indikator yang dapat diukur langsung dengan bantuan
model pengukuran dalam analisis model persamaan struktural.
Secara umum, model SEM dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan tiga
buah matriks (Joreskog dalam Satria, 2003), yaitu :
? = ß ? + ? ? + ? (1)
y = ?y ? + e (2)
x = ?x ? + d (3)
keterangan :
? = vektor variabel laten endogen berukuran m x 1
ß = matriks koefisienvariabel laten endogen berukuran m x m ? = matriks koefisien variabel laten eksogen berukuran m x n
? = vektor variabel laten eksogen berukuran m x 1
? = vektor sisaan acak hubungan antara ? dan ? berukuran m x 1
y = vektor variabel penjelas tidak bebas yang berukuran p x 1
(32)
?y = matriks koefisien regresi antara y terhadap ? yang berukuran p x m
?x = matriks koefisien regresi antara x terhadap ? yang berukuran q x m
e = vektor sisaan pengukuran terhadap y yang berukuran p x 1
d = vektor sisaan pengukuran terhadap x yang berukuran q x 1
1. Variabel Laten
Variabel laten di dalam model SEM digambarkan dalam bentuk oval.
Variabel laten di dalam model SEM dapat berupa variabel endogen, apabila
dipengaruhi oleh variabel laten lain, ataupun berupa variabel eksogen, apabila
mempengaruhi variabel laten lain. Variabel endogen dilambangkan dengan huruf Yunani “eta” (?), sedangkan variabel eksogen dengan “ksi” (?). Di dalam diagram
lintas pada bagian model struktural, variabel endogen dicirikan dengan variabel
yang menjadi target paling tidak satu panah satu arah, sedangkan variabel eksogen
dicirikan dengan variabel yang tidak dituju oleh panah satu arah.
2. Variabel Indikator
Variabel indikator digambarkan dalam bentuk kotak. Variabel indikator
yang berkaitan dengan variabel laten endogen, dilambangkan dengan Y,
sedangkan yang berkaitan dengan peubah laten eksogen dilambangkan dengan X.
3. Model Pengukuran
Model pengukuran merupakan model hubungan antara variabel laten dengan variabel indikatornya. Penyusunan variabel laten dari
variabel-variabel indikatornya merupakan hasil analisis faktor atau menggunakan
faktor-faktor dari penelitian terdahulu. Besarnya loading antara variabel laten dengan
variabel indikatornya dilambangkan dengan “lambda”, dengan ?x untuk variabel
(33)
4. Model Struktural
Hubungan antar variabel laten diasumsikan linier, walaupun hubungan ini
dapat diperluas pada kasus non linier. Pada diagram lintas model SEM, panah
satu arah menunjukkan hubungan pengaruh sedangkan panah dua arah menunjukkan hubungan korelasi. Besarnya pengaruh dari variabel endogen lain
dilambangkan dengan “beta” (ß), sedangkan besarnya pengaruh dari variabel
eksogen ke variabel endogen dilambangkan dengan “ga mma” (?). Untuk besarnya
hubungan atau korelasi antar variabel laten eksogen, dilambangkan dengan “phi”
(?).
5. Galat Struktural (Structural Error)
Sebagaimana dengan model hubungan antar variabel biasa yang bersifat
stokastik (melibatkan komponen acak/galat), model hubungan antar variabel laten
juga melibatkan komponen acak yang dinamakan galat struktural. Di dalam
diagram lintas, galat ini dilambangkan dengan “zeta” (?). Untuk memperoleh dugaan parameter yang konsisten, galat struktural diasumsikan tidak berkorelasi
dengan variabel eksogen. Meskipun demikian, galat struktural dapat berkorelasi
dengan galat struk tural lain.
6. Kesalahan Pengukuran (Measurement Error)
Pengukuran variabel laten lewat variabel- variabel indikatornya seringkali dianggap tidak sempurna atau masih terdapat kesalahan pengukuran. Dalam
kaitannya dengan analisis faktor pada model pengukuran diatas, kesalahan
pengukuran ini adalah unique factor yang bersesuaian dengan masing- masing
indikatornya. Kesalahan pengukuran yang berkaitan dengan variabel endogen
(34)
?11
? 51
? 61
?71
?41
?31
?21
variabel eksogen. Gambar 3 merupakan ilustrasi model SEM dalam bentuk
diagram lintas.
Langkah- langkah dalam analisis model persamaan struktural adalah
(Firdaus dan Farid, 2007) :
1. Pengembangan model teoritis
Analisis SEM pada prinsipnya merupakan pengujian kualitas secara
empiris dari teori yang sudah ada dan digunakan untuk mengkonfirmasi model teoritis tersebut. Hubungan kausalitas dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan
arti, namun pola hubungan akan menjadi rasional bila dilandaskan pada suatu
teori.
Gambar 3. Ilustrasi Model SEM dalam Bentuk Diagram Lintas
X1
X7 X5 X2
X3
X4
X6
Y1
Y2
Y4 Y3
(35)
2. Pengembangan pathdiagram (diagram alur)
Path diagram dibangun berdasarkan pada konstruk untuk menunjukkan
hubungan kausalitas. Konstruk adalah suatu konsep yang dilandaskan pada teori
dan berperan sebagai pembatas dalam mendefenisikan pola hubungan. 3. Pengembangan persamaan struktural
Diagram alur yang telah dibentuk dikonversi ke dalam bentuk persamaan.
Konversi diagram alur menjadi bentuk persamaan struktural dilakukan untuk
menyatakan hubungan kausalitas.
4. Estimasi model
Data input dalam SEM merupakan matriks kovarian yang digunakan untuk
melakukan pengujian model. Pengujian terhadap model dilakukan menggunakan
teori yang ada dan hasil penelitian terdahulu yang dapat digunakan untuk
mengestimasi model yang telah dibangun.
5. Pendugaan koefisien model
Analisis data dilakukan menggunakan perangkat lunak (software) LISREL
untuk menentukan koefisien dari persamaan yang telah dibangun dalam model.
Koefisien digunakan untuk menduga kebenaran hipotesa yang digunakan dalam
penelitian.
6. Evaluasi kriteria goodness-of-fit
Evaluasi terhadap hasil estimasi dilakukan untuk melihat kesesuaian
model yang terbentuk menggunakan beberapa indikator kebaikan model. Analisis
SEM tidak mempunyai alat uji statistik tunggal untuk menguji antara model
dengan data yang disajikan. Beberapa indeks kesesuaian yang umumnya
(36)
Approximation (RMSEA), 3) Goodness of fit (GFI), 4) Adjusted Goodness of Fit
(AGFI), dan 5) Comparative Fit Index (CFI).
7. Interpretasi dan Modifikasi model
Intepretasi terhadap hasil estimasi dilakukan setelah model diterima dan dilakukan mengikuti teori yang mendasarinya. Modifikasi dilakukan untuk
memperoleh model ya ng lebih baik dengan berdasarkan teori yang berlaku.
Analisis model persamaan struktural (SEM) merupakan teknik analisis
yang sangat dipengaruhi oleh besaran sampel yang digunakan terkait dengan
metode estimasi yang akan digunakan. Oleh karena itu penentua n jumlah sampel 2yang akan digunakan dalam penelitian merupakan hal penting dalam analisis
SEM. Beberapa pedoman penentuan besarnya ukuran sampel dalam analisis SEM
(Silomun dalam Ramadhani, 2005), yaitu :
• Bila pendugaan parameter menggunakan metode kemungkinan
maksimum, besar sampel yang disarankan adalah 100-200 orang
responden dan minimum absolutnya adalah 50 orang responden. • Sebanyak 5 - 10 kali jumlah parameter yang ada di dalam model
yang akan diduga.
• Sama dengan 5 - 10 kali jumlah variabel manifest (indikator) dari keseluruhan variabel laten.
2.5. Penggunaan LISREL untuk Analisis SEM
Pengolahan data dalam SEM dilakukan menggunakan prosedur iteratif
yang memerlukan waktu besar dan ketelitian tinggi jika dilakukan secara manual.
(37)
lunak (software) komputer seperti LISREL, EQS, AMOS, SASA PROC CALIS,
STATISTICA-SEPATH. LISREL merupakan perangkat lunak yang sering
digunakan dalam analisis SEM terutama dalam penelitian ilmu- ilmu sosial. Oleh
karena itu analisis SEM sering juga disebut sebagai analisis LISREL. Metode LISREL secara khusus dirancang untuk mengakomodasi bentuk-bentuk recursive
dan reciprocal causation, simultaneity, interdependence, latent variable, dan
measurement errors serta mengestimasi koefisien-koefisien dari sejumlah
persamaan struktural yang linier. Oleh sebab itu, metode ini dapat menganalisis
model- model dari bentuk yang relatif paling sederhana, seperti multiple regresion sampai model yang rumit, seperti path analysis dan full structural equation model
(Joreskoq dan Sorbom, 2001).
Analisis SEM dengan menggunakan LISREL dapat dilakukan dengan
menu-menu yang telah disediakan ataupun dengan menuliskan perintah melalui
bahasa PRELIS (untuk tahapan penyiapan matrik koraga m) dan dilanjutkan dengan bahasa LISREL ataupun SIMPLIS (untuk tahapan penyiapan analisisnya).
Penulisan perintah melalui bahasa LISREL lebih rumit dibandingkan dengan
SIMPLIS namun kerumitan ini sesuai dengan fasilitas yang disediakan dalam
bahasa LISREL yang tidak ada di SIMPLIS. Analis Model Hubungan Antara
Shopping Environment dengan Shopping Behaviour dan Impulsive Buying dilakukan dengan menggunakan software LISREL 8.72 for Windows untuk SEM
(38)
2.6. Penelitian Terdahulu
Donovan dan Rossiter (1982) melakukan penelitian terhadap konsumen
yang sedang melakukan pembelian di beberapa retail dengan tipe yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan pendekatan model yang dikembangkan oleh Mehrabian dan Russel (M-R model). Setiap responden diminta mengisi kuesioner
yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat untuk mengukur perasaan
konsumen ketika berada di dalam ritel (pleasure-arousal-dominance). Analisis
dilakukan menggunakan faktor analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
model Mehrabian-Russel merupakan model yang baik dalam melakukan penelitian perilaku pembelian konsumen (approach-avoidance). Faktor kepuasan
(pleasure) merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi perilaku
pembelian konsumen.
Penelitian yang dilakukan oleh Miliman (1982) bertujuan untuk melihat
pengaruh mu2sik yang dimainkan di dalam supermarket terhadap perilaku pembelian konsumen. Penelitian menggunakan experimental terhadap konsumen
di 200 supermarket. Analisis dilakukan dengan ANOVA. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan musik berpengaruh terhadap tingkat kepadatan
di dalam toko dan tingkat penjualan supermarket.
Areni dan Kim (1993) melakukan penelitian untuk melihat perilaku pembelian konsumen di wine store akibat penggunaan mus ik klasik dan musik
yang sedang terkenal top 40 music. Penelitian menunjukkan bahwa jumlah uang
yang dihabiskan oleh konsumen akan menjadi lebih besar ketika musik klasik
dimainkan dibandingkan dengan top 40. Hasil penelitian diperoleh dari analisis
(39)
Penelitian yang dilakukan oleh Michon dan Chebat (2004) bertujuan untuk
menghubungkan interaksi antara musik dan aroma di dalam toko terhadap
persepsi konsumen terhadap kualitas toko. Penelitian dilakukan dalam bentuk
experimen terhadap konsumen di pusat perbelanjaan/mal menggunakan kombinasi musik lembut/keras dengan wewangian. Analisis dilakukan dengan
model persamaan struktural dengan software EQS for Windows 6.1. Penelitian
menunjukkan bahwa kombinasi musik lembut dan aroma citrus berpengaruh
terhadap efek positif mal, kombinasi musik keras dan aroma citrus berpengaruh
positif terhadap persepsi mal, persepsi mal berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan.
Sweeney dan Wyber (2001) melakukan penelitian untuk mengukur
peranan aspek kognitif dan afektif konsumen terhadap musik yang dimainkan
dalam toko terhadap perilaku konsumen menggunakan pendekatan
approach-avoidance. Penelitian dilakukan dalam bentuk experimen menggunakan beberapa musik dengan variasi tempo dan jenis yang berbeda. Analisis dilakukan dengan
faktor analisis. Penelitian menunjukkan bahwa musik dan karakternya
berpengaruh signifikan terhadap emosi dan evaluasi pembelian konsumen di
dalam toko.
Penelitian tentang pengaruh aroma/wewangian terhadap perilaku konsumen dilakukan oleh Fitzgerald dan Ellen (1999). Penelitian ini bertujuan
untuk melihat pengaruh musik terhadap perilaku konsumen dilihat dari
keberadaannya, kesesuaiannya dan kenyamanannya. Analisis dilakukan dengan
(40)
yang sesuai dan memberikan kenyamanan akan memberikan efek postif terhadap
konsumen.
Penelitian yang dilakukan oleh Spangenberg, Crowley dan Handerson
(1996) bertujuan untuk melihat pengaruh aroma /wewangian terhadap proses evaluasi dan perilaku kons umen. Penelitian dilakukan dalam bentuk experimen
terhadap 308 responden dalam sebuah laboratorium yang telah didesain dengan
berbagai jenis aroma/parfum. Analisis MANOVA dilakukan untuk memperoleh
hasil penelitian. Penelitian menunjukkan adanya perbedaan pada proses evaluasi
dan perilaku konsumen di ruangan dengan aroma dan yang tanpa aroma.
Penelitian tentang pengaruh aroma (scent) terhadap perilaku pembelian
telah banyak dilakukan. Kebanyakan penelitian yang dilakukan di lingkungan
toko yang disimulasikan. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengaruh aroma (scent) terhadap perilaku pembelian merupakan hasil gabungan
dengan elemen lingkungan toko yang lain dan sifat pengaruhnya yang tidak konsisten.
Penelitian mengenai pengaruh lingkungan toko (Shopping Environment)
terhadap perilaku pembelian spontan dilakukan oleh Mattila dan Wirtz (2001).
Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan apakah lingkungan toko yang
menarik dapat meningkatkan pembelian spontan. Penelitian dilakukan dalam bentuk wawancara dan pembagian kuisioner terhadap konsumen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lingkungan toko yang memberikan situasi toko yang
menarik mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian spontan lebih
(41)
stimulus melalui elemen-elemen lingkungan toko melebihi dari harapan
konsumen (higher than desired in terms of exicetement and stimulation).
Penelitian tentang pengaruh shopping environment terhadap Shopping
Behaviour telah dilakukan di Indonesia oleh Jayanegara (2003). Penelitian dilakukan dalam bentuk survey terhadap 263 konsumen di 7 toko yang berbeda.
Analisis dilakukan dengan pendekatan pleasure-arousal-dominance. Penelitian
dilakukan dengan analisis persamaan struktural (SEM). Penelitian menunjukkan
hubungan positif antara pleasure-arousal-dominance yang diperoleh konsumen
dengan perilaku pembelian konsumen dan proses evaluasi pembelian.
Secara keseluruhan penelitian yang dilakukan untuk mengukur pengaruh
antara Shopping Environment dan Shopping Behaviour melalui
elemen-elemennya menunjukkan hubungan yang positif. Elemen Shopping Environment
yang memberikan kenyamanan dan kepuasan akan berdampak positif terhadap
sikap dan perilaku pembelian konsumen. Penelitian ini memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu menjadi dasar
penelitian ini terutama dalam penyusunan faktor- faktor pembentuk kenyamanan
(Perceived Enjoyment) melalui eleme n-elemen Shopping Environment khususnya
dalam penyusunan pernyataan kuesioner. Faktor- faktor yang dijadikan dasar
pengembangan pernyataan dalam kuesioner merupakan hasil dari penelitian terdahulu seperti faktor keberadaan dan kesesuaian elemen Shopping Environment
terhadap Shopping Behaviour. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian
terdahulu terletak pada elemen orang dan gaya layanan yang dimasukkan sebagai
salah satu faktor pembentuk kenyaman di dalam toko. Ke dua faktor ini
(42)
karakter konsumen Indonesia yang pada umumnya suka dilayani oleh orang
(personal) dan dengan gaya pelayanan yang memuaskan. Faktor ini tidak
dimasukkan dalam penelitian terdahulu sebagai faktor pembentuk kenyamanan di
dalam toko. Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan dengan topik penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
(43)
No Tahun Judul Penelitian Tipe Penelitian / Alat Analisis Hasil Penelitian
1. 1982 Store Atmosphere: An
Environmental Psychology Approach (Donovan and Rossiter)
• Survei menggunakan kuesioner di 66 buah ritel.
• Analisis faktor dan regresi.
• Lingkungan toko dapat memberikan kepuasan (pleasure), keterpengaruhan (aroused) dan control (control) dalam
berbelanja yang berpengaruh positif terhadap perilaku pengeluaran pembelian.
2. 1982 Using Background Music to Affect the Behaviour of Supermarket Shoppers (Milliman)
• Experimental di toko yang telah didesain dengan berbagai jenis tempo musik.
• ANOVA
• Penggunaan musik dapat mempengaruhi kepadatan di dalam toko dan tingkat penjualan.
3. 1992 Service Environments: The Impact of Physical Surroundings On Costumer and Employees (Mary Jo Bitner)
• Survei Konsumen dan
Karyawan.
• Lingkungan toko memberikan pengaruh yang berbeda kepada individu tergantung kepada kesukaan mereka.
• Mary Jo Bitner Servicescape Model 4. 1993 The Influence of Background Music
On Shopping Behaviour : Classical Versus Top-Fourty Music In A wine Store ( Areni and Kim)
• Survei Konsumen di Wine
Store.
• ANOVA
• Jumlah Uang yang dibelanjakan di toko lebih banyak ketika musik klasik dimainkan
dibandingkan dengan musik top-40. 5. 1996 Improving the Store Environment :
Do Olfactory Cues Affect Evaluation anmd Behaviours (Spangenberg, Crowley and Handerson)
• Experimental terhadap 308 responden di laboratorium yang telah didesian situasinya menggunakan kombinasi aroma/parfum.
• MANOVA
• Adanya perbedaan pada proses evaluasi dan perilaku konsumen di ruangan dengan aroma dan yang tanpa aroma.
• Keberadaan aroma dapat mempengaruhi mood konsumen.
(44)
6. 1999 Scents in The Marketplace : Explaining a Fraction of Olfaction (Fitzgerald and Ellen)
• Survey terhadap 206
responden.
• ANOVA
• Keberadaan aroma / wewangian yang sesuai dan memberikan kenyamanan dan efek positif terhadap konsumen.
7. 2001 The Role of Cognitions and
Emotions in the Music-Approach-Avoidance Behaviour Relationship (Sweeney and Wyber)
• Experimental di toko yang telah didesain dengan beragam tempo musik yang dimainkan. • Analisis Faktor dan Lisrel.
• Adanya hubungan signifikan antara musik dan karakter musik terhadap emosi konsumen dan proses evaluasi pembelian.
8. 2001 The Role of Store Environmental Stimulation and Social Factors on Impulse Purchasing (Mattila and Wirtz)
• Beragam Retail Outlet di
Singapura.
• ANOVA
• Stimulus yang tinggi dan lingkungan toko yang nyaman mendorong terbentuknya pembelian impulsif.
• Kondisi sosial konsumen mempengaruhi perilaku pembelian impulsif.
9. 2003 The Relationship Between
Shopping Environment and Shopping Behaviour : An Approach To Structural Equation Modeling (Jayanegara).
• Survey terhadap konsumen di 7 toko yang berbeda.
• Analisis Structural Equation Modeling.
• Hubungan positif antara pleasure - arousal dominance ( PAD) yang diperoleh konsumen dengan perilaku pembelian konsumen dan proses evaluasi pembelian.
10 2004 The Interaction Effect of
Background Music and Ambient Scent on the Perception of Service Quality (Michon and Chebat)
• Experimen terhadap konsumen di pusat perbelanjaan/mal menggunakan kombinasi musik lembut/ keras dengan wewangian.
• Model Persamaan Struktural dengan software EQS for Windows 6.1
• Kombinasi musik lembut dan aroma citrus berpengaruh terhadap efek positif mal. • Kombinasi musik keras dan aroma citrus
berpengaruh positif terhadap persepsi toko. • Persepsi toko berpengaruh positif terhadap
(45)
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan teori dalam menjelaskan hubungan Shopping Environment dengan Shopping Behaviour dan Impulsive
Buying. Model teoritis yang terkait dengan penelitian adalah Mehrabian-Russel
Model, Mary Jo Bitner Servicescape Model, Shopping Value, Shopping Behaviour
dan Impulsive Buying.
3.1.1. The Mehrebian and Russel Model
Penelitian mengenai hubungan antara persepsi konsumen terhadap
stimulus lingkungan toko terhadap perilaku pembeliannya pertama kali dipelajari
oleh disiplin ilmu psikolo gi. Pakar psikologi lingkungan Mehrebian dan Russel
(1974) melakukan penelitian yang menjadi dasar teori dalam mempelajari
pengaruh Shopping Environment terhadap Shopping Behaviour. Model yang dihasilkan oleh penelitian tersebut dikenal sebagai Model Mehrebian dan Russel
(The Mehrebian and Russel Model) yang lebih dikenal dengan istilah stimulus
-organism-response (S-O-R) paradigm. S-O-R paradigm merupakan konsep awal
penelitian perilaku individu akibat stimulus Shopping Environment dalam
penelitian perilaku konsumen dan pemasaran.
Mehrebian dan Russel (1974) menggunakan Model Stimulus-Organism
-Response (S-O-R) untuk mempostulasikan bahwa stimulus lingkungan (S) dapat
digunakan sebagai respon pendekatan atau penolakan (R) kepada konsumen.
(46)
lingkungan (O). Hasil dari penilaian terhadap stimulus yang diberikan akan
ditunjukkan dalam bentuk respon (R) terhadap stimulus lingkungan tersebut.
Mehrebian-Russel mendefinisikan dua bentuk sikap atau perilaku konsumen
terhadap stimulus lingkungan yaitu pendekatan (approach) atau penolakan
(avoidance). Perilaku pendekatan meliputi semua tindakan positif yang secara langsung tampak pada lingkungan tertentu seperti keinginan untuk tinggal lebih
lama, pengeluaran uang bertambah, interaksi sosial lebih tinggi. Sedangkan
perilaku penolakan ditunjukkan oleh sikap yang berbeda seperti keinginan untuk
segera keluar dari lingungan, mengurangi pengeluaran, interaksi sosial yang
rendah. Model S-O-R paradigm Mehrebian-Russel dapat dilihat pada Gambar 4.
Environmental Stimuli Dimensions of Affect: Response Behaviour : and Cognitive Processes Pleasure and Arousal Approach/Avoidance and Cognitive Processes
Gambar 4. The Mehrebian-Russel Stimulus Response Model
Sumber : Christopher Lovelock and Jochen Wirtz : Services Marketing, 2005
3.1.2. Mary Jo Bitner Servicescape Model (Shopping Environment Model)
Mary Jo Bitner Servicescape Model yang dibangun merupakan model
lanjutan dari S-O-R paradigm. Model ini memiliki beberapa dimensi utama dalam sebuah lingkungan toko yang terdiri dari : ambient condition, space/functionality,
dan sign, symbols dan artifacts. Model juga memasukkan dimensi respon
(47)
karena setiap individu memiliki persepsi nilai (perceived value) yang berbeda
terhadap stimulus lingkungan tersebut.
Kelebihan dari model ini adalah dalam model telah dimasukkan dimensi
respon karyawan terhadap dimensi Shopping Environment. Hal ini disebabkan
bahwa karyawan akan menghabiskan waktu yang lebih lama daripada konsumen di toko. Oleh karena itu sikap karyawan akibat Shopping Environment akan
mempengaruhi sikap mereka dalam melayani konsumen.
Respon int ernal yang terjadi pada konsumen dan karyawan dibedakan atas
respon kognitif (cognitive responses) seperti persepsi atas kualitas dan
kepercayaan, respon emosional (emotional responses) seperti feeling dan mood, dan respon psikologi seperti perasaan disakiti (pain) dan perasaan nyaman
(comfort). Respon konsumen ini akan berdampak terhadap respon perilaku
misalnya menghindari keramaian yang terjadi di dalam toko (social interaction),
menghabiskan uang lebih banyak (spending more money), menghabiskan waktu
yang lebih lama dalam toko (spending more time), dan terbentuknya perilaku pembelian impulsive (Impulsive Buying). Respon positif atau negatif yang
ditunjukkan konsumen ketika berada di toko sangat tergantung kepada lingkungan
toko yang ada. Oleh karena itu penyusunan strategi Shopping Environment harus
disesuaikan dengan situasi konsumen yang dihadapi dan situasi lingkungan yang
mempengaruhi konsumen. Mary Jo Bitner Servicescape Model merupakan model dasar yang dijadikan rujukan dalam membangun model persamaan struktural yang
akan digunakan dalam penelitian. Mary Jo Bitner Servicescape Model dapat
(48)
Gambar 5. Mary Jo Bitner, “Servicesescape: The Impact of Physcical Sorroundings on Costumer and Employees, “Journal of Marketing 56 (April 1992)
Sumber : Christopher Lovelock and Jochen Wirtzh : Services Marketing, 2005.
Lingkungan toko secara menyeluruh Kondisi A mbien
• Suhu
• Kualitas udara
• Kebisingan • Musik • Aroma Aspek Fungsional • Layout • Peralatan • Furnitur
Tanda, simbol dan artefak • Aksesoris
• Personal
• Artifa k
• Gaya dekorasi
Perceived Servicescape
Moderator : Respon Pelanggan Moderator : Respon Karyawan
Kognitif Emosi Psikologis
Kepercayaan Feeling Tersakiti Kategorisasi Mood Nyaman Simbolik Sikap Gerakan tubuh Pemaknaan
Kognitif Emos i Psikologis
Kepercayaan Feeling Tersakiti Kategorisasi Mood Nyaman Simbolik Sikap Gerakan tubuh Pemaknaan
Pendekatan • Afiliasi
• Explorasi
• Tinggal lebih lama
• Kepuasan • Penolakan (Lawan dari pendekatan) Pendekatan • Afiliasi • Explorasi
• Tinggal lebih lama
• Kepuasan
• Penolakan
(Lawan dari
pendekatan) Interaksi sosial antara pelanggan dengan karyawan Respon Pelanggan Respon Karyawan
(49)
3.1.3. Shopping Behaviour and Shopping Value
Babin, et al (1994) menggunakan pendekatan pengeluaran sumberdaya
(Resource Expenditure) untuk mengukur perilaku pembelian konsumen.
Pendekatan ini mengacu kepada besarnya sumberdaya yang dikeluarkan
konsumen ketika melakukan perbelanjaan dan besarnya nilai belanja yang diterima. Pada dasarnya pendekatan pengeluaran sumberdaya sama dengan
pendekatan approach/avoidance behavior yang dikembangkan oleh Mehrebian
dan Russel (1974) untuk menggambarkan Shopping Behavior (perilaku
pembelian). Menurut Barbin dan Darden, pendekatan pengeluaran sumberdaya
digunakan karena sifatnya yang lebih deskriptif daripada pendekatan approach/avoidance.
Pendekatan Resource Expenditure menga cu kepada berapa besar
sumberdaya uang yang dikeluarkan oleh konsumen ketika melakukan pembelian
di dalam toko, lamanya waktu yang dihabiskan oleh konsumen di dalam toko, dan
banyaknya interaksi sosial yang dilakukan oleh konsumen baik pada saat berada di dalam toko maupun ketika berada di luar toko (interaksi yang berkaitan dengan
toko).
3.1.4. Impulsive Buying
Rook (1987) mendefinisikan Impulsive Buying sebagai pemb elian segera yang dilakukan konsumen tanpa proses perencanaan dan evaluasi pada awalnya
(no pre-shopping intention). Impulsive Buying merujuk kepada pembelian
spontan yang dilakukan konsumen akibat adanya stimulus positif lingkungan yang
(50)
dilakukan oleh Donovan dan Rossiter (1982) menunjukkan bahwa Shopping
Environment yang menyenangkan berkorelasi positif dengan waktu tambahan
(extra time) dan pembelian tidak terencana (unplanned) yang dilakukan
konsumen.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mattila dan Wirtz menunjukkan bahwa stimulus yang tinggi melalui Shopping Environmet yang nyaman akan
membentuk Impulsive Buying yang tinggi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa Impulsive Buying akan semakin bertambah ketika stimulus yang diberikan
melebihi harapan konsumen.
3.2. Implikasi Model Teoritis Terhadap Analisis Persamaan Struktural
Model persamaan strukural yang digunakan dalam penelitian dibangun
dengan menggunakan pendekatan model- model teoritis yang telah dikemukakan
diatas. Model Mehrabian dan Russel digunakan untuk menggambarkan hubungan
antara Shopping Environment sebagai stimulus dengan Shopping Behaviour dan Impulsive Buying sebagai respon melalui Perceived Enjoyment sebagai proses
evaluasi internal. Mary Jo Servicescape Model digunakan untuk menyusun
variabel- variabel indikator model persamaan struktural dari elemen-elemen
Shopping Environment (musik, aroma, suhu, citra, furnitur, gaya layanan, orang),
menyusun variabel laten Perceived Enjoyment.
Teori Impulsive Buying, Shopping Behaviour dan Shopping Value
digunakan untuk menyusun variabel laten Impulsive Buying dan Resource
Expenditure beserta variabel- variabel indikatornya (pembelian spontan, waktu
(51)
umum bahwa model persamaan struktural yang digunakan dalam penelitian
merupakan model yang dibangun dengan pendekatan model- model teoritis dan
hasil penelitian terdahulu.
3.3. Kerangka Pemikiran Operasional
Kerangka pemikiran operasional yang digunakan dalam penelitian dapat
dilihat pada Gambar 6. Analisis diawali dengan melihat kondisi persaingan yang
terjadi pada industri makanan dan minuman (food and bavarages industry) yang
dijadikan sebagai objek penelitian. Pertumbuhan jumlah restoran yang tinggi
merupakan gambaran tingginya tingkat persaingan pada industri ini. Tingginya tingkat persaingan pada industri selain disebabkan pertambahan jumlah
perusahaan pada industri juga disebabkan perubahan preferensi konsumen dan
strategi perusahaan yang semakin kreatif dalam menghadapi persaingan.
Konsumen tidak hanya menginginkan manfaat fungsional (main benefit) dari
makanan sebagai pemenuh kalori tetapi juga mencari manfaat tambahan (additional benefit). Selain itu perusahaan dalam industri semakin kreatif dalam
menyusun strategi untuk menarik perhatian dan mempengaruhi perilaku
pembelian konsumen.
Salah satu strategi yang disusun oleh perusahaan untuk mempengaruhi
perilaku pembelian konsumen adalah Shopping Environment. Shopping Environment merupakan strategi yang telah terbukti dapat mempengaruhi perilaku
konsumen (hasil penelitian terdahulu) dan telah banyak diterapkan oleh
perusahaan di Indonesia termasuk usaha restoran. Penelitian ini dilakukan untuk
(1)
25. Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks mempengaruhi pola belanja Anda. SS = Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks merupakan hal yang sangat
Anda perhatikan dan selalu mempengaruhi pola belanja Anda.
S = Gaya layanan merupakan hal yang Anda perhatikan dan terkadang mempengaruhi pola belanja Anda.
TS = Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks merupakan hal yang Anda perhatikan tetapi tidak pernah mempengaruhi pola belanja Anda.
STS = Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks bukan hal yang Anda perhatikan dan tidak pernah mempengaruhi pola belanja Anda.
26. Gaya layanan yang berbeda/menarik merupakan alasan Anda datang (berbelanja) di Starbucks.
SS = Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks (berbeda dan menarik) merupakan hal yang sangat Anda perhatikan dan menjadi pertimbangan utama Anda datang (berbelanja).
S = Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks (berbeda dan menarik) merupakan hal yang Anda perhatikan dan menjadi salah satu faktor pertimbangan Anda untuk datang (berbelanja).
TS = Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks merupakan hal yang Anda perhatikan tetapi tidak menjadi faktor pertimbangan untuk datang berbelanja.
STS = Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks bukan hal yang Anda perhatikan dan tidak pernah menjadi faktor pertimbangan untuk datang kembali.
27. Gaya layanan menjadi faktor pertimbangan Anda memilih Starbucks.
SS = Gaya layanan Starbucks merupakan hal yang sangat Anda perhatikan dan menjadi pertimbangan utama dalam memilih Starbucks.
S = Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks merupakan hal yang Anda perhatikan dan menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam memilih Starbucks.
TS = Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks merupakan hal yang Anda perhatikan tetapi tidak menjadi faktor pertimbangan dalam memilih Starbucks.
STS = Gaya layanan yang dimiliki oleh Starbucks bukan hal yang Anda perhatikan dan tidak pernah menjadi faktor pertimbangan dalam memilih Starbucks.
28. Gaya layanan yang diberikan Starbucks memberikan pengalaman yang menyenangkan dalam berbelanja.
SS = Gaya layanan Starbuck merupakan pembentuk pengalaman yang sangat berkesan dan menjadi faktor utama yang membuat Anda merasa senang di dalam Starbucks.
S = Gaya layanan Starbucks merupakan pembentuk pengalaman yang cukup berkesan yang menjadi salah satu faktor pembentuk kesenangan di dalam Starbucks.
TS = Gaya layanan Starbuck memberikan pengalaman tetapi tidak berpengaruh terhadap kesenangan Anda di dalam Starbucks.
(2)
29. Pelayanan secara personal di Starbucks dari awal hingga akhir merupakan sesuatu yang penting.
SS = Pelayanan secara personal sangat perlu dilakukan karena akan mempengaruhi perasaan/mood Anda dan menjadi faktor pertimbangan utama Anda untuk datang kembali
S = Pelayanan secara personal perlu dilakukan karena akan mempengaruhi perasaan/mood Anda.
TS = Pelayanan secara personal tidak perlu dilakukan di Starbucks
STS = Pelayanan secara personal sangat tidak perlu dan sangat menggangu kenyamanan Anda.
30. Pelayanan yang memuaskan di Starbucks mempengaruhi mood/perilaku pembelian Anda.
SS = Anda merupakan tipe orang yang sangat mengutamakan kepuasan atas pelayanan karena sangat berpengaruh terhadap mood dan perilaku Anda sekarang dan sebagai pertimbangan Anda untuk datang kembali .
S = Anda merupakan tipe orang yang memperhatikan kepuasan atas pelayanan karena akan berpengaruh terhadap mood dan perilaku Anda sekarang.
TS = Kepuasan atas pelayanan merupakan hal penting tetapi tidak mempengaruhi mood dan perilaku Anda di Starbucks
STS = Kepuasan atas pelayanan sangat tidak berpengaruh atas mood dan perilaku Anda di Starbucks.
31. Pelayanan atas keluhan yang cepat mempengaruhi sikap/mood Anda di Starbucks.
SS = Anda merupakan tipe orang yang sangat memperhatikan kepuasan atas keluhan karena akan berpengaruh terhadap mood dan perilaku Anda sekarang dan sebagai bahan pertimbangan untuk datang kembali.
S = Anda merupakan tipe orang yang memperhatikan kepuasan atas keluhan karena akan berpengaruh terhadap mood dan perilaku Anda sekarang. TS = Kepuasan atas keluhan merupakan hal penting tetapi tidak
mempengaruhi mood dan perilaku Anda di Starbucks
STS = Kepuasan atas keluhan sangat tidak berpengaruh atas mood dan perilaku Anda di Starbucks.
32. Sikap pelayan yang menyenangkan/memuaskan menjadi pertimbangan Anda datang kembali ke Starbucks.
SS = Anda merupakan tipe orang yang sangat mengutamakan kepuasan atas sikap pelayan karena sangat mempengaruhi mood dan perilaku Anda sekarang dan sebagai pertimbangan utama untuk datang kembali.
S = Kepuasan atas sikap pelayan merupakan hal yang Anda perhatikan dan menjadi bahan pertimbangan untuk datang kembali.
TS = Kepuasan atas sikap pelayan merupakan hal yang Anda perhatikan tetapi tidak pernah dijadikan sebagai pertimbangan untuk datang kembali.
(3)
STS = Anda bukan tipe orang yang memperhatikan kepuasan atas sikap pelayan dan tidak pernah menjadikannya sebagai pertimbangan untuk datang kembali.
33. Anda akan mengeluarkan uang lebih dari yang direncanakan karena kenyamanan di Starbucks.
SS = Hal ini selalu Anda lakukan untuk seluruh pembelian (kunjungan) di Starbucks (kenyamanan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku Anda).
S = Hal ini Anda lakukan untuk beberapa pembelian (kunjungan) di Starbucks (kenyamanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
TS = Hal ini tidak pernah Anda lakukan di Starbucks
STS = Hal ini bukan tipe perilaku Anda secara umum, tidak hanya di Starbucks (kenyamanan bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
34. Anda akan menghabiskan waktu lebih lama karena situasi Starbucks yang nyaman.
SS = Hal ini selalu Anda lakukan untuk seluruh pembelian (kunjungan) di Starbucks (kenyamanan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku Anda)
S = Hal ini Anda lakukan untuk beberapa pembelian (kunjungan) di Starbucks (kenyamanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
TS = Hal ini tidak pernah Anda lakukan di Starbucks
STS = Hal ini bukan tipe perilaku Anda secara umum, tidak hanya di Starbucks (kenyamanan bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
35. Anda akan melakukan interaksi/percakapan dengan pelayan karena situasi Starbucks yang nyaman.
SS = Hal ini selalu Anda lakukan untuk seluruh pembelian (kunjungan) di Starbucks (kenyamanan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku Anda)
S = Hal ini Anda lakukan untuk beberapa pembelian (kunjungan) Anda di Starbucks (kenyamanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
TS = Hal ini tidak pernah Anda lakukan di Starbucks
STS = Hal ini bukan tipe perilaku Anda secara umum, tidak hanya di Starbucks (kenyamanan bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
36. Anda merencanakan sejumlah uang tertentu untuk kembali berbelanja di Starbucks karena kenyamanannya.
SS = Menyisihkan jumlah uang yang lebih besar untuk pemesanan yang akan dilakukan.
(4)
S =Meyisihkan jumlah uang yang sama untuk pemesanan yang biasa dilakukan.
TS = Tidak pernah melakukan perencanaan uang yang akan dibelanjakan. STS = Tidak pernah datang kembali ke Starbucks.
37. Anda mempersiapkan waktu khusus untuk kembali ke Starbucks karena kenyamanan yang sekarang Anda terima.
SS = Seluruh kunjungan (belanja) di Starbucks merupakan kegiatan yang sudah direncanakan.
S = Beberapa kunjungan yang dilakukan ke Starbucks merupakan kegiatan yang sudah direncanakan.
TS = Kunjungan (belanja) di Starbucks tidak pernah melalui sebuah perencanaan waktu khusus.
STS = Tidak pernah datang kembali ke Starbucks.
38. Anda akan mempromosikan Starbucks kepada pihak lain karena kenyaman yang diterima.
SS = Menjelaskan kondisi Starbucks (kelebihan dan kenyamanannya) dan mereferensikan Starbucks sebagai tempat yang harus dikunjungi tanpa perlu dimintai pendapat.
S = Mempromosikan (menjelaskan) kondisi Starbucks sebagai tempat yang nyaman tanpa perlu dimintai pendapat .
TS = Mempromosikan (menjelaskan) kondisi Starbucks apabila dimintai pendapat.
STS = Tidak pernah mempromosikan Starbucks.
39. Uang yang Anda keluarkan sebanding dengan nilai/kenyamanan yang diperoleh di Starbucks.
SS = Kenyamanan yang diperoleh melebihi uang yang dikeluarkan
S = Uang yang dikeluarkan sebanding dengan kenyamanan yang diperoleh. TS = Mengeluh atas uang (harga ) yang telah dikeluarkan.
STS =Mengeluh (menyesal) atas uang yang telah dikeluarkan dan mengeluarkan ekspresi negatif terhadap Starbucks.
40. Waktu yang Anda habiskan di Starbucks memberikan pengalaman yang menyenangkan.
SS = Waktu yang dihabiskan me mberikan kenyamanan dan pengalaman yang sangat berkesan dan segera ingin kembali ke Starbucks.
S = Waktu yang dihabiskan memberikan kenyamanan dan pengalaman. TS = Waktu yang dihabiskan tidak memberikan pengalaman apa-apa (tidak
berkesan).
STS = Menyesal atas lama waktu yang telah dikeluarkan.
41. Anda akan memberikan masukan/saran positif kepada pelayan/Starbucks karena kenyamanan yang Anda terima.
SS = Hal ini selalu Anda lakukan untuk seluruh pembelian (kunjungan) di Starbucks.
(5)
S = Hal ini Anda lakukan untuk beberapa pembelian (kunjungan) di Starbucks (jika kunjungan Anda berkesan).
TS = Hal ini tidak pernah Anda lakukan di Starbucks
STS = Hal ini bukan tipe perilaku Anda secara umum, tidak hanya di Starbucks (kenyamanan bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
42. Anda sering melakukan pembelian spontan di Starbucks karena kenyaman Starbucks.
SS = Hal ini selalu Anda lakukan untuk seluruh pembelian (kunjungan) di Starbucks (kenyamanan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku Anda)
S = Hal ini Anda lakukan untuk beberapa pembelian (kunjungan) di Starbucks.
TS = Hal ini tidak pernah Anda lakukan di Starbucks.
STS = Hal ini bukan tipe perilaku Anda secara umum, tidak hanya di Starbucks (kenyamanan bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
43. Perilaku pembelian Anda di dalam Starbucks dipengaruhi oleh situasi (orang/pengunjung).
SS = Hal ini merupakan tipe untuk seluruh pembelian Anda di Starbucks (situasi sangat mempengaruhi perilaku Anda).
S = Hal ini merupakan tipe untuk beberapa pembelian Anda di Starbucks (situasi mempengaruhi perilaku Anda)
TS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda di Starbucks (situasi tidak mempengaruhi perilaku Anda di Starbucks.
STS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda secara umum tidak hanya di Starbucks (situasi bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
44. Anda sering melakukan pembelian tanpa pertimbangan ketika sudah merasa nyaman dengan situasi di Starbucks.
SS = Hal ini merupakan tipe untuk seluruh pembelian Anda di Starbucks (kenyamanan sangat mempengaruhi perilaku Anda).
S = Hal ini merupakan tipe untuk beberapa pembelian Anda di Starbucks (kenyamanan mempengaruhi perilaku Anda)
TS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda di Starbucks (kenyamanan tidak mempengaruhi perilaku Anda di Starbucks.
STS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda secara umum tidak hanya Starbucks (kenyamanan bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
45. Anda melakukan pembelian tergantung bagaimana perasaan ketika berada di dalam Starbucks.
SS = Hal ini merupakan tipe untuk seluruh pembelian Anda di Starbucks (perasaan/mood sangat mempengaruhi perilaku Anda).
(6)
S = Hal ini merupakan tipe untuk beberapa pembelian Anda di Starbucks (perasaan/mood mempengaruhi perilaku Anda)
TS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda di Starbucks (perasaan/mood tidak mempengaruhi perilaku Anda di Starbucks.
STS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda secara umum tidak hanya di Starbucks (perasaan/mood bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
46. “Beli sekarang , pikirkan” menggambarkan sikap belanja Anda di Starbucks (Buy Now, Think Later).
SS = Hal ini merupakan tipe untuk seluruh (selalu) pembelian Anda di Starbucks (situasi sangat mempengaruhi perilaku Anda).
S = Hal ini merupakan tipe untuk beberapa pembelian Anda di Starbucks (situasi mempengaruhi perilaku Anda)
TS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda di Starbucks (situasi tidak mempengaruhi perilaku Anda di Starbucks.
STS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda secara umum tidak hanya Starbucks (situasi bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku Anda). 47. Anda termasuk orang yang nekat dalam berbelanja di Starbucks ketika merasa cocok dengan situasi.
SS = Hal ini merupakan tipe untuk seluruh pembelian Anda di Starbucks (situasi sangat mempengaruhi perilaku Anda).
S = Hal ini merupakan tipe untuk beberapa pembelian Anda di Starbucks (situasi mempengaruhi perilaku Anda)
TS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda di Starbucks (situasi tidak mempengaruhi perilaku Anda di Starbucks.
STS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda secara umum tidak hanya di Starbucks (situasi bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku Anda).
48. Anda akan membeli sesuatu yang Anda lihat menarik di dalam Starbucks ( I see, I buy it)
SS = Hal ini merupakan tipe untuk seluruh pembelian Anda di Starbucks (desain/display produk yang menarik sangat mempengaruhi perilaku Anda).
S = Hal ini merupakan tipe untuk beberapa pembelian Anda di Starbucks (desain/display produk yang menarik mempengaruhi perilaku Anda) TS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda di Starbucks (desain/display produk
bukan faktor yang berpengaruh terhadap perilaku Anda).
STS = Hal ini bukan tipe pembelian Anda secara umum tidak hanya Starbucks (desain/display produk bukan faktor yang berpengaruh terhadap perilaku Anda).