Komponen Peluang Opportunities Pendapat Gabungan Seluruh Stakeholder

Tantangan dalam pengembangan wisata bahari adalah memanfaatkan terumbu karang yang ada secara berkelanjutan tanpa menimbulkan dampak- dampak yang merugikan. Hal ini penting karena kegiatan wisata bahari pada hakekatnya memadukan dua system yaitu kegiatan manusia dan ekosistem laut dari terumbu karang. Adanya kegiatan wisata bahari sangat tergantung pada sumberdaya alam diantaranya terumbu karang dan apabila terjadi kerusakan akan menurunkan mutu daya tarik wisata Yulianda 2007. Prioritas penentuan kebijakan pengembangan wisata bahari dapat dilihat pada Gambar 33. Gambar 33 Hasil akhir prioritas pendapat gabungan seluruh stakeholder. Enam alternatif kebijakan lihat Gambar 33 dalam pengembangan wisata bahari, antara lain: 1. Pengelolaan wisata terpadu, 2. Penguatan peraturan dan kelembagaan, 3. Peningkatan SDM, 4. Pemberdayaan Masyarakat, 5. Upaya pencegahan kerusakan terumbu karang dan 6. Pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang secara optimal. Nilai bobot prioritas alternatif kebijakan pengembangan wisata bahari menurut pendapat gabungan seluruh stakeholder dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Nilai bobot prioritas alternatif kebijakan pengembangan wisata bahari menurut pendapat gabungan seluruh stakeholder No. Kriteria Bobot Persentase Peringkat 1. Pengelolaan wisata terpadu 0.263 26.3 1 2. Penguatan peraturan dan kelembagaan 0.239 23.9 2 3. Peningkatan SDM 0.187 18.7 3 4. Pemberdayaan Masyarakat 0.170 17.0 4 5. Upaya pencegahan kerusakan terumbu karang 0.073 7.30 5 6. Pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang secara optimal 0.068 6.8 6 Sumber: Hasil olahan data primer Arahan strategi dan kebijakan pengembangan wisata bahari di Pulau Sebesi dijelaskan secara satu persatu sebagai berikut, yaitu;

5.6.1. Pengelolaan Wisata Bahari Terpadu

Pengelolaan wisata bahari terpadu sangat penting dalam pengembangan wisata bahari kedepannya. Peranan dari pemegang kebijakan yang menciptakan iklim kerja yang professional menentukan keberhasilan pengembangan wisata bahari. Dalam implementasi sering terjadi dan ditemukan egosektoral hal inilah yang menghambat pengembangan wisata bahari di Pulau Sebesi Koordinasi tidak ada antara pemangku kebijakan. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah 1. Mewujudkan misi dan misi yang sama dalam pengembangan wisata bahari terutama bagi pemangku kebijakan yang terkait, 2. Pelibatan peran masyarakat, LSM, perguruan tinggi, pengusaha secara partisipatif dalam menyusun kebijakan pengembangan wisata bahari di Pulau Sebesi khususnya. Pada dasarnya bahwa konsep pembangunan pulau-pulau kecil mengacu kepada konsep pembangunan wilayah pesisir meskipun ekosistem yang ada di pulau-pulau kecil mungkin lebih beragam Susilo 2003. Selanjutnya Dahuri et al 1996 menyatakan bahwa pengelolaan terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secar terpadu ntegreted guna mencapai pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. Dalam hal ini, keterpaduan intergration mengandung tiga demensi yaitu sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologi. Sedangkan menurut Cicin-Sain dan Knecht 1998 bahwa keterpaduan dalam pengelolaan mengandung lima demensi yaitu keterpaduan antar sektoral intersectoral integration , keterpaduan antar lembaga pemerintah intergoverment integration, keterpaduan kawasan spatial integration, keterpaduan ilmu dan manajemen science management integration dan keterpaduan international international integration . Dahuri 2003 menyatakan bahwa pengelolaan terpadu pada prinsipnya pengelolaan yang dapat mengakomodasi adanya spektrum zonasi dari wilayah pesisir dan lautan yang tediri dari 1. Daerah pedalaman inland areas, 2. Daerah pantai coastal lands, 3. Perairan pantai coastal water, 4. Perairan lepas pantai