Pendugaan Heritabilitas Koefisien Keragaman Genetik KKG Koefisien Korelasi Analisis Lintas

3.5.2 Pendugaan Heritabilitas

Nilai heritabilitas merupakan nilai yang digunakan oleh pemulia tanaman dalam melakukan seleksi terhadap beberapa karakter yang diinginkan Allard, 1960. Nilai ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana suatu populasi tanaman secara fenotipik dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan sekitarnya. Perhitungan nilai ragam genotipe dan ragam fenotipe diduga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: σ 2 ε = = σ 2 = = σ 2 р = = V g + V e Keterangan : KT g = kuadrat tengah genotipe KT e = kuadrat tengah galat V G = ragam genotipe V E = ragam lingkungan V P = ragam fenotipe r = banyaknya ulangan Rumus heritabilitas sebagai berikut : h 2 bs = Kriteria nilai heritabilitas h 2 bs menurut Stanfield 1991 terdiri dari tiga kelas yaitu: Heritabilitas rendah : h 2 bs 0.2 Heritabilitas sedang : 0.β ≤ h 2 bs ≤ 0.5 Heritabilitas tinggi : 0.5 h 2 bs 0.1

3.5.3 Koefisien Keragaman Genetik KKG

Rumus untuk perhitungan koefisien keragaman genetik adalah: KKG = x 100 Keterangan : KKG = koefisien keragaman genetik V G = ragam genetik = nilai tengah Menurut Moedjiono dan Mejaya 1994 kriteria KKG relatif yaitu : rendah x≤ 25, agak rendah 25 x≤ 50, cukup tinggi 50 x≤ 75 dan tinggi 75 x≤ 100.

3.5.4 Koefisien Korelasi

Keeratan hubungan antar dua peubah yang diamati dapat diketahui melalui nilai koefisien korelasinya r. Rumus untuk menduga koefisien korelasi adalah : Keterangan : r xy = koefisien korelasi peubah x dan y = nilai pengamatan ke-i pada peubah pertama = nilai pengamatan ke-i pada peubah kedua Nilai r berada diantara -1 dan +1. Nilai 1 atau -1 menunjukkan bahwa hubungan linear sempurna dan jika r sama dengan nol maka tidak ada hubungan antara kedua peubah atau hubungannya tidak linier.

3.5.5 Analisis Lintas

Besarnya nilai koefisien lintasan P dicari dengan menggunakan metode aljabar matriks menurut Singh dan Chaudary 1979. Pengolahan data ini dilakukan dengan program SAS 6.12.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum

Penelitian dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009 di Kebun Percobaan Lewikopo IPB dimana pada bulan tersebut merupakan akhir dari musim hujan. Curah hujan yang turun selama penelitian berdasarkan data statistik dari stasiun klimatologi Dramaga yaitu 346.57 mmbulan, dimana pada bulan Mei curah hujan sangat tinggi 570.60 mm. Suhu udara berkisar 26 o C dengan kelembaban udara 81.67. Dengan demikian curah hujan tersebut adalah cukup untuk fase pertumbuhan sampai pembentukan tongkol. Tim Penebar Swadaya 1992 menyatakan bahwa kisaran curah hujan ideal bagi jagung semi adalah 100 – 125 mmbulan. Data curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara dicantumkan pada Lampiran 11. Pertumbuhan tanaman jagung cukup baik, terlihat dari daya tumbuh rata- rata dari 18 genotipe adalah 99.44. Hal ini dikarenakan sebelum penanaman jagung untuk penelitian, benih diperbanyak terlebih dahulu. Gambar 1 memperlihatkan beberapa hama dan penyakit yang menyerang tanaman jagung selama penelitian. Serangan hama mulai terlihat saat tanaman berumur 3 MST berupa belalang Melanoplus sp., ulat tanah Agrotis ipsilon dan ulat grayak Spodoptera litura. Hama ulat penggerek tongkol Heliothis armigera dan ulat penggerek batang Sesamia inferens menyerang saat panen jagung semi berlangsung sekitar 40 – 55 HST, akibat serangan keduanya terjadi penurunan kualitas tongkol jagung semi. Penyakit bulai Sclerospora maydis menyerang tanaman jagung yang masih muda berumur sekitar 3 MST sehingga untuk menghindari penyebaran penyakit ini dilakukan pencabutan dan pembuangan tanaman jagung yang terserang Gambar 1. Saat tanaman jagung berumur lebih dari 5 MST serangan bulai cukup luas sekitar 8.04 secara keseluruhan. Genotipe yang banyak terserang bulai antara lain BC 10 MS 15 37.33, Sadewa 14 dan EY Pool C6S2 15.33. Genotipe BC 10 MS 15 merupakan genotipe hasil pemuliaan yang terserang penyakit bulai cukup tinggi sehingga dalam satu petakan hanya