hubungan dan memecahkan masalah sesuai dengan kebutuhan pada tahap perkembangannya Slavin, 2011:50.
2. Metode Montessori
Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Maria Montessori 1870-1952 dengan konsep belajar
sambil bermain Holt, 2008:xi. Maria Montessori adalah seorang dokter wanita di Italia yang mendirikan Casa dei Bambini atau Children
’s House. Casa dei Bambini merupakan sekolah untuk anak-anak dari lingkungan
pinggiran di Roma. Montessori menemukan metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak melalui observasi yang ia lakukan selama ia
mengajar di Casa dei Bambini. Montessori menciptakan lingkungan belajar yang dipersiapkan.
Lingkungan yang dipersiapkan dapat mengembangkan kepribadian, pengetahuan, dan kemandiriannya semaksimal mungkin. Anak-anak dalam
kelas Montessori, bebas memilih apa yang akan mereka kerjakan, anak juga dapat bekerja dalam kelompok berbeda usia yang memungkinkan
anak untuk berinteraksi dengan bebas dan lepas. Montessori mengungkapkan bahwa anak berhasil bukan karena
diajarkan oleh guru melainkan oleh pengalaman mereka sendiri Magini, 2013:55. Montessori melihat kemandirian sebagai unsur penting dalam
pembelajaran. Montessori berpendapat bahwa pendidikan semestinya membantu anak untuk melakukan sendiri segala sesuatu yang berguna
untuk kelangsungan hidupnya. Melalui pendidikan juga, anak diharapkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjadi individu yang dapat mengembangkan begitu banyak kemampuan untuk masa depannya.
3. Alat Peraga Berbasis Metode Montessori a. Pengertian Alat Peraga
Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mengartikan alat sebagai benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu, sedangkan
peraga adalah alat media pengajaran untuk memperagakan suatu pengajaran KBBI, 2005. Selain itu, Sudono 2010:5 mengungkapkan
bahwa alat peraga merupakan alat yang berfungsi untuk menerangkan materi pelajaran tertentu dalam proses belajar mengajar. Hal tersebut
diperkuat oleh Anitah 2010:10 yang berpendapat bahwa alat peraga sebaiknya digunakan apabila alat peraga tersebut mendukung
tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut fungsinya, Munadi dalam Metasari, 2014:11 mengatakan bahwa fungsi utama alat peraga adalah
menjadi sumber belajar yang akan menuntun siswa mencapai konsep pembelajaran hingga sampai pada tujuan pembelajaran dengan batasan-
batasan tertentu. Melalui alat peraga, hal-hal yang bersifat abstrak dapat disajikan
dengan alat peraga yang konkret sehingga dapat mempermudah siswa dalam memahami. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa alat
peraga merupakan alat yang digunakan untuk menerangkan materi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pelajaran tertentu dalam pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran.
b. Alat Peraga Montessori
Alat peraga Montessori merupakan alat peraga yang digunakan untuk mengajar anak dengan rancangan yang sederhana, indah, dan
memungkinkan mereka
untuk menggali
pengetahuan, merepresentasikan konsep dan juga mengkoreksi kesalahannya sendiri
Lillard, 2011:11. Alat peraga yang didesain Montessori disebut sebagai alat peraga didaktis yang memiliki unsur pengendali kesalahan
Magini, 2013:54. Lillard 2011:137 mengatakan bahwa alat peraga matematika Montessori tidak dirancang untuk mengajar matematika
tetapi untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematika, meliputi: memahami perintah, mengurutkan, mengabstraksikan, dan
kemampuan untuk
mengkonstruksikan pengetahuan-pengetahuan
menjadi suatu konsep baru. Alat peraga Montessori hendaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut Montessori, 2002:173-179:
1 Secara spontan menarik perhatian anak. Alat peraga dalam pembelajaran hendaknya memiliki
keindahan baik dari segi warna dan kecerahannya. Alat-alat peraga Montessori dirancang dengan warna yang terang dan lembut. Alat-
alat peraga dibuat semenarik mungkin untuk membangkitkan keinginan anak untuk menyentuh, meraba, dan menggunakan alat
tersebut ketika belajar. Landasan tersebut merupakan dasar yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digunakan Montessori untuk menciptakan alat peraga sensorial yang mengarahkan pada pengaktifan dan pemekaan seluruh indera
manusia Montessori, 2002:174. 2 Mengandung gradasi rangsangan yang rasional
Penekanan gradasi dalam pembelajaran
Montessori didasarkan pada rasional anak. Rasional anak terbentuk secara
bertahap ketika anak bekerja dengan alat peraga. Gradasi dibedakan menjadi dua yakni gradasi umur dan gradasi rangsangan
rasional. 3 Auto-correction
Alat peraga Montessori memiliki pengendali kesalahan auto-correction. Pengendali kesalahan dapat menunjukkan sendiri
setiap kesalahan sehingga anak menyadari apabila telah melakukan kekeliruan. Tanpa ada orang lain yang mengkoreksi, alat peraga
sudah mampu menjawab letak kesalahan anak Magini, 2013:54- 55.
4 Auto-education Alat peraga Montessori dirancang untuk memungkinkan
anak melakukan
pendidikan diri.
Anak membawa
dan mempergunakan alat peraga sendiri, sehingga mampu menyerap
pemahaman yang ia peroleh sendiri tanpa diberitahu orang lain. Campur tangan pendidik pun semakin diminimalisir, pendidik lebih
berperan sebagai pengamat yang memberikan arahan pada anak ketika belajar.
5 Kontekstual Lillard 2005:32 mengungkapkan bahwa salah satu prinsip
pembelajaran Montessori adalah belajar sesuai dengam konteks. Konteks dalam hal ini diartikan sebagai lingkungan sekitar.
Pembuatan alat peraga oleh Montessori menggunakan bahan yang didapat dari lingkungan sekitar. Ciri kontekstual pada alat perga
Montessori ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan. Pengembangan tersebut didasari oleh Montessori
sendiri yang
memanfaatkan lingkungan
sebagai konteks
pembelajaran tanpa batas. Berdasarkan kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa alat
peraga berbasis metode Montessori adalah alat peraga yang dirancang untuk mengajar anak yang dibuat berdasarkan
karakteristik alat peraga Montessori, yaitu menarik, bergradasi, auto education, auto correction dan kontekstual.
c. Alat Peraga Pembagian Berbasis Metode Montessori
Alat peraga pembagian berbasis metode Montessori adalah alat peraga yang dibuat berdasarkan karakteristik alat peraga Montessori
yang digunakan untuk membantu penyampaian konsep atau materi pembagian. Alat peraga pembagian berbasis metode Montessori yang
digunakan di dalam penelitian ini adalah alat peraga yang telah
dikembangkan sebelumnya.
Pengembangan alat peraga disesuaikan dengan kebutuhan alat, Standar Kompetensi, dan Kompetensi Dasar di kelas II. Alat peraga
pembagian ini diadopsi dari alat peraga stamp games. Alat peraga yang telah dikembangkan terdiri dari 1 kotak balok, 2 papan pembagian,
3 kartu soal, 4 balok satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan, 5 pion, dan 6 album penggunaan alat peraga. Alat peraga dibuat berdasarkan
dari karakeristik alat peraga Montessori, yaitu: 1 Menarik, terlihat dari warna alat peraga yang memiliki warna-
warna yang cerah. 2 Bergradasi, terlihat dari bentuk alat peraga yang berupa balok
dengan papan yang berlubang sehingga mampu merangsang dan melatih sensorial anak.
3 Auto-education, alat dapat membantu siswa memahami sendiri konsep yang ia temukan melalui alat peraga tanpa bantuan orang
lain. 4 Auto-correction, alat memiliki pengendali kesalahan berupa
jawaban di balik kartu soal, dan kesesuaian letak balok dengan pion dan lubang pada papan pembagian.
5 Kontekstual, alat terbuat dari bahan yang terdapat di lingkungan sekitar, yaitu kayu.
4. Pembelajaran Matematika di Kelas a. Hakikat Pembelajaran Matematika di Kelas
Matematika merupakan suatu ilmu umum yang mendasari perkembangan teknologi, disiplin ilmu, dan mampu meningkatkan
kemampuan pikir manusia KTSP, 2006:153. Selain itu, Hudojo 2001:45 juga mengatakan bahwa matematika merupakan suatu alat
untuk mengembangkan cara berpikir. Oleh karena itu, matematika hendaknya diberikan kepada peserta didik karena diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran matematika diberikan kepada siswa untuk membekali siswa agar mampu mengembangkan
kemampuan berpikir secara logis, analisis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain Rahayu, 2014:19.
Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pelajaran matematika adalah suatu pelajaran yang mengajarkan anak
tentang kemampuan
berhitung dan
dapat mengembangkan
kemampuan berpikir siswa.
b. Materi Pembagian di Kelas II Sekolah Dasar
Pembagian merupakan pengurangan berulang dengan bilangan yang sama Buchori, 2008:155. Materi pembagian dalam penelitian
ini berdasarkan pada Standar Kompetensi 3. Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka dan Kompetensi Dasar 3.2
Melakukan perkalian yang hasilnya bilangan dua angka dan pembagian bilangan dua angka. Materi pembagian bilangan dua angka
di kelas II terdiri dari: 1 pembagian sebagai pengurangan berulang dan 2 pembagian bilangan dua angka dengan bilangan satu angka.
Berikut contoh materi pembagian yang diajarkan pada kelas II SD. 1 Pembagian bilangan dua angka dengan bilangan satu angka
menggunakan cara pengurangan berulang bersusun ke samping 21:7 = 21-7-7-7 = 0, pengurangan 7 sebanyak 3 kali. Jadi, 21:7= 3.
2 Pembagian bilangan dua angka dengan bilangan satu angka menggunakan cara pengurangan berulang bersusun ke bawah.
9:3 =
Materi soal pembagian di kelas II juga disajikan dalam bentuk soal cerita. Soal cerita yang disajikan biasanya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
siswa.
5. Hakikat Motivasi Belajar
Motivasi berasal dari kata motif yang berarti kekuatan yang ada pada diri, yang menyebabkan seseorang bertindak atau berbuat Uno, 2008:3.
Woodwort dalam Sanjaya, 2009:148 mengatakan bahwa suatu motif adalah sesuatu yang dapat membuat individu melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu untuk mencapai tujuan. Selain itu, Siregar dan Nara 2011:51 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengungkapkan bahwa motivasi belajar merupakan penggerak psikis dari dalam diri siswa yang dapat menimbulkan kegiatan belajar serta menjamin
kelangsungan belajar demi mencapai tujuan. Berdasarkan pendapat- pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu
yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Uno 2008:4 membagi motif menjadi dua menurut sumbernya, yaitu:
a Motif intrinsik, motif yang timbul tanpa memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yakni sesuai
atau sejalan dengan kebutuhannya. b Motif ekstrinsik, motif yang timbul karena adanya rangsangan dari
luar individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat minat yang positif terhadap kegiatan pendidikan.
Seseorang dapat dikatakan termotivasi, apabila seseorang tersebut memiliki daya dorong dari dalam dirinya. Daya dorong tersebut dapat
bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Uno 2008:23 mengatakan terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik yang dapat memicu timbulnya motivasi
dalam belajar. Faktor intrinsik dapat berupa hasrat atau keinginan berhasil,
dorongan kebutuhan belajar, dan harapan akan cita-cita yang dimiliki. Faktor intrinsik berasal dari dalam diri siswa sendiri, sesuai dengan
kebutuhan siswa. Faktor ekstrinsik yang dapat mendorong adanya motivasi, antara lain: adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan
kegiatan belajar yang menarik. Faktor ekstrinsik berasal dari luar diri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
siswa, misal dari kegiatan-kegiatan selama pembelajaran, dan suasana belajar di kelas. Berdasarkan faktor pendorong motivasi di atas, Uno
2008:23 menyimpulkan bahwa terdapat beberapa indikator akan adanya motivasi belajar siswa saat pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
a Adanya hasrat dan keinginan berhasil dalam melakukan aktivitas belajar, ditandai dengan siswa menyelesaikan tugas dengan baik, siswa
bertanya apabila mengalami kesulitan saat pembelajaran berlangsung, siswa berkonsentrasi dalam mengikuti pembelajaran.
b Adanya dorongan dalam belajar, ditandai dengan siswa terlihat semangat dalam mengikuti pembelajaran, siswa bertanggung jawab
dalam mengerjakan tugas dan siswa tidak mengeluh dalam mengerjakan tugas.
c Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, ditandai dengan siswa terlihat antusias saat mengikuti pembelajaran, siswa berperan serta aktif
dalam kegiatan kerjasama kelompok, dan siswa dengan senang membantu teman lain yang kesulitan dalam memahami dan
mengerjakan soal. d Adanya lingkungan belajar yang kondusif, ditandai dengan siswa tidak
mengganggu teman lain ketika mengikuti pembelajaran, siswa tidak gaduh ketika mengikuti pembelajaran, dan siswa mendengarkan ketika
teman yang lainnya mengungkapkan pendapat di kelas. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Hasil Belajar