15
Masalah Manusia di Bidang Ekonomi
4. Sistem Ekonomi Pancasila
Dua jenis perekonomian yang pernah dilaksanakan di negara Indonesia adalah ekonomi liberal dan ekonomi komando. Setiap jenis
perekonomian tersebut memiliki kekuatan dan kelemahan. Kelemahan- nya yaitu jenis perekonomian ini terlalu merugikan dan liberal di
satu pihak, kemudian terlalu bersifat komando di pihak lain. Hal ini telah menyadarkan bangsa Indonesia bahwa sistem ekonomi Pancasila
merupakan sistem ekonomi yang sesuai dengan kehidupan berbangsa Indonesia pada saat menyatakan kemerdekaan, benar-benar perlu
dilaksanakan secara konsekuen.
Sistem ekonomi Pancasila sebagaimana dikemukakan oleh Mubyarto,
yaitu sistem ekonomi yang khas berjati diri Indonesia yang digali dan dikembangkan berdasarkan kehidupan ekonomi riil real-life economy rakyat
Indonesia. Ekonomi Pancasila berpijak pada kombinasi antara gagasan- gagasan normatif dan fakta-fakta empirik yang telah dirumuskan oleh bangsa
Indonesia dalam wujud sila-sila dalam Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan pasal-pasal ekonomi UUD 1945, yaitu pasal 27, 33, dan 34.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang mengacu pada
sila-sila dalam Pancasila yang terwujud dalam lima landasan ekonomi, yaitu ekonomi moralistik ber-Ketuhanan, ekonomi kemanusiaan, nasionalisme
ekonomi, demokrasi ekonomi ekonomi kerakyatan, dan diarahkan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selanjutnya, Boediono dalam bukunya Ekonomi Pancasila yang
mengkaji masalah pengendalian makro dalam ekonomi Pancasila. Pokok permasalahan yang dibahas adalah bagaimana corak dari cara-cara
pengendaliannya. Permasalahan makro di sini dibatasi permasalahan makro jangka pendek, yaitu inflasi, pengangguran, dan ketimpangan
neraca pembayaran.
Boediono memulai dengan menonjolkan lima ciri dari perekonomian Pancasila yang memiliki kaitan langsung dengan masalah ekonomi makro
beserta cara pengendaliannya, kelima ciri khas tersebut, yaitu sebagai berikut. a. Peranan dominan dari koperasi, bersama dengan perusahaan-
perusahaan negara dan perusahaan swasta. b. Memandang manusia secara utuh. “... manusia bukan ‘economic
man’ tetapi juga ‘social and religious man’ dan sifat manusia yang terakhir ini bisa dilambangkan setaraf dengan sifat yang pertama
sebagai motor penggerak kegiatan duniawi ekonomi.
c. Adanya “kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme atau kemerataan sosial”.
d. Diberikannya prioritas utama pada terciptanya suatu “perekonomian nasional” yang tangguh. Konsep “perekonomian nasional” ditafsirkan
sebagai pemupukkan ketahanan nasional dan pemberian prioritas utama pada kepentingan nasional untuk mencapai suatu perekonomian
yang mandiri, tangguh dan terhormat di arena internasional dan yang didasarkan atas solidaritas dan harmoni dalam negeri.
e. “Pengendalian pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan- kegiatan ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai
pemberi arah bagi perkembangan ekonomi dicerminkan dalam cita-cita koperasi”.
Boediono kemudian menarik implikasi dari lahirnya ciri tersebut bagi
permasalahan dan pengendalian makro dan menyimpulkan antara lain bahwa inflasi masih bisa timbul karena ciri desentralisasi dari ekonomi
Figur Ekonomi
Prof. Dr. Mubyarto
Beliau merupakan salah satu pencetus ekonomi Pancasila dalam
suatu ceramah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univer-
sitas Indonesia di Jakarta, bulan November 1980. Ekonomi Pan-
casila, menurut definisi Mubyarto adalah sistem ekonomi atau sistem
perekonomian yang berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis atau sistem
ekonomi komunis Marxis.
Sumber: 50 Tahun ABRI, 1995
Sistem ekonomi Pancasila dapat diwujudkan dalam
bentuk kerja sama atau gotong- royong membangun jalan.
Gambar 1.14
Di unduh dari : Bukupaket.com
Mengasah Kemampuan Ekonomi untuk Kelas X
16
Pancasila. Namun berbeda dengan sistem-sistem lain, dalam sistem ekonomi Pancasila terdapat stabilitas ekonomi yang lebih baik karena adanya keempat ciri
lain tersebut. Dalam ekonomi Pancasila, patriotisme, dan tindakan-tindakan lain yang biasanya dianggap bukan instrumen kebijakan ekonomi, bisa berperan sangat
penting dalam pengendalian makro. Para pelaku ekonomi dalam perekonomian ini lebih responsif terhadap hal semacam ini dibanding dengan para pelaku ekonomi
dalam perekonomian yang dilandaskan pada materialisme semata-mata.
5. Sistem Ekonomi Syariah