maka siswa di lain kelompok yang mendengarkan presentasi merasa bosan, dan jenuh.
Tidak semua kelompok rombel peta konsep membuat peta konsep dengan banyak slide. Ada juga kelompok yang hanya membuat 1 slide
peta konsep, dan beberapa slide peta konsep yang pendek seperti yang terlihat pada gambar 4.4, dan 4.5 berikut ini:
Gambar 4.4. Contoh Peta Konsep yang Tepat
Gambar 4.5. Contoh Peta Konsep yang Tepat
Ketika siswa tidak banyak membuat slide powerpoint pada peta konsepnya maka siswa akan terbantu dalam memahami materi yang
sedang diajarkan.
C. Pembahasan
Model ceramah mewakili model pembelajaran konvensional sementara model peta konsep, dan pemutaran video pembelajaran mewakili model
pembelajaran konstruktivis. Berdasarkan hasil uji nilai posttest membuktikan bahwa model pembelajaran konstruktivis lebih dapat meningkatkan
pemahaman siswa dibanding dengan model konvensional. Menurut Taniredja dkk 2011, ceramah adalah sebuah bentuk interaksi penuturan lisan dari guru
kepada peserta didik. Glaserfeld, Bettencourt, dan Matthews dalam Siregar dan Nara, 2011 mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang
merupakan hasil konstruksi bentukan orang itu sendiri. Maka menjadi jelaslah bahwa model konstruktivis memang lebih baik dari pada model
konvensional karena pada model konstruktivis pengetahuan merupakan bentukan dari siswa sendiri. Sedangkan
pada model konvensional
pengetahuan merupakan pemberian dari guru kepada siswa lewat penuturan lisan pengetahuan bukan bentukan siswa tapi bentukan guru. Ketika siswa
dapat membentuk pengetahuan dengan konstruksinya sendiri maka pemahaman yang dipunyai oleh siswa akan menjadi suatu pemahaman yang
kokoh, dan tak akan terhapus oleh waktu.
Berdasarkan hasil uji nilai posttest yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa diantara model konstruktivis yang diteliti yaitu model peta
konsep, dan pemutaran video pembelajaran ternyata model pemutaran video pembelajaran merupakan model yang lebih dapat meningkatkan pemahaman
siswa dibandingkan dengan model peta konsep. Model peta konsep dan pemutaran video merupakan model yang dapat membuat siswa membangun
pengetahuan mereka sendiri. Seharusnya model peta konsep, dan model pemutaran video mempunyai kedudukan yang seimbang yaitu sama-sama
dapat meningkatkan pemahaman siswa. Ketidaksesuaian ini dapat dijelaskan lewat pendapat Dahar 2011, yaitu bahwa jika siswa dibiarkan terus maju
dengan konsep-konsep yang tidak tepat hal itu akan berpengaruh pada belajarnya di masa yang akan datang. Pada saat pembuatan peta konsep, tidak
semua siswa membuat peta konsep, dan mempresentasikan peta konsepnya dengan benar. Beberapa kelompok siswa malahan membuat hyperlink pada
tiap bagian peta konsep agar dapat langsung menbaca tanpa mendalami materi. Ketika siswa membuat peta konsep dengan asal-asalan, dan mencari
amannya saja ketika presentasi akan berdampak pada konsep yang kurang tepat yang ditanamkan sejak awal. Konsep awal yang kurang tepat tersebut
mempengaruhi hasil uji posttest sehingga membuat siswa rombel video lebih maju dalam pemahaman materi dibanding siswa rombel peta konsep.
Dari angket yang diisi oleh siswa rombel ceramah, peta konsep, dan video menunjukkan bahwa semua model pembelajaran mendapatkan respon
positif yaitu disenangi oleh siswa. Hal ini dikarenakan lingkungan yang
nyaman, mendukung untuk proses belajar, adanya interaksi, dan komunikasi yang efektif antara guru, dan siswa. Model ceramah yang merupakan model
konvensional membuktikan bahwa tidak semua siswa merasa bosan ketika mengikuti pelajaran. Masih ada siswa yang semakin bersemangat belajar
fisika menggunakan model ceramah. Model peta konsep merupakan model pembelajaran yang belum pernah diterapkan oleh guru selama siswa belajar
fisika di bangku SMA. Sehingga tak sedikit siswa yang tertarik dengan model ini, dan menginginkan untuk diterapkannya kembali model pembelajaran ini
di pokok bahasan yang lain. Tidak hanya model peta konsep yang menarik perhatian siswa. Model pemutaran video juga banyak menarik perhatian siswa
karena model ini adalah model pertama yang siswa rasakan selama belajar fisika di bangku SMA. Penggambaran visual, dan audio menjadikannya selalu
terekam di dalam otak sehingga materi pelajaran dengan mudah diingat oleh siswa.
D. Keterbatasan Penelitian
Dijumpai beberapa keterbatasan yang dialami oleh peneliti sewaktu melaksanakan penelitian pada kelas X SMA Negeri 1 Rembang, antara lain:
1. Ketika membuat peta konsepnya di dalam kelompok, siswa membuat peta konsepnya tidak hanya 1 slide tapi berslide-slide. Sampai ada yang
mencapai puluhan slide seperti pada gambar 4.5 s.d. 4.7. Hal inilah yang menyebabkan slide yang dijelaskan terlalu banyak sehingga banyak waktu
yang terbuang. Karena penjelasan peta konsep yang banyak menghabiskan
waktu maka tidak ada sesi tanya jawab pada rombel peta konsep setelah presentasi selesai.
2. Peta konsep lebih menekankan ke konsep hafalan yang akan atau sedang dipelajari. Peneliti memilih model peta konsep dengan maksud agar siswa
tidak usah terlalu keras menghafalkan materi gelombang elektromagnetik karena pada materi gelombang elektromagnetik lebih banyak hafalannya
daripada hitungan. Imbasnya siswa tidak begitu paham bagaimana cara mengerjakan persamaan matematis sehingga peneliti harus menjelaskan
kembali. 3. Pada model pemutaran video pembelajaran gambar video kurang begitu
jelas ketika ditayangkan dengan LCD, dan bahasa yang dipakai di dalam video menggunakan Bahasa Inggris sehingga siswa sedikit kesulitan dalam
menerjemahkan isi keseluruhan video. Hal ini terjadi karena kesulitan yang dialami peneliti dalam mencari video berbahasa Indonesia di internet.
4. Penjelasan mengenai aplikasi spektrum gelombang elektromagnetik dibagi menjadi 2 pertemuan. Penjelasan gelombang radio, mikro, inframerah, dan
cahaya tampak pada pertemuan III sementara penjelasan sinar UV, X, dan gamma pada pertemuan IV. Peneliti sempat kesusahan ketika mencari
video yang terpisah pada setiap spektrumnya; 5. Pada penelitian kali ini semua rombel yang diteliti diberikan waktu
pertemuan yang sama setiap rombelnya yaitu 8 jam pelajaran 2 x 4 pertemuan. Untuk model ceramah, dan video pembelajaran alokasi waktu
yang dianggarkan berlebih. Hal ini dibuktikan dengan selesainya materi
yang dibahas pada tiap pertemuan sebelum bel selesai pembelajaran dibunyikan. Jadi siswa pada rombel ceramah, dan video pembelajaran
keluar kelas 5 s.d 10 menit lebih awal pada tiap pertemuan. Sedangkan pada siswa rombel peta konsep waktu pembelajaran yang dialokasikan
kurang. Kurangnya pengalokasian waktu ini kemungkinan diakibatkan karena banyaknya slide powerpoint yang dipresentasikan oleh masing-
masing kelompok siswa.