Perkawinan BEREBUT PENGARUH DENGAN MUSLIM
283 Dari ’babat alas’ tersebut, menurut pengakuan P Parin, Wong Sikep mau kawin dengan
cara naibIslam dan dicatat di KUA. a di Karangturi terjadi kawin massal sebanyak 40 KK secara suka rela 1985. Menurutnya mereka yang kawin adalah anak, cucu, dan orang tuanya
dengan cara Islam. Memang ada yang tidak mau dan tetap teguh dengan agama Adamnya sampai sekarang. Mereka menolak dengan alasan, ’aku wis tuo kok kawinan barang’. b di
Krajan perkawinan dilakukan secara sendiri-sendiri bukan massal. Perkawinan juga dilakukan dengan cara mengawinkan laki-laki muslim dengan perempuan Wong Sikep dengan
cara Islam. Perubahan budaya orang Sikep di Wotan terlihat dari beberapa aspek yang sudah
menghilang yaitu: mereka sudah mau menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah, mengurus KTP sebagai bagian dari kepatuhan terhadap administrasi kependudukan dalam masyarakat
modern, tumbuhnya kebudayaan Islam dalam lingkungan keluarga mereka, bahkan sebagian mereka menjadi pribadi terislamkan dengan melakukan rukun Islam, seperti naik haji, atau
menjadi orang langgaran santri. Perubahan keyakinan kebanyakan Wong Sikep di Wotan tersebut mengandaikan
adanya dominasi muslim terhadap mereka, namun dalam proses tersebut Wong Sikep, baik yang sudah ’diislamkan’ ataupun yang teguh, masih berusaha berkiat dengan sebagian
menolak dipersepsikan sebagai komunis dengan melempar wacana informatif
11
bahwa tidak semua Wong Sikep terlibat PKI , dan bukan atheis. Pak Hadi mantan Sikep menyatakan,
’Saya ini masuk Islam bukan karena terlibat itu maksudnya G30SPKI tahun 1965, Wong Saya tidak tahu apa itu komunis. Masuk Islam ya karena didekati mbah Parin.’
Selain itu pengakuan modin bahwa hampir semua Wong Sikep berada di bawah pengaruhnya, masuk Islam secara sukarela dan menjadi santri setelah kawin massal
sebenarnya perlu dikritisi. Sebab ada beberapa di kalangan Wong Sikep yang dikawinkan secara massal tersebut tetap teguh dengan keyakinan lamanya, atau setidak-tidaknya tidak
melaksanakan ajaran Islam. Di dalam hatinya masih mengaku Wong Sikep. Mereka memang mengikuti tata cara perkawinan Islam, namun secara diam-diam hatinya menolak. Mijam
menuturkan:
11
Dalam literatur mengenai ‘wacana’, yang dimaksud dengan wacana informatif adalah wacana yang ditujukan untuk memberi kepahaman dan pengertian kepada orang lain tentang suatu hal. Selain
wacana informatif, wacana jika dilihat dari segi sifatnya atau maksud-tujuannya meliputi: wacana persuasif yaitu wacana yang dimaksudkan untuk mempengaruhi orangpihak lain agar kognisi, afeksi,
dan psikomotoriknya berubah sesuai yang diharapkan pelontar wacana; Wacana argumentatif adalah wacana untuk mendebat pengetahuan atau keyakinan orang sehingga orang lain atau pelaku
meninggalkan pengetahuan atau keyakinannya dan menerima keyakinan baru; Wacana rekreatif ditujukan untuk menghibur orang lain. Lihat lebih jauh dalam Tarigan, 1985; Webster, 1983
284
Ngajak-ngajak orang agar mau masuk agamanya sendiri itu tidak baik, Manusia itu yang penting kan perilakunya, apa gunanya mengaku beragama kalau dirinya masih melakukan yang
tidak baik sing ora elo. Makanya sesama manusia yang penting megurus dirinya sendiri nguruse awake dhewe-dhewe. Saya ini tidak pernah berlaku salah terhadap siapapun,
makanya yang penting itu sama-sama rukun dan sama baiknya sing penting podho rukune lan podho api’e. Coro konone Islamnya ’agamamu ya agamamu, agamaku ya agamaku’.
Sedulur Sikep seperti P. Yatin dan Kan Wong Sikep yang sudah dikawinkan dengan cara Islam hanya mengikuti kawin tata cara naib secara fisik, tapi hatinya tetap Sikep-rabi.
Pernyataan Wong Sikep tersebut sebenarnya mengandung dua hal pokok dalam kaitannya dengan interaksinya dengan muslim. Pertama, ketika Wong Sikep berada dalam
posisi terdominasi mereka masih berkiat untuk melakukan berstrategi dengan cara diam dan berwacana. Resistensi diam ini dilakukan dengan mengikuti apa saja kuasa yang dilakukan
muslim khususnya modin, namun tidak pernah melakukan ajaran Islam, sehingga sebagian mereka menjadi ’Islam KTP’. Selain itu mereka melontar wacana informatif bahwa apa
dikemukakan muslim mengenai keterlibatan Wong Sikep dalam gerakan PKI supaya jangan diberlakukan bagi seluruh Wong Sikep, mereka juga melontarkan wacana perlunya kerukunan
dan penghargaan terhadap keyakinan masing-masing orang, dalam hal ini ia berargumen dengan ajaran agamanya sendiri dan ajaran agama Islam yaitu seperti yang termaktub dalam
QS Al-Kafirun. Khusus yang terkait dengan wacana kerukunan, memang sering dikemukakan oleh Wong Sikep, hal ini selain sebagai aktualisasi dari ajaran agamanya, juga disesuaikan
dengan posisi mereka sebagai minoritas di lingkungan sosialnya.
12
Kedua, dalam proses dominasi tersebut tetap ada keagenan pelaku pihak yang terdominasi, misalnya mereka berwacana tentang pentingnya kerukunan keseduluran dan
penghormatan keyakinannya. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa dalam proses keberpengaruhan selalu disebabkan dua unsur yaitu unsur luar dan dalam. Unsur luar adalah
tindakan yang dilakukan muslim, sedangkan unsur dalam karena kesediaan Wong sikep, meskipun nampak di luarnya saja, sesuai kepentingannya yaitu kekhawatiran ajrih dilabeli
komunis dengan segala resikonya dan berlindung dari tindakan kekerasan dan hukuman.