111
Berdasarkan data tabel di atas, perubahan kecenderungan arah antara kondisi baseline-1 A dengan intervensi B yakni menaik ke
menurun yang berarti kesalahan subyek dalam mengerjakan soal telah berkurang dan menjadi lebih baik setelah diberikan intervensi. Selain itu,
perubahan kecenderungan arah antara kondisi intervensi B dengan baseline-
2 A’ yakni menurun ke menurun yang berarti kemampuan subyek lebih baik setelah diberikan intervensi. Data yang tumpang tindih
overlap pada baseline-1 A ke intervensi B maupun intervensi B ke baseline-
2 A’ yaitu sebesar 0. Adapun rincian perhitungan mengenai komponen pada analisis antar kondisi ini terlampir dalam lampiran 10
halaman 213. Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pemberian intervensi berupa senam otak arm activation berpengaruh terhadap kemampuan menulis permulaan anak autistik. Hal ini
ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi kesalahan subyek dalam mengerjakan soal setelah diberikan intervensi.
C. Pembahasan Penelitian
Senam otak arm activation mengaktifkan tangan merupakan gerakan yang dilakukan untuk merelaksasikan kekakuan yang terjadi pada otot tangan
dan bahu. Penggunaan senam otak arm activation dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk mengatasi hambatan menulis permulaan anak autistik dikarenakan
oleh adanya kekakuan yang terjadi dalam menggerakkan alat tulis. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Franc. Andri
112
Yanuarita 2013: 86, “mengaktifkan tangan membantu menulis, mengeja, dan juga menulis kreatif, serta membuat bahu lebih relaks dan siap melakukan
kegiatan”. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh
penggunaan senam otak arm activation mengaktifkan tangan terhadap kemampuan menulis permulaan anak autistik dengan hambatan motorik halus.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, penelitian ini menunjukkan bahwa setelah pemberian intervensi dapat dilihat bahwa adanya
perubahan yang terjadi dan peningkatan kemampuan menulis permulaan subyek. Pengukuran kemampuan menulis permulaan dilakukan dengan cara
menghitung frekuensi kesalahan subyek dalam mengerjakan soal. Selain itu, sesuai dengan prinsip pelaksanaan penelitian dengan desain tunggal Juang
Sunanto, 2006: 45, bahwa pengukuran perilaku sasaran dilakukan setelah perolehan data stabil pada setiap fasenya. Dalam penelitian ini, banyaknya sesi
setiap fase yaitu tiga sesi pada fase baseline-1, delapan sesi fase intervensi, dan terakhir tiga sesi sesi pada fase baseline-2.
Hasil yang diperoleh mengenai kemampuan menulis permulaan dengan aspek menebalkan dan menyalin berbagai bentuk pola dasar menunjukan
bahwa data pada fase baseline-1, intervensi dan baseline-2 menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan yaitu frekuensi kesalahan dalam
mengerjakan soal semakin berkurang. Pada kemampuan menulis permulaan dengan aspek menebalkan berbabagi bentuk pola dasar, frekuensi kesalahan
yang terjadi pada fase baseline-1 adalah 9, 9, 8. Frekuensi kesalahan pada fase
113
intervensi adalah 7, 7, 6, 5. Frekuensi kesalahan pada fase baseline-2 adalah 5, 5, 5. Sedangkan, hasil mengenai kemampuan menulis permulaan dengan aspek
menyalin berbagai bentuk pola dasar menunjukan bahwa frekuensi kesalahan pada fase baseline-1 adalah 10, 11, 11. Frekuensi kesalahan pada fase
intervensi adalah 10, 8, 7, 7. Frekuensi kesalahan pada fase baseline-2 adalah 4, 5, 4.
Selain memperhatikan kemampuan menulis permulaan subyek ketika sebelum maupun sesudah pemberian perlakuan atau intervensi pada penelitian
ini, peneliti pun memperhatikan kondisi dan kesiapan subyek dalam melakukan kegiatan menulis. Selama berlangsungnya penelitian, terlihat bahwa subyek
mengalami hambatan dalam melakukan kegiatan menulis. Hambatan tersebut dikarenakan subyek cenderung sulit untuk memfokuskan perhatiannya, sering
munculkan perilaku hand flapping, dan cenderung sulit untuk mengontrol emosi yang berlebih apabila mengalami kesulitan dalam menulis. Dalam hal
ini, subyek cenderung kurang mampu mengendalikan emosi dan perilaku yang dimunculkannya ketika pelaksanaan pembelajaran. Hal ini pun sejalan dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Yoswan Azwandi 2005: 31-34, bahwa terdapat beberapa gangguan yang terjadi pada anak autistik yang diantaranya
yaitu gangguan kognitif, gangguan pada perilaku motorik, gangguan afek dan mood serta emosi, perilaku yang membahayakan diri sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan senam otak arm activation dapat berpengaruh terhadap kemampuan menulis permulaan anak autistik. Hal
tersebut dibuktikan dengan menurunnya frekuensi kesalahan subyek dalam
114
mengerjakan soal sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Pengaruh yang diberikan terhadap kemampuan menulis permulaan anak autistik juga didukung
dengan presentase overlap yang rendah yaitu 0. Menurut Juang Sunanto 2006: 84 yang menyatakan bahwa, “semakin kecil persentase overlap makin
baik pengaruh intervensi terhadap target behavior”. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Nera Insan
Nurfadillah 2013 dengan judu l,”Pengaruh Metode Senam Otak Melalui
Gerakan Arm Activation Terhadap Peningkatan Kemampuan Menulis Permulaan Anak Cerebral Palsy Spastic Di SLB-
D YPAC Bandung”. Adapun hasil penelitian tersebut yaitu terjadi peningkatan terhadap subyek penelitian
dalam mean level pada kemampuan menulis permulaan dengan aspek menjiplak, menebalkan huruf, meniru huruf, dan menulis dikte.
D. Keterbatasan Penelitian