karena kesehatan tidak menjadi prioritas utama mereka. Perhatian mereka lebih terfokus kepada kegiatan yang berhubungan dengan pencarian nafkah.
c. Pemanfaatan jaringan. Strategi pemanfaatan jaringan, merupakan salah satu upaya yang ditempuh
oleh keluarga fakir miskin dalam mengatasi masalah keluarga. Jaringan yang dimaksud adalah relasi sosial mereka, baik secara informal maupun formal
dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan. Pemanfaatan jaringan ini terlihat jelas dalam mengatasi masalah ekonomi dengan pinjam
uang kepada tetangga, mengutang ke warung terdekat, memanfaatkan program anti kemiskinan, bahkan ada yang pinjam uang ke rentenir atau bank dan
sebagainya. Relasi mereka tidak hanya sebatas bidang ekonomi, tetapi mencakup bidang-bidang yang lain, misalnya dalam peningkatan mental
spiritual. Kegiatan ini merupakan strategi yang bersifat aktif untuk memperoleh dukungan emosional.
2.5.2 Preferensi Bermukim
Turner 1969 dalam Yunus 2000 mengemukakan bahwa ada 4 empat macam dimensi yang bergerak paralel dengan mobilitas tempat tinggal yaitu :
a. Dimensi Lokasi, mengacu pada lokasi tertentu pada suatu kota yang dianggap
paling cocok untuk tempat tinggal sesuai dengan kondisi diri. Kondisi diri ini lebih ditekankan pada penghasilan dan siklus kehidupan, sehingga lokasi dalam
konteks ini berkaitan erat dengan jarak terhadap tempat kerja.
Universitas Sumatera Utara
b. Dimensi Perumahan, dikaitkan dengan aspirasi terhadap macamtipe
perumahan. Turner membatasi aspek perumahan ini pada aspek ”penguasaan”, yang juga selalu dikaitkan dengan penghasilan dan siklus kehidupan.
Masyarakat yang berpenghasilan rendah akan memilih menyewa atau mengontrak saja daripada berangan-angan untuk memiliki rumah, karena
kemampuan itulah yang paling sesuai dengan tingkat penghasilannya. c.
Dimensi Siklus Kehidupan, membahas tahap-tahap peningkatan kemandirian dalam kehidupan, dimana semua kebutuhan hidup ditopang oleh penghasilan
sendiri. Secara umum, makin lanjut tahap siklus kehidupan maka makin tinggi penghasilan, sehingga kaitannya dengan dimensi lokasi dan dimensi
perumahan menjadi semakin jelas. d.
Dimensi Penghasilan, menekankan pembahasan pada besar kecilnya penghasilan yang diperoleh persatuan waktu, dengan asumsi bahwa makin
lama menetap di kota maka makin mantap pekerjaannya sehingga makin tinggi pula penghasilan yang diperoleh persatuan waktu tertentu.
Lebih lanjut Turner 1968 menyatakan bahwa terdapat kaitan antara kondisi ekonomi dengan tingkat prioritas kebutuhan perumahan pada setiap
manusia. Bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah, terdapat 3 tingkat prioritas kebutuhan perumahan yaitu :
a. Faktor jarak menjadi prioritas utama,
b. Faktor status lahan dan rumah menjadi prioritas kedua, dan
c. Faktor bentuk dan kualitas rumah menjadi prioritas ketiga.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Panudju 1999, dalam menentukan prioritas kebutuhan rumah, masyarakat golongan berpenghasilan rendah cenderung meletakkan prioritas
utama pada lokasi rumah yang berdekatan dengan tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja. Tanpa kesempatan kerja yang dapat menopang kebutuhan
sehari-hari, sulit bagi mereka untuk dapat mempertahankan hidupnya. Status pemilikan rumah dan lahan menempati prioritas kedua, sedangkan bentuk maupun
kualitas rumah menjadi prioritas terakhir. Yang terpenting bagi mereka adalah tersedianya rumah untuk berlindung dan istirahat dalam upaya mempertahankan
hidupnya. Begitu juga Jo Santoso 2002 dalam Kurniasih 2007 mengungkapkan bahwa rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah :
a. Dekat dengan tempat kerja atau di tempat yang berpeluang untuk mendapatkan
pekerjaan, minimal pekerjaan di sektor informal. b.
Kualitas fisik rumah dan lingkungan, tidak penting sejauh masih dapat menyelenggarakan kehidupan.
c. Hak-hak penguasaan khususnya hak milik atas tanah dan bangunan, tidak
penting. Yang penting adalah tidak diusir atau digusur, sesuai dengan cara berpikir mereka bahwa rumah adalah sebuah fasilitas.
Menurut Urban Poor Consortium 2007, rakyat bergerak mencari nafkah dan tempat bermukim yang sesuai dengan kemampuan mereka untuk bekerja
mencari nafkah. Gerakan semut yang mencari sumber-sumber gula seperti ini, seharusnya diterima sebagai kenyataan sosial yang tak terelakkan. Sebagaimana
diungkapkan oleh Suparlan 2007 bahwa pemukim kumuh dan liar yang umumnya merupakan masyarakat yang berpenghasilan rendah, memiliki beraneka
Universitas Sumatera Utara
ragam mata pencaharian dimana sebagian besar di sektor informal. Hal ini telah memungkinkan bagi mereka untuk dapat hidup sebagai sebuah komunitas yang
mandiri karena telah memungkinkan untuk dapat saling menghidupi dalam batas- batas tertentu. Kegiatan-kegiatan mereka di sektor informal telah menyebabkan
bahwa rumah bukan hanya sebagai tempat untuk beristirahat, sebagai ruang untuk kegiatan-kegiatan pribadi dan keluarga, tetapi rumah juga merupakan tempat
bekerja. Bahkan bukan hanya rumah saja, tetapi juga ruang-ruang terbuka halaman rumah atau lapangan terbuka dimanfaatkan untuk tempat kegiatan
bekerja, mempersiapkan produk-produk kerja atau sebagai tempat penyimpanan gudang.
2.5 Studi yang pernah dilakukan