Beberapa penerapan dalam penafsiran citra melibatkan delineasi pada wilayah tertentu pada citra. Pada pemetaan pada tutupan seperti penutupan lahan,
tipe tanah, atau tipe hutan, penafsir perlu memutuskan garis batas antara tutupan yang satu dengan yang lain. Delineasi wilayah tertentu pada citra memiliki dua
hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1 definisi setiap klasifikasi yang digunakan dalam membedakan masing-masing kategori yang muncul dalam penafsiran; 2
batasan wilayah terkecil dimana bisa dilakukan proses delineasi atau minimum mapping unit MMU.
2.3 Radar Radio Detection and Ranging
Radar Radio Detection and Ranging menurut Lillesand dan Kiefer 1990 merupakan suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi
adanya objek dan menentukan letak posisinya, prosesnya meliputi transmisi ledakan pendek atau pulsa tenaga gelombang mikro ke arah yang dikehendaki dan
merekam kekuatannya dari asal gema “echo”, atau pantulan yang diterima dari objek dalam sistem medan pandang.
Radar merupakan metode penginderaan jauh gelombang mikro aktif yang meliputi pencitraan pulsa energi gelombang mikro dari sensor ke target dan
kemudian mengukur pulsa balik atau sinyal pantulan backscatter. Pemanfaatan radar di kalangan militer antara lain untuk menetukan dan mendeteksi objek pada
kondisi malam hari, tersamarkan, atau tertutupi kamuflase dalam cuaca yang berawan serta untuk navigasi pesawat udara dan kapal laut, sedangkan radar untuk
keperluan sipil dimulai pemakaiannya pada tahun 1960-an. Sistem penginderaan jauh dengan sistem radar microwave remote sensing
ini sangat berbeda dengan sistem optik karena permukaan bumi yang diindera tidak menggunakan energi matahari tetapi menggunakan energi yang disuplai dari
sensor sendiri sensor aktif. Sistem optik sangat tergantung pada hamburan dan penyerapan yang disebabkan oleh klorofil, struktur daun, ataupun biomassa;
sedangkan sensor dari sistem radar tergantung dari struktur kasar tajuk, kadar air vegetasi, sebaran ukuran bagian-bagian tanaman dan untuk panjang gelombang
tinggi tergantung pada kondisi permukaan tanah.
2.4 Parameter Sistem Radar
2.4.1 Panjang Gelombang
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi sifat khas transmisi sinyal sistem radar adalah panjang gelombang. Panjang gelombang sinyal radar
menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Daya tembus pulsa radar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan daya
tembus terhadap permukaan. Makin rendah panjang gelombang maka makin rendah daya tembusnya. Sebaliknya, semakin tinggi panjang gelombang maka
akan semakin tinggi daya tembusnya. Kisaran panjang gelombang yang ada untuk radar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kisaran panjang gelombang λ pada saluranband radar
SaluranBand Panjang Gelombang λ
mm Frekuensi f
MHz
Ka 7,5
– 11 40.000
– 26.500 K
11 – 16,7
26.500 – 18.000
K
4
16,7 – 24
18.000 – 12.500
X 24
– 37,5 12.500
– 8000 C
37,5 – 75
8000 – 4000
S 75
– 150 4000
– 2000 L
150 – 300
2000 – 1000
P 300
– 1000 1000
– 300
Sumber: Lillesand dan Kiefer 1990
2.4.2 Polarisasi
Polarisasi merupakan arah rambat dari gelombang mikro aktif yang dipancarkan dan ditangkap oleh sensor radar. Sinyal radar dapat ditransmisikan
dan diterima dalam bentuk polarisasi yang berbeda. Sinyal dapat disaring sedemikian rupa sehingga gelombang elektrik dibatasi hanya pada satu bidang
datar yang tegak lurus arah perjalanan gelombang. Satu sinyal radar dapat ditransmisikan pada bidang datar H ataupun tegak lurus V, sinyal tersebut
dapat pula diterima pada bidang datar atau tegak lurus. Ada empat kemungkinan kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu HH, HV, VH, dan
VV. Polarisasi paralel atau searah merupakan kombinasi HH dan VV. Bentuk polarisasi sinyal mempengaruhi penampakan objek pada citra yang dihasilkan,
karena berbagai objek diubah polarisasi tenaga yang dipantulkannya dalam berbagai tingkatan.
2.4.3 Interpretasi Citra Synthetic Aperture Radar SAR
Dalam menginterpretasi citra radar diperlukan beberapa pengetahuan mendasar tentang lokasi asli yang dijadikan acuan dari citra radar yang
digunakan. Dalam penampakan citra radar, semakin kasar tampilan suatu permukaan maka intensitas backscatter-nya pun semakin tinggi.
Permukaan datar seperti jalan beraspal, landasan pacu, dan permukaan air akan tampak sebagai wilayah berwarna gelap dikarenakan sebagian besar
gelombang radar dipantulkan secara spekular.
Gambar 1 Refleksi spekular. Permukaan yang rata bersifat seperti cermin yang memantulkan gelombang
radar dan sangat sedikit yang dipantulkan kembali ke sensor, sesuai dengan hukum pemantulan cahaya, besar sudut datang terhadap garis normal sama besar
dengan besar sudut pantul terhadap garis normal. Permukaan yang kasar memantulkan gelombang radar ke segala arah.
Sebagian gelombang radar dipantulkan kembali ke sensor, jumlah energi yang dipantulkan kembali ke sensor bergantung kepada jenis permukaan yang
ditumbuk oleh gelombang radar.
Gambar 2 Refleksi difusi.
Permukaan laut yang tenang tampak gelap di citra SAR, namun permukaan laut yang bergelombang bisa tampak terang, terutama ketika sudut datang dari
gelombang radar tersebut kecil. Jenis-jenis vegetasi seperti pohon biasanya terlihat kasar dan cerah. Hutan hujan tropis memiliki koefisien backscatter antara
-6 hingga -7 dB, angka ini relatif stabil dari masa ke masa. Objek yang terlihat sangat terang pada citra bisa disebabkan karena
terjadinya double-bounce, dimana gelombang radar dipantulkan dari permukaan yang horizontal kemudian vertikal dan kembali ke sensor. Objek-objek yang dapat
menyebabkan efek double-bounce ini berupa gedung-gedung tinggi, dan objek logam seperti peti kemas. Daerah pemukiman dan beberapa objek buatan manusia
lainnya juga biasanya tampak cerah pada citra dikarenakan adanya efek ini.
Gambar 3 Double-bounce. 2.5
ALOS PALSAR
ALOS Advanced land Observing Sattelite merupakan satelit yang diluncurkan oleh Badan Luar Angkasa Jepang pada bulan Januari 2006. Satelit
ALOS ini membawa tiga jenis sensor, yaitu PALSAR Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar, PRISM Panchromatic Remote-sensing Instrument for
Stereo Mapping, dan AVNIR-2 Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2.
Untuk dapat bekerja dengan ketiga jenis sensor diatas, ALOS dilengkapi dengan dua teknologi yang lebih maju. Pertama teknologi yang mampu
mengerjakan data dalam kapasitas yang sangat besar dengan kecepatan tinggi, dan selanjutnya kapasitas untuk menentukan posisi satelit dengan ketinggian yang
lebih tepat. Keterangan umum tentang ALOS disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Keterangan umum ALOS Uraian
Keterangan
Alat Peluncuran Roket H-IIA
Tempat Peluncuran Pusat Ruang Angkasa Tanagashima
Berat Satelit 4000 Kg
Power 7000 W
Waktu Operasional 3-5 Tahun
Orbit Sun-Synchronous Sub-Recurr Orbit
Recurrent Period 46 Hari Sub Cycle 2 hari
Tinggi Lintasan 692 km diatas Ekuator
Inklinasi 98,2°
Sumber: JAXA 2006
Secara ringkas terdapat lima misi dari satelit ALOS JAXA 2006, yaitu: 1. Kartografi
: untuk menyediakan peta wilayah Jepang dan wilayah Asia Pasifik
2. Pemantauan regional : melakukan
pemantauan regional
untuk pengembangan
pembangunan yang
berkelanjutan dan harmonisasi antara kesediaan sumber
daya alam
serta pengembangan
pembangunan 3. Monitoring bencana
: melakukan monitoring bencana alam 4. Survei sumberdaya
: untuk survei sumber daya alam 5. Pengembangan teknologi : mengembangkan teknologi penginderaan jauh
yang tepat untuk masa sekarang dan akan datang.
2.5.1 Spesifikasi Instrumen Satelit ALOS PALSAR
PALSAR merupakan salah satu instrumen ALOS dengan sensor aktif untuk pengamatan cuaca dan permukaan daratan pada siang dan malam hari dengan
sistem yang lebih maju dari JERS-1 SAR. Sensor PALSAR mempunyai sorotan yang dapat disetir dalam elevasi, disamping mode ScanSAR. Bentuk dari
instrumen PALSAR dan prinsip pengambilan obyeknya disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Sedangkan karakterisasi teknik sensor PALSAR disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik PALSAR Mode
Fine mode ScanSAR mode
Full Polarimetry mode
Frekuensi 1270 Mhz L-Band
Lebar Kanal 2414 MHz
Polarisasi HH atau VVHH+HV atau
VV+VH HH atau VV
HH+HV+VH+VV Resolusi Spasial
10 m 2 look 20 m 4look
100 m multi look
30 m Lebar Cakupan
70 km 250
– 350 km 30 km
Incidence Angle 8
– 60 derajat 14
– 43 derajat 8
– 30 derajat NE Sigma 0
- 23dB 70 km - 25 dB 60 km
- 25 dB - 29 dB
Panjang bit 3 bit 5 bit
5 bit 3 bit 5 bit
Ukuran Antena AZ: 8,9 m × EL: 2,9 m
Sumber: JAXA 2006
PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif yang bekerja pada frekuensi band L. Sensor PALSAR mempunyai kemampuan untuk menembus
awan, sehingga informasi permukaan bumi dapat diperoleh setiap saat, baik malam ataupun siang hari. Data PALSAR ini dapat digunakan untuk pembuatan
DEM, interferometri untuk mendapatkan pergeseran tanah, kandungan biomassa, monitoring kehutanan, pertanian, tumpahan minyak oil spill, kelembaban tanah,
mineral, dan lain-lain.
Sumber: JAXA 2006
Gambar 4 Instrumen PALSAR.
Sumber: JAXA 2006
Gambar 5 Prinsip geometri dari PALSAR.
2.5.2 Produk dan Pengolahan Data ALOS
JAXA telah merencanakan produk data ALOS dalam 2 kategori, yaitu: produk standar dan produk riset. Produk standar terdiri dari produk standar untuk
sensor PRISM, produk standar untuk sensor AVNIR-2, dan produk standar untuk sensor PALSAR. Produk standar untuk masing-masing sensor terdiri dari
beberapa level, khususnya untuk sensor PALSAR seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Level produk standar pengolahan citra ALOS
Level Definisi
Catatan
1 Susunan data sinyal yang belum dipadatkan yang dilengkapi
dengan koefisien kalibrasi radiometrik dan koreksi geometrik dalam mode polarimetri, data polarimetri dipisahkan
1,1 Data yang sudah dikalibrasi secara radiometrik pada masukan
sensor 1,5
Data yang sudah dikoreksi geometrik secara sistematik Proyeksi Peta
Resampling Pixel Spacing
Sumber: JAXA 2006
2.6 Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan
BAPLAN 2008a mengkategorikan tutupan lahan di Indonesia menjadi 23 kelas tutupan lahan, yaitu: hutan primer, hutan sekunder, hutan rawa primer, hutan
rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, semakbelukar, belukar rawa, rumput, hutan tanaman, perkebunan, pertanian lahan
kering, pertanian lahan kering campur, sawah, tambak, tanah terbukakosong, pertambangan, pemukiman, transmigrasi, bandara, rawa, air, dan awan.
JICA dan Fahutan IPB 2010 menjelaskan kelas tutupan lahan yang dapat dibedakan menggunakan Citra ALOS PALSAR terdiri dari 17 tutupan lahan,
yaitu: hutan lahan kering, hutan tanaman, hutan musim, hutan rawa, hutan mangrove, kebun campuran, perkebunan karet, perkebunan sawit, belukar, padang
rumput, pertanian lahan kering, sawah, pemukiman, badan air, lahan terbuka, tambak, dan bandara.
2.7 Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi Tutupan Lahan