IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.1 Penelitian Tahap I
Penelitian  tahap  satu  ini  dilaksanakan  dengan  tiga  perlakuan  dan  dua ulangan yaitu kepadatan udang vaname sebanyak 5, 10, dan 15 ekor100 liter air
tiap  akuarium.  Pada  penelitian  ini  dilakukan  pengamatan  kelangsungan  hidup SR,  bobot  dan  average  daily  gain  ADG  udang  agar  diketahui  jumlah  padat
tebar  yang  baik  untuk  penelitian  tahap  kedua  sehingga  pada  penelitian  tahap kedua  udang  yang  mati  bukan  karena  terlalu  padat  tetapi  memang  dipengaruhi
oleh  perlakuan.  Nilai  pertumbuhan  dan  kelangsungan  hidup  udang  selama  masa penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1  Pertumbuhan  udang  vaname  Litopenaeus  vannamei  selama  penelitian tahap I
Perlakuan ekor
udang 100 liter
Bobot Awal g Bobot Akhir g
Average Daily Gain
ADG ghari
Kelangsungan Hidup
Total Rata-
rata Total
Rata- rata
5 34,074
6,815 41,111
8,222 0,201
100,0 10
75,177 7,518
68,639 8,580
0,152 80,0
15 107,066  7,138
103,021  7,899 0,109
86,7 Dari Tabel 1 terlihat bahwa nilai kelangsungan hidup dan pertambahan berat
harian  dalam  satu  periode  pemeliharaan  udang  vaname  pada  tahap  I  diperoleh hasil  yang  paling  tinggi  pada  perlakuan  padat  tebar  5  ekor100  liter.  Nilai
kelangsungan  hidup  dan  ADG  udang  vaname  yang  dipelihara  secara  sederhana dengan  padat  tebar  7  ekorm
2
di  tambak BBPBAP  Jepara  sebesar  93  dan  2,24
gram  per  hari  pada  masa  pemeliharaan  60  hari  dengan  berat  rata-rata  udang sebesar  8,97  gram  Arifin  et  al.  2005.  Dari  data  penelitian  Budiardi  2008
diperoleh nilai kelangsungan hidup dan ADG  udang vaname dengan padat tebar 85  ekorm
2
sebesar  88  dan  0,  199  gram  per  hari  dengan  pemeliharaan  udang secara intensif di tambak pada masa pemeliharaan 60 hari dengan bobot rata-rata
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0 2.5
1 2
3 4
Minggu ke- P
e rt
u m
b u
h a
n H
ar ia
n A
B C
D
8,3  gram.  Apabila  dibandingkan  nilai  kelangsungan  hidup  dan  ADG  udang vaname  pada  penelitian  tahap  satu  ini  dengan  hasil  penelitian  secara  sederhana
dan intensif diatas maka dapat disimpulkan perlakuan padat tebar 5 ekor per 100 liter yang paling baik karena berada pada kisaran yang normal. Dari hasil tersebut
dipilih perlakuan 5 ekor100 liter untuk digunakan pada penelitian tahap kedua. Pengamatan selama 5 jam menunjukkan bahwa konsentrasi amoniak dalam
air  sampai  jam  ke-4  terus  meningkat  dan  mulai  menurun  pada  jam  ke-5.  Nilai ekskresi  amoniak  tertinggi  pada  jam  ke-4.  Nilai  rata-rata  ekskresi  amoniak  per
jam  sebesar  0,004  mgg  tubuhjam.  Konsentrasi  amoniak  di  dalam  air  dan  nilai ekskresi amoniak dapat dilihat pada Table 2.
Tabel 2  Konsentrasi  amoniak  mgl  dalam  air  selama  5  jam  dan  ekskresi amoniak rata-rata per jam mgg tubuhjam
Perlakuan Waktu Pengamatan jam ke-
Bobot Rata-rata
Ekskresi Amoniak
1 2
3 4
5 Udang
g mgg
tubuhjam
U1 0,356
0,438 0,535
0,603 0,671
0,620 7,890
0,005 U2
0,544 0,586
0,540 0,580
0,660 0,643
8,214 0,003
Rata-rata 0,450
0,512 0,537
0,591 0,665
0,631 8,052
0,004
4.1.2 Penelitian Tahap II 4.1.2.1 Pertumbuhan Udang Vaname
Gambar  1  Laju  pertumbuhan  harian  udang  dengan  perlakuan  perbedaan  padat tebar  rumput  laut  A  tanpa  rumput  laut,  B  3,125  gl,  C  6,250  gl
dan  D  9,375  gl  pada  media  pemeliharaan  udang  vaname Litopenaeus vannamei dan rumput laut Gracilaria verrucosa
20 40
60 80
100 120
1 2
3 4
Minggu ke- K
e la
n g
su n
g a
n H
id u
p A
B C
D
Bobot  udang  vaname  pada  minggu  ke-2,  3  dan  4  berbeda  nyata  antar perlakuan P0,05 Lampiran 11.
Bobot udang paling rendah pada perlakuan A tanpa rumput laut daripada perlakuan dengan rumput laut Lampiran 7 dan 11.
Laju  pertumbuhan  harian  udang  setiap  perlakuan  terus  menurun  sampai  akhir penelitian.  Laju  pertumbuhan  harian  udang  tidak  berbeda  nyata  P0,05  antar
perlakuan  tanpa  rumput  laut  A  dan  perlakuan  padat  tebar  rumput  laut  3,123; 6,250 dan 9,375 gl di setiap minggu hingga akhir penelitian.
4.1.2.2 Kelangsungan Hidup
Nilai kelangsungan hidup udang vaname SR pada penelitian tahap II, pada minggu  pertama  sampai  akhir  penelitian  tiap  minggunya  menunjukkan  adanya
perbedaan  P0,05  antar  perlakuan  dengan  rumput  laut  dan  tanpa  rumput  laut Lampiran 13. SR udang pada perlakuan dengan rumput laut B, C dan D lebih
tinggi  daripada  perlakuan  tanpa  rumput  laut  A.  Pada  Gambar  2  terlihat  bahwa nilai  kelangsungan  hidup  menunjukkan  trend  yang  sama  yaitu  SR  perlakuan  A
tanpa  rumput  laut  selalu  berada  dibawah  perlakuan  dengan  rumput  laut.  Nilai kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan padat tebar rumput laut 3,125 gl B
yaitu  82,67.  Nilai  kelangsungan  hidup  udang  vaname  dari  awal  sampai  akhir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8.
Gambar  2    Nilai  kelangsungan  hidup  udang  dengan  perlakuan  perbedaan  padat tebar  rumput  laut  A  tanpa  rumput  laut,  B  3,125  gl,  C  6,250  gl
dan  D  9,375  gl  pada  media  pemeliharaan  udang  vaname Litopenaeus vannamei dan rumput laut Gracilaria verrucosa
4.1.2.3 Pertumbuhan Rumput Laut
Pada  Tabel  3  ditunjukkan  kondisi  biomassa  rumput  laut  selama  empat minggu pemeliharaan. Pertumbuhan tanaman berbeda antar padat tebar 3,125 gl
dengan  6,250  gl  dan  9,375  gl  P0,05.  Hal  ini  dapat  dilihat  dengan  adanya pertambahan  bobot  basah  tanaman  dari  waktu  ke  waktu  yang  diamati  setiap
minggu.  Pertumbuhan  tanaman  dari  setiap  periode  pengamatan  menunjukkan adanya  peningkatan  pada  tahap  awal  masa  pemeliharaan  dan  mengalami
penurunan setelah minggu ketiga. Tabel 3  Bobot  kg  rumput  laut  Gracilaria  verrucosa  yang  dipelihara  bersama
udang  vaname  dengan  perlakuan  perbedaan  padat  tebar  rumput  laut  B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D 9,375 gl
Perlakuan
Minggu ke- 1
2 3
4 B
1,562
a
1,888
a
2,284
a
2,786
a
3,255
a
C 3,125
b
3,777
b
4,564
b
5,307
b
5,963
b
D 4,688
c
5,396
c
5,927
c
6,283
c
6,563
c
Angka  yang  diikuti  oleh  huruf  yang  tidak  sama  berbeda  nyata  antar  perlakuan  pada  tiap  tahap waktu pada taraf uji 5
Pada Lampiran 15 dijelaskan, bahwa peningkatan laju pertumbuhan harian rumput  laut  di  minggu  ke-1  dan  ke-2  berbeda  nyata  antar  perlakuan  padat  tebar
9,375 gl dengan padat tebar 3,125 gl dan 6,250 gl. Sedangkan pada minggu ke-3 dan  4  peningkatan  laju  pertumbuhan  harian  rumput  laut  berbeda  antar  petak
P0,05.  Peningkatan  laju  pertumbuhan  harian  rumput  laut  terdiri  dari  tiga kelompok,  padat  tebar  3,125  gl  paling  tinggi  yaitu  2,62,  sedang  pada  padat
tebar  6,250  gl  yaitu  2,31  serta  kelompok  dengan  laju  pertumbuhan  harian paling  rendah  yaitu  padat  tebar  9,375  gl  1,20.  Berdasarkan  dari  data  laju
pertumbuhan  harian  yang  disajikan  pada  Gambar  3,  bahwa  dari  pengamatan minggu  ketiga  pada  perlakuan  3,125  gl  mencapai  maksimum  dan  menurut  pada
minggu  ke-4.  Nilai  laju  pertumbuhan  yang  berbeda  pada  perlakuan  C  dan  D dibandingkan  perlakuan  B  disebabkan  adanya  perbedaan  padat  tebar.
Pemeliharaan  dengan  padat tebar  yang  tinggi  mengakibatkan  ketidakseimbangan
nutrien yang tersedia di dalam air dengan kebutuhan untuk pertumbuhan rumput laut  yang  ada  di  dalam  wadah  sehingga  nilai  laju  pertumbuhan  hariannya  lebih
rendah.
Gambar
3    Laju  pertumbuhan  harian  rumput  laut  dengan  perlakuan  perbedaan padat tebar rumput laut B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D 9,375 gl
pada media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei dan rumput laut Gracilaria verrucosa
4.1.2.4 Rasio Konversi Pakan FCR dan Retensi Nitrogen
Pada  Tabel  4  diperlihatkan  bahwa  FCR  pakan  pada  penelitian  ini  tidak berbeda  nyata  P0,05.  Nilai  FCR  terkecil  pada  perlakuan  padat  tebar  rumput
laut  3,125  gl  1,99  dan  terbesar  pada  perlakuan tanpa  rumput laut  dengan  nilai 2,69.
Tabel 4   Nilai konversi pakan FCR, retensi nitrogen udang dan rumput laut pada perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut B 3,125 gl, C 6,250 gl
dan D 9,375 gl dan tanpa rumput laut A
Perlakuan FCR
Retensi N gr Udang
Rumput Laut A
2,69
a
0,59
b
- B
1,99
a
2,73
a
14,62
a
C 2,02
a
1,60
ab
8,54
c
D 2,24
a
1,78
ab
12,46
b
Angka  yang  diikuti  oleh  huruf  yang  tidak  sama  berbeda  nyata  antar  perlakuan  pada  tiap  tahap waktu pada taraf uji 5
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0
1 2
3 4
M inggu ke- L
aj u
P er
tu m
b u
h an
H ar
ia n
B C
D
0 .0 0 .2
0 .4 0 .6
0 .8 1.0
1.2 1.4
1.6
1 2
3 4
M ing g u ke- A
B C
D
Nilai  retensi  nitrogen  udang  berbeda  nyata  pada  setiap  perlakuan  P0,05 sehingga  terjadi  pengelompokan,  yaitu  perlakuan  dengan  retensi  nitrogen  udang
tinggi  pada  perlakuan  padat  tebar  rumput  laut  3,125  gl,  sedang  6,250  gl  dan 9,375  gl  serta  rendah  pada  perlakuan  A  tanpa  rumput  laut.  Dari  Tabel  4
ditunjukkan  bahwa  nilai  retensi  nitrogen  rumput  laut  Gracilaria  verrucosa berbeda  nyata  antar  perlakuan  P0,05  dengan  retensi  pada  perlakuan  3,125  gl
lebih tinggi daripada padat tebar rumput laut 6,250 gl dan 9,375 gl.
4.1.2.5 Kualitas Air
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi total amoniak TAN pada semua  perlakuan  pada  minggu  pertama  meningkat  terutama  pada  perlakuan
kontrol A. Puncak konsentrasi TAN pada perlakuan tanpa rumput laut A dan B 3,125  gl  rumput  laut  terjadi  pada  minggu  ini  Gambar  4.  Pada  minggu  ke-  2
konsentrasi  TAN  menurun  pada  setiap  perlakuan,  sedangkan  pada  minggu  ke-  3 konsentrasi TAN pada perlakuan B 3,125 gl rumput  laut masih terus menurun
sebaliknya  pada  perlakuan  tanpa  rumput  laut,  C  6,250  gl  dan  D  9,375  gl mulai  naik  kembali  sampai  akhir  penelitian.  Peningkatan  tertinggi  terjadi  pada
perlakuan  D  padat  tebar  rumput  laut  tertinggi  yaitu  9,375  gl,  yang  berbeda nyata nyata dengan perlakuan lainnya Lampiran 19.
Gambar 4 Perubahan konsentrasi total amoniak nitrogen TAN dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A tanpa rumput laut, B 3,125 gl,
C  6,250  gl  dan  D  9,375  gl  pada  media  pemeliharaan  udang vaname  Litopenaeus  vannamei  dan  rumput  laut  Gracilaria
verrucosa
0 .0 0 .5
1.0 1.5
2 .0 2 .5
3 .0
1 2
3 4
M ing g u ke- A
B C
D 0 .0
0 .2 0 .4
0 .6 0 .8
1.0 1.2
1.4
1 2
3 4
M ing g u ke- A
B C
D
Gambar  5    Perubahan  konsentrasi  nitrit  dengan  perlakuan  perbedaan  padat  tebar rumput laut A tanpa rumput laut, B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D
9,375  gl  pada  media  pemeliharaan  udang  vaname  Litopenaeus vannamei
dan rumput laut Gracilaria verrucosa
Gambar 6  Perubahan konsentrasi nitrat dengan perlakuan perbedaan padat  tebar rumput laut A tanpa rumput laut, B 3,125 gl, C 6,250 gl dan D
9,375  gl  pada  media  pemeliharaan  udang  vaname  Litopenaeus vannamei
dan rumput laut Gracilaria verrucosa Konsentrasi  nitrit  pada  minggu  pertama  dari  semua  perlakuan  meningkat
pada perlakuan A dan C terus meningkat hingga minggu ke-2 dan baru turun pada
minggu  ke-3  hingga  akhir  penelitian,  sedangkan  pada  perlakuan  B  dan  D  pada minggu  ke-2  konsentrasi  nitrit  mulai  turun  dan  terus  menurun  hingga  akhir
penelitian  Gambar  5.  Dari  hasil  analisis  statistik,  pada  minggu  ke  empat  nilai kandungan  nitrit  berbeda  nyata  P0,05  dengan  perlakuan  yang  lainnya  yaitu
perlakuan  tanpa  rumput  laut  A  lebih  tinggi  daripada  padat  tebar  rumput  laut 3,125 gl; 6,250 gl dan 9,375 gl.
Konsentrasi  nitrat  meningkat  di  minggu  ke-1,  dan  terjadi  penurunan  di minggu ke-3 sampai akhir penelitian Gambar 6. Kandungan nitrat pada minggu
ke-1  berbeda  antar  perlakuan.  Kandungan  nitrat  tertinggi  pada  perlakuan  padat tebar  tanpa  rumput  laut  9,375  gl  yaitu  0,945  mgl.  Hasil  analisis  statistik  pada
minggu ke-2, 3 dan 4 tidak berbeda P0,05 antar perlakuan. Pengamatan kualitas air pemeliharaan meliputi oksigen terlarut DO, suhu,
salinitas  dan  pH.  Salinitas  dan  oksigen  terlarut  pada  media  dengan  rumput  laut fluktuasinya lebih kecil dari pada media tanpa rumput laut. Sedangkan untuk suhu
dan pH pada setiap perlakuan tidak ada perbedaan, suhu dan pH pada perlakuan dengan  rumput  laut  dan  tanpa  rumput  laut  hampir  sama  sampai  akhir  penelitian
Lampiran  10.  Nilai  dari  keempat  parameter  kualitas  air  media  pemeliharaan masih  di  dalam  kisaran  normal  untuk  hidup  udang  dan  rumput  laut  Gracilaria
verrucosa .
4.2. Pembahasan
Pemanfaatan  nitrogen terlarut  oleh  rumput laut  di  perairan  bertujuan  untuk mengurangi  beban  dalam  media  budidaya.  Pada  minggu  awal  penelitian  terlihat
jelas Gambar 4 kandungan total amoniak nitrogen TAN pada perlakuan tanpa rumput  laut  A  meningkat  tiga  kali  lebih  tinggi  dari  perlakuan  dengan  rumput
laut  B,  C  dan  D.  Kandungan  TAN  pada  perlakuan  dengan  rumput  laut bertambah  tetapi  tidak  terlalu  tinggi,  dikarenakan  rumput  laut  dapat
memanfaatkan senyawa nitrogen Lampiran 9. Rumput laut dapat memanfaatkan N  terlarut  dalam perairan  melalui  proses  difusi  dengan  seluruh  bagian  tubuhnya.
Semakin  tinggi  kemampuan  rumput  laut  mampu  menyerap  N  terlarut  di  media budidaya,  maka semakin  besar  nilai  pertumbuhannya  dalam  artian  akan  semakin
meningkat juga kandungan N dalam tubuh rumput laut. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan  N  rumput  laut  yang  meningkat.  Kandungan  N  dalam  berat  kering tertinggi  pada  perlakuan  padat  tebar  rumput  laut  B  3,125  gl  yaitu  3,93
kemudian perlakuan C 9,375 gl sebesar 2,92 dan terendah pada perlakuan C 6,250  gl  yaitu  2,33.  Bukti  penyerapan  total  amoniak  nitrogen  TAN  dapat
dilihat  secara  statistik  Lampiran  15  adanya  perbedaan  antar  perlakuan  laju pertumbuhan harian rumput laut pada padat tebar 9,375 gl lebih rendah daripada
perlakuan lainnya. Nitrogen  sangat  penting  bagi  rumput  laut  dalam  pengaturan  metabolisme
dan reproduksi. Pertumbuhan dan biomas dapat tercapai dengan baik bila tanaman laut ini tercukupi nitrogen. Pengambilan nitrogen oleh tanaman laut bukan hanya
fungsi  dari  konsentrasi  N  eksternal  tetapi  juga  konsentrasi  N  internal  di  dalam jaringan  tanaman.  Pengambilan  dan  penyimpanan  N  oleh  rumput  laut  dapat
dipengaruhi  oleh  konsentrasi  N  anorganik  terlarut  di  dalam  air  dan  juga dipengaruhi  oleh  fluktuasi  ekologis  N  dalam  jaringan  tumbuhan  dan  kecepatan
pertumbuhan.  Konsentrasi  N  yang  rendah  di  lingkungan  tidak  dapat  mencukupi kebutuhan  tanaman  akan  N  untuk  penggunaan  selanjutnya.  Tetapi  rumput  laut
mempunyai  kemampuan  untuk  mengasimilasi  dan  menyimpan  nutrien  dari lingkungannya  khususnya  pada  saat  konsentrasi  rendah.  Kandungan  N  dalam
berat kering pada perlakuan C dan D lebih kecil dari B diduga walaupun jumlah N di  air  tinggi  tetapi  dalam  bentuk  nitrat  dan  nitrit,  Gracilaria  kurang  mampu
memanfaatkannya.  Hal  ini  sesuai  yang  dikemukan  oleh  Patadjai  1993  dan Sukmarumaeti 2002, bahwa nitrogen dalam bentuk amoniak yang paling utama
diserap  oleh  rumput  laut.  Oleh  karena  itu,  untuk  mencukupi  kebutuhannya,  N cadangan  yang  tersimpan  di  dalam  jaringan  dipergunakan  terlebih  dahulu  untuk
pertumbuhan Risjani 1999. Kemampuan  penyerapan  N  dari  limbah  budidaya  udang  tiap  perlakuan
perbedaan  padat  tebar  rumput  laut  tertinggi  pada  perlakuan  B  3,125  gl  yaitu 14,62  g  kemudian  9,375  gl  sebesar  12,46  g  dan  terkecil  pada  perlakuan  C
6,250 gl sebesar 8,54 g Lampiran 9. Pada perlakuan B selama empat minggu pemeliharaan,  rumput  laut  mampu  memanfaatkan  14,62  g  N  terlarut  dari  limbah
budidaya udang sehingga bobot rumput laut bertambah menjadi dua kalinya. Jika dihitung dalam per jam, rumput laut mampu menyerap N terlarut sebesar 0,013 g
Nkg  tubuhjam.  Walaupun    pemanfaatan  N  oleh  rumput  laut  pada  penelitian  ini
lebih kecil dari hasil pengukuran Harris et al. 2008 yaitu rumput laut Gracilaria
sp.  mampu  memanfaatkan  N  di  media  budidaya  multi-tropik  dari  0,6  ppm  pada pengukuran  jam 06.00  menjadi  0-0,125  ppm  pada  jam  16.45,  tetapi  kemampuan
penyerapan  ini  sudah  3  kali  lebih  besar  dari  nilai  produksi  N  eksresi  udang  per kilogram  tubuh  per  jam  pada  penelitian  tahap  satu.  Artinya  N  terlarut  dari  hasil
ekskresi udang mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh rumput laut. Pemanfaatan  amoniak  perlakuan  perbedaan  padat  tebar  rumput  laut  C
6,250 gl dan D 9,375 gl lebih besar dari pada pelakuan B 3,125 gl hanya di awal  penelitian  saja.  Keadaan  tersebut  tidak  bertahan  lama  karena  jumlah
amonium  sudah  berkurang.  Untuk  memenuhi  kebutuhan  nutriennya  rumput  laut memanfaatkan  nitrat  dan  nitrit.  Ini  dapat  dilihat  dari  semakin  menurunnya
kandungan nitrat dan nitrit di media budidaya Gambar 5 dan 6. Alga umumnya menyerap nitrogen secara bertahap, yaitu: Amonium  nitrat  nitrit. Pemanfaatan
nitrat  dan  nitrit  oleh  rumput  laut  kurang  efisien  karena  nitrat  dan  nitrit  harus terlebih  dahulu  direduksi  sebelum  digunakan  oleh  sel-sel  rumput  laut.  Nitrat
dimanfaatkan  oleh  rumput  laut  untuk  metabolisme  dengan  bantuan  enzim  nitrat reduktase  yang  dihasilkannya  Patadjai  1993.  Penyerapan  nitrat  dan  nitrit  oleh
rumput  laut  dipengaruhi  oleh  konsentarsi  amonium  dalam  media.  Karena  yang dimanfaatkan  rumput  laut  pada  perlakuan  C  dan  D  nitrat  dan  nitrit,
pertumbuhannya  tidak  secepat  pada  awal  penelitian  yang  lebih  banyak memanfaatkan amonium. Pertumbuhan rumput laut di dua minggu pertama cepat
kemudian  menurun  hingga  akhir  penelitian. Hal  yang  sama  dengan  penelitian
Soriano 2002, pemeliharaan rumput laut  Gracilaria sp. di saluran pembuangan tambak udang vaname 15 hari pertama mencapai 8,8 kemudian trus menurun.
Hal  ini  juga  dipengaruhi  keadaan  cuaca  yang  tidak  mendukung,  pada minggu  ketiga  hingga  akhir  penelitian  terjadi  hujan  dan  banjir.  Rumput  laut
memerlukan  proses  fotosintesi  untuk  pertumbuhannya.  Proses  fotosintensi  dapat berjalan  lancar  bukan  karena  adanya  nutrien  saja  tetapi  membutuhkan  sinar
matahari. Rendahnya pertumbuhan juga dikarenakan kepadatan rumput laut dalam satu  rumpun  yang  terlalu  tinggi.  Rumput  laut  yang  diikat  dan  padat  tebarnya
tinggi  bila  rumpunnya  sudah  makin  besar  mengurangi  ruang  gerak  dari  rumput
laut  itu  sendiri,  hal  ini  merupakan  gejala  yang  normal.  Padat  tebar  yang  tinggi, ruang  gerak  menjadi  sempit  sehingga  susah  untuk  berkembang  dan  kebutuhan
akan nutrien terus meningkat Sidik et al. 2002. Pada perlakuan B dengan padat tebar rumput laut paling rendah 3,125 gl
pertumbuhan  maksimal  dicapai  pada  minggu  ketiga.  Dari  minggu  ke  minggu pengurangan TAN pada perlakuan B terus meningkat hingga mencapai minimum.
Penyerapan  amoniak  yang  bertahap  dapat  meningkatkan  pertumbuhan  yang  baik sehingga diperoleh nilai laju pertumbuhan harian terbesar. Perlakuan B 3,125 gl
rumput  laut  karena  dapat  memanfaatkan  amoniak  dalam  waktu  yang  lama sehingga pertumbuhannya bisa lebih baik dan cepat dari pada perlakuan C dan D
yang  harus  memproses  nitrat  dan  nitrit  untuk  memenuhi  kekurangan  kebutuhan akan  nutrien.  Hal  ini  dapat  dilihat  dari  jumlah  N  di  rumput  laut  akhir  penelitian
yang  meningkat  dari  3,04  menjadi  3,93.  Budidaya  rumput  laut  Gracilaria parvispora
dengan  mengunakan  air  buangan  dari  tambak  udang  dapat meningkatkan  kandungan  nitrogen  di  tallus  dari  1  menjadi  3,5  dengan  laju
pertumbuhan  8-9  per  hari  lebih  tinggi  dari  pada  laju  pertumbuhan  rumput  laut yang diberi pupuk kimia hanya 4-5 per hari Glenn et al. 2002.
Pada  penelitian  ini  nilai  laju  pertumbuhan  harian  rata-rata  rumput  laut tertinggi pada perlakuan B yaitu 2,62, kemudian C 2,31 dan terendah pada
perlakuan  D  1,20.  Walaupun  nilai  laju  pertumbuhan  ini  lebih  kecil  dari penelitian Sukmarumaeti 2002; Soriano 2002 tetapi masih dalam kisaran normal
yang  lebih  besar  dari  hasil  penelitian  yang  dilakukan  Hendrajat  dan  Mangampa 2007 dengan laju pertumbuhan 1,08-2,09. Perbedaan produksi biomassa yang
diperoleh  terutama  dikarenakan  sistem  budidaya  dan  spesies  rumput  laut  yang digunakan.
Pada  minggu  kedua  perlakuan  tanpa  rumput  laut  A  kandungan  total amoniak nitrogen TAN turun drastis. Hal ini dikarena adanya oksidasi amoniak
menjadi  nitrit  dan  oksidasi  nitrit  menjadi  nitrat.  Terlihat  pada  Gambar  5  dan  6 nilai  kandungan  nitrat  dan  nitrit  terus  meningkat  hingga  mencapai  puncak.  Ini
sangat  mungkin  terjadi  dikarenakan  pada  media  budidaya  diberi  aerasi  sehingga kebutuhan  oksigen  untuk  proses  oksidasi  terpenuhi.  Bukti  yang  mendukung
terjadinya  proses  oksidasi  dapat  dilihat  dari  kandungan  oksigen  terlarut  pada
perlakuan  A  dari  minggu  ke  minggu  hingga  akhir  penelitian  terus  berkurang. Boyd  1981  menyatakan  bahwa  untuk  proses  oksidasi  amoniak  sebagai  sumber
energi,  CO
2
sebagai  sumber  karbon  dan  O
2
untuk  proses  oksidasinya.  Pada perlakuan dengan rumput laut oksidasi terjadi juga tetapi karena amoniak banyak
yang  dimanfaatkan  oleh  rumput  laut  maka  yang  dioksidasi  menjadi  nitrit  lebih sedikit  ini  dapat  dilihat  dari  Gambar  5.  Proses  oksidasi  amoniak  sedikit,
pengurangan oksigen terlarut di media budidaya juga sedikit. Dilain pihak rumput laut  juga  menyumbang  oksigen  dari  hasil  fotosintesis.  Izzati  2005  menyatakan
rumput  laut  Gracilaria  sp.  dapat  meningkatkan  kadar  oksigen  terlarut  14,5  di perairan  tambak.  Walaupun  terjadi
proses  respirasi  tetapi  konsentrasi  oksigen terlarut  dari  proses  fotosintesis  oleh  rumput  laut  lebih  tinggi.  Rumput  laut
Gracilaria sp.  mampu  menyuplai  oksigen  terlarut  sekitar  2,86  mgL  selama  24
jam ke media pemeliharaan ikan bandeng, udang vaname dan rumput laut Harris et al
. 2008; Neori et al. 2004. Pada  minggu  keempat  penelitian,  nilai  kandungan  total  amoniak  nitrogen
TAN kembali meningkat pada semua perlakuan. Nilai tertinggi pada perlakuan D  9,375  gl  rumput  laut.  Hal  ini  dikarenakan  adanya  pemberian  pakan  serta
makin  banyaknya  sisa  ekskresi  dan  feses  yang  dikeluarkan  udang  dan  adanya rumput laut yang mati. Selain itu pertumbuhan maksimal rumput laut telah dicapai
pada  minggu  ketiga.  Bila  pertumbuhan  maksimal  sudah  tercapai,  kemampuan menyerap  N  akan  menurun  oleh  sebab  itu  rumput  laut  lebih  baik  di  panen  pada
minggu ketiga. Pertumbuhan  dipengaruhi  oleh  kualitas  dan  kuantitas  pakan,  umur  dan
kualitas air Hamsiah 2000. Peningkatan biomassa merupakan tingkat pemberian pakan yang ditransformasikan menjadi biomas udang. Tingkat pemanfaatan pakan
dapat  terindikasi  dari  peningkatan  biomassa  total  dan  peningkatan  jumlah  pakan yang  diberikan.  Hasil  penelitian  ini  menunjukkan  bahwa  terdapat  pertambahan
bobot  rata-rata  individu  udang  pada  setiap  perlakuan  sampai  akhir  penelitian. Udang pada perlakuan dengan rumput laut bobot rata-rata individunya lebih tinggi
dari pada perlakuan tanpa rumput laut. Namun  karena  adanya  perbedaan  kualitas  air  lingkungan  budidaya
pertumbuhan  dari  tiap  perlakuan  pun  berbeda.  Kualitas  air  yang  baik  mampu
mendukung  kehidupan  udang,  sehingga  mampu  meningkatkan  nafsu  makan udang. Hal ini dapat dilihat dari nilai FCR dan retensi tiap perlakuan. Nilai FCR
mengindikasikan  tingkat  efisiensi  pemanfaatan  pakan  oleh  udang  sekaligus mempengaruhi  beban  limbah  nutrien  yang  terbuang  ke  lingkungan  perairan.
Kontribusi  N  yang  berasal  dari  pakan  terhadap  beban  limbah  akan  dipengaruhi oleh  nilai  FCR  dan  retensi  nutrien  dalam  biomassa  udang.  Perbedaan  jumlah  N
yang  terdapat  di  dalam  pakan  dan  udang  yang  diproduksi  merupakan  jumlah beban  N  yang  masuk  ke  dalam  media  budidaya.  Pada  perlakuan  B  3,125  gl
rumput  laut  dengan  nilai  FCR  terkecil  1,99  memberikan  biomassa  350,16  g dan nilai kelangsungan hidup tertinggi 82,67. Pada perlakuan B ini pakan yang
diberikan  banyak  dimanfaatkan  oleh  udang.  Pakan  yang  diberikan  dimakan, dicerna  dan  diretensi  oleh  tubuh  sebagai  pertumbuhan,  hal  ini  dapat  dilihat  dari
nilai retensi nitrogen udang pada perlakuan B paling besar 2,73 g sehingga dapat meningkatkan biomassa udang.
Pakan yang tidak dapat dicerna dan yang dikeluarkan melalui ekskresi serta sisa pakan yang tidak termakan jumlahnya lebih sedikit dari pada perlakuan A, C
dan  D,  ini  dapat  dilihat  dari  kandungan  N  di  air.  Pada  perlakuan  B  nilai  total amoniak nitrogen TAN dan nitrit lebih rendah daripada perlakuan yang lainnya.
Untuk menumbuhkan udang dari 265,95 g menjadi 350,20 g ternyata dikeluarkan limbah N sebanyak 15,36 g Lampiran 9.  Sebahagian besar dari limbah tersebut
14,62  g  mampu  diretensi  oleh  pertumbuhan  rumput  laut  sebanyak  1,69  kg  dan sisa limbahnya sebanyak 0,74 g N masih tersisa di dalam air Lampiran 9.
N  yang  tersisa  di  bak  pemeliharaan  semakin  kecil  mendekati  0 menunjukkan  keefektifan  tingkat  pemanfaatan  N  terlarut  oleh  rumput  laut.  Pada
perlakuan B sisa N di bak pemeliharaan paling rendah. Kemampuan rumput laut
dalam  memanfaatkan  nitrogen  terlarut  di  perairan  dapat  membuat  lingkungan budidaya  lebih  baik  dan  dapat  mendukung  kehidupan  udang  yang  dipelihara
bersamanya. Ini terlihat dari nilai kelangsungan hidup udang selama pelaksanaan penelitian. Dari hasil analisis statistik Lampiran 13 bahwa perbedaan padat tebar
rumput laut berpengaruh nyata P0,05 terhadap nilai kelangsungan hidup udang. Nilai  kelangsungan  hidup  tertinggi  pada  perlakuan  B  3,125  gl  yang  mencapai
82,67. Pada perlakuan dengan rumput laut selain mampu meyerap N di perairan,
pada  media  ini  N  yang  tersisa  di  perairan  lebih  banyak  dalam  bentuk  nitrat. Sedangkan pada perlakuan tanpa rumput laut N di media perlakuan banyak dalam
bentuk  amoniak  dan  nitrit,  bentuk  ini  berbahaya  terhadap  udang.  Hal  ini  dapat menyebabkan  udang  mati  karena  keracunan  dan  kekurangan  oksigen.
Dikarenakan adanya penambahan aerasi di setiap perlakuan, sehingga kebutuhan oksigen  untuk  respirasi  dan  perombakan  oleh  bakteri  masih  terpenuhi.  Pada
penelitian  ini  kandungan  amoniak  dalam  air  masih  berada  dalam  kisaran  yang aman bagi pemeliharaan udang 0,05-0,10 mgl tetapi kandungan nitrit yang sudah
diluar  ambang  batas  yang  baik  yaitu  0,01-0,05  mgl  Fatimah  2004.  Namun karena  konsentrasi  oksigen  terlarut  dalam  perairan    5  mgl  maka  udang  masih
dapat  hidup  normal.  Secara  umum  kualitas  air  salinitas,  suhu  dan  pH  berada dalam kisaran yang  aman untuk hidup dan tumbuhnya udang dan rumput laut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan  hasil  penelitian  dengan  perbedaan  padat  tebar  rumput  laut Gracilaria  verrucosa  yang  dipelihara  dalam  skala  laboratorium,  maka  dapat
disimpulkan sebagai berikut : 1.
Penambahan  rumput  laut  Gracilaria  verrucosa  dengan  biomassa  3,125 gramliter  pada  budidaya  udang  vaname  Litopenaeus  vannamei  dapat
meningkatkan  derajat  kelangsungan  hidup  udang  dari  62,67  tanpa  rumput laut menjadi 82,67 dan bobot akhir rata-rata udang dari 15,58 gram tanpa
rumput laut menjadi 16,99 gram. 2.
Pertumbuhan  udang  vaname  sebesar  84,25  gram  mengeluarkan  limbah  N sebanyak  15,36  gram  dan  14,62  gram  95,18  dari jumlah  tersebut  mampu
dimanfaatkan  oleh  rumput  laut  Gracilaria  verrucosa  untuk  membentuk biomassa sebanyak 16,9 kg.
5.2 Saran
Dari  penelitian  ini  disarankan  untuk  melakukan  budidaya  polikultur  udang vaname  dan  rumput  laut  Gracilaria  verrucosa  dengan  keseimbangan  5  ekor
udang dan 312,5 gram rumput laut per 100 liter media pemeliharaan.  Penelitian lanjutan  yang  disarankan  adalah  memperpanjang  masa  pemeliharaan  sehingga
didapatkan  model  sistem  budidaya  polikultur  untuk  pendederan  30  hari  dan pembesaran 60 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Angkasa  WI, Wisnu  S,  Achmad  Z,  Anggadiredja  J.  2000.  Budidaya rumput  laut Eucheuma
sp  di  perairan  pantai  dan  Gracilaria  sp  di  tambak.  Workshop Aplikasi IPTEK
. Mataram 7-9 Desember 2000. hlm 14-28. [APHA]  America  Public  Health  Association.  1975.  Standar  Method  for  The
Examination of Water and Wastewater. American Water Works Assosiation and Water Pollution Control Federation. 14th. Ed., Washington, D.C. 1193
hlm. Arifin  Z,  Andrat  K,  Subiyanto.  2005.  Teknik  produksi  udang  vaname
Litopenaeus  vannamei  secara  sederhanan.  9  hlm.  [terhubung  berkala]. http:benih.perikananbudidaya.go.idteknologivanmei20sdhn20FIB2
02005.doc. [30 Juli 2007]. Balai  Budidaya  Air  Payau,  2007.  Petunjuk  Teknis  Budidaya  Rumput  Laut
Gracilaria di Tambak. Situbondo.
Boyd  CE.  1981.  Water  Quality  Management  for  Pond  Fish  Culture.  Elsevier Books Co. Ltd., Amsterdam. 318 hlm.
Budiardi  T.  2008.  Keterkaitan  produksi  dengan  beban  masukkan  bahan  organik pada sistem budidaya intensif udang vaname Litopenaeus vannamei Boone
1931.  [disertasi].  Bogor:  Program  Pascasarjana,  Institut  Pertanian  Bogor. 103 hlm.
Chien YH. 1992. Water quality requirement and management for marine shrimp culture.  Di  dalam:  Wyban  J,  editor.  Proceeding  of  the  Special  Session  on
Shrimp Farming . USA: World Aquaculture Society. hlm. 144-156.
Crear  BJ,  Forteath  GNR.  2002.  Feeding  has  the  largest  effect  on  the  ammonia excretion rate of  the southern rock lobster Jasus edwardsii , and the western
rock lobster Panulirus cygnus. Aquacultural Engineering 26: 239-250. Damar A. 1992. Studi Kemungkinan Budidaya Algae Laut Gracilaria lichenoides
di  Tambak  di  Perairan  Pantai  Selatan  Kabupaten  Pandeglang  Jawa  Barat. Fakultas Perikanan, IPB. 39 hlm.
Dosdat A, Servais F, Mentailer R, Huelvan C, Desbruyeres E. 1996. Comparison of nitrogeneous losses in five teleost fish spesies. Aquaculture 141: 107-127.
Doty MS. 1971. Measurement of water movement in references to benthic algae growth. Bot. Mar. XIV: 32-35.
Effendie  MI.  1997.  Biologi  Perikanan.  Yogyakarta.  Yayasan  Pustaka  Nusatama. 163 hlm.
Fatimah.  2004.  Pembesaran  udang  vanamei  di  tambak.  Jawa  Timur:  Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Glenn  EP  et  al.  2002.  A  community-based  polyculture  system  in  Hawaii  that incorporates  all  the  life  stage  of  Gracilaria  parvispora  Rhodophyta.
Proceeding  of  the  Symposium  at  the  XVII  International  Seaweed. Seaweed
Industry Asosociation of the Philippines. hlm 65-73. Guanzon  NG  Jr,  De  Castro  TR,  Lorque  FM.  2004.  Polyculture  of  milkfish
Chanos-chanos Forsskal  and  the  red  seaweed  Gracilariopsis  bailinae
Zhang  et  Xia  in  brackish  water  earthen  ponds.  Journal  of  Aquaculture Research
35: 423-431. Haglund  K,  Pedersen  M.  1988.  Spray  cultivation  of  seaweed  in  recirculating
brackish water. Aquaculture vol. 72:181-189. Hamsiah.  2000.  Peranan  keong  bakau  Telescopium  telescopium  L.  sebagai
biofilter dalam pengelolaan limbah budidaya tambak udang intensif [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 77 hlm.
Harris  E,  et  al.  2008.  Peran  rumput  laut  Gracilaria  sp  dalam  produksi  oksigen pada  budidaya  udang  system  multi-tropik.  Makalah  disajikan  pada
Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur II, Bogor 14-8-2008.
Harowitz  A,  Harowitz  S.  2000.  Microorganisms  and  feed  management  in aquaculture. Advocate. 33-36 hlm.
Hendrajat EA, Mangampa M. 2007. Pengaruh Kepadatan Rumput Laut Gracilaria verrucosa
terhadap  Pertumbuhan  dan  Sintasan  Udang  Vannamei Litopenaeus  vannamei.  Laporan  hasil  penelitian  .  Balai  Riset  Perikanan
Budidaya Air Payau Maros. hlm 69-72. Huisman EA. 1976. Food conversion efficiencies at maintenance and production
level  for  carp,Cyprinus  carpio  L.  and  rainbow  trout,  Salmon  gairdneri  R. Aquaculture
93: 259-273. Izzati
M. 2005. Ganggang merah dewa penyelamat udang windu. Trubus: 42370- 71.
Jones AB. 1993. Macroalgal nutrient relationships. [A literature Review Submittet The Bachelor of Science]. Department of Botany University of Queensland.
52 hlm. Kadi  A,  Atmadja  WS.  1988.  Rumput  Laut  Algae  Jenis,  Reproduksi,  Produksi,
Budidaya  dan  Pasca  Panen.  Pusat  Penelitian  dan  Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta. 71 hlm.
Kim  DH. 1970. Economically important seaweed in Chile  Gracilaria. Bot. Mar. 13: 140-162.
Martinez CL, Campana AT, Porhas MAC. 2003. Dietary protein level and natural food management in the culture of blue Litopenaeus stylirostris and white
shrimp  Litopenaeus  vannamei  in  microcosms.  Aquaculture  Nutrition  9: 155-160 hlm.
Ming, FW. 1985. Ammonia excretion rate as an index for comparing efficiency of dietary protein utilization among rainbow trout Salmon gairdneri different
strains. Aquaculture 46: 27-35. Mustafa  A,  Ratnawati  E.  2005.  Faktor  pengelolaan  yang  berpengaruh  terhadap
produksi rumput laut Gracilaria verrucosa di tambak tanah sulfat masam Studi  kasus  di  Kabupaten  Luwu,  Sulawesi  Selatan.  Jur.  Penelitian
Perikanan Indonesia. Vol. 11 No. 7: 67-74.
Neori A, et al. 2004. Integrated aquaculture: rationale, evolution and state of the art  emphasizing  seaweed  biofiltration  in  modern  mariculture.  Aquaculture
231: 361-391. Patadjai  RS.  1993.  Pengaruh  pupuk  TSP  terhadap  pertumbuhan  dan  kualitas
rumput  laut  Gracilaria  gigas  Harv.  [tesis].  Bogor:  Program  Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 83 hlm.
Regnault M. 1987. Nitrogen excretion in marine and fresh-water Crustacea. Biol. Rev.
62, 1-24. Risjani Y. 1999. Physiology of nitrogen nutrition in Indonesia marine plant : part
one.  Variation  in  growth  and  tissue  nitrogen  of  Eucheuma  cottonii  in relation  to  environmental  nitrogen.  J.  Penelitian  Ilmu-ilmu  Hayati  Life
Sciences 11 1: 42-56.
Ritawati.  1990. Laju  pertumbuhan  rumput  laut  Gracilaria  lichenoides  L  Gmel. berdasarkan kedalaman dan jarak tanam. [Karya Ilmiah]. Fakultas Perikanan
IPB. Bogor. 80 hlm. Sidik,  AS,  Sarwono,  Agustina.  2002.  Pengaruh  padat  penebaran  terhadap  laju
nitrifikasi  dalam  budidaya  ikan  system  resirkulasi  tertutup.  Jurnal Akuakultur Indonesia
, 12: 47-51. Soriano  EM,  Morales  C,  Moreira  WSC.  2002.  Cultivation  of  Gracilaria
Rhodophyta in shrimp pond effluents in Brazil. Aquaculture Research 33 : 1081-1086.
Steel  RGD,  Torrie  JH.  1993.  Prinsip  dan  Prosedur  Statistika  :  Suatu  Pendekatan Biometrik. Edisi kedua. PT. Gramedia. Jakarta. 772 hlm.