dalam kurikulum pendidikan dan meningkatkan perkembangan dari keunggulan yang sudah ada di dalam kurikulum tersebut sehingga berlaku
menjadi penyempurnaan bagi pendidikan Nasional.
b. Penguatan Pendidikan karakter
Menurut Wynne 1991 kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti
“tomark” menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Jadi istilah karakter
erat kaitannya dengan personality kepribadian seseorang, dimana seseorang dapat disebut orang yang berkarakter a person of character jika tingkah
lakunya sesuai dengan kaidah moral. Jadi karakter itu merupakan hubungan antar nilai moral dengan tingkah laku pribadi seseorang yang akan dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari Aqib, 2012: 74-75. Dalam bahasa latin karakter berarti “dipahat”, karakter adalah
gabungan dari kebajikan-kebajikan dan nilai-nilai yang di pahat di dalam batu hidup yang akan menyatakan nilai sebenarnya Rutland,2009:1. Secara
harfiah karakter artinya „kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi”Hornby dan Parnwell, 1972: 49. Dalam Dorland Pocket
Medical Dictionary 1968: 126 mengemukakan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, atau sejumlah atribut yang
dapat diamati pada individu. Karakter atau akhlak juga merupakan ciri khas seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir
Koesoema, 2007: 80. Secara terminologis Marzuki mendefinisikan “karakter
mengacu pada serangkaian pengetahuan cognitives, sikap attitudes, motivasi motivations dan perilaku behaviors serta keterampilan Marzuki,
2011: 470. Menurut Salahudin 2013: 42-43, pengertian karakter secara khusus
adalah nilai-nilai yang khas baik tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata kehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan yang terpatri dalam
diri dan terwujud dalam perilaku. Secara koheren karakter merupakan memancar dari hasil olahpikir, olahhati, olahraga, serta olahrasa dan karsa
seseorang atau sekelompok orang. Jadi karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan,
kapasitas moral, dan ketegaran, dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Tujuan dari pendidikan karakter yang sesungguhny jika dihubungkan dengan
filsafah Negara Republik Indonesia adalah mengembangkan karakter peserta didik agar mampu mewujudkan nilai-nlai Pancasila. Sehingga fungsi
pendidikan karakter itu adalah, a pengembangan potensi dasar, agar “berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik”, b perbaikan perilaku yang
kurang baik dan penguatan perilaku yang sudah baik, c penyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Sedangkan ruang
lingkup atau saran pendidikan karakter itu adalah satuan penddikan, keluarga dan masyarakat. Salahudin, 2013: 42-43.
Kontrovesi mengenai tentang tujuan pendidikan karakter secara umum, banyak orang memahami tujuan pendidikan karakter sebagai pengembangan
keperibadian di mana pertumbuhan individu sebagai pribadi yang sehat merupakan saran akhir. Jadi, dengan pendidikan karakter diharapkan anak
didik dapat tumbuh sehat secara keperibadian. Namun, ada pula yang menganggap pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai
tertentu. Seperti, ada yang memusatkan diri pada penanaman nilai moral melalui pengajaran, ada pula yang sekadar mengajak anak untuk menjernihkan
nilai-nilai moralnya sendiri dan mengambil keputusan atas dasar penjernihan tersebut. Ada yang berfokus pada pendidikan rohani, agama atau religiusitas,
karena menganggap bahwa ketaatan dan kepatuhan pada norma agama itulah yang dapat membuat hidup seseorang menjadi lebih bermakna dan bahagia.
Selain itu ada juga yang menganggap bahwa tujuan pendidikan karakter itu adalah lebih terkait dengan persoalan tata krama, sopan santun, dan etika
dalam pergaulan sehari-hari Koesoema, 2012: 34. Berdasarkan pengertian karakter di atas dapat disimpulkan bahwa
karakter adalah kualitas moral yang khas dari seorang pribadi atau individu yang memberi kekuatan dan daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu
atau bertindak. Karakter sangat berpengaruh pada terbentuknya jati diri seseorang dalam kehidupannya dan menjadi tolak ukur baik buruknya
kepribadian seseorang. Dan seseorang itu mampu mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari tergantung dengan perilaku yang dilakukannya.
Sehingga ia dapat mengambil norma-norma dan nilai-nilai yang dianggapnya lebih baik dengan tujuan kehidupannya dapat menjadi lebih baik dan lebih
bermakna sesuai dengan keyakinan yang ada dalam kepribadian atau kehidupannya.
Ada tiga komponen karakter yang baik component of good character, yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau
perasaan tentang mental, dan moral action, atau pernuatan morl. Dari ketiga komponen iu tentu tidak serta merta terjadi dalam diri seseorang, tetapi
bersifat prosesual,artinya tahapan ketiga hanya mugkin terjadi setelah tercapai tahapan kedua, dan tahapan kedua hanya tercapai setelah tahapan pertama.
Dalam banyak kasus ketiga tahapan tidak terjadi secara utuh. Mungkin sekali ada orang hanya sampai moral knowing dan berhenti sesampai memahami.
Orang lain sampai pada thap moral feeling, dan yang lain mengalami perkembangan dari moral knowing sampai moral action. Moral knowing
adalah hal yang penting untuk diajarkan, terdiri dari enam hal yaitu, moral awarenes kesadaran moral, knowing moral value mengetahui nilai-nilai
moral, perspective taking, moral reasoning, decision making dan self knowledge. Tetapi pendidikan krakter atau nilai-moral jika hanya sampai
moral knowing tidaklah cukup sebab sebatas pada tahu atau memahami nilai- nilai atau moral tanoa melaksanakannya, hanya menghasilkan orang cerdas,
tetapi tidak bermoral. Salain itu, moral feeling juga sangat penting untuk dilanjutkan dalam pendidikan. Moral feeling adalah aspek yang lain yang
harus ditanamkan kepada peserta didik yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Sedangkan
langkah yang sangat penting adalah adanya pendidikan nilaimoral atau
karakter sampai pada moral action. Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan
tindakan moral ini merupakan hasil outcome dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan
yang baik act morally maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu, kompetensi competence, keinginan will dan kebiasaan habit Adisusilo,
2012: 61-62. Menurut Foerster, dalam Maksudin, 2013: 55 menjelaskan bahwa
ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai yang dimana menjadi
pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh dalam prinsip, tidak mudah terombang-
ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Ketiga, otonomi. Disitu seseorang
menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Dan Keempat, keteguhan dan kesetian yang merupakan daya tahan seseorang
guna mengingini apa yang dipandang baik dan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih Maksudin, 2013: 55.
c. Pendekatan Tematik Integratif
Menurut Ahmadi dan Amri 2014: 221 memaparkan bahwa, pada tahu 1984 dalam kurikulum , sebenarnya pendekatan ini sudah lama dikenal,
intinya tiap pelajaran harus berpijak pada tema atau subtema tertentu.setiap
bahan pelajaran tidaklah berdiri sendiri melainkan dipadukan diintegrasikan dengan bahan pelajaran yang lain. Dalam berbahasa indonesia secara internal
bahan pelajaran dapat dipadukan, misalnya keterampilan berbicara dengan tema pariwisata dengan keterampilan menulis, dengan aspek kebahasaan
seperti kalimat dan frasa. Sedangkan secara eksternal-nya di padukandengan sastra. Bahkan bahasa Indonesia dapat dipadukan dengan mata pelajaran
lainnya. Pembelajaran di Sekolah Dasar dengan menggunakan kurikulum 2013 secara Tematik Integratif. Melalui sistem ini indikator mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial akan muncul di kelas IV,V, dan VI SD. Di SD, semua mata pelajaran dilaksanakan dengan Tematik
Integratif berdasarkan tema-tema yang sudah disusun Ahmadi dan Amri, 2014: 221.
Menurut Daryanto 2014: 3 juga mengemukakan, pembelajaran Tematik dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Keuntungan pembelajaran Tematik, a siswa mudah
memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, b siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata
pelajaran dalam tema yang sama, pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik
dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pribadi siswa, c siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan
dalam konteks tema yang jelas, d siswa lebih bergairah belajar karena dapat