Locus of Control KAJIAN TEORI

25 mereka mengenai kebutuhan-kebutuhan psikologis yang membawa kepuasan diri. Rotter mendiskripsikan kebutuhan psikologis seseorang menjadi 6 kategori umum Rotter dalam Phares dan Morristown, 1976:365 yaitu: a. Recognition-Status, yaitu kebutuhan untuk menjadi yang terbaik seperti: dipandang sebagai seseorang yang berkompeten, paling baik dibandingkan dengan yang lain dalam hal pendidikan, pekerjaan, olahraga, derajat sosial, paling menarik, dan sebagainya. b. Dominance, yaitu kebutuhan untuk dapat mengontrol orang lain seperti: kekuatan untuk melatih dan mempengaruhi orang lain. c. Independence, yaitu kebutuhan untuk membuat keputusan sendiri, percaya pada diri sendiri, mencapai tujuan tanpa bantuan orang lain. d. Protection-Dependency, yaitu kebutuhan untuk dapat mencegah timbulnya perselisihan, menyediakan perlindungan dan keamanan, dan membantu orang lain mencapai tujuan. e. Love and Affection, yaitu kebutuhan untuk bisa diterima dan disukai orang lain serta adanya penghargaan dari orang lain. f. Physical Comfort, yaitu kebutuhan untuk menikmati kepuasan yang bersifat lahiriah berkenaan dengan keamanan, menjauhkan diri dari sesuatu yang menyakitkan, merasa baik, pengalaman yang menyenangkan, dan sebagainya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa locus of control merupakan keyakinan individu tentang faktor-faktor yang mengatur 26 kejadian dalam hidupnya, yang dapat dikontrol locus of control internal dan yang di luar kontrol dirinya locus of control eksternal, atau merupakan suatu kontinum persepsi individu akan kendali peristiwa dalam hidupnya, dengan kepercayaan akan kendali internal pada suatu kutub dan kepercayaan akan kendali eksternal pada kutub yang lain. 2. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan dan perkembangan locus of control Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang berupa kontinum dari internal menuju eksternal. Oleh karenanya tidak satupun individu yang benar-benar internal atau yang benar-benar eksternal. Kedua tipe locus of control terdapat pada setiap individu hanya saja ada kecenderungan untuk lebih memiliki salah satu tipe locus of control tertentu. Disamping itu locus of control tidak bersifat statis tapi juga dapat berubah. Individu yang berorientasi internal locus of control dapat berubah menjadi individu yang berorientasi external locus of control dan begitu sebaliknya. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan dan perkembangan locus of contol tersebut antara lain Phares dalam London Exner, 1978:291-294: a. Usia Seiring anak berkembang, ia menjadi seorang manusia yang lebih efektif, sehingga ia meningkatkan kepercayaan bahwa dirinya mampu mengendalikan bermacam-macam hal dan kejadian dalam hidupnya. Dengan kata lain, locus of control bergerak dari 27 kecenderungan eksternal ke arah internal sejalan dengan pertambahan usia. b. Pengalaman akan suatu perubahan Penelitian Kiehlbauch Phares dalam London Exner, 1978:292 menemukan bahwa teman serumah yang masih baru menunjukkan locus of control yang relatif lebih eksternal daripada teman serumah yang telah lebih lama bersama. Locus of control teman serumah yang akan berpisah juga cenderung bergeser ke arah eksternal. Keadaan yang cenderung labil dan tak pasti selama masa-masa transisi mendorong locus of control individu ke arah eksternal. c. Generalitas dan stabilitas perubahan Peristiwa-peristiwa yang membawa perubahan seperti perang, skandal politik, bom nuklir dan eksperimen ternyata dapat berpengaruh pada locus of control. Kecenderungan ke arah locus of control eksternal meningkat sejalan dengan pengalaman perubahan peristiwa spesifik dan insidental seperti kekecewaan pada keputusan- keputusan politik pemerintah, menang lotere, dan eksperimen. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi diluar prediksi dan rutinitas individu sehingga ia merasa kehilangan kemampuan untuk menganalisa dan mempersiapkan diri terhadap jalannya peristiwa- peristiwa dalam hidup mereka. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 d. Pelatihan dan pengalaman Seperti halnya kapasitas-kapasitas kognitif lain, locus of control dapat dilatih untuk didorong ke arah salah satu kecenderungan tertentu. De Charms Phares dalam London Exner, 1978:293 berhasil membuktikan efektifitas program pelatihan untuk meningkatkan locus of control internal. Selain itu, penelitian Nowicki dan Bames Phares dalam London Exner, 1978:293 menemukan bahwa pengalaman berkemah yang terstruktur ketat dapat meningkatkan locus of control internal remaja. Demikian pula halnya dengan penelitian Levens serta Gottesfeld dan Dozier Phares dalam London Exner, 1978:293 mengenai pengalaman berorganisasi dalam masyarakat. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa locus of control dapat berubah karena pengalaman-pengalaman yang meningkatkan kemandirian, tanggung jawab pribadi, dan kemampuan untuk menguasai keadaan. e. Efek terapi Beberapa penelitian Lefcourt, Dua, Gillis dan Jessor, Smith Phares, 1978:293 menunjukkan bahwa psikoterapi berpengaruh secara positif pada kecenderungan akan locus of control internal. Psikoterapi bertujuan meningkatkan kemampuan individu untuk dapat berfungsi secara efektif dalam mengatasi masalah-masalahnya. Tujuan ini meningkatkan kecenderungan individu untuk lebih merasa bertanggung jawab dalam peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 Kleinke 1978:134-138 menekankan faktor pelatihan dan pengalaman dalam perubahan arah locus of control. Pada dasarnya, faktor pengalaman akan suatu perubahan serta generalitas dan stabilitas perubahan dapat dikelompokkan ke dalam faktor pengalaman. Sementara itu, efek dari terapi dapat dikategorikan ke dalam faktor pelatihan. Dengan demikian, faktor-faktor yang dapat mengubah arah locus of control adalah faktor usia, pelatihan, dan pengalaman. Menurut Kleinke 1978:138-139 untuk mendorong kecenderungan locus of control ke arah internal, individu harus mengalami situasi dimana tindakan-tindakan yang ia ambil menghasilkan konsekuensi seperti yang ia harapkan. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pelatihan dan pengalaman yang dapat mendorong locus of control individu ke arah internal adalah pelatihan dan pengalaman yang memberikan reinforcement atas tindakan-tindakan individu dan menanamkan kepercayaan pada diri individu bahwa reinforcement tersebut adalah hasil dari tindakan- tindakan individu sendiri. 3. Aspek-aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh Locus of control Perbedaan kecenderungan arah locus of control ternyata membawa akibat dalam berbagai aspek hidup, yaitu Phares dalam London Exner, 1978:276-285: a. Sikap terhadap lingkungan Individu dengan locus of control internal menganalisa situasi dengan sikap yang lebih terarah dan waspada daripada individu dengan 30 locus of control eksternal. Individu dengan locus of control internal juga lebih aktif dalam mencari, memperoleh, menggunakan dan mengolah informasi yang relevan dalam rangka memanipulasi dan mengendalikan lingkungan. Di samping itu, individu yang mempunyai locus of control internal terbukti lebih berorientasi pada posisi dengan kekuasaan besar, sedangkan individu yang memiliki locus of control eksternal lebih cenderung menyukai posisi dengan kekuasaan kecil Hrycenko dan Minton dalam Phares, 1978:279. b. Pengaruh konformitas dan perubahan sikap Beberapa penelitian Crowne, dkk dalam London Exner 1978:279 menunjukkan bahwa individu dengan kecenderungan internal lebih mampu bertahan terhadap pengaruh dan tekanan dari lingkungan. Sebaliknya individu dengan kecenderungan eksternal lebih siap sedia untuk menerima pengaruh, mengikuti lingkungan sosial dan menerima informasi dari orang lain. Individu dengan kecenderungan eksternal juga lebih menunjukkan konformitas dan kemudahan dalam mengubah sikap. Hal ini berkaitan langsung dengan kepercayaan akan pemegang kendali dalam hidupnya, Kleinke, 1978:131-132. Individu dengan locus of control internal lebih mempercayai diri sendiri dan cenderung mengabaikan kekuatan-kekuatan dari luar yang mencoba mengambil alih kendali hidupnya. Sebaliknya, individu dengan locus of control eksternal telah memiliki dasar-dasar kepercayaan bahwa hal-hal di luar 31 dirinyalah yang mengendalikan hidupnya, sehingga ia mudah menerima pengaruh dan kendali dari luar tersebut. c. Perilaku menolong dan atribusi tanggung jawab Individu dengan kecenderungan internal lebih sering menunjukkan perilaku menolong dari pada individu dengan kecenderungan eksternal Midlarsky, 1971; Midlarsky Midlarsky, 1973 dalam Phares, 1978:282. Individu yang memiliki locus of control internal juga cenderung memberi atribusi tanggung jawab internal terhadap orang lain. Kedua pernyataan tersebut tampaknya saling bertentangan. Individu yang merasa bahwa tiap-tiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri umumnya tidak begitu terdorong untuk melibatkan diri dalam kesulitan-kesulitan yang dialami orang lain. Fenomena ini merupakan bukti bahwa perilaku menolong lebih didorong oleh kepercayaan individu bahwa ia mampu memberikan pertolongan, daripada kepedulian terhadap orang lain. d. Pencapaian prestasi Pelajar dengan locus of control internal menunjukkan prestasi akademis yang lebih tinggi daripada pelajar dengan locus of control eksternal. Dalam hal ini, need for achievement tidak dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena ini karena terdapat hubungan yang rendah antara need for achievement dan locus of control Phares, 1978:283-284. Sejalan dengan hal tersebut, 32 Kleinke 1978:132-133 berpendapat bahwa tingginya prestasi yang dicapai oleh individu dengan locus of control internal merupakan hasil dari kemampuannya untuk menunda menikmati penghargaan atas hasil-hasil usahanya, serta mengurangi reaksi-reaksi negatif yang cenderung muncul pada saat individu mengalami kegagalan. e. Penyesuaian diri, kecemasan, dan psikopatologi Individu dengan kecenderungan internal lebih mampu untuk menyesuaikan diri daripada individu dengan kecenderungan eksternal. Individu dengan locus of control internal lebih mengandalkan diri sendiri, aktif dan memiliki kecenderungan tinggi untuk berjuang. Hal-hal tersebut menggiringnya pada keberhasilan- keberhasilan dalam penyesuaian diri. Kesederhanaan kepercayaan kendali yang ada dalam diri sendiri juga mendorong individu dengan locus of control internal pada penyesuaian diri dengan sedikit kecemasan Phares, 1978:284-285. Di lain pihak, individu dengan kecenderungan eksternal cenderung mengalami lebih kecemasan daripada individu dengan kecenderungan internal. Individu dengan locus of control eksternal memandang penolakan-penolakan dan kecemasan akan kegagalan sebagai akibat dari kurangnya kemampuan dan kesempatan yang mereka miliki untuk mengendalikan situasi. la juga memiliki konsep yang rumit mengenai pengendali peristiwa-peristiwa dalam hidupnya sehingga mendorong timbulnya kecemasan. Individu dengan locus of control PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 eksternal sering menerima secara pasrah ancaman-ancaman dan informasi-informasi negatif tentang diri mereka.

D. Masa Kerja

Moh. As’ad dalam Kuncoro 2003:5 mengartikan masa kerja sebagai lamanya waktu seseorang bekerja dalam suatu organisasi atau perusahaan. Pada umumnya masa kerja diukur dengan ukuran tahun atau bulan. Masa kerja berhubungan dengan waktu kerja seseorang, yaitu segi kualitas seseorang di dalam menjalani pekerjaannya. Siagian 1984:174 mengungkapkan seorang tenaga kerja yang memiliki masa kerja lama akan mempunyai : 1. Cakrawala pandangan yang makin luas yang memungkinkan seseorang untuk lebih mampu memahami dan mengantisipasi perubahan dan perkembangan yang pasti akan terjadi. 2. Peningkatan produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan penghasilan seseorang sekaligus menambah kepuasan batin yang semakin besar. 3. Kemungkinkan promosi yang lebih besar bagi karyawan yang bersangkutan. Di dalam usaha menunjang keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, masa kerja seorang tenaga kerja memegang peranan yang amat penting, karena hal ini berhubungan dengan kualitas kerjanya. Sebuah perusahan atau organisasi biasanya cenderung memilih pelamar yang 34 memiliki masa kerja yang lama karena tenaga kerja yang masa kerjanya lama dipandang lebih memiliki banyak pengalaman, pengetahuan, keterampilan, dan lebih mampu menjalankan pekerjaannya. Apabila tenaga kerja dapat bekerja dengan baik, maka kinerja yang dihasilkan secara keseluruhan akan optimal.

E. Kerangka Teoretik

1. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru ditinjau dari locus of contol Profesionalisme guru merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seorang guru dan menjadi sumber penghasilan kehidupannya yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi agar memuaskan pemakai jasa yang dihasilkan. Tinggi rendahnya profesionalisme seorang guru diduga kuat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kecerdasan emosional seorang guru tersebut. Seorang guru yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dituntut untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, menanggapinya dengan tepat, dan menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru yang memiliki kecerdasan emosional tinggi diduga memiliki tingkat profesionalisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme tersebut diduga berbeda pada guru dengan locus of control yang berbeda. Pada guru dengan locus of control internal, derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme akan lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang dengan locus of control eksternal. Seorang guru yang memiliki locus of control internal memiliki ciri-ciri: suka bekerja keras, memiliki inisiatif yang tinggi, selalu berusaha untuk menentukan pemecahan masalah, selalu berpikir seefektif mungkin, selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil sehingga memiliki kecenderungan untuk memberikan profesionalisme yang baik dibandingkan dengan guru yang memiliki kecenderungan locus of control eksternal. Sedangkan guru yang memiliki kecenderungan locus of control eksternal memiliki ciri-ciri: kurang memiliki inisiatif, mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan, kurang suka berusaha karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol, kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, guru yang memiliki kecenderungan locus of control eksternal apabila mengalami kegagalan mereka cenderung menyalahkan lingkungan sekitar sebagai penyebab kegagalannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 2. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru ditinjau dari masa kerja. Profesionalisme guru merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seorang guru dan menjadi sumber penghasilan kehidupannya yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi agar memuaskan pemakai jasa yang dihasilkan. Tinggi rendahnya profesionalisme seorang guru diduga kuat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kecerdasan emosional seorang guru tersebut. Seorang guru yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dituntut untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, menanggapinya dengan tepat, dan menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru yang memiliki kecerdasan emosional tinggi diduga memiliki tingkat profesionalisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru diduga berbeda pada guru dengan masa kerja yang berbeda. Masa kerja adalah lamanya waktu seseorang bekerja. Masa kerja diukur dengan ukuran tahun atau bulan. Guru yang masa kerjanya lebih banyak diduga mempunyai profesionalisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang masa kerjanya lebih sedikit. Hal ini disebabkan guru yang masa kerjanya lebih banyak pada umumnya mempunyai pengalaman,

Dokumen yang terkait

PROFESIONALISME GURU DITINJAU DARI MOTIVASI KERJA DAN PENGALAMAN MENGAJAR PADA SEKOLAH MENENGAH Profesionalisme Guru Ditinjau Dari Motivasi Kerja Dan Pengalaman Mengajar Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri Kecamatan Mojolaban Tahun 2014/2015.

0 2 15

PROFESIONALISME GURU DITINJAU DARI MOTIVASI KERJA DAN PENGALAMAN MENGAJAR GURU PADA SEKOLAH MENENGAH Profesionalisme Guru Ditinjau Dari Motivasi Kerja Dan Pengalaman Mengajar Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri Kecamatan Mojolaban Tahun 2014/2015.

0 2 12

HUBUNGAN BUDAYA SEKOLAH, KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROFESIONALISME GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI KECAMATAN MARDINGDING KABUPATEN KARO.

1 4 46

Analisis kompetensi guru ditinjau dari golongan jabatan, masa kerja, dan usia guru survei: guru-guru Sekolah Menengah Atas negeri dan swasta di wilayah Kabupaten Sleman.

0 6 236

Pengaruh lama mengajar pada hubungan kecerdasan emosional dengan profesionalitas guru : survei pada guru-guru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan negeri dan swasta di Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.

0 0 121

Persepsi guru terhadap program sertifikasi guru dalam jabatan ditinjau dari tingkat pendidikan, golongan jabatan, masa kerja, dan usia guru : survei guru-guru Sekolah Menengah Pertama Negeri dan Swasta Kabupaten Sleman.

0 0 193

Pemahaman guru terhadap Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no 20 tahun 2007 ditinjau dari masa kerja, tingkat pendidikan dan status kepegawaian : survei pada guru-guru sekolah menengah pertama negeri di Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten.

0 0 164

Pengaruh lama mengajar pada hubungan kecerdasan emosional dengan profesionalitas guru survei pada guru guru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan negeri dan swasta di Kecamatan Kroy

0 0 119

LOCUS OF CONTROL DAN MASA KERJA

0 1 170

Persepsi guru terhadap program sertifikasi guru dalam jabatan ditinjau dari tingkat pendidikan, golongan jabatan, masa kerja, dan usia guru : survei guru-guru Sekolah Menengah Pertama Negeri dan Swasta Kabupaten Sleman - USD Repository

0 0 191