Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4
IQ dipercaya menjamin seseorang akan dapat dengan mudah mencapai impian atau cita-citanya. Tetapi, dalam banyak kasus justru ditemukan bahwa
kecerdasan emosional lebih dominan dalam menentukan kesuksesan seseorang.
Goleman 2005:44 memperlihatkan bahwa ada faktor-faktor yang menyebabkan mengapa orang yang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ
sedang-sedang saja justru menjadi sangat sukses. Faktor-faktor yang dimaksud Goleman tersebut mengacu pada suatu cara lain untuk menjadi
cerdas yang secara populer disebut dengan istilah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati,
ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial. Para ahli psikologi menyepakati bahwa IQ hanya menyumbang sekitar 20 dalam
menentukan suatu keberhasilan sedangkan sisanya sebanyak 80 berasal dari faktor lain, termasuk apa yang dinamakan kecerdasan emosional. Hal ini
terbukti dari data penelitian terhadap 95 mahasiswa Harvard University dari angkatan tahun 1940-an, suatu masa ketika rentang IQ mahasiswa-mahasiswa
Ivy League perguruan-perguruan tinggi bergengsi di Amerika Serikat dilacak sampai mereka berusia setengah baya. Mereka yang perolehan tesnya
paling tinggi di perguruan tinggi tidaklah terlampau sukses dibandingkan rekan-rekannya yang IQ-nya lebih rendah bila diukur menurut gaji,
produktivitas, atau status di bidang pekerjaan mereka. Mereka juga bukan yang paling banyak mendapatkan kesuksesan hidup, dan juga bukan yang
paling bahagia dalam hubungan persahabatan, keluarga, dan asmara, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Goleman, 2005:46. Hal ini menjelaskan bahwa kecerdasan emosional memegang peranan penting dalam kesuksesan hidup seseorang.
Pengamatan peneliti pada guru-guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten menunjukkan bahwa ditemukan tidak
sedikit guru pada saat mengajar kurang menguasai materi yang ia ajarkan, menyampaikan materi yang keliru, tidak mengikuti perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak mempunyai keterampilan- keterampilan, bersifat pasif dan tidak kreatif, tidak menguasai metode-metode
mengajar, tidak bisa mengelola emosinya, seringkali guru membawa masalah pribadinya saat mengajar sehingga kondisi kelas tidak nyaman dan
merugikan siswa. Ada sebagian guru yang kurang menghargai siswa dalam menyampaikan pendapat saat kegiatan belajar mengajar, sehingga membuat
hubungan antara guru dan siswa menjadi kurang harmonis. Fakta seperti ini juga disebabkan oleh rendahnya kerjasama antara guru dengan teman sejawat
antar sekolah dan dengan komunitas lingkungan kerjanya. Fenomena di atas menunjukkan bahwa orang yang cerdas secara
akademis belum tentu memperoleh hasil yang maksimal dalam setiap kegiatannya. Hal demikian disebabkan orang yang cerdas secara akademis
belum tentu cerdas secara emosinya. Menurut Goleman 2005:156-169 orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi merupakan orang yang matang
dalam hal pengaturan kondisi diri dan emosinya. Tingginya kecerdasan emosional EQ dapat membuat seseorang bersemangat tinggi dalam belajar,
disukai teman-teman pergaulannya, dan juga akan membantunya ketika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
memasuki dunia kerja atau di dalam keluarga. Dengan kata lain, meskipun seseorang luar biasa pintar, kreatif dan terampil, namun kalau dia tidak
memiliki pengetahuan bagaimana cara berhubungan dengan orang lain, tidak bisa mengelola emosinya dengan baik, maka tidak seorang pun yang akan
betah untuk bersama dia. Derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru
tersebut di atas diduga berbeda pada guru dengan locus of control dan memiliki masa kerja yang berbeda. Locus of control adalah cara pandang
seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan control peristiwa yang terjadi padanya. Locus of control
seseorang pada dasarnya memiliki dua dimensi, yakni locus of control internal
dan locus of control eksternal. Locus of control internal adalah cara pandang individu terhadap suatu peristiwa sebagai hasil dari perilakunya, atau
bagian dari karakteristiknya yang bersifat relatif permanen. Locus of control eksternal
adalah cara pandang individu terhadap suatu peristiwa sebagai hasil dari keberuntungan, kebetulan, takdir, suatu yang dikendalikan oleh
kekuasaan atau kekuatan yang berasal dari luar dirinya Rotter, 1966, httpwww.balllarat.edu.ac.auardbsshpycohrothtm. Karenanya dalam
penelitian dikembangkan dugaan bahwa pada guru yang memiliki locus of control internal,
derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan pada guru
dengan locus of control eksternal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Masa kerja adalah lamanya waktu seseorang bekerja, masa kerja pada umumnya diukur dengan bulan atau tahun. Guru yang sudah lama mengajar
pada umumnya mempunyai pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan- keterampilan mengajar yang lebih banyak dalam menjalankan profesinya
sebagai pendidik dan pengajar. Hal tersebut tentunya berhubungan dengan tingkat kecerdasan emosional seorang guru dan juga kemampuan
profesionalnya. Diduga bahwa pada guru dengan masa kerja lebih banyak maka derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru
akan lebih tinggi dibandingkan pada guru dengan masa kerja yang lebih sedikit.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menguji derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme
guru pada guru dengan locus of control dan masa kerja yang berbeda. Penelitian ini selanjutnya mengambil judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional
Terhadap Profesionalisme Guru Ditinjau dari Locus of Control dan Masa Kerja”. Penelitian ini merupakan survei pada guru-guru Sekolah Menengah
Pertama di Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8