Kelas Terapi Jenis Obat

manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Penggunaan obat dengan interval yang tidak konstan dapat menyebabkan kadar obat dalam jaringan berfluktuasi tidak teratur. Pada interval yang pendek, kadar obat dalam jaringan dapat sangat meningkat, sedangkan pada interval yang panjang, kadar obat menjadi rendah. Perhatian utama dalam terapi, khususnya terapi dengan antimikroba adalah mempertahankan konsentrasi efektif obat pada tempat mikroba berkembangbiak dalam jaringan untuk waktu yang lama, sehingga dapat memusnahkan mikroba. Supaya dapat mempertahankan konsentrasi obat yang cukup untuk waktu yang lama, maka hubungan antara dosis dan waktu haruslah diperhatikan. Selain itu, mempertahankan konsentrasi obat supaya tetap tinggi merupakan salah satu cara untuk mengurangi terjadinya resistensi, karena dapat menghambat populasi bakteri asli dan mutan turunan pertama. Obat antiinfeksi yang diberikan kepada pasien bedah sesar adalah antibiotika, yang diperlihatkan pada tabel VIII. Dari hasil penelitian, antibiotika golongan penisilin, yaitu amoksisilin dan ampisilin merupakan antibakteri yang paling banyak digunakan dan merupakan pilihan pertama untuk terapi pasien pasca bedah sesar. Terapi dengan antibiotika golongan penisilin sering kali mengalami kegagalan karena adanya resistensi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Amoksisilin dan ampisilin merupakan antibiotika time-dependent yang kadarnya dalam serum tergantung pada interval pemberian, supaya tidak terjadi resistensi pada pasien. Penggunaan amoksisilin lebih banyak daripada jenis lainnya, karena mempunyai absorbsi yang lebih baik bila dibandingkan dengan ampisilin dan menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan. Hal ini disebabkan amoksisilin tidak terganggu absorbsinya oleh makanan. Amoksisilin diberikan secara oral dan aman diberikan selama laktasi, karena mencapai air susu ibu dalam jumlah yang sedikit, yaitu 10 dari jumlah yang diberikan. Tabel VIII. Antiinfeksi yang Diterima Pasien Bedah Sesar di Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007. No. Gol. Obat Jenis obat Jumlah pasien n=27 Presentase jumlah Dosis Dosis acuan Ket. 1. penisilin amoksisilin 27 100 3x500mg tiap 8 jam 250-500 mg tiap 8 jam Tepat dosis ampisilin 19 70,4 4x500mg tiap 6 jam 3x1 gram tiap 8 jam 0,25-1 gram tiap 6 jam, 30 menit sebelum makan Tepat dosis, tidak tepat interv al untuk tiap 8 jam penisilin anti- Pseudomonas sulbenisilin Kedacilin ® 11 40,7 3x1 gram tiap 8 jam 2-4 gram dibagi dalam 2-4 kali pemberian Tepat dosis sefalosporin generasi ketiga sefotaksim 3 11,1 3x1 gram tiap 8 jam 1 g tiap 12 jam, dapat ditingkatk an sampai 12 g hari dalam 3-4 kali pemberian Tepat dosis Sulbenisilin merupakan kelompok antibiotika β-laktam, turunan dari penisilin anti-Pseudomonas, yaitu Pseudomonas aeruginosa. Seperti β-laktam yang lainnya, sulbenisilin juga memiliki aktivitas bekterisid yang bersifat time- dependent . Sulbenisilin diberikan secara injeksi intravena i.v. karena aktivitas antimikrobanya berkurang dalam suasana asam, misalnya adanya asam lambung bila diberikan secara oral. Sefotaksim merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga. Sefotaksim efektif pada Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, serta sering digunakan untuk tindakan profilaksis pada pembedahan. Sefotaksim mengalami metabolisme di dalam hati dan menjadi desasetilsefotaksim, yang merupakan metabolit aktif, untuk kemudian diekskresi ke dalam urin tanpa mengalami perubahan bentuk. Sefotaksim merupakan obat yang relatif mahal, karena termasuk antibiotika baru, namun cenderung untuk diresepkan karena efektif pada kuman gram-positif dan gram-negatif. b. Obat Obstetrik dan Ginekologi Pasien pasca bedah sasar mempunyai kemungkinan yang sangat besar untuk mengalami pendarahan pasca bedah. Pendarahan pasca bedah terjadi setelah bayi lahir, dimana darah yang keluar melebihi 400-500 cc. Pendarahan pasca bedah sesar atau pendarahan postpartum dapat terjadi karena antonia uteri akibat persalinan pada partus kasep, hidramnion, dan janin besar atau berat janin lebih dari 4.000 gram; trauma jalan lahir akibat ruptura uteri, robekan serviks, robekan vagina, robekan perineum, hematoma dinding vagina, dan hematoma parametrium; retensio plasenta; dan hipofibrinogenemia akibat solusio plasenta, kematian janin intrauteri, dan emboli air ketuban. Jenis pendarahan postpartum ada dua, yaitu pendarahan primer yang terjadi dalam 24 jam pertama dan pendarahan sekunder yang terjadi setelah 24 jam. Gejala klinis yang muncul pada pendarahan postpartum yang melebihi 25 dari volume darah, antara lain: menurunnya tingkat kesadaran; frekuensi nadi dan pernapasan meningkat; tekanan darah menurun; daerah ujung ekstremitas terasa dingin, pucat dan anemia; pada keadaan yang serius dapat disertai gejala syok. Dampak yang paling berbahaya dari pendarahan postpartum adalah kematian. Akan tetapi, dengan tersedianya fasilitas dan tenaga ahli yang menunjang serta obat-obatan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya pendarahan postpartum, maka semua hal tersebut di atas dapat kita dihindari. Beberapa obat yang sering digunakan untuk pencegahan pendarahan postpartum adalah oksitosik dan alkaloid ergot seperti tersaji pada tabel IX. Tabel IX. Obat Obstetrik dan Ginekologi yang Diterima Pasien Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007. No. Golongan obat Jenis obat Jumlah pasien n=27 Presentase jumlah 1. oksitosik oksitosin 24 88,8 2. alkaloid ergot metilergometrin Methergin ® 27 100 Oksitosik adalah obat yang bekerja dengan cara merangsang pengeluaran prostaglandin yang banyak dijumpai dalam jaringan tubuh, sehingga terjadi kontraksi uterus yang berada dalam kehamilan. Kerja dari oksitosik tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI digunakan untuk memulai persalinan, baik pada kehamilan muda maupun lanjut dan mencegah atau menghentikan pendarahan pascasalin. Oksitosik dianggap memberikan kemudahan dalam persalinan dan memegang peranan penting dalam refleks ejeksi susu, serta mengurangi pembengkakan payudara pasca persalinan. Oksitosin memberikan hasil yang baik pada pemberian parenteral, karena jika diberikan injeksi oksitosin tunggal, kadang-kadang tidak berhasil. Hal tersebut disebabkan oleh penguraian dengan cepat oksitosin oleh oksigenase. Oksitosin dapat diberikan dalam bentuk infus tetes lama secara intravena i.v bersama dengan 5 glukosa. Keuntungan pemberian oksitosin dengan infus tetes lama adalah dapat mengatur dengan tepat kegiatan kontraksi. Metilergometrin merupakan derivat dari alkaloid ergot. Metilergometrin maleat digunakan untuk penanganan aktif kala 3 persalinan; terapi pendarahan uterus yang terjadi selama dan setelah kala 3 persalinan, yang berhubungan dengan bedah sesar atau setelah terjadinya aborsi; terapi subinvolusi uterus; lokiometra; dan pendarahan pada masa nifas. Dalam pertolongan proses melahirkan lebih disukai menggunakan metilergometrin. Hal ini disebabkan oleh khasiatnya terhadap uterus lebih cepat dan lebih kuat, serta tidak menunjukkan efek vasokontriksi dan efek simpatolitik. Akan tetapi, penggunaan alkaloid ergot jenis metilergometrin memiliki bahaya kontraksi yang lama, lebih berarti daripada setelah pemberian oksitosin, karena khasiatnya yang lebih kuat. Pada pasien bedah sesar dengan indikasi letak sungsang malposisi obat baru dapat diberikan setelah bayi dilahirkan, karena dapat menyebabkan takikardi dan bradikardi. Pemberian metilergometrin maleat kontraindikasi pada bedah sesar dengan indikasi preeklamsia dan eklamsia, karena dapat memperparah hipertensi. Oksitosin untuk tindakan pencegahan pendarahan pascasalin diberikan secara i.v lambat sebesar 5 unit setelah keluar plasenta. Bila terjadi pendarahan pascasalin maka oksitosin dapat diberikan secara i.v dengan dosis 5 unit, diikuti dengan infus 5-20 unit dalam 500 ml glukosa 5 untuk antonia uterus, sedangkan untuk abortus inkomplit atau missed abortus infus diberikan 20-40 miliunitmenit. Dari data yang diperoleh, dosis oksitosin yang diberikan pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur periode Februari 2007 yaitu 1 ampul atau 10 IU International Unit dan 20 IU yang diberikan bersama dengan 5 dextrosa dalam bentuk infus i.v. 20 dan 28 tetesmenit. Hal tersebut telah sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada pasien pasca bedah sesar karena masih dalam rentang 20-40 miliunitmenit. Metilergometrin pada terapi subinvolusi, lokiometra dan pendarahan masa nifas diberikan dalam dosis 0,125-0,250 mg, 1-2 tablet sampai dengan 3 kali perhari pada wanita menyusui ≤ 3 hari. Dari hasil penelitian, obat metilergometrin maleat atau methergin telah diberikan dengan dosis yang tepat yaitu 3 kali 1 tablet 0,125 mg per hari. c. Analgesik Analgesik pada pasien pasca bedah sesar diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri pasca operasi, karena keluhan utama bagi pasien pasca bedah sesar adalah rasa nyeri yang timbul setelah operasi. Analgesik yang diberikan pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur adalah analgesik non opioid, yaitu asam mefenamat. Asam mefenamat adalah analgesik kelompok anti inflamasi non steroid AINS, tetapi sifat antiinflamasinya rendah. Penggunaan analgesik non opioid mempunyai keuntungan karena tidak bersifat adiktif, walaupun sedikit atau tidak sama sekali mempunyai efek antiinflamasi. Semua pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur menerima analgesik jenis ini. Asam mefenamat yang diberikan umumnya selama 2-4 hari setelah operasi, tergantung pada lama timbulnya gejala nyeri. Asam mefenamat tidak boleh diberikan lebih dari 7 hari karena dapat menyebabkan kerusakan hati. Asam mefenamat sebaiknya diberikan setelah makan, karena dapat menimbulkan perangsangan lambung yang berakibat timbulnya nyeri pada lambung. Data mengenai persentase analgesik yang diberikan disajikan dalam tabel X. Tabel X. Analgesik yang Diterima Pasien Pasca Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Periode Februari 2007. No. Golongan obat Jenis obat Jumlah pasien n=27 Presentase jumlah Dosis Dosis acuan Ket. 1. analgesik non opioid antiinflamasi non steroid asam mefenamat 27 100 3x500 mg 3x500 mg Tepat dosis d. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah Malnutrisi dengan berbagai tingkatan sering terjadi pada pasien pasca bedah di Rumah Sakit, terutama pada wanita hamil. Hal tersebut disebabkan oleh volume distribusi pada wanita hamil lebih besar dari wanita yang tidak hamil. Adanya fetus akan memperluas ruang lingkup sirkulasi darah pada ibu, karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI darah yang berfungsi mengangkut nutrisi, selain diedarkan pada tubuh ibu juga harus diedarkan pada fetus. Malnutris dapat menekan kekebalan, mempermudah terinfeksi, dan mengganggu proses kesembuhan pasien yang bersangkutan. Oleh karena itu, pasien perlu mendapat terapi dengan obat yang dapat mempengaruhi gizi dan darah, sehingga dapat mempercepat kesembuhan pasien. Penggunaan obat yang mempengaruhi gizi dan darah haruslah sesuai dengan kebutuhan tubuh, jangan terlalu berlebihan, terutama penggunaan obat gizi dan darah dari golongan multivitamin. Penggunaan vitamin yang berlebihan dapat menimbulkan gejala keracunan. Sebaliknya, bila kekurangan vitamin, dapat mengakibatkan gejala defisiensi. Pengobatan dengan sediaan besi oral hanya dibenarkan bila terdapat defisiensi besi. Tindakan profilaksis hanya dibenarkan pada wanita hamil yang mempunyai faktor risiko lain untuk terjadinya defisiensi besi, misalnya pada pasien yang mengalami menoragi. Garam besi diberikan secara oral. Walaupun penyerapannya lebih baik saat perut kosong, akan tetapi untuk menghindari efek yang tidak diinginkan pada gastrointestinal dan perubahan warna tinja, maka sediaan besi dapat diberikan setelah makan. Sediaan oral biasa diberikan sebagai fero sulfat. Terapi dengan fero sulfat sering dikombinasikan dengan vitamin C, karena dengan adanya vitamin C menyebabkan pH lambung menurun, sehingga fero sulfat tidak larut di lambung yang bersuasana asam, tetapi larut di usus yang mempunyai sifat basa. Hal tersebut akan menyebabkan absorpsi fero sulfat di usus meningkat dengan adanya vitamin C. Dari hasil penelitian, seperti yang disajikan pada tabel IX, hampir seluruh pasien menerima terapi obat yang mempengaruhi gizi. Vitamin C diberikan untuk terapi pasien pasca bedah sesar karena tubuh akan membutuhkan vitamin C yang lebih banyak pada pasca bedah, dimana vitamin C sangat penting untuk pembentukan kolagen dan bahan interseluler lain dalam jaringan, sehingga dapat mempercepat penyembuhan dan untuk masa laktasi. Kebutuhan akan vitamin C akan meningkat 300-500 pada penyakit infeksi, pasca bedah atau trauma, kehamilan dan laktasi. Vitamin B B 1 tiamin oleh tubuh dibutuhkan untuk metabolisme energi, terutama karbohidrat, sehingga kebutuhan vitamin B 1 umumnya sebanding dengan asupan kalori. Setelah pemberian parenteral absorpsinya akan berlangsung cepat dan sempurna. Absorpsi per oral berlangsung dalam usus halus dan duodenum. Vitamin B 1 tidak menimbulkan efek toksik bila diberikan per oral, karena bila terjadi kelebihan vitamin B 1 dalam tubuh akan cepat diekskresi melalui urin sebagai tiamin atau piridin. Vitamin B 1 digunakan untuk pengobatan radang saraf neuritis yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B 1 , misalnya wanita hamil yang kurang gizi, penderita muntah saat hamil emesis gravidarum atau pada penyakit infeksi yang kadang-kadang membutuhkan vitamin B 1 untuk memperbaiki kondisi tubuh pasien. Vitamin B 12 sianokobalamin diabsorbsi dengan lambat di usus halus. Pada bedah sesar, terapi suportif dengan vitamin B 12 diberikan pada pasien karena kebutuhannya menjadi sangat meningkat pasca bedah. Pemberian vitamin B 12 berguna dalam pembelahan sel, sehingga dapat mempercepat perbaikan sel yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI rusak akibat adanya sayatan pada saat pembedahan. Selain itu, vitamin B 12 juga berguna dalam pembentukan dan perkembangan sel-sel darah, sehingga dapat mempercepat pengembalian darah ke kondisi normal setelah terjadi pendarahan saat persalinan. Tabel XI. Obat yang Mempengaruhi Gizi dan Darah yang Diterima Pasien Pasca Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Periode Februari 2007. No. Golongan obat Jenis obat Jumlah pasien n=27 Presentase Jumlah Dosis Dosis acuan Ket. 1. mempengaruhi darah fero sulfat FS 19 70,4 2x1 tablet 1 tablet per hari profilaksis atau 2-3x1 tablet terapeutik Tepat dosis terapeutik 2. mempengaruhi gizi vitamin C 27 100 2x1 gram dalam dosis terbagi ≥250 mg tiap hari dalam dosis terbagi terapeutik, 25-75 mg tiap hari profilaksis Tepat dosis terapeutik vitamin B 1 Alinamin fursultiamine ® 27 100 2-3x1 ampul 1-2x1 ampul atau 200-300 mg per hari Tepat dosis vitamin B 12 roborantia 10 37 1-2x1 tablet 50-150 mcg per hari Tepat dosis e. Cairan Elektrolit dan Tranfusi Darah Pada setiap ruangan tubuh terdapat konsentrasi elektrolit yang dominan. Pada cairan intraseluler yang dominan adalah kalium K + dan fosfat PO 4 - , sedangkan pada cairan ekstraseluler plasma dan cairan interstitiel adalah natrium Na + dan kalsium Cl - . Pertukaran ion ini didominasi oleh pompa natrium, yang mendapat energi dari perubahan adenotrifosfat menjadi adenodifosfat dengan katalisator enzim Na-K adenotrifosfatase. Tubuh dalam mempetahankan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolitnya, dengan mengalami mekanisme homeostasis. Bila tubuh mengalami dehidrasi atau syok hipovolemik, dapat menyebabkan volume cairan tubuh menurun, sehingga terjadi stres. Kondisi stres akan merangsang ginjal dan kelenjar anak ginjal. Ginjal melalui mekanisme renin-angiostensin akan mempengaruhi tekanan darah. Sedangkan kelenjar anak ginjal, melalui mekanisme aldosteron akan mempengaruhi reabsorpsi air, termasuk natrium. Dengan adanya peningkatan reabsorpsi natrium akan berakibat pada naiknya osmolaritas, yang selanjutnya merangsang kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis melalui mekanisme anti diuretic hormone ADH dapat mempengaruhi reabsorpsi air di tubuli distal. Jika ADH meningkat maka reabsorpsi air juga akan meningkat. Demikian pula sebaliknya, bila volume cairan tubuh bertambah, maka osmolaritas akan menurun, ADH menurun, selanjutnya produksi urin akan meningkat, sehingga volume cairan tubuh akan berkurang dan tubuh menjadi kehilangan cairan dan elektrolitnya. Bila keadaan ini tidak segera diatasi, maka akan menarik cairan interstitial tubuh, yang dapat menyebabkan keadaan syok yang irreversible. Oleh karena itu, pemberian cairan pengganti, contohnya cairan elektrolit merupakan tindakan yang vital. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XII. Cairan Elektrolit yang Diterima Pasien Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007. No. Golongan obat Jenis obat Jumlah pasien n=27 Presentase jumlah 1. larutan elektrolit dan karbohidrat dextrosa 5 dalam Ringer laktat 26 96,3 Pemberian cairan elektrolit bertujuan untuk mangganti cairan tubuh yang hilang akibat dehidrasi dan pendarahan saat bedah sesar, sehingga dapat mengembalikan pasien pada kondisi normal. Berkurangnya cairan tubuh akibat pendarahan yang terjadi pada pasien bedah sesar dapat menyebabkan pasien mengalami hipotensi. Pemberian cairan elektrolit pada pasien pasca bedah sesar tergantung pada keadaan klinis pasien tersebut. Akan tetapi secara umum, cairan elektrolit diberikan sebagai terapi suportif, dengan tujuan memenuhi kebutuhan tubuh akan elektrolit yang sulit didapatkan selama sakit. Cairan elektrolit yang sering digunakan untuk terapi suportif adalah Ringer dektrosa dan Ringer laktat yang bersifat sementara, karena cepat menghilang dari peredaran darah. Selain terapi dengan cairan elektrolit dan karbohidrat, pasien juga menerima tranfusi darah untuk mengganti darah yang hilang akibat pendarahan saat persalinan. Jumlah pasien yang menerima terapi tranfusi darah sebanyak 14 pasien atau 51,9. Penentuan pemberian transfusi darah tidak hanya ditentukan oleh banyaknya darah yang hilang, tetapi juga oleh kecepatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI hilangnya darah dan kondisi fisik pasien. Pasien dengan kondisi kesehatan yang baik akan lebih mampu mengatasi kehilangan darah dibandingkan pasien dengan kondisi kesehatan yang kurangtidak baik. f. Obat lain Pemberian kelompok terapi obat lain, di sini mungkin dimaksudkan untuk menyembuhkan penyakit komplikasi atau gejala yang menyertai penyakit tersebut. Pemberian terapi obat lain ini akan meningkatkan jumlah obat yang diterima pasien. Semakin banyak obat yang dikonsumsi pasien akan semakin meningkatkan kemungkinan timbulnya efek samping obat, interaksi obat dan biaya pengobatannya. Hal ini dapat merugikan pasien, oleh karena itu diperlukan pengurangan jumlah obat menjadi seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhan klinik. Deksametason merupakan jenis obat kortikosteroid yang berkhasiat menekan reaksi radang dan reaksi alergi atau sebagai antihistamin. Deksametason mempunyai efek samping sedatif atau dapat membuat kantuk, sehingga dalam penggunaannya sebaiknya tidak menjalankan kendaraan bermotor. Selain sebagai anti radang dan anti alergi, deksametason juga digunakan dalam kasus persalinan, terutama pada bayi yang harus dilahirkan prematur, yaitu untuk mempercepat pematangan paru-paru bayi, sehingga sistem pernafasan bayi menjadi lebih sempurna. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XIII. Golongan dan Jenis Obat Lain yang Diterima Pasien Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007. No. Golongan obat Jenis obat Jumlah pasien n=27 Presentase jumlah Dosis Dosis acuan Ket. 1. kortikosteroid deksametason 1 3,7 1x12 mg selama 2 hari 0,5-20 mg per hari Tepat dosis 2. analog prostaglandin misoprostol Cytotec ® 1 3,7 4 tablet 1 tablet = 200 mcg 800 mcg sehari dalam 2- 4 dosis terbagi Tepat dosis Misoprostol merupakan suatu analog prostaglandin sintetik yang memiliki sifat antisekresi dan proteksi. Misoprostol diindikasikan untuk mempercepat penyembuhan tukak lambung, tukak duodenum dan tukak karena antiinflamasi non steroid AINS. Selain sebagai antitukak, misoprostol juga digunakan untuk meningkatkan kontraksi uterus yang berada dalam kehamilan dan mengobati pendarahan postpartum berat yang diakibatkan oleh atonia uteri. Misoprostol diabsorpsi dengan cepat bila diberikan secara oral.

C. Drug Related Problems DRPs

Evaluasi penggunaan obat pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode Februari 2007 didasarkan pada DRPs yang dialami pasien. Dari hasil penelitian diketahui bahwa drug related problems yang terjadi pada pasien bedah sesar adalah dosage too low, yaitu sebanyak 17 kasus, seperti terlihat pada tabel XIV. Tabel XIV. Kasus 1 Subyektif: Ny. S, No. RM 01090462, umur 34 tahun dirawat di RS selama 4 hari, ada keluhan keluar air sejak pukul 03.30 5-2-2007, sakit perut -, gerak anak +, G 2 P 1001 , 39-40 minggu, ketuban pecah dini. riwayat penyakit terdahulu - riwayat pengobatan penyakit terdahulu - pasien menerima terapi: - ampisilin 3x1 gram setiap 8 jam melalui injeksi intravena - D5 Ringer laktat + oksitosin 10 IU 28 tetesmenit sampai 12 jam secara intravena - ampisilin 3x1 gram secara intravena - alinamin F 3x1 ampul secara intravena - vitamin C 2x1 ampul secara intravena - amoksisilin 3x500 mg secara oral - asam mefenamat 3x500 mg secara oral - fero sulfat 2x1 tablet secara oral - methergin 3x1 tablet secara oral - Obyektif: Nilai Normal: keadaan umum : baik keadaan umum : baik tingkat kesadaran : E 4 M 6 V 5 = 15 tingkat kesadaran : E 4 M 6 V 5 = 15 tekanan darah : 11070 mmHg tekanan darah : 12080 mmHg nadi : 80 kalimenit nadi : 70-90 kalimenit suhu : 36,8 o C suhu : 36,5 o -37,5 o C respirasi : 18 kalimenit respirasi : 12-25 kalimenit Assessement: a. interval pemberian ampisilin kurang tepat yaitu tiap 8 jam, seharusnya diberikan dengan interval tiap 6 jam dosage too low. Interval yang tidak tepat akan menyebabkan kadar obat dalam jaringan rendah, sehingga potensial menyebabkan resistensi mikroba terhadap obat yang bersangkutan. Ampisilin merupakan antibiotika β-Laktam, yang termasuk turunan penisilin spektrum luas. Ampisilin bekerja dengan mengganggu sintesa dinding sel kuman, dan aktivitas bakterisidnya termasuk kelompok time-dependent, sehingga interval pemberiannya harus tepat. Rekomendasi: a. interval pemberian diperbaiki menjadi tiap 6 jam. Keterangan: kasus serupa terjadi pula pada pasien dengan nomer kasus 3, 4, 5, 6, 8, 10, 12, 13, 14, 16, 18, 19, 21, 22, 23, dan 24 G 2 P 1001 = Gravida kehamilan yang ke dua Partus yang telah lahir satu , abortus tidak ada, prematur tidak ada, hidup satu E 4, V 6, M 5 = eyes open spontan , verbal oriented and controversed , motor response to verbal command

D. Kondisi Pasien dan Lama Rawat Inap yang Dijalani oleh Pasien Pasca

Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 Ditinjau dari sudut penderita, tidak ada yang lebih penting selain perawatan pasca bedah, karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi pasien pada saat diijinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Kondisi pasien sendiri dapat menentukan keberhasilan suatu terapi untuk pasien bedah sesar di rumah sakit yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa setelah menjalani pembedahan dan perawatan, semua pasien bedah sesar yang dirawat di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar pulang dengan kondisi klinis yang membaik, yaitu sebanyak 27 pasien atau 100. Sepanjang Februari 2007, tidak ditemukan data pasien yang meninggal pasca bedah sesar. Data kondisi pasien pasca bedah sesar saat pulang dari Bangsal Bakung Timur RS Sanglah diperlihatkan pada tabel XV. Tabel XV. Kondisi Pasien Pasca Bedah Sesar Saat Pulang dari Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007. No. Kondisi saat pasien pulang Jumlah pasien n=27 Presentase jumlah 1. Membaik 27 100 Setelah selesai operasi, pasien akan diperiksa secara rutin chek-up oleh dokter atau paramedik jaga. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran rutin diantaranya adalah tekanan darah, jumlah nadi permenit, frekuensi pernapasan permenit, jumlah cairan masuk dan keluar atau urin, dan suhu tubuh. Pemeriksaan dan pengukuran tersebut sekurang-kurangnya dilakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI setiap 4 jam sekali dan dicatat dalam status penderita. Dari hasil penelitian, semua hal yang harus diperiksa dan diukur sesuai ketentuan di atas, telah dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Sanglah terutama Bangsal Bakung Timur, hanya saja waktu pemeriksaan dan pengukuran rutin tidak dilakukan setiap 4 jam, tetapi tiap 8 jam, bersamaan dengan waktu pemberian obat. Pasien bedah sesar yang dirawat di Bangsal Bakung RS Sanglah periode Februari 2007 umumnya menjalani rawat inap selama 4 hari sebelum mereka diijinkan pulang. Akan tetapi ada juga yang menjalani rawat inap pasca bedah sesar selama 3 hari, 5 hari atau 6 hari. Pasien yang menjalani rawat inap selama 3 hari sudah diijinkan pulang, karena secara klinis kondisinya sudah membaik. Pasien yang menjalani rawat inap lebih lama, umumnya karena harus menjalani perawatan pre-operasi terlebih dahulu atau karena alasan keluarga, misalnya dirumah pasien sedang ada kematian, sehingga mengajak ibu dan bayi yang baru dilahirkan untuk pulang, bagi sebagian besar masyarakat Bali merupakan hal yang tabu untuk dilakukan. Tabel XVI. Lama Rawat Inap Pasien Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007. No. Lama pasien dirawat Jumlah pasien n=27 Presentase jumlah 1. 3 hari 5 18,5 2. 4 hari 14 51,9 3. 5 hari 7 25,9 4. 6 hari 1 3,7 Jumlah 27 100

Dokumen yang terkait

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Pasien Tuberculosis Multi Drug Resistant Di Rumah Sakit X Periode Januari-Juni 2013.

0 0 13

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (SECTIO CAESAREA) DI Efektivitas Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Sesar (Sectio Caesarea) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Tahun 2013.

0 2 12

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (SECTIO CAESAREA) Efektivitas Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Sesar (Sectio Caesarea) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Tahun 2013.

0 1 17

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (Sectio caesarea) DI INSTALASI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (Sectio caesarea) DI INSTALASI BEDAH RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2010.

0 0 14

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI INSTALASI EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO PERIODE TAHUN 2009.

0 1 16

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (sectio caesarea) DI INSTALASI BEDAH RSUD Dr. EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (sectio caesarea) DI INSTALASI BEDAH RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 201

2 2 15

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT UMUM Evaluasi Penggunaan Obat Analgetik Pada Pasien Kanker Payudara Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Tahun 2010.

0 0 13

Evaluasi penggunaan obat Hipoglikemia pada pasien di instalasi rawat inap bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015.

1 6 117

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH DI SALAH SATU RUMAH SAKIT KOTA BANDUNG

0 0 6

Evaluasi penggunaan obat pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode Februari 2007 - USD Repository

0 1 148