Kelas Terapi Jenis Obat
manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif
tidak toksik untuk hospes. Penggunaan obat dengan interval yang tidak konstan dapat menyebabkan
kadar obat dalam jaringan berfluktuasi tidak teratur. Pada interval yang pendek, kadar obat dalam jaringan dapat sangat meningkat, sedangkan pada interval yang
panjang, kadar obat menjadi rendah. Perhatian utama dalam terapi, khususnya terapi dengan antimikroba adalah mempertahankan konsentrasi efektif obat pada
tempat mikroba berkembangbiak dalam jaringan untuk waktu yang lama, sehingga dapat memusnahkan mikroba. Supaya dapat mempertahankan
konsentrasi obat yang cukup untuk waktu yang lama, maka hubungan antara dosis dan waktu haruslah diperhatikan. Selain itu, mempertahankan konsentrasi obat
supaya tetap tinggi merupakan salah satu cara untuk mengurangi terjadinya resistensi, karena dapat menghambat populasi bakteri asli dan mutan turunan
pertama. Obat antiinfeksi yang diberikan kepada pasien bedah sesar adalah
antibiotika, yang diperlihatkan pada tabel VIII. Dari hasil penelitian, antibiotika golongan penisilin, yaitu amoksisilin dan ampisilin merupakan antibakteri yang
paling banyak digunakan dan merupakan pilihan pertama untuk terapi pasien pasca bedah sesar. Terapi dengan antibiotika golongan penisilin sering kali
mengalami kegagalan karena adanya resistensi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Amoksisilin dan ampisilin merupakan antibiotika time-dependent yang kadarnya dalam serum tergantung pada interval pemberian, supaya tidak terjadi
resistensi pada pasien. Penggunaan amoksisilin lebih banyak daripada jenis
lainnya, karena mempunyai absorbsi yang lebih baik bila dibandingkan dengan ampisilin dan menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan.
Hal ini disebabkan amoksisilin tidak terganggu absorbsinya oleh makanan. Amoksisilin diberikan secara oral dan aman diberikan selama laktasi, karena
mencapai air susu ibu dalam jumlah yang sedikit, yaitu 10 dari jumlah yang diberikan.
Tabel VIII. Antiinfeksi yang Diterima Pasien Bedah Sesar di Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007.
No. Gol. Obat
Jenis obat Jumlah
pasien n=27
Presentase jumlah
Dosis Dosis
acuan Ket.
1. penisilin
amoksisilin 27
100 3x500mg
tiap 8 jam
250-500 mg tiap 8
jam Tepat
dosis ampisilin
19 70,4
4x500mg tiap 6
jam 3x1 gram
tiap 8 jam
0,25-1 gram tiap
6 jam, 30 menit
sebelum makan
Tepat dosis,
tidak tepat
interv al
untuk tiap 8
jam
penisilin anti- Pseudomonas
sulbenisilin Kedacilin
®
11 40,7
3x1 gram tiap 8
jam 2-4 gram
dibagi dalam 2-4
kali pemberian
Tepat dosis
sefalosporin generasi ketiga
sefotaksim 3
11,1 3x1 gram
tiap 8 jam
1 g tiap 12 jam, dapat
ditingkatk an sampai
12 g hari dalam 3-4
kali pemberian
Tepat dosis
Sulbenisilin merupakan kelompok antibiotika β-laktam, turunan dari
penisilin anti-Pseudomonas, yaitu Pseudomonas aeruginosa. Seperti
β-laktam yang lainnya, sulbenisilin juga memiliki aktivitas bekterisid yang bersifat time-
dependent . Sulbenisilin diberikan secara injeksi intravena i.v. karena aktivitas
antimikrobanya berkurang dalam suasana asam, misalnya adanya asam lambung bila diberikan secara oral.
Sefotaksim merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga. Sefotaksim efektif pada Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, serta sering
digunakan untuk tindakan profilaksis pada pembedahan. Sefotaksim mengalami metabolisme di dalam hati dan menjadi desasetilsefotaksim, yang merupakan
metabolit aktif, untuk kemudian diekskresi ke dalam urin tanpa mengalami perubahan bentuk. Sefotaksim merupakan obat yang relatif mahal, karena
termasuk antibiotika baru, namun cenderung untuk diresepkan karena efektif pada kuman gram-positif dan gram-negatif.
b. Obat Obstetrik dan Ginekologi
Pasien pasca bedah sasar mempunyai kemungkinan yang sangat besar untuk mengalami pendarahan pasca bedah. Pendarahan pasca bedah terjadi setelah
bayi lahir, dimana darah yang keluar melebihi 400-500 cc. Pendarahan pasca bedah sesar atau pendarahan postpartum dapat terjadi karena antonia uteri akibat
persalinan pada partus kasep, hidramnion, dan janin besar atau berat janin lebih dari 4.000 gram; trauma jalan lahir akibat ruptura uteri, robekan serviks,
robekan vagina, robekan perineum, hematoma dinding vagina, dan hematoma parametrium; retensio plasenta; dan hipofibrinogenemia akibat solusio plasenta,
kematian janin intrauteri, dan emboli air ketuban. Jenis pendarahan postpartum ada dua, yaitu pendarahan primer yang
terjadi dalam 24 jam pertama dan pendarahan sekunder yang terjadi setelah 24 jam. Gejala klinis yang muncul pada pendarahan postpartum yang melebihi 25
dari volume darah, antara lain: menurunnya tingkat kesadaran; frekuensi nadi dan pernapasan meningkat; tekanan darah menurun; daerah ujung ekstremitas terasa
dingin, pucat dan anemia; pada keadaan yang serius dapat disertai gejala syok. Dampak yang paling berbahaya dari pendarahan postpartum adalah kematian.
Akan tetapi, dengan tersedianya fasilitas dan tenaga ahli yang menunjang serta obat-obatan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya pendarahan postpartum,
maka semua hal tersebut di atas dapat kita dihindari. Beberapa obat yang sering digunakan untuk pencegahan pendarahan postpartum adalah oksitosik dan
alkaloid ergot seperti tersaji pada tabel IX.
Tabel IX. Obat Obstetrik dan Ginekologi yang Diterima Pasien Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007.
No. Golongan obat
Jenis obat Jumlah pasien
n=27 Presentase
jumlah 1.
oksitosik oksitosin
24 88,8
2. alkaloid ergot
metilergometrin Methergin
®
27 100
Oksitosik adalah obat yang bekerja dengan cara merangsang pengeluaran prostaglandin yang banyak dijumpai dalam jaringan tubuh, sehingga terjadi
kontraksi uterus yang berada dalam kehamilan. Kerja dari oksitosik tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digunakan untuk memulai persalinan, baik pada kehamilan muda maupun lanjut dan mencegah atau menghentikan pendarahan pascasalin. Oksitosik dianggap
memberikan kemudahan dalam persalinan dan memegang peranan penting dalam refleks ejeksi susu, serta mengurangi pembengkakan payudara pasca persalinan.
Oksitosin memberikan hasil yang baik pada pemberian parenteral, karena jika diberikan injeksi oksitosin tunggal, kadang-kadang tidak berhasil. Hal
tersebut disebabkan oleh penguraian dengan cepat oksitosin oleh oksigenase. Oksitosin dapat diberikan dalam bentuk infus tetes lama secara intravena i.v
bersama dengan 5 glukosa. Keuntungan pemberian oksitosin dengan infus tetes lama adalah dapat mengatur dengan tepat kegiatan kontraksi.
Metilergometrin merupakan derivat dari alkaloid ergot. Metilergometrin maleat digunakan untuk penanganan aktif kala 3 persalinan; terapi pendarahan
uterus yang terjadi selama dan setelah kala 3 persalinan, yang berhubungan dengan bedah sesar atau setelah terjadinya aborsi; terapi subinvolusi uterus;
lokiometra; dan pendarahan pada masa nifas. Dalam pertolongan proses melahirkan lebih disukai menggunakan
metilergometrin. Hal ini disebabkan oleh khasiatnya terhadap uterus lebih cepat dan lebih kuat, serta tidak menunjukkan efek vasokontriksi dan efek simpatolitik.
Akan tetapi, penggunaan alkaloid ergot jenis metilergometrin memiliki bahaya kontraksi yang lama, lebih berarti daripada setelah pemberian oksitosin, karena
khasiatnya yang lebih kuat. Pada pasien bedah sesar dengan indikasi letak sungsang malposisi obat baru dapat diberikan setelah bayi dilahirkan, karena
dapat menyebabkan takikardi dan bradikardi. Pemberian metilergometrin maleat kontraindikasi pada bedah sesar dengan indikasi preeklamsia dan eklamsia, karena
dapat memperparah hipertensi. Oksitosin untuk tindakan pencegahan pendarahan pascasalin diberikan
secara i.v lambat sebesar 5 unit setelah keluar plasenta. Bila terjadi pendarahan pascasalin maka oksitosin dapat diberikan secara i.v dengan dosis 5 unit, diikuti
dengan infus 5-20 unit dalam 500 ml glukosa 5 untuk antonia uterus, sedangkan untuk abortus inkomplit atau missed abortus infus diberikan 20-40 miliunitmenit.
Dari data yang diperoleh, dosis oksitosin yang diberikan pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur periode Februari 2007 yaitu 1 ampul atau 10 IU
International Unit dan 20 IU yang diberikan bersama dengan 5 dextrosa dalam bentuk infus i.v. 20 dan 28 tetesmenit. Hal tersebut telah sesuai dengan dosis
yang seharusnya diberikan pada pasien pasca bedah sesar karena masih dalam rentang 20-40 miliunitmenit.
Metilergometrin pada terapi subinvolusi, lokiometra dan pendarahan masa nifas diberikan dalam dosis 0,125-0,250 mg, 1-2 tablet sampai dengan 3 kali
perhari pada wanita menyusui ≤ 3 hari. Dari hasil penelitian, obat metilergometrin
maleat atau methergin telah diberikan dengan dosis yang tepat yaitu 3 kali 1 tablet 0,125 mg per hari.
c. Analgesik Analgesik pada pasien pasca bedah sesar diberikan dengan tujuan untuk
mengurangi nyeri pasca operasi, karena keluhan utama bagi pasien pasca bedah sesar adalah rasa nyeri yang timbul setelah operasi. Analgesik yang diberikan
pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur adalah analgesik non opioid, yaitu asam mefenamat. Asam mefenamat adalah analgesik kelompok anti
inflamasi non steroid AINS, tetapi sifat antiinflamasinya rendah. Penggunaan analgesik non opioid mempunyai keuntungan karena tidak bersifat adiktif,
walaupun sedikit atau tidak sama sekali mempunyai efek antiinflamasi. Semua pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur menerima analgesik jenis ini.
Asam mefenamat yang diberikan umumnya selama 2-4 hari setelah operasi, tergantung pada lama timbulnya gejala nyeri. Asam mefenamat tidak
boleh diberikan lebih dari 7 hari karena dapat menyebabkan kerusakan hati. Asam mefenamat sebaiknya diberikan setelah makan, karena dapat menimbulkan
perangsangan lambung yang berakibat timbulnya nyeri pada lambung. Data mengenai persentase analgesik yang diberikan disajikan dalam tabel X.
Tabel X. Analgesik yang Diterima Pasien Pasca Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Periode Februari 2007.
No. Golongan obat
Jenis obat Jumlah
pasien n=27
Presentase jumlah
Dosis Dosis
acuan Ket.
1. analgesik non
opioid antiinflamasi
non steroid asam
mefenamat 27
100 3x500
mg 3x500
mg Tepat
dosis
d. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah Malnutrisi dengan berbagai tingkatan sering terjadi pada pasien pasca
bedah di Rumah Sakit, terutama pada wanita hamil. Hal tersebut disebabkan oleh volume distribusi pada wanita hamil lebih besar dari wanita yang tidak hamil.
Adanya fetus akan memperluas ruang lingkup sirkulasi darah pada ibu, karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
darah yang berfungsi mengangkut nutrisi, selain diedarkan pada tubuh ibu juga harus diedarkan pada fetus. Malnutris dapat menekan kekebalan, mempermudah
terinfeksi, dan mengganggu proses kesembuhan pasien yang bersangkutan. Oleh karena itu, pasien perlu mendapat terapi dengan obat yang dapat mempengaruhi
gizi dan darah, sehingga dapat mempercepat kesembuhan pasien. Penggunaan obat yang mempengaruhi gizi dan darah haruslah sesuai
dengan kebutuhan tubuh, jangan terlalu berlebihan, terutama penggunaan obat gizi dan darah dari golongan multivitamin. Penggunaan vitamin yang berlebihan dapat
menimbulkan gejala keracunan. Sebaliknya, bila kekurangan vitamin, dapat mengakibatkan gejala defisiensi. Pengobatan dengan sediaan besi oral hanya
dibenarkan bila terdapat defisiensi besi. Tindakan profilaksis hanya dibenarkan pada wanita hamil yang mempunyai faktor risiko lain untuk terjadinya defisiensi
besi, misalnya pada pasien yang mengalami menoragi. Garam besi diberikan secara oral. Walaupun penyerapannya lebih baik
saat perut kosong, akan tetapi untuk menghindari efek yang tidak diinginkan pada gastrointestinal dan perubahan warna tinja, maka sediaan besi dapat diberikan
setelah makan. Sediaan oral biasa diberikan sebagai fero sulfat. Terapi dengan fero sulfat sering dikombinasikan dengan vitamin C, karena dengan adanya
vitamin C menyebabkan pH lambung menurun, sehingga fero sulfat tidak larut di lambung yang bersuasana asam, tetapi larut di usus yang mempunyai sifat basa.
Hal tersebut akan menyebabkan absorpsi fero sulfat di usus meningkat dengan adanya vitamin C.
Dari hasil penelitian, seperti yang disajikan pada tabel IX, hampir seluruh pasien menerima terapi obat yang mempengaruhi gizi. Vitamin C diberikan untuk
terapi pasien pasca bedah sesar karena tubuh akan membutuhkan vitamin C yang lebih banyak pada pasca bedah, dimana vitamin C sangat penting untuk
pembentukan kolagen dan bahan interseluler lain dalam jaringan, sehingga dapat mempercepat penyembuhan dan untuk masa laktasi. Kebutuhan akan vitamin C
akan meningkat 300-500 pada penyakit infeksi, pasca bedah atau trauma, kehamilan dan laktasi.
Vitamin B
B
1
tiamin oleh tubuh dibutuhkan untuk metabolisme energi, terutama karbohidrat, sehingga kebutuhan vitamin B
1
umumnya sebanding dengan asupan kalori. Setelah pemberian parenteral absorpsinya akan berlangsung cepat
dan sempurna. Absorpsi per oral berlangsung dalam usus halus dan duodenum. Vitamin B
1
tidak menimbulkan efek toksik bila diberikan per oral, karena bila terjadi kelebihan vitamin B
1
dalam tubuh akan cepat diekskresi melalui urin sebagai tiamin atau piridin. Vitamin B
1
digunakan untuk pengobatan radang saraf neuritis yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B
1
, misalnya wanita hamil yang kurang gizi, penderita muntah saat hamil emesis gravidarum atau pada penyakit
infeksi yang kadang-kadang membutuhkan vitamin B
1
untuk memperbaiki kondisi tubuh pasien.
Vitamin B
12
sianokobalamin diabsorbsi dengan lambat di usus halus. Pada bedah sesar, terapi suportif dengan vitamin B
12
diberikan pada pasien karena kebutuhannya menjadi sangat meningkat pasca bedah. Pemberian vitamin B
12
berguna dalam pembelahan sel, sehingga dapat mempercepat perbaikan sel yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rusak akibat adanya sayatan pada saat pembedahan. Selain itu, vitamin B
12
juga berguna dalam pembentukan dan perkembangan sel-sel darah, sehingga dapat
mempercepat pengembalian darah ke kondisi normal setelah terjadi pendarahan saat persalinan.
Tabel XI. Obat yang Mempengaruhi Gizi dan Darah yang Diterima Pasien Pasca Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Periode Februari
2007.
No. Golongan obat
Jenis obat Jumlah
pasien n=27
Presentase Jumlah
Dosis Dosis acuan
Ket.
1. mempengaruhi
darah fero sulfat FS
19 70,4
2x1 tablet
1 tablet per hari
profilaksis atau
2-3x1 tablet terapeutik
Tepat dosis
terapeutik
2. mempengaruhi
gizi vitamin C
27 100
2x1 gram
dalam dosis
terbagi ≥250 mg
tiap hari dalam dosis
terbagi terapeutik,
25-75 mg tiap hari
profilaksis Tepat
dosis terapeutik
vitamin B
1
Alinamin fursultiamine
®
27 100
2-3x1 ampul
1-2x1 ampul atau
200-300 mg per hari
Tepat dosis
vitamin B
12
roborantia 10
37 1-2x1
tablet 50-150 mcg
per hari Tepat
dosis
e. Cairan Elektrolit dan Tranfusi Darah Pada setiap ruangan tubuh terdapat konsentrasi elektrolit yang dominan.
Pada cairan intraseluler yang dominan adalah kalium K
+
dan fosfat PO
4 -
, sedangkan pada cairan ekstraseluler plasma dan cairan interstitiel adalah natrium
Na
+
dan kalsium Cl
-
. Pertukaran ion ini didominasi oleh pompa natrium, yang mendapat energi dari perubahan adenotrifosfat menjadi adenodifosfat dengan
katalisator enzim Na-K adenotrifosfatase. Tubuh dalam mempetahankan keseimbangan cairan tubuh dan
elektrolitnya, dengan mengalami mekanisme homeostasis. Bila tubuh mengalami dehidrasi atau syok hipovolemik, dapat menyebabkan volume cairan tubuh
menurun, sehingga terjadi stres. Kondisi stres akan merangsang ginjal dan kelenjar anak ginjal. Ginjal melalui mekanisme renin-angiostensin akan
mempengaruhi tekanan darah. Sedangkan kelenjar anak ginjal, melalui mekanisme aldosteron akan mempengaruhi reabsorpsi air, termasuk natrium.
Dengan adanya peningkatan reabsorpsi natrium akan berakibat pada naiknya osmolaritas, yang selanjutnya merangsang kelenjar hipofisis.
Kelenjar hipofisis melalui mekanisme anti diuretic hormone ADH dapat mempengaruhi reabsorpsi air di tubuli distal. Jika ADH meningkat maka
reabsorpsi air juga akan meningkat. Demikian pula sebaliknya, bila volume cairan tubuh bertambah, maka osmolaritas akan menurun, ADH menurun, selanjutnya
produksi urin akan meningkat, sehingga volume cairan tubuh akan berkurang dan tubuh menjadi kehilangan cairan dan elektrolitnya. Bila keadaan ini tidak segera
diatasi, maka akan menarik cairan interstitial tubuh, yang dapat menyebabkan keadaan syok yang irreversible. Oleh karena itu, pemberian cairan pengganti,
contohnya cairan elektrolit merupakan tindakan yang vital. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XII. Cairan Elektrolit yang Diterima Pasien Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007.
No. Golongan obat
Jenis obat Jumlah
pasien n=27
Presentase jumlah
1. larutan elektrolit dan
karbohidrat dextrosa 5
dalam Ringer laktat
26 96,3
Pemberian cairan elektrolit bertujuan untuk mangganti cairan tubuh yang hilang akibat dehidrasi dan pendarahan saat bedah sesar, sehingga dapat
mengembalikan pasien pada kondisi normal. Berkurangnya cairan tubuh akibat pendarahan yang terjadi pada pasien bedah sesar dapat menyebabkan pasien
mengalami hipotensi. Pemberian cairan elektrolit pada pasien pasca bedah sesar tergantung pada keadaan klinis pasien tersebut. Akan tetapi secara umum, cairan
elektrolit diberikan sebagai terapi suportif, dengan tujuan memenuhi kebutuhan tubuh akan elektrolit yang sulit didapatkan selama sakit.
Cairan elektrolit yang sering digunakan untuk terapi suportif adalah Ringer dektrosa dan Ringer laktat yang bersifat sementara, karena cepat menghilang dari
peredaran darah. Selain terapi dengan cairan elektrolit dan karbohidrat, pasien juga menerima tranfusi darah untuk mengganti darah yang hilang akibat
pendarahan saat persalinan. Jumlah pasien yang menerima terapi tranfusi darah sebanyak 14 pasien atau 51,9. Penentuan pemberian transfusi darah tidak hanya
ditentukan oleh banyaknya darah yang hilang, tetapi juga oleh kecepatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hilangnya darah dan kondisi fisik pasien. Pasien dengan kondisi kesehatan yang baik akan lebih mampu mengatasi kehilangan darah dibandingkan pasien dengan
kondisi kesehatan yang kurangtidak baik.
f. Obat lain Pemberian kelompok terapi obat lain, di sini mungkin dimaksudkan untuk
menyembuhkan penyakit komplikasi atau gejala yang menyertai penyakit tersebut. Pemberian terapi obat lain ini akan meningkatkan jumlah obat yang
diterima pasien. Semakin banyak obat yang dikonsumsi pasien akan semakin meningkatkan kemungkinan timbulnya efek samping obat, interaksi obat dan
biaya pengobatannya. Hal ini dapat merugikan pasien, oleh karena itu diperlukan pengurangan jumlah obat menjadi seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhan
klinik. Deksametason merupakan jenis obat kortikosteroid yang berkhasiat
menekan reaksi radang dan reaksi alergi atau sebagai antihistamin. Deksametason mempunyai efek samping sedatif atau dapat membuat kantuk, sehingga dalam
penggunaannya sebaiknya tidak menjalankan kendaraan bermotor. Selain sebagai anti radang dan anti alergi, deksametason juga digunakan dalam kasus persalinan,
terutama pada bayi yang harus dilahirkan prematur, yaitu untuk mempercepat pematangan paru-paru bayi, sehingga sistem pernafasan bayi menjadi lebih
sempurna. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XIII. Golongan dan Jenis Obat Lain yang Diterima Pasien Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari
2007.
No. Golongan obat
Jenis obat Jumlah
pasien n=27
Presentase jumlah
Dosis Dosis
acuan Ket.
1. kortikosteroid
deksametason 1
3,7 1x12 mg
selama 2 hari
0,5-20 mg per hari
Tepat dosis
2. analog
prostaglandin misoprostol
Cytotec
®
1 3,7
4 tablet 1 tablet
= 200 mcg
800 mcg sehari
dalam 2- 4 dosis
terbagi Tepat
dosis
Misoprostol merupakan suatu analog prostaglandin sintetik yang memiliki sifat antisekresi dan proteksi. Misoprostol diindikasikan untuk mempercepat
penyembuhan tukak lambung, tukak duodenum dan tukak karena antiinflamasi non steroid AINS. Selain sebagai antitukak, misoprostol juga digunakan untuk
meningkatkan kontraksi uterus yang berada dalam kehamilan dan mengobati pendarahan postpartum berat yang diakibatkan oleh atonia uteri. Misoprostol
diabsorpsi dengan cepat bila diberikan secara oral.