Evaluasi penggunaan obat pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode Februari 2007.

(1)

INTISARI

Bedah sesar (section caesarea) adalah sayatan melalui dinding abdomen dan uterus untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode Februari 2007.

Pasien terbanyak pada usia 30-34 tahun (44,5%), dengan indikasi terbanyak ketuban pecah dini (37%). Tingkat pendidikan pasien terutama lulusan SLTA (55,6%) dengan jenis pekerjaan terbanyak sebagai ibu rumah tangga (44,5%). Pasien sebagian besar (92,6%) dirawat di Bangsal kelas III.

Golongan obat yang paling banyak diberikan adalah golongan antibakteri, oksitoksik, analgesik non opioid antiinflamasi non steroid, serta obat yang mempengaruhi darah dan gizi masing-masing sebanyak 100%. Jenis obat yang paling banyak diberikan adalah amoksisilin, metilergometrin, dan asam mefenamat masing-masing sebanyak 100%.

Jumlah kasus drug related problems (DRPs), yaitu: dosage too low sebanyak 17 kasus. Pasien menjalani rawat inap selama 3-6 hari. Semua pasien pulang dengan kondisi klinis yang membaik.

Kata kunci: bedah sesar, obat, drug related problems (DRPs)


(2)

ABSTRACT

Section caesarea is a surgery through abdomen wall and uterus to give birth an infant from the womb. This research was aimed to evaluate the use of drugs to the patients of post section caesarea in East Bakung Ward Sanglah Hospital Denpasar in the period of February 2007.

The most patients are at the age of 30-34 years old (44,5%), with the most indication of early fetal membrane hatched out (37%). Patient’s educational status are Senior High School (55,6%) with the most profession as the wife house(44,5%). Most of the patients (92,6%) are hospitalized in the third class ward.

The most given drugs types are antibacterial type, oksitoksic, analgetic non opioid antiinflamasi non steroid, and also drugs which can affect blood and nutrition each is 100%. The drugs types that mostly given are amoxicillin, methylergometrin, and mefenamic acid each is 100%.

Number of drug related problems (DRPs) cases, i.e. dosage too low is 17 cases and dosage too high 1 cases. The patients are hospitalized for about 3-6 days. All of the patients are home with a better clinic condition.

Keywords: section caesarea, drugs, drug related problems (DRPs)


(3)

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN PASCA BEDAH SESAR

DI BANGSAL BAKUNG TIMUR RUMAH SAKIT SANGLAH DENPASAR PERIODE FEBRUARI 2007

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Ni Komang Trisna Dewi NIM : 038114051

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

Cinta membuat kita bersayap dan membuat tubuh menjadi lebih

ringan, sehingga memungkinkan kita untuk mencapai

tempat-tempat yang lebih tinggi (Gede Prama).

Doa-doa tanpa ketulusan adalah surat-surat tanpa perangko

Doa-doa tanpa bakti dan cinta kasih adalah surat-surat tanpa alamat

Doa-doa dengan ketulusan, bhakti, cinta kasih dan kerinduan seperti

telegram (Satya Narayana Swami).

Pengetahuan yang sejati berkembang dari sifat kebaikan,

Loba berkembang dari sifat nafsu dan kegiatan yang bukan-bukan,

Sifat gila dan khayalan berkembang dari sifat kebodohan

(Bhagavad gita, sloka 14.17)

I dedicated this to:

Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala kehidupan, berkah, perlindungan, tuntunan dan kasih sayangNya.

Ayahanda I Wayan Menyan & Ibunda Ni Nyoman Jelih atas semua kasih sayang, doa, pendidikan, perjuangan dan pengorbanannya.

MY ALMAMATER


(7)

(8)

INTISARI

Bedah sesar (section caesarea) adalah sayatan melalui dinding abdomen dan uterus untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode Februari 2007.

Pasien terbanyak pada usia 30-34 tahun (44,5%), dengan indikasi terbanyak ketuban pecah dini (37%). Tingkat pendidikan pasien terutama lulusan SLTA (55,6%) dengan jenis pekerjaan terbanyak sebagai ibu rumah tangga (44,5%). Pasien sebagian besar (92,6%) dirawat di Bangsal kelas III.

Golongan obat yang paling banyak diberikan adalah golongan antibakteri, oksitoksik, analgesik non opioid antiinflamasi non steroid, serta obat yang mempengaruhi darah dan gizi masing-masing sebanyak 100%. Jenis obat yang paling banyak diberikan adalah amoksisilin, metilergometrin, dan asam mefenamat masing-masing sebanyak 100%.

Jumlah kasus drug related problems (DRPs), yaitu: dosage too low sebanyak 17 kasus. Pasien menjalani rawat inap selama 3-6 hari. Semua pasien pulang dengan kondisi klinis yang membaik.

Kata kunci: bedah sesar, obat, drug related problems (DRPs)


(9)

ABSTRACT

Section caesarea is a surgery through abdomen wall and uterus to give birth an infant from the womb. This research was aimed to evaluate the use of drugs to the patients of post section caesarea in East Bakung Ward Sanglah Hospital Denpasar in the period of February 2007.

The most patients are at the age of 30-34 years old (44,5%), with the most indication of early fetal membrane hatched out (37%). Patient’s educational status are Senior High School (55,6%) with the most profession as the wife house(44,5%). Most of the patients (92,6%) are hospitalized in the third class ward.

The most given drugs types are antibacterial type, oksitoksic, analgetic non opioid antiinflamasi non steroid, and also drugs which can affect blood and nutrition each is 100%. The drugs types that mostly given are amoxicillin, methylergometrin, and mefenamic acid each is 100%.

Number of drug related problems (DRPs) cases, i.e. dosage too low is 17 cases and dosage too high 1 cases. The patients are hospitalized for about 3-6 days. All of the patients are home with a better clinic condition.

Keywords: section caesarea, drugs, drug related problems (DRPs)


(10)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat serta kehendaknya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Pasca Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar Periode Februari 2007”.

Penulisan skripasi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Direktur Rumah Sakit Sanglah Denpasar yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Sanglah Denpasar.

2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini, serta selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, saran, semangat dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.


(11)

4. Aris Widayati, M.Si., Apt. atas kesediaan menguji serta memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Staf, karyawan di Diklat, Litbang dan Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar atas bantuan, saran dan waktu yang diberikan selama penulis melakukan pengambilan data untuk penelitian.

6. Ayahanda I Wayan Menyan, Ibunda Ni Nyoman Jelih, dan Nenek Metua Tubreg yang telah membesarkan dan mendidik penulis, selalu memberikan semangat, kasih sayang, pengorbanan serta doa yang tulus untuk kesuksesan penulis. I Love My Family.

7. My Brothers and my sisters: I Putu Karyana, I Kadek Artana, Mbok Tut Sukri dan Mbak Rina yang selalu memberikan semangat, kasih sayang dan doanya untuk penulis.

8. Kepit, Dek Iting, Mank Divi dan Tata yang selalu menghadirkan keceriaan di hati penulis.

9. Ely atas semua cinta, sayang, semangat, doa, keceriaan dan kesabarannya pada penulis. I Love U.

10.Mbok Ade Sri sekeluarga, Mbok Kar, Bli Tut De, Bli Made Danya, Iwe Suar dan Iwe Car atas semua nasihat dan semangat yang diberikan pada penulis. 11.Ibu Putu Aryani dan Bapak, atas semua bantuan, bimbingan dan semangat

yang diberikan pada penulis. Yandi sekeluarga atas kesetiaannya menemani penulis selama satu bulan dalam pengambilan data penelitian.

12.Devi, Titien, Ocha, Ratna, Timur, Simon, Madya, Mega and Juleha atas kebersamaan dan kekompakkannya selama ini. Devi and Titien terima kasih


(12)

pinjaman bukunya. Temen-temen kelompok praktikum C atas kebersamaan dalam suka dan duka melewati praktikum.

13.Kamizo terima kasih atas doa dan semangatnya untuk penulis. Dek Sanjaya, Oming and Adi yang selalu menghibur lewat sms saat penulis lagi stres dan jenuh.

14.Oe2s, Meta, Vi2, Mbak Wiwit yang selalu menghibur, memberi semangat, membantu dan menemani penulis.

15.Santra, Sukerta, Kawi, Bli Ngurah and Dode atas kebersamaan dan bantuannya selama ini. Vina, Suster Fidelis, Rani, Puguh, Fajar, Gayung and Printa buat semua bantuan dan kebersamaannya selama KKN, terima kasih buat keceriaannya.

16.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar skripsi ini lebih mendekati sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 1 Agustus 2007

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... v

INTISARI ………. vi

ABSTRACT ………... vii

KATA PENGANTAR ………. viii

DAFTAR ISI ……… xi

DAFTAR TABEL ……… xv

DAFTAR GAMBAR ………... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

1. Rumusan masalah ……….. 4

2. Keaslian penelitian ………. 5

3. Manfaat penelitian ………. 5

B. Tujuan Penelitian ………. 6

1. Tujuan umum ……… 6

2. Tujuan khusus ………... 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Fisiologi Kehamilan ……… 7


(14)

B. Bedah Sesar ……….. 8

1. Istilah-istilah dalam bedah sesar ……… 9

2. Jenis-jenis operasi bedah sesar ……….. 10

3. Indikasi-indikasi bedah sesar ……… 11

C. Komplikasi-komplikasi Bedah Sesar dan Terapinya ………….. 13

1. Infeksi ……… 13

a) Definisi ………... 13

b) Penyebab ……… 14

c) Terapi ………. 14

d) Penggolongan antibiotika ………... 15

2. Nyeri ……….. 27

a) Definisi ……… 27

b) Penyebab ……… 27

c) Terapi ………. 29

d) Penggolongan analgesik ……… 29

3. Anemia ……….. 31

a) Definisi ……….. 31

b) Penyebab ……… 31

c) Terapi ………. 31

d) Penggolongan vitamin ……… 32

4. Komplikasi-komplikasi Lain Bedah Sesar dan Terapinya ……. 33

a) Oksitosin ………. 33

b) Cairan Elektrolit ……….. 35


(15)

D. Penggunaan Obat yang Rasional ………. 37

E. Drug Related Problems (DRPs) ……….. 38

F. Keterangan Empiris ………. 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……….. 41

B. Definisi Operasional ……… 41

C. Subyek Penelitian ……… 43

D. Bahan Penelitian dan Lokasi Penelitian ……….. 43

E. Jalannya Penelitian ………... 43

1. Analisis situasi dan penentuan masalah ………. 43

2. Tahap penelusuran data ………. 44

3. Tahap pengambilan data ……… 44

4. Tahap analisis data ………. 45

F. Tata Cara Analisis Data ………. 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien Bedah Sesar ……….. 48

B. Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Bedah Sesar ……… 53

1. Kelas Terapi ………. 53

2. Jenis Obat ………. 53

a. Antiinfeksi ……… 53

b. Obat Obstetrik dan Ginekologi ………. 58

c. Analgesik ……….. 61

d. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah ……….. 62


(16)

e. Cairan Elektrolit dan Tranfusi Darah ………. 65

f. Obat lain ………. 68

C. Drug Related Problems (DPRs) ………. 69

D. Kondisi Pasien dan Lama Rawat Inap ………... 71

E. Rangkuman Pembahasan ……… 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………. 77

B. Saran ……… 78

DAFTAR PUSTAKA ………... 79

LAMPIRAN ……….... 82

BIOGRAFI ……….. 130


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I Usia pasien bedah sesar di Bangsal Bakung Timur RS

Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 ……….. 48 Tabel II Pasien dengan satu indikasi bedah sesar di Bangsal Bakung

Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 …………. 49 Tabel III Pasien dengan lebih dari satu indikasi bedah sesar di Bangsal

Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 … 49 Tabel IV Data tingkat pendidikan pasien pasca bedah sesar di Bangsal

Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 .... 51 Tabel V Pekerjaan pasien bedah sesar yang dirawat di Bangsal Bakung

Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007…………... 52 Tabel VI Data kelas bangsal pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung

Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 ………….. 52 Tabel VII Kelas terapi pada pasien bedah sesar di Bangsal Bakung

Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 ………….. 53 Tabel VIII Antiinfeksi yang diterima pasien bedah sesar di Bangsal Bakung

Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 ……… 57 Tabel IX Obat Obstetrik dan Ginekologi yang diterima pasien bedah

sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode

Februari 2007 ……… 59 Tabel X Analgesik yang diterima pasien pasca bedah sesar di Bangsal

Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari

2007 ……… 62


(18)

Tabel XI Obat yang mempengaruhi gizi dan darah yang diterima pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah

Denpasar Periode Februari 2007 ………. 65 Tabel XII Cairan elektrolit yang diterima pasien bedah

sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 ……….. 67 Tabel XIII Golongan dan jenis obat lain yang diterima pasien bedah

sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 ………. 69 Tabel XIV Drug Related Problems (DRPs) ………. 70 Tabel XV Kondisi pasien pasca bedah sesar saat pulang dari Bangsal

Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 … 71 Tabel XVI Lama rawat inap pasien bedah sesar di Bangsal Bakung

Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 …………. 72


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi pada wanita ……… 7 Gambar 2 Anatomi organ reproduksi dalam pada wanita ………. 7


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data rekam medis pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari

2007……….. 82 Lampiran 2 Penggolongan obat pasien bedah sesar di Bangsal

Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari

2007 ………. 120 Lampiran 3 Komposisi Obat Brand Name yang Diterima Pasien

Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah

Denpasar Periode Februari 2007……….. 130


(21)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bedah sesar (section caesarea) akhir-akhir ini sangat marak dilakukan

oleh wanita yang akan melahirkan. Sebagian besar dari mereka beranggapan,

bahwa vagina mereka akan “molor” ketika melahirkan secara normal. Akibatnya,

berkembanglah mitos bahwa vagina yang molor akan membuat hubungan kelamin

menjadi tidak nikmat, sehingga menyebabkan suami mereka akan berpaling ke

pelukan wanita lain. Tindak lanjutnya, sebagian wanita muda atau calon ibu yang

mewarisi perspektif ini akan memilih bedah sesar untuk menyelamatkan elastisitas

alat vitalnya itu. Tindakan yang diyakini sebagai langkah “penyelamatan” ini

sebenarnya justru lebih berisiko daripada persalinan normal melalui vagina.

Risiko yang sering muncul pada kasus bedah sesar adalah risiko infeksi dan

pendarahan. Dari data statistik disebutkan insidennya mencapai 10% (Abu Bakar,

2002).

Seiring dengan perkembangan informasi di bidang kesehatan, akses untuk

mendapatkan infomasi, berita, laporan, penemuan, tinjauan ilmiah dari berbagai

topik terutama mengenai bedah sesar banyak dijumpai di internet. Akibat dari

banyaknya informasi yang ada, maka munculah konsep baru yang lahir di seputar

bedah sesar. Terbukanya sumber informasi dalam tahun-tahun terakhir ini,

menyebabkan kaum wanita di Amerika Serikat (AS) menjadi semakin sadar,

semakin paham akan bahaya dan risiko dari tindakan bedah sesar, sehingga


(22)

meluncur ke atas. Data rumah sakit swasta dari kota-kota besar di Indonesia

menunjukkan kekerapannya berkisar antara 30-80%. Hal ini disebabkan sumber

informasi di negeri kita belum terbuka lebar, jumlah penduduk kita yang mampu

mengakses informasi yang bertebaran di internet sangat kecil dan diperkuat juga

oleh minat baca bangsa kita yang sangat rendah (Abu Bakar, 2002). Akan tetapi

dilain pihak, perluasan indikasi untuk melakukan bedah sesar dan kemajuan dalam

teknik operasi dan anestesi serta obat-obat menyebabkan angka kejadian bedah

sesar dari periode ke periode meningkat (Mochtar, 1998).

Bedah sesar adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan

pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998).

Bedah sesar bertujuan untuk menjamin turunnya tingkat morbiditas dan mortalitas

sehingga sumber daya manusia dapat ditingkatkan dan untuk mengeluarkan janin

dari dalam rahim pada ibu-ibu yang meninggal. Dulu angka morbiditas dan

mortalitas untuk ibu dan janin sangat tinggi. Pada masa sekarang, oleh karena

kemajuan yang pesat dalam teknik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah,

indikasi dan obat-obatan angka tersebut menjadi sangat menurun (Mochtar, 1998).

Di Indonesia pada saat ini belum ada angka nasional yang tepat tentang

kematian maternal dan perinatal, baik untuk suatu daerah, wilayah dan secara

nasional. Hal ini disebabkan belum adanya sistem pencatatan, pelaporan dan

pendaftaran wajib bagi kelahiran dan kematian. Secara umum, angka kematian

maternal dari rumah-rumah sakit di Indonesia berkisar antara 51,6 sampai 206,3

per 10.000 persalinan, sedangkan angka kematian perinatal berkisar antara 77,3


(23)

kematian maternal di Indonesia masih cukup tinggi. Di negara maju angka

kematian maternal berkisar antara 1,5-3,0 per kelahiran hidup, sedangkan angka

kematian perinatal berkisar antara 13,0 sampai 30,0 per 1000 kelahiran. Tingginya

angka kematian maternal dan perinatal di Indonesia ditemukan pada rumah-rumah

sakit yang menerima banyak kasus patologik dengan penderita sering kali dalam

keadaan buruk (Mochtar,1998).

Dalam suatu proses bedah sesar, kemungkinan terjadinya suatu infeksi

sangat besar, hal ini disebabkan adanya pembukaan jaringan tubuh sehingga

mempermudah mikroorganisme untuk masuk ke tubuh pasien. Infeksi adalah

proses masuknya mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, mikroplasma dan

protozoa ke dalam tubuh manusia. Untuk mencegah dan mengobati infeksi maka

pasien memerlukan terapi antiinfeksi, salah satunya adalah antibiotika.

Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang

mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam

organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (Anonim, 2006b). Prinsip

penggunaan antibiotika didasarkan pada dua pertimbangan utama, yaitu penyebab

infeksi dan faktor pasien (Anonim, 2000a).

Keluhan yang secara umum dirasakan oleh pasien pasca bedah salah

satunya adalah timbulnya rasa nyeri di daerah bekas sayatan operasi. Rasa nyeri

hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya

gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot.

Untuk menghilangkan rasa nyeri biasanya digunakan suatu analgesik. Analgesik


(24)

kesadaran (Anief, 2003). Obat-obatan yang diberikan untuk pasien bedah sesar

kemungkinan dapat mengalami Drugs Related Problems (DRPs), dan seiring

dengan adanya peningkatan kejadian bedah sesar yang terjadi di Indonesia,

membuat peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai evaluasi

penggunaan obat pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah

Sakit Sanglah Denpasar periode Februari 2007. Rumah Sakit Sanglah Denpasar

merupakan rumah sakit rujukan di propinsi Bali.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. seperti apakah karakteristik pasien pasca bedah sesar yang meliputi: usia

pasien, indikasi, tingkat pendidikan pasien, jenis pekerjaan pasien, dan kelas

bangsal pasien di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar

periode Februari 2007?

2. seperti apakah pola peresepan obat yang terkait dengan golongan dan jenis

obat yang digunakan dalam pengobatan pasien pasca bedah sesar di Bangsal

Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode Februari 2007?

3. apakah pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit

Sanglah Denpasar periode Februari 2007 terjadi Drugs Related Problems


(25)

4. seperti apakah dampak yang terjadi pada pasien pasca bedah sesar yang

berhubungan dengan penggunaan obat, yang meliputi: sembuh, meninggal,

dan lama rawat inap di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah

Denpasar periode Februari 2007?

2. Keaslian penelitian

Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya adalah mengenai

“Gambaran Peresepan Obat pada Pasien Pasca Bedah Sesar di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari – Juni 2002” yang

dilakukan oleh Wikaningtyas (2004).

Sejauh yang penulis ketahui penelitian mengenai “Evaluasi Penggunaan

Obat pada Pasien Pasca Bedah Sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit

Sanglah Denpasar Periode Februari 2007 belum pernah dilakukan. Penelitian ini

berbeda dari penelitian Wikaningtyas (2004) yang bersifat retrospektif.

Perbedaannya terletak pada metode pengambilan data yang bersifat prospektif,

lokasi penelitian, periode penelitian dan pada penelitian Wikaningtyas tidak

terdapat analisis drug related problems.

3. Manfaat penelitian

Manfaat teoritis penelitian ini, diharapkan dapat digunakan sebagai sumber

informasi bagi Rumah Sakit Sanglah Denpasar, terutama di Bangsal Bakung

Timur mengenai penggunaan obat pada pasien pasca bedah sesar. Manfaat praktis

penelitian ini, diharapkan dapat digunakan sebagai pendukung proses terapi


(26)

farmasi klinik oleh farmasis di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah

Denpasar, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan pengobatan bagi pasien

pasca bedah sesar.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan obat

pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah

Denpasar periode Februari 2007. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, antara

lain untuk mengetahui:

1. karakteristik pasien pasca bedah sesar yang meliputi: usia pasien, indikasi,

tingkat pendidikan pasien, jenis pekerjaan pasien, dan kelas bangsal pasien

di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode Februari

2007.

2. pola peresepan obat yang terkait dengan golongan dan jenis obat yang

digunakan dalam pengobatan pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung

Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode Februari 2007.

3. drugs related problems (DRPs) yang terkait dengan penggunaan obat.yang

terjadi pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit

Sanglah Denpasar periode Februari 2007.

4. dampak yang terjadi pada pasien pasca bedah sesar yang berhubungan

dengan penggunaan obat, yang meliputi: sembuh, meninggal, dan lama

rawat inap di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar


(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Fisiologi Kehamilan

Kehamilan adalah masa di mana seorang wanita membawa embrio atau

fetus di dalam tubuhnya (Anonim, 2007a). Kehamilan terjadi karena adanya

proses ovulasi sel telur ke dalam tuba fallopi, dimana jika sel telur tersebut

dibuahi oleh sperma, sel telur akan melakukan implantasi pada dinding uterus dan

berkembang menjadi sebuah proses kehamilan. Jika pembuahan tidak terjadi di

tuba fallopi, maka dapat terjadi kehamilan entopik, dimana kehamilan tidak terjadi

di rahim, tapi terjadi di bibir rahim atau bahkan di ovarium (Anonim, 2007b).

Gambar 1. Anatomi pada wanita Gambar 2. Anatomi organ

reproduksi dalam pada wanita

(Anonim, 2007b). (Anonim, 2007b)

Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi

terakhir dan kelahiran yaitu 38 minggu dari pembuahan. Istilah medis untuk


(28)

pada minggu-minggu awal kehamilan dan kemudian menjadi janin sampai masa

kelahiran. Seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut primigravida

atau gravida 1 (G1), sedangkan wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai

gravida 0 (G0) (Anonim, 2007a). Suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang

dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar dikenal dengan istilah

partus (P).

Lamanya kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280

hari atau 40 minggu, dan tidak lebih dari 300 hari atau 43 minggu. Kehamilan 40

minggu disebut kehamilan matur atau cukup bulan, kehamilan lebih dari 43

minggu disebut kehamilan postmatur, sedangkan kehamilan antara 28-36 minggu

disebut kehamilan prematur. Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi

dalam tiga bagian, yaitu kehamilan triwulan pertama yaitu antara 0 sampai 12

minggu, kehamilan triwulan kedua antara 12-28 minggu, dan kehamilan triwulan

terakhir antara 28 sampai 40 minggu (Wiknjosastro, 1991).

B. Bedah Sesar

Istilah bedah sesar (section caesarea) berasal dari perkataan latin caedere

yang artinya memotong. Pengertian ini semula dijumpai dalam Roman Law (Lex

Regia) dan Emperor’s Law (Lex Caesarea) yaitu undang-undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus

dikeluarkan dari dalam rahim (Mochtar, 1998).

Tindakan bedah sesar pertama kali dilakukan untuk menolong kelahiran

Julius Caesar yaitu kaisar Roma pada tahun 700 sebelum masehi. Namun, dalam sejarah kedokteran, bedah sesar baru disebut sebagai cara melahirkan bayi setelah


(29)

tahun 1974, yaitu ketika seorang dokter di Virginia Amerika Serikat melakukan

operasi pada istrinya (Kasdu, 2003). Bedah sesar adalah suatu cara melahirkan

janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut

atau vagina; atau bedah sesar adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin

dari dalam rahim (Mochtar, 1998). Persalinan bedah sesar adalah persalinan

melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat

janin >1,000 gram atau umur kehamilan >28 minggu (Manuaba, 1999).

Secara umum bedah sesar adalah sayatan melalui dinding abdomen dan

uterus untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Tujuan bedah sesar adalah untuk

menjamin turunnya tingkat morbiditas dan mortalitas sehingga sumber daya

manusia dapat ditingkatkan dan untuk mengeluarkan janin dari dalam rahim pada

ibu-ibu yang meninggal (Mochtar,1998). Keuntungan bedah sesar adalah waktu

pembedahan dapat ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan persiapan

dapat dilakukan dengan baik. Kerugiannya adalah karena persalinan belum mulai,

segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan

pembedahan dan akan lebih mudah terjadinya antonia arteria dengan perdarahan

karena uterus belum mulai dengan kontraksinya (Prawirohardjo, 1981).

1. Istilah-istilah dalam bedah sesar: a. bedah sesar primer (efektif)

dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara bedah

sesar, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit


(30)

b. bedah sesar sekunder

dalam hal ini kita bersikap menunggu kelahiran biasa (partus percobaan),

bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru

dilakukan bedah sesar.

c. bedah sesar ulang (repeat caesarean section)

ibu pada kehamilan yang lalu mengalami bedah sesar (previous caesarea

section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan bedah sesar ulang. d. bedah sesar histerektomi (caesarean section hysterectomy)

adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan bedah sesar,

langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.

e. operasi Porro (Porro operation)

adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri dan

tentunya janin sudah mati, dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya

pada keadaan infeksi rahim yang berat (Mochtar, 1998).

2. Jenis-jenis operasi bedah sesar:

a. abdomen (Section Caesarean Abdomenalis)

1) bedah sesar transperitonealis:

a) bedah sesar klasik atau korporal

dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri

kira-kira sepanjang 10 cm. Kelebihan dari bedah sesar dengan cara ini, antara

lain pengeluaran janin menjadi lebih cepat, tidak mengakibatkan

komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias diperpanjang


(31)

menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang

baik dan untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri

spontan.

b) bedah sesar ismika atau profunda atau low cervical

dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah

rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari bedah

sesar dengan cara ini adalah penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka

dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flap

baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum,

perdarahan kurang, dan jika dibandingkan dengan cara klasik

kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil. Kekurangannya

ialah luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat

menyebabkan atonia uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan

yang banyak dan keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.

2) bedah sesar ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis,

dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

b. vagina atau section caesarean vaginalis (Mochtar, 1998).

3. Indikasi-indikasi bedah sesar

Indikasi bedah sesar biasanya merupakan indikasi absolut atau relatif. Setiap

keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana,

merupakan indikasi absolut untuk section abdominal. Diantaranya adalah

kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan


(32)

sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat bedah sesar akan lebih aman bagi ibu,

anak ataupun keduanya (Oxorn, 1990). Adapun indikasi yang sering muncul pada

bedah sesar adalah plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior); bayi letak

sungsang; ruptura uteri mengancam; panggul sempit dimana batas terendah untuk

melahirkan janin vias normalis ialah cervicalix (CV) = 8 cm (Mochtar, 1998).

Panggul dengan CV < 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin

secara normal, harus diselesaikan dengan bedah sesar. Jika CV antara 8-10 cm

boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal kemudian dilakukan

bedah sesar sekunder (Mochtar,1998). Persalinan yang sulit, yang meliputi proses

persalinan yang tidak maju-maju alias jalan di tempat (obstructed labor),

persalinan yang lama (prolonged labor), dan cephalopelvic disproportion (CPD)

yaitu ukuran bayi yang terlampau besar untuk melalui rongga panggul (Abu

Bakar, 2002).

Malposisi dan malpresentasi dapat menyebabkan perlunya bedah sesar

pada bayi yang dalam posisi normal dapat dilahirkan per vaginam. Bagian

terbesar dari peningkatan insidensi bedah sesar dalam kelompok ini berkaitan

dengan presentasi pantat. Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak

terkoordinasi, dan ketidakmampuan dilatasi serviks. Persalinan menjadi lama dan

kemajuannya mungkin terhenti sama sekali. Keadaan ini sering disertai disposisi

dan malpresentasi (Oxorn, 1990). Problem serius yang terkait dengan kesehatan

ibunya juga perlu dipertimbangkan, seperti infeksi, kencing manis, sampai


(33)

C. Komplikasi-komplikasi Bedah Sesar dan Terapinya 1. Infeksi

a. Definisi

Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme seperti bakteri, jamur,

virus, mikroplasma dan protozoa ke dalam tubuh manusia. Mikroorganisme

tersebut mempunyai kemampuan untuk menimbulkan penyakit (patogen), tetapi

tidak selalu hal ini akan menyebabkan seseorang menjadi sakit secara klinis.

Terdapat berbagai faktor yang akan menentukan apakah seseorang yang

dimasuki oleh mikroorganisme akan menjadi sakit, antara lain jumlah

mikroorganisme yang masuk, virulensi atau keganasan mikroorganisme, dan

daya tahan tubuh manusia sendiri (Anonim, 2006b).

Pada pasien bedah sesar infeksi yang sering terjadi adalah infeksi nifas.

Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya

kuman-kuman ke dalam alat-alat genital pada waktu persalinan dan nifas.

Infeksi nifas ringan ditandai dengan kenaikan suhu beberapa hari, infeksi nifas

sedang ditandai dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi dan disertai dehidrasi,

dan infeksi berat dengan peritonitis, dan sepsis. Infeksi berat biasanya sering

dijumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi

intrapartal karena ketuban yang pecah terlalu lama. Secara umum gejala infeksi,

antara lain timbulnya rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi, suhu tubuh

sekitar 38oC, dan bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan serta getah radang

tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40oC dengan kadang-kadang


(34)

b. Penyebab

Pada kasus-kasus bedah, terutama bedah sesar, kemungkinan terjadinya

infeksi sangat besar yang disebabkan oleh adanya perobekan jaringan sehingga

memudahkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu,

penggunaan antiinfeksi untuk tindakan profilaksis atau terapi sangat penting

untuk mengatasi infeksi.

c. Terapi

Infeksi dapat diterapi dengan menggunakan antiinfeksi. Antiinfeksi yang

sering digunakan dalam bedah sesar adalah antibiotika. Antibiotika yang sering

digunakan dalam bedah sesar meliputi antibiotika profilaksis (preventif) dan

antibiotika kuratif. Antibiotika profilaksis (preventif) digunakan untuk

pencegahan terjadinya manisfestasi infeksi yang diduga akan terjadi, sedangkan

antibiotika kuratif adalah antibiotika yang digunakan untuk pengobatan infeksi.

Tindakan kuratif diberikan bila bakteri sudah masuk ke dalam tubuh manusia

dan menimbulkan infeksi, maka dilakukan pengobatan dengan jalan membunuh

atau mencegah perkembangbiakan bakteri, yaitu dengan menggunakan

antibiotika, misalnya penisilin (Manuaba, 1999).

Pemberian antibiotika profilaksis diberikan 30 menit sebelum prosedur

bedah. Antibiotika juga diberikan setelah kelahiran bayi. Dosis antibiotika

profilaksis diberikan melalui tiga dosis terbagi selama 24 jam untuk pencegahan

infeksi. Jika bedah sesar lebih dari 6 jam ataupun jika kehilangan darah lebih

dari 1500 mL, diberikan dosis kedua antibiotika profilaksis. Kombinasi


(35)

(i.v.) setiap 6 jam, gentamisin 5 mg/kg BB secara i.v. setiap 24 jam,

metronidazol 500 mg secara i.v. setiap 8 jam. Jika infeksi tidak terlalu berat,

dapat diberikan amoksisilin 500 mg secara oral setiap 8 jam sebagai pengganti

ampisilin dan metronodazol secara i.v. (Anonim, 2000c). Selain menggunakan

antibiotika profilaksis, tindakan pencegahan juga dapat dilakukan dengan

menjaga sanitasi lingkungan dan meningkatkan kekebalan tubuh (Anonim,

2005), makanan yang bergizi, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut,

menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, mencegah terjadinya

pendarahan banyak, dan semua petugas kamar bersalin harus menggunakan

masker penutup hidung dan mulut (Prawirohardjo, 1991).

d. Penggolongan antibiotika

Sifat antimikroba dapat berbeda satu dengan lainnya. Berdasarkan

perbedaan sifat ini, antibimikroba dibagi menjadi dua kelompok yaitu

antimikroba berspektrum sempit (narrow spectrum), yang berguna untuk

membunuh jenis-jenis bakteri secara spesifik, dan antibmikroba berspektrum

luas (broad spectrum) yang berguna untuk membunuh semua jenis bakteri di

dalam tubuh (Joris, 2004).

Antimikroba dapat melakukan aktivitasnya lewat beberapa mekanisme,

terutama dengan penghambatan sintesa materi penting dari bakteri, misalnya

dari:

1) dinding sel, sintesanya terganggu sehingga dinding menjadi kurang

sempurna dan tidak tahan terhadap tekanan osmotik dari plasma dengan


(36)

2) membran sel, molekul lipoprotein dari membran plasma yang terdapat di

dalam dinding sel dikacaukan sintesanya, hingga menjadi lebih permeabel.

Hasilnya, zat-zat penting dari isi sel dapat merembas keluar. Contohnya:

polipeptida dan polyen (nistatin, amfoterisin) dan imidazol (mikonazol,

ketokonazol).

3) protein sel, sintesanya terganggu, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin,

aminoglikosida, dan makrolida.

4) asam-asam inti seperti DNA dan RNA, contohnya rifamisin (RNA), asam

nalidiksat dan kinolon, dan asiklovir (DNA).

5) antagonis saingan, obat menyaingi zat-zat yang penting untuk metabolisme

kuman hingga pertukaran zatnya terhenti, antara lain sulfonamida,

trimetoprim, dan INH (Tjay, 2002).

Penggolongan antibiotika berdasarkan struktur kimianya dapat dibagi

menjadi:

a) β-laktam

(1) penisilin (β-laktam I). Penisilin diperoleh dari jamur Penicillium chrysogenum, dari berbagai macam jenis yang dihasilkan, perbedaannya hanya terletak pada gugus samping R saja. Benzilpenisilin (pen-G) ternyata

paling aktif. Penisilin-G dan turunannya bersifat bakterisid terutama

terhadap kuman gram-positif khususnya cocci dan hanya beberapa kuman

gram-negatif. Semua penisilin dianggap aman bagi wanita hamil dan yang

menyusui, walaupun dalam jumlah kecil terdapat dalam darah janin dan air


(37)

Penisilin dapat dibagi dalam beberapa jenis menurut aktivitas dan

resistensinya terhadap laktamase sebagai berikut:

(a) zat-zat spektrum sempit: benzilpenisilin, penisilin-V, dan fenetisilin.

Zat-zat ini terutama aktif terhadap kuman gram-positif dan diuraikan oleh

penisilinase.

(b) zat-zat tahan laktamase: metisilin, kloksasilin, flukloksasilin. Zat ini

hanya aktif terhadap Staphylococcus dan Streptococcus. Asam

klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam memblokir laktamase dan dengan

demikian menjamin aktivitas penisilin yang diberikan bersamaan.

(c) zat-zat spektrum luas: ampisilin dan amoksisilin, aktif terhadap

kuman-kuman gram-positif dan sejumlah kuman-kuman gram-negatif, kecuali

Pseudomonas, Klebsiella, dan B. fragilis. Tidak tahan laktamase, maka sering digunakan terkombinasi dengan suatu laktamase blocker.

(d) zat-zat anti-Pseudomonas: tikarsilin dan piperasilin. Antibiotika

spektrum luas ini meliputi lebih banyak kuman gram-negatif, termasuk

Pseudomonas, Proteus, Klebsiella, dan Bacteroides fragilis. Tidak tahan laktamase dan umumnya digunakan bersamaan dengan laktamase

blocker.

(2) sefalosporin (β-laktam II). Sefalosporin diperoleh secara semisintetis dari sefalosporin-C yang dihasilkan jamur Cephalosporium acremonium.

Struktur, khasiat dan sifat sefalosporin mirip dengan penisilin. Spektrum

kerjanya luas dan meliputi banyak kuman gram-positif dan gram-negatif,


(38)

pertumbuhan kuman, berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang

diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya. Sefalosporin dapat

dengan mudah melintasi plasenta, tetapi kadarnya dalam darah janin lebih

rendah daripada di ibunya. Sefalotin dan sefaleksin telah digunakan selama

kehamilan tanpa adanya laporan efek buruk bagi bayi.

Klasifikasi sefalosporin berdasarkan generasinya dapat dibagi menjadi:

i. generasi pertama: sefalozin, sefalotin, sefradin, sefaleksin, dan

sefadroksil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci gram-positif,

Bacteroides, dan Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap

laktamase.

ii. generasi kedua: sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih

aktif terhadap kuman gram-negatif dan kuman-kuman yang resisten

terhadap amoksisilin. Obat-obat ini agak kuat tahan laktamase.

Khasiatnya terhadap kuman gram-positif lebih kurang sama.

iii. generasi ketiga: sefoperazon, sefotaksim, seftizoksim, seftriakson,

sefotiam, sefiksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap gram-negatif

lebih kuat dan lebih luas lagi. Resistensinya terhadap laktamase juga

lebih kuat.

iv. generasi keempat: sefepim dan sefpirom. Sangat resisten terhadap

laktamase dan sefepim juga aktif sekali terhadap Pseudomonas.

b) aminoglikosida. Antibiotika yang dihasilkan oleh fungi Streptomyces dan

Micromonospora. Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak bacilli gram-negatif, aktif juga terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-positif.


(39)

Gentamisin khasiatnya lebih ringan. Tidak efektif terhadap kuman anaerob.

Aktivitasnya adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk mempenetrasi

dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Aminoglikosida

dapat melintasi plasenta dan merusak ginjal serta menimbulkan ketulian pada

bayi, tidak dianjurkan selama kehamilan, tapi dapat diberikan selama laktasi

karena mencapai air susu ibu dalam jumlah kecil.

Atas dasar rumus kimianya, aminoglikosida dapat dibagi menjadi:

(1) streptomisin mengandung satu molekul gula amino dalam molekulnya.

(2) kanamisin dengan turunannya amikasin dan dibekasin, gentamisin dan

turunannya netilmisin dan tobramisin, yang semuanya memiliki dua

molekul gula yang dihubungi oleh sikloheksan.

(3) neomisin, framisetin, dan paromomisin dengan tiga gula amino.

c) tetrasiklin. Senyawa tetrasiklin semula diperoleh dari Streptomyces

aureofaciens yaitu klortetrasiklin dan Streptomyces rimosus yaitu oksitetrasiklin, tetapi sekarang telah dibuat secara sintetis seluruhnya.

Senyawa long-acting dari tetrasiklin terdiri dari doksisiklin dan minosiklin.

Khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya melalui injeksi intravena dapat

dicapai kadar plasma yang bakterisid lemah. Mekanisme kerjanya berdasarkan

diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum kerjanya luas dan meliputi

banyak cocci gram-positif dan gram-negatif serta kebanyakan bacilli. Semua

tetrasiklin tidak boleh diberikan setelah bulan keempat dari kehamilan dan

pada anak-anak sampai usia 8 tahun karena penghambatan pembentukan


(40)

d) makrolida dan linkomisin. Kelompok ini terdiri dari eritromisin dengan

derivatnya yaitu klaritromisin, roxitromisin, azitromisin dan diritromisin.

Spiromisin dianggap termasuk kelompok ini karena rumus bangunnya yang

serupa. Linkomisin dan klindamisin secara kimiawi berbeda dengan

eritromisin, tetapi mirip sekali mengenai aktivitas, mekanisme kerja, dan pola

resistensinya, bahkan terdapat resistensi silang dan antagonisme dengannya.

Eritromisin dan linkomisin bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri

gram-positif, dan spektrum kerjanya mirip penisilin-G. mekanisme kerjanya

melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesis

proteinnya dirintangi. Eritromisin dapat diberikan dengan aman saat

kehamilan dan laktasi, sedangkan derivatnya belum ada kepastian.

e) polipeptida. Kelompok ini terdiri dari polimiksin B dan polimiksin E

(kolistin), basitrasin dan gramisidin. Antibiotika ini dihasilkan oleh jenis

bakteri. Polimiksin hanya aktif terhadap kuman gram-negatif termasuk

Pseudomonas, sedangkan basitrasin dan gramisidin terutama kuman

gram-positif. Khasiatnya adalah bakterisid berdasarkan aktivitas permukaannya dan

kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehingga

permeabilitas sel meningkat dan akhirnya sel meletus. Antibiotika ini sangat

toksik bagi ginjal, polimiksin juga bagi organ pendengaran.

f) antibiotika lainnya

(1) kloramfenikol. Diperoleh dari jenis Streptomyces, kini dibuat secara

sintesis. Antibiotika ini berspektrum luas, berkhasiat terhadap hampir


(41)

terhadap kebanyakan suku Pseudomonas, Proteus, dan Enterobacter.

Khasiatnya bersifat bakteriostatis terhadap Enterobacter dan Staph. aerius

berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Kloramfenikol bekerja

bakterisid terhadap Str. pneumoniae, Neiss. Meningitides, dan H.

influenzae. Pada kehamilan dan laktasi penggunaannya tidak dianjurkan, khususnya selama minggu-minggu terakhir kehamilan, karena dapat

menimbulkan cyanosis dan hypothermia pada neonati dan menyebabkan

grey baby syndrome, serta dapat melintasi plasenta dan mencapai air susu ibu. Larangan tersebut juga berlaku pada tiamfenikol.

(2) vankomisin. Diperoleh dari jenis Streptomyces orientalis. Berkhasiat

bakterisid terhadap kuman gram-positif aerob dan anaerob, termasuk

Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin. Penting sekali sebagai antibiotika terakhir pada infeksi parah oleh kuman, jika obat-obat lain

tidak ampuh lagi. Digunakan juga bila terjadi alergi terhadap

penisilin/sefalosporin. Vankomisin dapat mencapai air susu ibu.

(3) asam fusidat. Dihasilkan oleh jamur Fusidium coccineum. Spektrum

kerjanya sempit dan terbatas pada kuman gram-positif, terutama

staphylococcus, juga yang membentuk penisilinase. Khasiatnya bersifat bakteriostatis berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman.

Penggunaan pada akhir kehamilan dapat mengakibatkan penyakit kuning

(icterus) pada bayi. Zat ini melintasi plasenta dan terdapat dalam air susu


(42)

(4) mupirosin. Dihasilkan oleh Pseudomonas fluorecens. Berdaya khusus

terhadap kuman positif, tetapi tidak aktif terhadap kuman

gram-negatif. Khasiatnya bersifat bakterisid berdasarkan penghambatan

RNA-sintetase yang berakibat penghentian sintesa protein kuman.

(5) spektinomisin. Dihasilkan oleh Streptomycin spectabilis. Antibiotika

berspektrum luas ini berkhasiat bakterisid terhadap kuman gram-positif

dan gram-negatif. Khususnya digunakan sebagai obat pilihan ketiga pada

gonore akut seperti urethritis, proctitis, cervicitis. Penggunaan selama

kehamilan dan laktasi tidak ada data (Tjay, 2002).

Berdasarkan penggunaannya terapi antibiotika dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu:

i. terapi empirik atau pendahuluan, antibiotika yang dipakai harus mencapai

semua kuman patogen yang diperkirakan menjadi penyebab penyakit.

Biasanya dipakai kombinasi beberapa antibiotika atau satu jenis antibiotika

yang mempunyai spektrum luas (broad-spectrum).

ii. terapi definitif atau tetap, diberikan bila kuman penyebab penyakit dapat

ditentukan. Dipilih antibiotika yang berspektrum sempit (narrow-spectrum)

dan daya toksisitas rendah (Anonim, 2006b).

Prinsip penggunaan antibiotika didasarkan pada dua pertimbangan utama,

yaitu:

i) penyebab infeksi. Pemberian antibiotika yang paling ideal adalah berdasarkan

hasil pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam


(43)

untuk setiap pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi. Di samping itu,

untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera, pemberian

antibiotika dapat segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan biologik

untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman. Pemberian antibiotika tanpa

pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educated guess.

ii) faktor pasien. Diantara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian

antibiotika antara lain fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan

terhadap infeksi (status imunologis), daya tahan terhadap obat, beratnya

infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui (Anonim,

2000a).

Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada

manusia harus mempunyai sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat

tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik

untuk hospes. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat

menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan

ada yang bersifat pembunuh mikroba yang dikenal sebagai aktivitas bakterisid

(Ganiswara, Setiabudy, dan Gan, 2001). Aktivitas bakteriostatik antibiotika

tergantung pada daya tahan tubuh seseorang atau hospesnya (Sumarsono, 2002).

Zat-zat bakterisid pada dosis biasa dapat mematikan kuman. Obat-obat ini

dapat dibagi pula dalam dua kelompok yakni zat-zat yang bekerja pada fase

tumbuh misalnya, penisilin dan sefalosporin, polipeptida (polimiksin, basitrasin),


(44)

fase istirahat; zat-zat yang bekerja terhadap fase istirahat misalnya,

aminoglikosida, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol, dan juga polipeptida,

contohnya polimiksin dan basitrasin (Tjay, 2002)

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba

atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal

(KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya

dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya

ditingkatkan melebihi KHM (Ganiswara, Setiabudy, dan Gan, 2001). Dosis

antimikroba selalu dipilih sedemikian tinggi hingga kadar obat di tempat infeksi

melampaui MIC (minimum inhibitory concentration). Guna mencapai kadar

puncak dalam darah dan jaringan sering kali perlu dimulai dengan dosis berganda

(loading dose) misalnya dengan sulfonamida, doksisiklin, dan kloroquin; atau

juga dimulai dengan injeksi pada infeksi parah dan selanjutnya diteruskan secara

oral, misalnya penisilin-G, tetrasiklin atau kinin (Tjay, 2002).

Penggunaan antibiotika yang sembarangan atau tidak tepat penakarannya

dapat menggagalkan terapi. Di samping itu juga dapat menimbulkan bahaya,

seperti sensitasi, resistensi, dan suprainfeksi. Setelah digunakan secara topikal,

banyak obat dapat menimbulkan kepekaan berlebihan atau sensitasi, pemakai

menjadi hipersensitif. Bila kemudian obat yang sama digunakan secara sistemis,

misalnya melalui oral atau parenteral, maka ada kemungkinan terjadinya suatu

reaksi alergi. Gejalanya berupa gatal-gatal, kemerah-merahan dan bentol-bentol,


(45)

syok anafilaksis fatal. Oleh karena itu, untuk menghindari sensitasi sebaiknya

jangan menggunakan obat-obat demikian dalam sediaan topikal, seperti salep,

krem, lotion dan sebagainya (Tjay, 2002).

Antibiotika yang terkenal dapat menimbulkan sensitasi antara lain

penisilin, kloramfenikol, dan sulfonamida. Sebaliknya fremisetin, fusidat, dan

juga tetrasiklin jarang sekali mensensitasikan, oleh kerena itu, banyak digunakan

topikal. Neomisin dan basitrasin semakin banyak dilaporkan menimbulkan alergi

kontak. Jika antibiotika digunakan dengan dosis terlalu rendah atau masa terapi

kurang lama, maka hal ini dapat mempercepat terbentuknya suku-suku yang

resisten, atau mengalami resistensi (Tjay, 2002).

Resistensi adalah suatu sifat terganggunya kehidupan sel mikroba oleh

antimikroba. Bakteri bisa resisten karena obat tidak mencapai target tempat obat

harus bekerja, contoh membran atau dinding sel bakteri yang sulit ditembus obat

(impermeabel); obat dibuat menjadi tidak aktif, contohnya karena bakteri bisa

menghasilkan enzim yang menyebabkan obat menjadi tidak aktif; dan

target/tempat obat harus bekerja berubah, contoh saluran pada dinding sel bakteri

sebagai tempat masuknya obat tidak ada, dan transport sistem yang kurang

(Anonim, 2006b). Oleh karena itu, selalu perlu menggunakan dosis cukup tinggi

untuk waktu yang cukup lama. Cara lain untuk mencegah resistensi adalah

menggunakan kombinasi dari dua atau tiga obat (Anonim, 2006).

Supra-infeksi adalah infeksi sekunder dengan parasit berlainan yang

timbul di atas infeksi primer. Infeksi terutama terjadi pada penggunaan antibiotika


(46)

dalam usus, saluran nafas, dan kemih. Suku mikroorganisme yang lebih kuat dan

resisten hilang saingannya, menjadi dominan dan menimbulkan infeksi baru.

Contoh supra-infeksi antara lain disebabkan oleh suku Staphylococcus resisten,

Proteus, Pseudomonas, dan Candida serta fungi lain. Obat-obat yang dapat menimbulkan supra-infeksi adalah ampisilin, kloramfenikol, dan tetrasiklin (Tjay,

2002). Pada umumnya, penggunaan kombinasi dari dua/lebih antibiotika (multiple

drug therapy/MDT) tidak dianjurkan, apa lagi kombinasi dengan dosis tetap (fixed dose).

Terapi terarah mungkin lebih disukai, tetapi beberapa kombinasi dapatlah

bermanfaat yaitu:

(i) pada infeksi campuran, misalnya kombinasi obat-obat antikuman dan

antifungi, atau dua antibiotika dengan spektrum sempit, contohnya

antibiotika untuk gram-positif ditambah antibiotika untuk gram-negatif,

yang bertujuan untuk memperluas aktivitas terapi, misalnya basitrasin

ditambah polimiksin dalam sediaan topikal.

(ii) untuk memperoleh potensiasi, misalnya sulfametoksazol dengan trimetoprim

(kotrimoksazol) dan sefsulodin dengan gentamisin pada infeksi dengan

Pseudomonas.

(iii) untuk mengatasi resistensi, misalnya amoksisilin ditambah asam klavulanat

yang menginaktivasi enzim penisilinase.

(iv) untuk menghambat resistensi, khususnya pada infeksi menahun seperti

tuberkulosa diberikan rifampisin ditambah INH dan pirazinamida, dan kusta


(47)

(v) untuk mengurangi toksisitas, misalnya trisulfa dan sitostatika, karena dosis

masing-masing komponen dapat dikurangi (Tjay, 2002).

2. Nyeri a. Definisi

Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Nyeri

sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi, serta sering untuk

mempermudah diagnosis. Akan tetapi, dengan adanya nyeri, pasien merasakan

hal yang tidak mengenakan, kebanyakan menyiksa dan kerena itu berusaha

untuk bebas darinya (Mutschler, 1991). Nyeri merupakan salah satu keluhan

yang sering dirasakan oleh pasien pasca bedah sesar, nyeri yang timbul terutama

pada daerah bekas sayatan operasi (Mutschler, 1991). Rasa nyeri hanya

merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya

gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot (Anief,

2003).

b. Penyebab

Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik

melampaui suatu nilai ambang tertentu, yaitu nilai ambang nyeri, yang dapat

menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan senyawa yang disebut

mediator nyeri (Mutschler, 1991). Mediator nyeri meliputi histamin, serotonin,

plasmokinin contohnya bradikinin, prostaglandin, dan ion kalium. Zat ini

merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung saraf bebas di kulit, selaput


(48)

sensoris ke susunan saraf pusat, melalui sumsum tulang belakang ke talamus

(optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, di mana rangsangan terasa

sebagai nyeri (Anief, 2003).

Kualitas nyeri menurut tempat terjadinya dibagi atas:

1) nyeri somatik

a) nyeri permukaan, apabila rangsang bertempat dalam kulit. Nyeri

permukaan yang terbentuk kira-kira setelah tertusuk dengan jarum pada

kulit, mempunyai karakter yang ringan, dapat dilokalisasi dengan baik dan

hilang cepat setelah berakhirnya rangsang.

b) nyeri dalam, apabila rangsang berasal dari otot, persendian, tulang, dan

jaringan ikat. Nyeri dalam dirasakan sebagai tekanan, sukar dilokalisasi

dan kebanyakan menyebar kesekitarnya, dan biasanya sering diikuti oleh

reaksi vegetatif seperti tidak bergairah, mual, berkeringat dan menurunnya

tekanan darah, contohnya yaitu nyeri sakit kepala.

2) nyeri dalaman (viseral), sifatnya menekan dan disertai reaksi vegetatif.

Nyeri ini terjadi antara lain pada tegangan organ perut, kejang otot polos,

aliran darah kurang dan penyakit yang disertai radang (Mutschler, 1991).

Reseptor nyeri (nosiseptor), secara fungsional dibedakan menjadi dua

jenis reseptor, yang dapat menyusun dua sistem serabut berbeda, yaitu:

a) mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui serabut A-delta

bermielin.

b) termoreseptor, yang meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut C yang


(49)

c. Terapi

Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca bedah sesar, pasien umumnya

diberikan suatu analgesik. Analgesik umumnya mempengaruhi nyeri melalui

kemungkinan-kemungkinan berikut:

1) mencegah sensibilisasi reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintesis

prostaglandin dengan analgetika yang bekerja perifer.

2) mencegah pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri dengan memakai

anestetika infiltrasi.

3) menghambat penerusan rangsang dalam serabut saraf sensorik dengan

anestetika konduksi.

4) meringankan nyeri atau meniadakan nyeri melalui kerja dalam sistem saraf

pusat dengan anagetika yang bekerja pada pusat atau obat narkosis.

5) mempengaruhi pengalaman nyeri dengan psikofarmaka, seperti

trankuilansia, neuroleptika, antidepresiva (Mutschler, 1991).

d. Penggolongan analgesik

Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgesik

dibedakan dalam dua kelompok, yaitu:

1) analgesik yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgesik atau

kelompok opiat). Kerjanya pada pusat hipoanalgesik, antara lain:

menurunkan rasa nyeri dengan cara stimulasi reseptor opiat sebagai kerja


(50)

terapi; mengurangi aktivitas kejiwaan sebagai kerja sedasi; meniadakan

rasa takut dan rasa bermasalah sebagai kerja trankuilasia; menghambat

pusat pernafasan dan pusat batuk sebagai kerja depresi pernafasan dan

kerja antitusif; seringkali mula-mula menyebabkan mual dan muntah

akibat stimulasi pusat muntah sebagai kerja emetika, selanjutnya

menyebabkan inhibisi pusat muntah sebagai kerja antiemetika;

menimbulkan miosis sebagai kerja miotika; dan meningkatkan

pembebasan anti diuretik hormon (ADH) sebagai kerja antidiuretika

Kerjanya pada perifer, antara lain: memperlambat pengosongan

lambung dengan mengkontriksi pilorus; mengurangi motilitas dan

meningkatkan tonus saluran cerna atau obstipasi spastik; mengkontraksi

sfinkter dalam saluran empedu; meningkatkan tonus otot kandung kemih

dan juga otot sfinkter kandung kemih; mengurangi tonus pembuluh darah

dengan bahaya reaksi ortostatik; dan menimbulkan pemerahan kulit,

urtikaria, rangsang gatal, serta pada penderita asma suatu bronkospasmus,

akibat pembebasan histamin.

2) analgesik yang berkhasiat lemah sampai sedang, bekerja terutama pada

perifer dengan sifat antipiretik dan kebanyakan juga mempunyai sifat

antiinflamasi dan antireumatik. Analgesik lemah tidak mempunyai

sifat-sifat psikotropik dan sedasi dari hipoanalgesiknya, akan tetapi mempunyai


(51)

3. Anemia a. Definisi

Anemia merupakan kelainan sel darah merah yang paling umum dan

merupakan masalah yang sering dijumpai pada pelayanan klinis. Anemia

didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin <12 gram/dl atau nilai hematokrit

<36 % pada wanita dan konsentrasi hemoglobin <14 gram/dl atau nilai

hematokrit <42 % pada pria. Gejala dan tanda non-spesifik yang berkaitan

mencakup rasa lemah, letih, pucat, dispnea, palpitasi dan terkadang angina

pektoris atau gagal jantung kongestif (Skoch, Daley, dan Forsmark, 1996).

b. Penyebab

Kemungkinan terjadinya anemia pada kasus bedah sesar disebabkan oleh

adanya pendarahan antepartum maupun postpartum yang tidak segera diatasi.

Jumlah perdarahan sebanyak 25-30% dari volume darah dalam waktu singkat

dapat menimbulkan keadaan syok dan dapat menyebabkan kematian.

Keadaan-keadaan yang mungkin timbul adalah tekanan darah akan menurun, nadi

meningkat, pernapasan cepat dan dangkal, tekanan darah sentral menurun, dan

produksi urin semakin menurun (Manuaba,1999). Selain disebabkan oleh

pendarahan, anemia pada pasien bedah sesar dapat juga disebabkan adanya

kekurangan gizi selama ibu mengandung.

c. Terapi

Transfusi darah tidak dapat dipisahkan dari bagian obstetrik dan

ginekologi, karena komplikasi pendarahan dapat menjadi penyebab kematian


(52)

tranfusi darah untuk mengembalikan volume darah (Manuaba, 1999). Selain

dengan tranfusi darah, anemia karena adanya kekurangan gizi pada ibu hamil

dapat diatasi dengan pemberian vitamin dan beberapa mineral yang penting

untuk metabolisme. Vitamin merupakan senyawa organik yang diperlukan

tubuh dalam jumlah kecil untuk mempertahankan kesehatan dan seringkali

bekerja sebagai kofaktor untuk enzim metabolisme (Ganiswara, Rosmiati, dan

Wardhini, 2001). Vitamin adalah zat organik yang dalam jumlah kecil sekali

essensial guna memelihara fungsi pertukaran zat yang normal dalam tubuh

(Anief, 2003). Mineral merupakan senyawa anorganik yang merupakan bagian

penting dari enzim, mengatur berbagai fungsi fisiologis, dan dibutuhkan untuk

pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan termasuk tulang (Ganiswara, Rosmiati,

dan Wardhini, 2001).

Sumber vitamin dan mineral yang paling baik ialah makanan, sehingga

orang sehat yang makanannya bermutu baik, sudah mendapat jumlah vitamin

dan mineral yang cukup. Akan tetapi individu dengan diet rendah kalori, yaitu

kurang dari 1200 kalori/hari seringkali asupan vitaminnya kurang dan

memerlukan tambahan. Selain terdapat dalam makanan, vitamin juga dapat

diberikan dalam bentuk murni sebagai sediaan tunggal atau kombinasi. Sediaan

untuk tujuan profilaksis harus dibedakan dari sediaan untuk tujuan pengobatan

defisiensi (Ganiswara, Rosmiati, dan Wardhini, 2001).

d. Penggolongan vitamin

Vitamin larut air disimpan dalam tubuh hanya dalam jumlah terbatas dan


(53)

vitamin larut air perlu sering dikonsumsi. Meskipun demikian, pemberian

vitamin larut air dalam jumlah berlebihan selain merupakan pemborosan, juga

mungkin menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Sebaliknya vitamin larut

lemak dapat disimpan dalam jumlah banyak, sehingga kemungkinan terjadinya

toksisitas jauh lebih besar daripada vitamin larut air (Ganiswara, Rosmiati, dan

Wardhini, 2001).

Penggolongan vitamin berdasarkan kelarutannya, yaitu:

1) vitamin yang larut dalam air: tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2),

piridoksin (vitamin B6), nikotinamida, asam folat, asam pantotenat, asam

para-aminobenzoat, biotin (vitamin H), rutin, sianokobalamin (vitamin

BB12), asam askorbat (vitamin C).

2) vitamin yang larut dalam lemak: vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan

vitamin K (Anief, 2003).

Sediaan vitamin untuk pengobatan hanya diperlukan untuk terapi

penyakit defisiensi vitamin dan terapi suportif pada keadaan patologik di mana

kebutuhan makanan sangat meningkat misalnya pada alkoholisme dan kaheksia

pasca bedah (Ganiswara, Rosmiati, dan Wardhini, 2001)

4. Komplikasi-komplikasi Lain Bedah Sesar dan Terapinya a. Oksitosin

Oksitosik adalah obat yang merangsang kontraksi uterus (Ganiswara,

Syarif, dan Muchtar, 2001). Oksitosik adalah obat yang digunakan untuk

merangsang otot polos uterus dan kelenjar susu (mamae). Khasiatnya adalah


(54)

obstetrika atau ilmu kebidanan antara lain menstimulir mulai his, bila ada

kelemahan his; dan setelah bersalin untuk mencegah perdarahan yang banyak

(Anief, 2003).

Banyak obat memperlihatkan efek oksitosik, tetapi hanya beberapa saja

yang kerjanya cukup selektif dan dapat berguna dalam praktek kebidanan. Obat

yang bermanfaat itu adalah oksitosin dan derivatnya, alkaloid ergot dan

derivatnya, dan beberapa prostaglandin semisintetik. Obat-obat tersebut

memperlihatkan respon bertingkat (graded response) pada kehamilan, mulai

dari kontraksi uterus spontan, ritmis sampai kontraksi tetani (Ganiswara, Syarif,

dan Mucthar, 2001).

Kepekaan pasien terhadap oksitosin sangat berbeda dan bergantung pada

banyak faktor, akan tetapi terutama bergantung pada perbandingan kadar

estrogen dan gestagen. Estrogen meningkatkan keterangsangan dan aktivitas

spontan uterus. Gestogen menyebabkan uterus lebih tidak peka terhadap

oksitosin. Khasiat oksitosin rendah pada awal kehamilan karena nisbah

estrogen-gestagen rendah. Menjelang akhir kehamilan estrogen diproduksi

dalam jumlah yang lebih besar oleh plasenta, yang mensensibilisasi otot uterus

terhadap oksitosin. Di samping itu ketegangan dinding uterus akibat

pertumbuhan fetus yang cepat secara refleks menyebabkan meningkatnya

pembebasan oksitosin (Mutschler, 1991).

Oksitosin tidak hanya menyebabkan kontaksi otot uterus, melainkan juga

otot polos kelenjar buah dada. Dengan demikian air susu ditekan dari ujung


(55)

terjadi secara refleks ketika bayi menyusu, karena itu oksitosin juga

diindikasikan untuk meningkatkan pengosongan air susu, misalnya pada

penyumbatan air susu atau pada mastitis puerperalis (Mutschler, 1991).

Secara menyeluruh indikasi oksitosin, antara lain:

1) membantu memulai proses melahirkan pada pecah ketuban sebelum

waktunya, keluar plasenta sebelum waktunya, preeklamsia, eklamsia serta

pada transfusi.

2) selama proses melahirkan pada kelemahan kontraksi.

3) untuk kontaksi uterus setelah operasi sesar.

4) dalam periode setelah melahirkan untuk mengeluarkan plasenta, untuk

mengurangi hilangnya darah dan untuk profilaksis dan juga mengatasi toni

uterus (Mutschler, 1991).

Selain indikasi oksitosin, terdapat pula beberapa indikasi utama dari

alkaloid ergot terutama pada periode setelah melahirkan, seperti pada keluarnya

plasenta yang diperlambat; pendarahan setelah plasenta keluar; pembendungan

pengeluaran darah pada waktu haid; dan kurangnya pembentukan kembali

uterus pada nifas (Mutschler, 1991).

b. Cairan Elektrolit

Dalam keadaan normal, tubuh akan selalu kehilangan air berikut

elektrolit melalui urin, feses dan perspiratio insensibilis atau paru-paru serta

kulit, dan digantikan dengan air yang didapat tubuh melalui makanan, minuman


(56)

Menurut Manuaba (1999), cairan tubuh manusia terbagi dalam:

1) cairan ektraseluler (CES), 20%, dengan perincian cairan plasma 5% BB dan

cairan interstitial 15% BB.

2) cairan intraseluler (CIS), 40%.

3) cairan transeluler (CTS), 1-3% BB.

Banyaknya cairan tubuh pada pria dewasa yaitu 60-65% BB, pada wanita

dewasa 55-60% BB dan pada anak-anak 65-80% BB.

Pendarahan yang cukup banyak akan menimbulkan perubahan cairan

tubuh dan metabolismenya, sehingga dapat mengganggu sistem tubuh secara

keseluruhan. Dalam bidang Obstetri dan Ginekologi, kehilangan cairan tubuh

disebabkan oleh:

a) dehidrasi, karena intake yang kurang pada saat persalinan yang berlangsung

lama atau pada persalinan terlantar dan hiperemesis gravidarum karena

kurang minum dan makan. Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh,

diperlukan intake cairan sebanyak 2.000 cc per hari, sehingga fungsi organ

dapat berlangsung dengan baik. Cairan yang diberikan adalah kombinasi

Ringer laktat, Ringer dextrosa, dextrosa atau chloret.

b) pendarahan karena abortus atau keguguran, mola hidatidosa, kehamilan

ektopik terganggu, perdarahan antepartum, trauma persalinan, perdarahan

postpartum, dan tindakan bedah. Pendarahan menyebabkan hilangnya

sejumlah darah yang berfungsi dalam pembuluh darah, menyebabkan


(57)

sebagai kompensasi. Dalam keadaan yang lebih serius, produksi urin

semakin berkurang. Bila keadaan ini tidak segera diatasi, maka akan

menarik cairan interstitial (Manuaba, 1999).

Larutan elektrolit diberikan intravena untuk memenuhi kebutuhan normal

akan cairan dan elektrolit atau untuk menggantikan kekurangan yang cukup besar

atau kehilangan yang berkelanjutan, untuk penderita yang mual dan muntah dan

tidak dapat memenuhi kebutuhannya melalui mulut (Anonim, 2000a).

D. Penggunaan Obat yang Rasional

Penggunaan obat yang rasional, mensyaratkan bahwa pasien menerima

obat-obatan yang sesuai pada kebutuhan klinik mereka, dalam dosis yang

memenuhi kebutuhan individu mereka sendiri, untuk suatu periode waktu yang

memadai, dan pada harga terendah untuk mereka dan masyarakat (Siregar, 2006).

Istilah penggunaan obat yang rasional dalam konteks biomedis mencakup

kriteria berikut:

1. obat yang benar.

2. indikasi yang tepat, yaitu alasan menulis resep didasarkan pada pertimbangan

medis yang baik.

3. obat yang tepat, mempertimbangkan kemanjuran, keamanan, kecocokan bagi

pasien, dan harga.

4. dosis pemberian dan durasi pengobatan yang tepat.

5. pasien yang tepat, yaitu tidak ada kontraindikasi dan kemungkinan reaksi


(58)

6. dispensing yang benar, termasuk informasi yang tepat bagi pasien tentang obat

yang ditulis.

7. kepatuhan pasien terhadap pengobatan (Siregar, 2006).

E. Drug Related Problems (DRPs)

Permasalahan dalam farmasi klinis terutama muncul karena pemakaian

obat. Drug realated problem (DRPs) atau sering diistilahkan dengan Drug therapy

problem (DTP) adalah kejadian atau efek yang tidak diharapkan yang dialami pasien dalam proses terapi dengan obat dan secara aktual atau potensial

bersamaan dengan outcome yang diharapkan pada saat mendapat perawatan akibat

dari suatu penyakit (Cipolle, 2004).

Masalah-masalah yang terkait dengan DRPs antara lain:

1. butuh terapi obat tambahan (need for additional drug therapy), yang meliputi

kondisi medis yang membutuhkan terapi obat baru, keadaan kronis yang

membutuhkan kelanjutan terapi, kondisi yang membutuhkan kombinasi obat

untuk mendapatkan efek sinergis atau potensiasi, kondisi dengan resiko dan

butuh obat untuk mencegahnya.

2. salah obat (wrong drug), yang meliputi kondisi yang menyebabkan obat tidak

efektif, alergi obat tertentu, obat yang bukan paling efektif untuk indikasi,

faktor risiko yang kontraindikasi dengan obat, efektif tetapi bukan yang paling

murah, efektif tetapi bukan yang paling aman, antibiotika resisten terhadap


(59)

3. dosis terlalu rendah (dosage too low), meliputi terlalu rendah untuk

memberikan respon, konsentrasi obat di bawah therapeutic range yang

menyangkut obat, dosis, rute, atau konversi formulasi obat tidak cukup,

pemberian terlalu awal.

4. dosis terlalu tinggi (dosage too high), meliputi dosis terlalu tinggi, kadar

serum terlalu tinggi, dosis terlalu cepat dinaikkan, akumulasi obat karena

penyakit kronis, obat, dosis, rute, konversi formula tidak sesuai bagi pasien.

5. adverse drug reaction (ADR), yang meliputi diberikan dengan kecepatan yang

terlalu tinggi, alergi, faktor risiko, interaksi obat-obat atau makanan, hasil

laboratorium berubah akibat obat.

6. obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), yang meliputi tidak ada

indikasi pada saat itu, menelan obat dengan jumlah yang toksik, kondisi akibat

penyalahgunaan obat, lebih baik disembuhkan dengan terapi non drug,

pemakaian dosis ganda yang seharusnya cukup dengan terapi dosis tunggal,

minum obat untuk mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat

dihindarkan.

7. ketidaktaan pasien dalam menggunakan obat (uncomplience), meliputi tidak

menerima obat sesuai regimen karena medication error, tidak taat intruksi,

harga obat mahal dan tidak memahami aturan penggunaan obat.

Sebagai Farmasis diharapkan dapat mengidentifikasi DRPs, kemudian

membuat solusi terhadap DRPs tersebut, sehingga tercapai obat yang diharapkan


(60)

F. Keterangan Empiris

Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Pasca Bedah

Sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar Periode Februari

2007 dapat meningkatkan kerasionalan penggunaan obat yang digunakan untuk

terapi pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah


(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Pasca Bedah

Sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar Periode Februari

2007 merupakan penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada

subyek uji. Rancangan penelitiannya ialah deskritif evaluatif, karena data yang

telah diperoleh dari lembar rekam medik kemudian dievaluasi, dan dideskripsikan

dengan memaparkan fenomena apa yang terjadi, yang ditampilkan dalam bentuk

persentase, distribusi, frekuensi dan gambar. Pengambilan datanya dilakukan

secara prospektif, artinya data yang diambil adalah data mulai dari pasien masuk

sampai pulang (Sastroasmoro dan Ismael, 1995).

B. Definisi Operasional

1. Obat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua obat yang diberikan

untuk terapi pasien bedah sesar di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah

Denpasar periode Februari 2007.

2. Antibiotika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah antibiotika yang

digunakan untuk pasien bedah sesar, yang meliputi antibiotika profilaksis

dan antibiotika empirik.

3. Antibiotika profilaksis adalah antibiotika yang digunakan sebelum ada tanda


(62)

4. Antibiotika empirik adalah antibiotika yang digunakan sebelum diketahui

jenis bakteri yang menginfeksi pasien.

5. Evaluasi penggunaan obat adalah melihat serta mengevaluasi obat-obatan

yang diberikan pada pasien bedah sesar yang meliputi: golongan dan jenis

obat, dosis obat, serta drug related problems yang terjadi.

6. Golongan obat yang diterima pasien bedah sesar contohnya: antimikroba,

oksitosik, alkaloid ergot, analgesik non opioid antiinflamasi non steroid,

obat yang mempengaruhi darah, obat yang mempengaruhi gizi,

kortikosteroid, dan analog prostaglandin.

7. Jenis obat yang diterima pasien bedah sesar contohnya: amoksisilin,

ampisilin, sulbenisilin, sefotaksim, oksitosin, metilergometrin, asam

mefenamat, fero sulfat, vitamin C, vitamin B1, vitamin B12, deksametason,

dan misoprostol.

8. Dosis obat yang dimaksud adalah dosis yang diberikan pada pasien bedah

sesar untuk satu kali pemberian.

9. Drug Related Problems (DPRs) yang dimaksudkan adalah permasalahan

yang muncul berhubungan dengan penggunaan obat, yang meliputi: butuh

terapi obat tambahan, salah obat, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi,

efek samping obat, obat tanpa indikasi dan ketidaktaatan pasien.

10. Waktu pengamatan adalah waktu mulai dari pasien bedah sesar masuk

sampai keluar dari Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar


(63)

11. Sembuh yang dimaksud dalam penelitian ini yang berhubungan dengan

penggunaan obat adalah kondisi klinis pasien membaik setelah pemberian

obat dan tidak terdapat keluhan terhadap obat yang diberikan.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian berjumlah 27 pasien, yang meliputi seluruh pasien pasca

bedah sesar yang dirawat di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah

Denpasar Periode Februari 2007, mulai pasien masuk sampai pulang. Data dari

pasien yang pindah ke ruang perawatan lain, tidak diambil sebagai data untuk

penelitian ini.

D. Bahan Penelitian dan Lokasi Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah berupa lembar rekam medik

pasien pasca bedah sesar sepanjang bulan Februari 2007 yang berisi data klinis

dan peresepan obat untuk pasien bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah

Sakit Sanglah Denpasar. Lokasi penelitian ini yaitu di Bangsal Bakung Timur

Rumah Sakit Sanglah Denpasar, yang terletak di Jalan Diponogoro Denpasar,

Bali.

E. Jalannya Penelitian 1. Analisis situasi dan penentuan masalah

Dimulai dengan melihat pola pasien bedah sesar yang ada di Bangsal

Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah sepanjang bulan Februari 2007, yang


(1)

22. Oksitosin

Dextrosa 5% dalam Ringer laktat Ampisilin Alinamin F Vitamin C Amoksisilin Asam mefenamat Metilergometrin Roborantia Oksitosik

Larutan elektrolit & karbohidrat Penisilin

Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Penisilin

Analgesik non opioid antiinflamasi non steroid Oksitosik Mempengaruhi gizi Oxytocin Natrium intravena Ampicilin Amoksisilin Asam mefenamat Methylergometrin

Obat Obstetrik & Ginekologi Larutan elektrolit &karbohidrat Antiinfeksi (antimikroba) Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Antiinfeksi (antimikroba) Analgesik

Obat Obstetrik & Ginekologi Mempengaruhi gizi 23. Oksitosin

Dextrosa 5% dalam Ringer laktat Sefotaksim Alinamin F Vitamin C Ampisilin Amoksisilin Asam mefenamat Metilergometrin Roborantia Oksitosik

Larutan elektrolit & karbohidrat Sefalosporin generasi ketiga Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Penisilin

Penisilin

Analgesik non opioid antiinflamasi non steroid Oksitosik Mempengaruhi gizi Oxytocin Natrium intravena Cefotaxime Ampicilin Amoksisilin Asam mefenamat Methylergometrin

Obat Obstetrik & Ginekologi Larutan elektrolit &karbohidrat Antiinfeksi (antimikroba) Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Antiinfeksi (antimikroba) Antiinfeksi (antimikroba) Analgesik

Obat Obstetrik & Ginekologi Mempengaruhi gizi 24. Oksitosin

Dextrosa 5% dalam Ringer laktat Ampisilin Alinamin F Vitamin C Amoksisilin Asam mefenamat Metilergometrin Roborantia Oksitosik

Larutan elektrolit & karbohidrat Penisilin

Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Penisilin

Analgesik non opioid antiinflamasi non steroid Oksitosik Mempengaruhi gizi Oxytocin Natrium intravena Ampicilin Amoksisilin Asam mefenamat Methylergometrin

Obat Obstetrik & Ginekologi Larutan elektrolit &karbohidrat Antiinfeksi (antimikroba) Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Antiinfeksi (antimikroba) Analgesik

Obat Obstetrik & Ginekologi Mempengaruhi gizi 25. Oksitosin

Dextrosa 5% dalam Ringer laktat Sulbenisilin Alinamin F Vitamin C Amoksisilin Asam mefenamat Metilergometrin Fero Sulfat Roborantia Oksitosik

Larutan elektrolit & karbohidrat Penisilin anti Pseudomonas Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Penisilin

Analgesik non opioid antiinflamasi non steroid Oksitosik Mempengaruhi darah Mempengaruhi gizi Oxytocin Natrium intravena Amoksisilin Asam mefenamat Methylergometrin Fero Sulfat

Obat Obstetrik & Ginekologi Larutan elektrolit &karbohidrat Antiinfeksi (antimikroba) Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Antiinfeksi (antimikroba) Analgesik

Obat Obstetrik & Ginekologi

Mempengaruhi darah Mempengaruhi gizi 26. Oksitosin

Dextrosa 5% dalam Ringer laktat

Oksitosik

Larutan elektrolit & karbohidrat

Oxytocin Natrium intravena

Obat Obstetrik & Ginekologi Larutan elektrolit


(2)

Sefotaksim Alinamin F Vitamin C Amoksisilin Asam mefenamat Metilergometrin Roborantia

Sefalosporin generasi ketiga Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Penisilin

Analgesik non opioid antiinflamasi non steroid Oksitosik

Mempengaruhi gizi

Cefotaxime Amoksisilin Asam mefenamat Methylergometrin

&karbohidrat

Antiinfeksi (antimikroba) Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Antiinfeksi (antimikroba) Analgesik

Obat Obstetrik & Ginekologi Mempengaruhi gizi 27. Oksitosin

Dextrosa 5% dalam Ringer laktat Kedacilin

Alinamin F Vitamin C Amoksisilin Asam mefenamat Fero Sulfat

Oksitosik

Larutan elektrolit & karbohidrat Penisilin anti Pseudomonas Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Penisilin

Analgesik non opioid antiinflamasi non steroid Mempengaruhi darah

Oxytocin Natrium intravena

Amoksisilin Asam mefenamat Fero Sulfat

Obat Obstetrik & Ginekologi Larutan elektrolit &karbohidrat

Antiinfeksi (antimikroba) Mempengaruhi gizi Mempengaruhi gizi Antiinfeksi (antimikroba) Analgesik


(3)

Penggolongan Obat Pasien Pasca Bedah Sesar di Bangsal Bakung

Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari 2007.

Obat Antiinfeksi

No.

Golongan obat

Jenis obat

Nama obat

1. Pinisilin

Amoksisilin

Amoksisilin

Ampisilin

Ampisilin

Penisilin

anti-Pseudomonas Sulbenisilin

Kedacilin

®

Sefalosporin generasi ketiga

Sefotaksim

Cefotaxime

Obat Obstetrik dan Ginekologi

No.

Golongan obat

Jenis obat

Nama obat

1. Oksitosik

Oksitosin

Oxytocin

2. Alkaloid

ergot

Metilergometrin

Methergin

®

Obat Analgesik

No.

Golongan obat

Jenis obat

Nama obat

1.

Analgesik non opioid

antiinflamasi non steroid

Asam mefenamat

Asam Mefenamat

Obat yang Mempengaruhi Gizi dan Darah

No.

Golongan obat

Jenis obat

Nama obat

1.

Mempengaruhi darah

Fero Sulfat

Fero Sulfat

2.

Mempengaruhi Gizi

Vitamin C

Vitamin C

Vitamin

B

B1

Alinamin Fursultiamine

®

Vitamin

B

B12

Roborantia

Cairan Elektrolit dan Tranfusi Darah

No.

Golongan obat

Jenis obat

Nama Obat

1. Larutan elektrolit dan

karbohidrat

Dextrosa 5% dalam

Ringer laktat

Dextrosa 5% dalam

Ringer laktat


(4)

Obat Lain

No.

Golongan obat

Jenis obat

Nama obat

1.

Antihistamin dan antialergi

Deksamethason

Deksamethason

2.

Obat saluran cerna (analog

Prostaglandin)


(5)

Komposisi Obat Brand Name yang Diterima Pasien Bedah Sesar

di Bangsal Bakung Timur RS Sanglah Denpasar Periode Februari

2007.

No.

Brand Name

Komposisi

1. Alinamin

fursultiamine

®

Alinamin fursultiamine

2. Cytotec

®

Misoprostol

3. Kedacilin

®

Sulbenisilin disodium


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Ni Komang Trisna Dewi merupakan anak ketiga dari

pasangan I Wayan Menyan dan Ni Nyoman Jelih, Lahir

di Kintamani, Bali pada tanggal 27 November 1984.

Pendidikan awal dimulai di Sekolah Dasar Negeri 1

Sekaan, Kintamani pada tahun 1991-1997. Dilanjutkan

ke jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama Negeri 1 Singaraja pada tahun 1997-2000.

Kemudian naik ke jenjang Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bangli pada tahun

2000-2003. Selanjutnya pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan ke jenjang

Perguruan Tinggi di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta dan


Dokumen yang terkait

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Pasien Tuberculosis Multi Drug Resistant Di Rumah Sakit X Periode Januari-Juni 2013.

0 0 13

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (SECTIO CAESAREA) DI Efektivitas Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Sesar (Sectio Caesarea) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Tahun 2013.

0 2 12

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (SECTIO CAESAREA) Efektivitas Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Sesar (Sectio Caesarea) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Tahun 2013.

0 1 17

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (Sectio caesarea) DI INSTALASI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (Sectio caesarea) DI INSTALASI BEDAH RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2010.

0 0 14

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI INSTALASI EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO PERIODE TAHUN 2009.

0 1 16

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (sectio caesarea) DI INSTALASI BEDAH RSUD Dr. EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (sectio caesarea) DI INSTALASI BEDAH RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 201

2 2 15

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT UMUM Evaluasi Penggunaan Obat Analgetik Pada Pasien Kanker Payudara Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Tahun 2010.

0 0 13

Evaluasi penggunaan obat Hipoglikemia pada pasien di instalasi rawat inap bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015.

1 6 117

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH DI SALAH SATU RUMAH SAKIT KOTA BANDUNG

0 0 6

Evaluasi penggunaan obat pada pasien pasca bedah sesar di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode Februari 2007 - USD Repository

0 1 148